Download - INTISARIBAGIPENGAMBILKEBIJAKAN …oseanografi.lipi.go.id/haspen/01. Summary for policy maker-layout-20 Juli-versi alfa 1... · AustraliaTimur.Hutan ... Alur sederhana penyerapan dan

Transcript

INTISARI BAGI PENGAMBIL KEBIJAKAN

POTENSI CADANGAN DANSERAPAN KARBONEKOSISTEMMANGROVE DANPADANG LAMUN INDONESIA

Versi α 1.0/ 2018

PENDAHULUAN

Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden nomor 61

tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN GRK)

telah berkomitmen bahwa sampai tahun 2020, Indonesia akan

menurunkan emisi sampai 26% (sampai 29% pada 2030) dengan

usaha sendiri dan sampai 41% dengan dukungan eksternal. Sampai

saat ini target penurunan emisi masih dititikberatkan pada sektor

daratan (land base sector), sedangkan sektor pesisir dan laut belum

mendapat perhatian yang serius. Dokumen ini menyajikan intisari

potensi ekosistem vegetasi pesisir dalam penyerapan karbon.

Informasi yang disajikan merupakan kontribusi riset kelautan dalam

Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK). Data dan

informasi mengenai cadangan dan serapan karbon ekosistem vegetasi

pesisir dapat digunakan untuk penghitungan target penurunan emisi

gas rumah kaca (GRK).

Daftar KontributorA’an J. Wahyudi1, Afdal1, Novi Susetyo Adi2,Agustin Rustam2,Hadiyanto1, Susi Rahmawati1, Andri Irawan3, I Wayan E. Dharmawan1,Bayu Prayudha1, Muhammad Hafizt1, Hanif B. Prayitno1, Yusmiana P.Rahayu2, Tubagus Solihudin2, Restu Nur Afi Ati2, Terry Louise Kepel2,Mariska Astrid K.2, August Daulat2, Hadiwijaya L. Salim2, NasirSudirman2, Devi D. Suryono2, Wawan Kiswara1, Indarto H. Supriyadi1

1 Pusa t Pe ne lit ia n Ose a nogra fi, Lem ba g a Ilm u Pe ng e t a hua nIndon e s ia (P2O-LIPI)2 Pusa t Ris e t Ke la u ta n , Ba d a n Ris e t da n Sum be r Da ya Ma nu s ia ,Kem e nte ria n Ke la u ta n da n Pe rika n a n (PUSRIKEL-BRSDM-KKP)3 Pusa t Pe ne lit ia n La u t Da lam , Lem ba ga Ilm u Pe ng e t a hua nIndon e s ia (P2LD-LIPI)

“Kemampuan vegetasipesisir dalam menyerap

karbon merupakan layananekosistem yang esensial

terutama pada eraterjadinya perubahan iklim

global.”(Wahyudi dkk., 2017)

Ekos is t e m Mang rov e & Padang Lam un(Foto ole h AI)

LAYANAN EKOSISTEM PESISIR: PENYERAPAN KARBON OLEH VEGETASI PESISIR

Wilayah pesisir Indonesia

memiliki luas area padang

lamun sekitar 150.693,16 ha,

terluas kedua di dunia setelah

Australia Timur. Hutan

mangrove Indonesia adalah

yang terluas di dunia, yaitu

sekitar 3,2 juta hektar,

merupakan 22,4% dari

keseluruhan luas mangrove di

dunia. Luasan vegetasi pesisir

ini mengindikasikan bahwa

Indonesia memiliki potensi

yang besar dalam menyerap

dan menyimpan karbon.

Istilah vegetasi pesisir atau vegetasi laut telah banyakdigunakan dalam berbagai publikasi ilmiah di tingkat internasional.Vegetasi laut adalah semua vegetasi atau tegakan tumbuhan tingkatrendah maupun tumbuhan tingkat tinggi yang memiliki habitat dilaut dan pesisir1. Vegetasi laut ini selanjutnya terdiri atas padanglamun, padang alga, dan hutan mangrove. Hutan mangrove danpadang lamun sendiri selanjutnya juga dikenal sebagai vegetasipesisir. Dengan demikian penggunaan istilah ‘vegetasi laut’ dan‘vegetasi pesisir’ adalah sama dengan tetap merujuk pada tigamacam vegetasi tersebut diatas.

Vegetasi pesisir (padang lamun dan mangrove) diperkirakanmemberikan kontribusi besar pada pengendapan karbon padasedimen yaitu sekitar 50% dari total 216 TgC per tahun2,3. Secaraglobal, diperkirakan bahwa lamun memiliki nilai cadangan karbonantara 4,2 sampai 8,4 PgC4 dan mangrove antara 4 sampai 20 PgC5.Ekosistem pesisir dengan vegetasi laut juga memiliki produksi primerbersih (net primary production/NPP) yang cukup signifikandibandingkan ekosistem lainnya6. Jadi, ekosistem vegetasi lautmerupakan stok karbon yang signifikan sekaligus memiliki peranpenting pada siklus karbon global.

Selanjutnya, biomassa vegetasi pesisir yang proporsinya0,05% dibandingkan total biomassa tumbuhan di daratan mampumenyimpan karbon dengan jumlah yang sebanding setiap tahunnya7.Wilayah pesisir Indonesia mempunyai luas area padang lamunsekitar 150.693,16 ha8, terluas kedua di dunia setelah AustraliaTimur9. Hutan mangrove Indonesia adalah yang terluas di dunia,yaitu sekitar 3,2 juta hektar10,11, merupakan 22,4% dari keseluruhanluas mangrove di dunia12. Luasan vegetasi pesisir ini mengindikasikanbahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam menyerap danmenyimpan karbon.

Melihat potensi vegetasi dalam penyerapan karbon, mitigasiperubahan iklim tidak hanya dilakukan dengan usaha menurunkan

1 Duarte, C., Middelburg, J. & Caraco, N., (2005). Major role of marine vegetation on the oceanic carbon cycle. Biogeosciences, Volume 2, pp. 1-8.2 Duarte, C., et al., (2005). -3 Larkum, A., Orth, R.J., Duarte, C. (Eds.) (2006). Seagrasses: Biology, Ecology, and Conservation. Springer, Dordrecht, Netherland. 691pp.4 Fourqurean, J.W., Duarte, C.M., Kennedy, H., Marba, N., Holmer, M., Mateo, M.A., Apostolaki, E.T., Kendrick, G.A., Krause-Jensen, D.,McGlathery, K.J. and Serrano, O. (2012). Seagrass ecosystems as a globally significant carbon stock. Nature Geoscience 5:505-509.5 Donato, D. C., Kauffman, J. B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M. & Kanninen, M. (2011). Mangroves among the most carbon-richforests in the tropics. Nat. Geosci., 4, 293–297.6 Larkum et al., (2006). -7 Nellemann, C., Corcoran, E., Duarte, C. M., Valdes, L., DeYoung, C., Fonseca, L., Grimsditch, G. (Eds). (2009). Blue Carbon. A RapidResponse Assessment. United Nations Environment Programme, GRID-Arendal, www.grida.no8 Hernawan, U. et al., (2017). Status Padang Lamun Indonesia 2017. Jakarta: Puslit Oseanografi - LIPI9 Green, E.P. And Short, F.T., (2003). World Atlas of Seagrasses. UNEPWorld Conservation Monitoring Center, University of California Press,Berkeley, USA.10 Badan Informasi Geospasial (BIG). (2012). Informasi geospasial mangrove Indonesia. Bogor: Pusat Pemetaan danInformasi Tematik, BadanInformasi Geospasial Indonesia, 335pp.11 Kementerian Kehutanan (KLHK). (2013). Rekalkulasi penutupan lahan Indonesia tahun 2012. Jakarta: Center for Forest Mapping and Inventory.Kementerian Kehutanan RI, 85pp.12 Giri C., Ochieng, E., Tieszen, L. L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., Masek, J. & Duke, N. (2011). Status and distribution of mangrove forests ofthe world using earth observation satellite data. Global Ecol. Biogeography, 20, 154–159.

tingkat emisi CO2, namun juga perlu diimbangi denganmempertahankan layanan ekosistem sebagai penyerap karbon.Penyerapan karbon sesuai dengan siklus karbon terdiri daripeningkatan jumlah karbon terserap pada materi organik (vegetasi)dan penimbunan karbon (carbon burial) pada sedimen dan tanah.Proses penyerapan ini terkait dengan proses alamiah sepertifotosintesis, jaring makanan, carbon sink oleh perairan danpenyimpanan karbon dalam sedimen. Usaha meningkatkanpenyerapan karbon dalam konteks proses alamiah siklus karbondilakukan dengan mempertahankan dan meningkatkan layananekosistem vegetasi pesisir. Usaha meningkatkan ataumempertahankan layanan ekosistem ini berarti meningkatkanvolume penyerapan gas rumah kaca (CO2 dan CO2-equivalen).

Ekos is t em Mang rov e (Foto ole h IWED)

Alur se de rhana pe ny e rapan dan pe ny im panan karbon ole h e kos is te m m angrov e dan padang lam un(Gam bar ole h K. Bae hak i). SPM: su sp e nde d part icu la te m at te r.

SEBARAN DATA DAN RISET KARBON BIRU INDONESIA (1)

Potensi cadangan karbon mangrove Indonesia

SEBARAN DATA DAN RISET KARBON BIRU INDONESIA (2)

Potensi cadangan karbon padang lamun Indonesia

POTENSI CADANGAN DAN SERAPAN KARBON EKOSISTEM MANGROVE

Indonesia memiliki luasan

mangrove sebesar 3,22 juta ha

dengan proporsi terbesar di

gugusan Pulau Papua.

Cadangan karbon mangrove di

Indonesia mencapai 891,70 ton

C/ha dengan total cadangan

carbon mangrove nasional

sebesar 2,89 Tt C.

Hutan mangrove di Indonesia memiliki potensi besar dalampenyerapan CO2 dari atmosfer dan menyimpannya dalam bentukbiomassa tubuh. Hal ini dapat dilihat dari luasan hutan mangrove diIndonesia yang mencapai 22,4% dari luasan mangrove dunia atausekitar 3,22 juta hektar13,14,15. Luasan ini jauh lebih tinggidibandingkan Brazil dan Australia yang masing-masing mempunyaiproporsi ±7% dari mangrove global. Sebaran tertinggi luasanmangrove di Indonesia ditemukan di Kepulauan Papua (ProvinsiPapua Barat dan Papua), hampir setengah dari luasan mangrovenasional1617.

Mangrove menyimpan karbon dalam bentuk biomassa, baikpada bagian atas (Cag, carbon above ground) dan bagian bawah(Cbg, carbon below ground)18. Sementara itu, guguran materialorganik seperti serasah dan batang mangrove yang telah mati padasubstrat memberikan sumbangan karbon organik dalam tanah19,20.Sistem perakaran mangrove yang rapat memungkinan karbontersebut terperangkap dalam lingkungan mangrove danmeminimalisasi ekspor nutrient keluar kawasan.

Hasil analisis data LIPI di sepuluh lokasi penelitian yangditambah dengan data sekunder21,22,23,24,25,26 memberikan gambarantentang potensi serapan karbon di Indonesia yang cukup tinggi yangdiperoleh dari nilai Net Primary Productivity (NPP). Hasil analisismenunjukkan bahwa hutan mangrove di Indonesia rata-rata mampumenyerap 52,85 ton CO2/ha/tahun yang lebih tinggi dua kali lipatdibandingkan estimasi global (26,42 ton CO2/ha/tahun)27. Secarakeseluruhan, hutan mangrove Indonesia memiliki potensipenyerapan karbon sebesar 170,18 Mt CO2/tahun. Pulau Kalimantanmemiliki potensi serapan mangrove terbesar, yaitu

13 Badan Informasi Geospasial (BIG). (2012). -14 Kementerian Kehutanan (KLHK). (2013). -15 Ilman, M., Dargusch, P., Dart, P., and Onrizal. (2016). A historical analysis of the drivers of loss and degradation of Indonesia’s mangroves. LandUse Policy, 54, 448–459.16 Ilman, M., et al., (2016). -17 Giri C., et al., (2011). -18 Kauffman, J.B. and D.C. Donato. (2012). Protocols for the measurement, monitoring and reporting of structure, biomass and carbon stocks inmangrove forests. CIFOR. Bogor - Indonesia. 40 pp.19Alongi, D.M. 2009. The Energetics of Mangrove Forests. Autralian Institute of Marine Science Townsville, Quesnsland.20 Bouillon, S., A.V. Borges, E. Castañeda-Moya, K. Diele, T. Dittmar, N.C. Duke, E. Kristensen, S.Y. Lee, C. Marchand, J.J. Middelburg et al. 2008.Mangrove production and carbon sinks: a revision of global budget estimates. Global Biochem Cy. 22:21Aida, G.R. Fahrudin, A., dan Kamal, M.M. (2014). Produksi Serasah Mangrove di Pesisir Tangerang, Banten. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia(JIPI), 19(2): 91-97.22 Pribadi R. (1998). The Ecology of Mangrove Vegetation in Bintuni Bay, Irian Jaya, Indonesia. [Thesis]. Scotland: University of Stirling.23 Soeroyo. (2003). Pengamatan gugur serasah di hutan mangrove Sembilang Sumatra Selatan. P3O-LIPI. 38-44.24 Sukardjo,S. Alongi, D.M., and Kusmana, C. (2013). Rapid litter production and accumulation in Bornean mangrove forests. Ecoshpere, 4(7): 1-7.25 Supriadi, I.H., dan Wouthuyzen, S. (2005). Penilaian ekonomi sumber daya mangrove di Teluk Kotania, Seram Barat, Maluku. Oseanologi danLimnologi di Indonesia 38: 1-21.26 Zamroni, Y. and I.S. Rohyani. (2008). Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Biodiversitas, 9(4): 284-287.27 Bouillon, S., A.V. Borges, E. Castañeda-Moya, K. Diele, T. Dittmar, N.C. Duke, E. Kristensen, S.Y. Lee, C. Marchand, J.J. Middelburg et al. 2008.Mangrove production and carbon sinks: a revision of global budget estimates. Global Biochem Cy. 22:

94,32 ton CO2/ha/tahun diikuti oleh Papua (57,99 ton CO2/ha/tahun)dan Sulawesi (53,95 ton CO2/ha/tahun). Sementara itu, mangrove diPulau Sumatera dan Jawa yang telah banyak terdegradasimenunjukan potensi serapan karbon yang paling rendah, yaituberturut-turut 37,07 dan 39,27 ton CO2/ha/tahun.

Secara global, estimasi simpanan karbon pada ekosistemmangrove di dunia rata-rata sekitar 1.023 ton C/ha28. Hasil analisisdata Primer LIPI & KKP serta data sekunder yang berasal daripublikasi jurnal ilmiah29,30,31,32,33, menghasilkan rata-rata simpanankarbon sebesar 891,70 ton/ha dengan potensi cadangan karbon totalmangrove nasional sebesar 2,89 Tt C. Ukuran diameter pohon yangbesar34, berimplikasi pada tingginya simpanan karbon mangrove diPapua, rata-rata 1.073 ton/ha atau total sebesar 1,72 Tt C (lebih darisetengah cadangan karbon mangrove nasional).

Cadangan karbon m angrove d i Indon e s ia (da lam Tt C). LS: Le s s e r Sunda (m e lipu t i Ba li,Nusa Te nggara , Tim or dan se k it arn ya)

28 Donato, D. C., Kauffman, J. B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M. & Kanninen, M. (2011). Mangroves among the most carbon-richforests in the tropics. Nat. Geosci., 4, 293–297.29Alongi, D.M. 2009. The Energetics of Mangrove Forests. Autralian Institute of Marine Science Townsville, Quesnsland.30 Bismark, M., E. Subiandono and N.M. Heriyanto. (2008). Keragaman dan Potensi Jenis serta Kandungan Karbon Hutan Mangrove di SungaiSubelen Siberut, Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 5(3): 297-306.31 Murdiyarso, D., D. Donato, J.B. Kauffman, S. Kurnianto, M. Stidham, and M. Kanninen. (2009). Carbon storage in mangrove and peatlandecosystems A preliminary account from plots in Indonesia. CIFOR.32 Murdiyarso, D., Purbopuspito, J., Kauffman, J. B., Warren, M. W., Sasmito, S. D., Donato, D. C., Manuri, S., Krisnawati, H., Taberima, S. &Kurnianto, S. (2015). The potential of Indonesian mangrove forests for global climate change mitigation. Nat. Clim. Change. 5, 1089–1092.33 Rahmah.F., H. Basri and Sufardi. (2015). Potensi Karbon Tersimpan pada Lahan Mangrove dan Tambak di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh.Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan, 4(1): 527-53434 Dharmawan, I.W.E. and A. Widyastuti. (2017). Pristine mangrove community in Wondama Gulf, West papua, Indonesia. Mar. Res. Indonesia,42(2): 67-76.

Serapan CO2 oleh komunitas

mangrove di Indonesia 52,85

ton CO2/ha/tahun, atau sebesar

167 Mt CO2/tahun di seluruh

kawasan.

POTENSI CADANGAN DAN SERAPAN KARBON EKOSISTEM PADANG LAMUN

Rata-rata cadangan karbon

padang lamun Indonesia adalah

0,94 ton C/ ha. Dengan luas

padang lamun Indonesia

sebesar 150.693,16 ha, maka

total cadangan karbon adalah

141,98 kt C.

Rata-rata serapan karbon

padang lamun sebesar 6,59 ton

C/ha/tahun (24,13 ton

CO2/ha/tahun), sedangkan total

serapan karbon padang lamun

di Indonesia adalah 992,67 kt

C/tahun (setara 3,64 Mt

CO2/tahun).

Ekosistem padang lamun mampu menyerap dan menyimpankarbon baik di dalam vegetasi maupun di dalam substrat tempatlamun tumbuh35,36,37,38,39. Nilai cadangan karbon tersebut dapatbervariasi tergantung pada karakteristik, kondisi, dan luas ekosistempadang lamun. Misalnya, komposisi jenis penyusun komunitaspadang lamun dan jenis substrat memengaruhi potensi cadanganlamun di suatu ekosistem. Jenis dan luasan juga berpengaruh padajumlah karbon dioksida yang mampu diserap oleh suatu ekosistemdalam kurun waktu tertentu.

Dengan padang lamun seluas 150.693,16 ha40, Indonesiamemiliki potensi cadangan dan serapan yang cukup besar.Komunitas padang lamun di Indonesia rata-rata meyimpan cadangankarbon sebesar 0,94 ton C/ha atau total 141,98 kt C. Karakteristikkomunitas lamun yang beragam memiliki cadangan karbon yangberkisar dari 0,34 ton C/ha sampai dengan 1,53 ton C/ha. Komunitaspadang lamun tersebut umumnya didominasi oleh jenis lamun E.acoroides dan T. hemprichii sehingga kedua jenis ini memilikikontribusi yang cukup besar terhadap nilai cadangan karbon.Sementara itu, ekosistem padang lamun di Indonesia mampumenyimpan 558,35 ton C/ha di dalam substrat (total karbon sebesar84,14 Mt C). Cadangan karbon di dalam substrat dapat tersimpandalam kurun waktu yang lama41. Disamping itu, ekosistem lamunmemiliki nilai serapan karbon yang tinggi42. Dengan laju serapankarbon sebesar 6,59 ton C/ha/tahun, padang lamun di Indonesiamemiliki total serapan karbon sebesar 992,67 kt C/tahun (setaradengan 3,64 Mt CO2/tahun).

Pengukuran cadangan dan serapan karbon yang lebihmenyeluruh diperlukan untuk mendapatkan data yang lebihrepresentatif. Data serapan selama ini kebanyakan hanya meliputidua jenis lamun yaitu E. acoroides dan T. hemprichii. Pengukuranserapan karbon oleh jenis lamun yang lain dapat memberikankontribusi yang lebih besar dalam meningkatkan nilai serapankarbon. Selain itu, pengukuran cadang karbon di dalam substratmemiliki beberapa kendala teknis seperti keberadaan karbonanorganik. Keterbatasan tersebut mengakibatkan estimasi berlebihcadangan karbon di dalam substrat.

35Azkab, M., (2000). Produktivitas dilamun. Oseana, XXV(1), pp. 1-11.36 Duarte, C., et al., (2005). -37 Lembi, C., (2014). The Biology and Management of Algae. In: L. Gettys, W. Haller & D. Petty, eds. Biology and Control of Aquatic Plants: A BestManagement Practices Handbook. 3rd ed. Marietta: Aquatic Ecosystem Restoration Foundation, pp. 97-104.38 de Boer, W., (2007). Seagrass-Sediment Interactions, Positive Feedbacks and Critical Tresholds for Occurence: A Review. Hydrobiologia, Issue591, pp. 5-24.39 Short, F., Carruthers, T., Dennison, W. & Waycott, M., (2007). Global seagrass distribution and diversity: A bioregional model. Journal ofexperimental Marine Biology And Ecology, Issue 350, pp. 3-30.40 Hernawan, U. et al., (2017). -41 Duarte, C. et al., (2005). -42Azkab, M., (2000). -

Pengukuran cadangan dan serapan karbon yang lebihmenyeluruh diperlukan untuk mendapatkan data yang lebihrepresentatif. Data serapan selama ini kebanyakan hanya meliputidua jenis lamun yaitu E. acoroides dan T. hemprichii. Pengukuranserapan karbon oleh jenis lamun yang lain dapat memberikankontribusi yang lebih besar dalam meningkatkan nilai serapankarbon. Selain itu, nilai cadangan karbon total dapat lebih tinggi dariestimasi saat ini karena masih ada area lamun yang belum dihitungatau belum dipetakan. Dengan area padang lamun yang lebih luas,nilai ekstrapolasi total cadangan lamun di Indonesia akan lebihtinggi. Disisi lain, pengukuran cadangan karbon di dalam substratmemiliki beberapa kendala teknis seperti keberadaan karbonanorganik. Keterbatasan tersebut mengakibatkan estimasi berlebihcadangan karbon di dalam substrat.

Ekos is t e m Padang Lam un (Foto ole h AI)

KONSERVASI DAN REHABILITASI: MEMPERTAHANKAN LAYANAN EKOSISTEMUNTUK MENYERAP KARBON

Upaya konservasi dan

rehabilitasi ekosistem

mangrove dan padang lamun

bermanfaat untuk

mempertahankan layanan

ekosistem penyerapan karbon.

Konsep mitigasi efek gas rumah kaca dan perubahan iklimdapat dilakukan dengan mengurangi emisi GRK, danmempertahankan layanan ekosistem untuk menyerap karbon43.Konsep ini dapat diterapkan melalui pelaksanaan berbagai programpengelolaan wilayah vegetasi darat dan pesisir, melakukanpengendalian alih guna lahan yang efektif dan konservasi vegetasiserta pengendalian emisi yang berkelanjutan.

Usaha mempertahankan layanan ekosistem pesisir untukmenyerap karbon dapat dilakukan dengan usaha konservasi danrehabilitasi ekosistem. Secara khusus, kebijakan nasional terkait halini dapat diselaraskan dengan Rencana Aksi Nasional untukpenurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). Diantara aksi-aksi tersebutyang perlu ditambahkan dari RAN-GRK yang sudah ada adalah:

a) Melaksanakan rehabilitasi ekosistem pesisir dan rehabilitasikawasan konservasi perairan (menindaklanjuti Perpres no61 tahun 2011 tentang RAN GRK; Lampiran 2, Bidang VIKegiatan Pendukung Lainnya, Bagian C - KementerianKelautan dan Perikanan, Poin 6, dan 8);

b) Mengendalikan alih guna lahan khususnya untuk melindungikawasan hutan mangrove (menambahkan komponen hutanmangrove pada perhitungan emisi GRK sektor alih gunalahan RAN-GRK);

c) Melakukan usaha preservasi dan/atau konservasi wilayahekosistem vegetasi pesisir (mangrove dan padang lamun).

43 Wahyudi A.J., et al (Edt). (2017) Menyerap Karbon: Layanan Ekosistem untuk Mitigasi Perubahan Iklim. Gadjah Mada University Press.

Upaya konservasi dan rehabilitasi ekosistem vegetasi pesisir(mangrove dan padang lamun) memiliki nilai penting karenaekosistem tersebut memiliki peran esensial untuk layanan ekosistempenyerapan karbon. Vegetasi pesisir berkontribusi sampai 50%penimbunan karbon di sedimen44. Potensi penyerapan karbon padavegetasi pesisir juga cukup signifikan (i.e. sampai 77%) dibandingkandengan vegetasi daratan45. Dengan mempertahankan potensipadang lamun Indonesia seluas 150.693 ha46 dan mangrove seluas3.237.000 ha,474849 Indonesia dapat menyerap karbon sampai 170,64Mt CO2/tahun. Data riset menyebutkan (lihat bagian 4-5) bahwamempertahankan satu (1) hektar mangrove dan padang lamun pertahunnya, dapat berkontribusi menyerap karbon masing-masing52,85 dan 24,15 ton CO2.

44 Duarte, C., et al., (2005).-45 Wahyudi, A.J. et al., (2018). Carbon sequestration index as a determinant for climate change mitigation: Case study of Bintan Island. IOPConference Series: Earth and Environmental Science, 118 (012050), 342-346. http://dx.doi.org/10.1088/1755-1315/118/1/01205046 Hernawan, U.E. et al., (2017) Status Padang Lamun Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi, Jakarta, 23 pp (in Bahasa Indonesia).47 Badan Informasi Geospasial (BIG). (2012). Informasi geospasial mangrove Indonesia. Bogor: Pusat Pemetaan danInformasi Tematik, BadanInformasi Geospasial Indonesia, 335pp.48 Ilman, M., Dargusch, P., Dart, P. & Onrizal. (2016). A historical analysis of the drivers of loss and degradation of Indonesia’s mangroves. Land UsePolicy, 54, 448–459.49 Kementerian Kehutanan (KLHK). (2013). Rekalkulasi penutupan lahan Indonesia tahun 2012. Jakarta: Center for Forest Mapping and Inventory.Kementerian Kehutanan RI, 85pp.

Pe rs e n tas e luasan ve ge tas i pe s is ir(m ang rov e dan padang lam un ), dalam

rib uan he k tar.

Pe rs e n tase cadangan karbon ve ge tas ipe s is ir (m angrov e dan padang lam un ),

dalam Mt C.

Padan g lam un Pan ta i Waai, Am bon(Foto ole h AI)

DUKUNGAN PROGRAM KONSERVASI DAN REHABILITASI EKOSISTEM PESISIRUNTUK PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

Eksploitasi dan pengelolaanyang kurang sesuai dalam

pembangunan wilayah

mengakibatkan penurunan luas

vegetasi pesisir. Intervensi

kebijakan berupa integrasi

pembangunan wilayah dan

pemeliharaan lingkungan

ekosistem pesisir merupakan

salah satu solusi untuk

mengatasi permasalahan

tersebut.

Pertumbuhan populasi dan urbanisasi di wilayah pesisir lebihtinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya50. Hal ini menuntutpeningkatan pembangunan infrastruktur untuk menunjang aktivitaskehidupan manusianya, salah satu contohnya adalah reklamasisebagai bentuk alih guna lahan. Namun kegiatan alih guna lahan iniumumnya dilakukan dengan mengorbankan keberadaan ekosistempesisir seperti mangrove dan padang lamun.

Eksploitasi dan pengelolaan yang kurang sesuaimengakibatkan penurunan luas vegetasi pesisir yang berdampakpada berkurangnya layanan ekosistem pesisir. Hal tersebutmenimbulkan dampak negatif berupa penurunan produksi sektorperikanan, keragaman biodiversitas, fungsi proteksi pantai dankapasitas biosfer dalam menyerap gas rumah kaca terutama karbondioksida (CO2).

Intervensi kebijakan berupa integrasi pembangunan wilayahdan pemeliharaan lingkungan ekosistem pesisir merupakan salahsatu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satubentuk intervensi adalah melalui kebijakan konservasi danrehabilitasi. Upaya ini tentunya memerlukan kolaborasi antarailmuwan, pengelola dan pengambil kebijakan serta pemangkukepentingan lainnya. Upaya konservasi dan rehabilitasi tersebut jugaharus dilakukan dalam skala industri untuk meningkatkankeberhasilannya51.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenassedang menyiapkan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentangPerencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK). Sesuai rilis padaakhir tahun 2017, materi ramah lingkungan dalam setiap aspekpembangunan, mulai dari perencanaan, implementasi, hinggaevaluasi akan dimasukkan dalam Perpres ini52,53. Program-programkonservasi dan rehabilitasi ekosistem menjadi poin penting dalamperencanaan pembangunan nasional dan daerah periode 2020-2030,terutama dalam pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan.

Mempertahankan keberlanjutan ekosistem pesisirmerupakan komponen penting dalam usaha konservasi danrehabilitasi. Usaha tersebut termasuk mempertahankan luasan areavegetasi dan layanan ekosistemnya. Dengan demikian vegetasipesisir mampu mempertahankan avoided emission (emisi yangtercegah) dan mengurangi potensi emisi (terlepasnya) CO2 dariproses alih guna lahan.

50 Neumann, B., Vafeidis, A.T., Zimmermann, J., and Nicholls, R.J. (2015). Future Coastal Population Growth and Exposure to Sea-Level Rise andCoastal Flooding - A Global Assessment. PLoS ONE 10(3): e0118571. doi:10.1371/journal.pone.011857151 Irving, A.D., Connell, S.D., and Russell, B.D. (2011). Restoring Coastal Plants to Improve Global Carbon Storage: Reaping What We Sow. PLoSOne 6(3): e18311. doi: 10.1371/journal.pone.001831152 https://katadata.co.id/berita/2017/10/25/bappenas-siapkan-perpres-perencanaan-pembangunan-rendah-karbon53 http://mediaindonesia.com/read/detail/135926-pembangunan-rendah-karbon-diutamakan

Layanan ekosistem vegetasi pesisir dalam menyerap karbonberperan penting dalam usaha konservasi dan rehabilitasi. Denganhanya 3% dari luas vegetasi hutan daratan, vegetasi pesisir memilikikemampuan yang setara dalam menyerap dan menyimpan karbonper tahun.54 Hal ini dikarenakan laju pengendapan karbon organik disedimen ekosistem vegetasi pesisir 30-50 kali lebih cepatdibandingkan hutan daratan.55 Dengan demikian ekosistem vegetasipesisir sangat efektif dalam mitigasi perubahan iklim. Di Indonesia,mangrove dan padang lamun memiliki potensi penyerapan CO2

masing-masing sebanyak 167 dan 3,64 Mton CO2/tahun.

Ca ta ta n :1 ton = 1000 kg ; 1 Mt (Me ga ton) = 10 6 ton ; 1 Tt (Te ra ton ) = 10 9 ton ; 1 ton C = 3 ,664 ton CO2

KontakDr. A’a n J. Wahyud i

Pusa t Pe ne lit ia n Ose a nog ra fi (LIPI)Jl. Pa s ir Pu t ih 1 , Anco l Tim ur, Ja ka rta 14430

Em a il: a a n j001@lip i.g o.id

Afd a l, M.S iPusa t Pe ne lit ia n Ose a nog ra fi (LIPI)

Jl. Pa s ir Pu t ih 1 , Anco l Tim ur, Ja ka rta 14430Em a il: a fda ld ja lius28@gm a il.com

Dr. No v i S us e t yo Ad iPusa t Ris e t Ke la u t a n (KKP)

Jl. Pa s ir Pu t ih II La n ta i 4 , Anco l Tim ur, Ja ka rt a14430

Em a il: novis us e tyoa d i@gm a il.com

PersantunanDokum en in t is a ri in i d ibua t de nga n dukunga npe nda na a n da ri Ris e t Prio rita s Lem ba ga Ilm uPe nge ta hu a n Indon e s ia via p rogram Cora l Re e fMa na gem e nt a nd Reha b ilit a t ion - Cora l Tria ng leIn it ia t ive (COREMAP-CTI) TA 2018 . Da ta prim e rya ng d ipe rguna ka n m e rup a ka n kon trib us i be rsam aP2O-LIPI, P2LD-LIPI, da n PUSRIKEL-BRSDMKKP.Kole ks i da t a p rim e r d ila kuka n de nga n ke g ia t a nya ng d ida na i m e la lu i skem a Ris e t Kom pe t e n s i In t iP2O LIPI DIPA TA 2013 -2014 , Rise t Age nd aCOREMAP-CTI TA 2015-2016 , Ris e t Unggu la n LIPIvia DIPA Pusa t Pe ne lit ia n Geo te kno log i (P2G) LIPITA 2016-2017 , Ris e t Prio rita s LIPI via COREMAP-CTITA 2017-2018 , DIPA PUSRIKEL-BRSDMKKP TA 2013-2016 .

54 Duarte, C.M., Losada, I.J., Hendriks, I.E., Mazarrasa, I., and Marbà, N. (2013). The role of coastal plant communities for climate changemitigation and adaptation. Nature Climate Change 3:961-968.55 Mcleod, E., Chmura, G.L., Bouillon, S., Salm, R., Björk, M., Duarte, C.M., Lovelock, C.E., Schlesinger, W.H., and Silliman, B.R. (2011). Ablueprint for blue carbon: Towards an improved understanding of the role of vegetated coastal habitats in sequestering CO2. Frontiers in Ecology andthe Environment 9(10): 552–560.

Perencanaan Pembangunan

Rendah Karbon (PPRK) perlu

menambahkan komponen

konservasi dan rehabilitasi

vegetasi pesisir sebagai

kontribusi sektor kelautan

untuk aksi penanganan

perubahan iklim.