BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Impetigo adalah infeksi kulit superfisial yang paling sering terjadi
pada anak – anak berusia 2 sampai 5 tahun, namun dapat juga terjadi pada
semua usia. Infeksi biasanya sembuh tanpa bekas luka, bahkan tanpa
pengobatan.3 Impetigo merupakan infeksi akut dan menular yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus β hemolyticus
atau keduanya.4 Ada dua jenis impetigo, yaitu impetigo krustosa (impetigo
kontagiosa) dan impetigo bulosa.3Impetigo krustosa dikenal sebagai
impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo Tillbury Fox.1
Gambar 1.Impetigo krustosa.
Epidemiologi
Sekitar 70% kasus impetigo merupakan impetigo krustosa.
Impetigo terjadi di seluruh negara dan angka kejadiannya meningkat dari
tahun ke tahun. Di Amerika Serikat, impetigo merupakan 10% dari
masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah
yang jauh lebih hangat, yaitu daerah tenggara Amerika.5Di Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
insidensnya menduduki tempat ketiga, dan berhubungan erat dengan
keadaan sosial ekonomi.1Berdasarkan hasil penelitian di Poliklinik Kulit
4
dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari –
Desember 2012, menunjukkan bahwa jenis pioderma terbanyak adalah
impetigo (58,5%)dengan distribusi jenis kelamin terbanyak pada
perempuan (56,6%), usia 1 – 4 tahun (43,4%).6
Impetigo dapat mengenai orang dari semua ras. Secara
keseluruhan, bahwa insiden impetigo krustosa pada laki – laki dan
perempuan sama. Namun, jika pada orang dewasa, laki – laki lebih sering
mengalami impetigo krustosa. Impetigo krustosa juga dapat terjadi pada
individu dari segala usia, tetapi pada anak – anak sering terjadi pada usia 2
– 5 tahun.5
Penyebarannya dapat terjadi dengan cepat melalui pusat – pusat
penitipan anak dan sekolah, terutama pada kondisi hygiene yang buruk
dan suasana ramai. Infeksi ini ditularkan secara langsung dan tidak
langsung melalui benda – benda seperti pakaian dan mainan.5
Etiologi
Impetigo krustosa disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus
aureus, Streptococcus β hemolyticus grup A (dikenal dengan
Streptococcus pyogenes), atau kombinasi keduanya. Sekitar 80% dari
kasus impetigo krustosa disebabkan oleh Staphylococcus aureus, dan 10%
oleh Streptococcus β hemolyticus grup A. Staphylococcus merupakan
pathogen primer pada impetigo krustosa dan ektima. Sedangkan di negara
– negara berkembang dan iklim hangat, Streptococcus β hemolyticus grup
A merupakan penyebab yang paling umum.5
Jika seseorang berada dalam kontak dekat dengan orang lain,
misalnya anggota rumah tangga, teman sekelas dan rekan tim, yang
memiliki infeksi kulit Streptococcus β hemolyticus grup Aatau carrier
maka kulit yang normal akan terinfeksi oleh bakteri tersebut. Setelah kulit
yang normal terinfeksi, trauma minor seperti lecet atau gigitan serangga
dapat mengakibatkan perkembangan lesi impetigo dalam waktu 1 – 2
minggu.5
5
Patofisiologi5
Kulit yang utuh biasanya tahan terhadap kolonisasi atau infeksi
bakteri S. aureus atau Streptococcus β hemolyticus grup A. Bakteri ini
terdapat pada lingkungan dan hanya berkoloni di permukaan kulit.
Berdasarkan hasil penelitian, inokulasi strain Streptococcus β hemolyticus
grup A ke permukaan kulit tidak menyebabkan penyakit kulit kecuali jika
telah terjadi gangguan kulit sebelumnya. Perlekatan teichoic
acidStreptococcus β hemolyticus grup A dan S. aureus memerlukan
komponen reseptor sel epitel, fibronektin, untuk kolonisasi. Reseptor
fibronektin tidak terdapat pada kulit yang utuh, tetapi gangguan pada kulit
dapat menghasilkan reseptor fibronektin sehingga memungkinkan untuk
terjadinya kolonisasi di permukaan tersebut.
Faktor – faktor yang dapat memodifikasi flora normal kulit dan
memfasilitasi kolonisasi Streptococcus β hemolyticus grup A dan S. aureus
adalah suhu tinggi atau kelembapan, penyakit kulit yang sudah ada
sebelumnya dan usia muda. Mekanisme umum untuk gangguan kulit yang
dapat memfasilitasi kolonisasi atau infeksi bakteri, yaitu:
1. Goresan
2. Dermatofitosis
3. Varicella
4. Herpes simpleks
5. Pediculosis
6. Luka bakar termal
7. Trauma
8. Gigitan serangga
9. Obat – obatan imunosupresi, misalnya kortikosteroid sistemik,
retinoid, dan kemoterapi.
10. Penyakit sistemik, misalnya infeksi HIV.
6
Gejala Klinis
Impetigo krustosa tanpa disertai gejala umum, hanya terdapat pada
anak. Impetigo krustosa dapat muncul dimana saja, tetapi paling sering
terjadi pada daerah terpapar, seperti wajah (di sekitar lubang hidung dan
mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut) dan di
ekstremitas.7Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat
memecah sehingga jika penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta
tebal berwarna kuning seperti madu. Jika dilepaskan tampak erosi di
bawahnya. Sering krusta menyebar ke perifer dan sembuh di bagian
tengah.1
Beberapa lesi umumnya terjadi di tempat yang sama, sering juga
terjadi penggabungan lesi. Gatal yang terjadi di daerah terinfeksi dapat
mengakibatkan ekskoriasi akibat garukan.5
Gambar 2.Impetigo krustosa.
Diagnosis Banding3
Diagnosis banding pada kasus impetigo krustosa terdiri dari:
1. Ektima
Ektima ialah ulkus superfisial dengan krusta diatasnya yang
disebabkan oleh Streptococcus.Kelainan kulit berupa krusta tebal
7
berwarna kuning.Lesi berkrusta tersebut menutupi daerah ulkus yang
menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut
bila menginfeksi dermis. Lesi ini biasanya berlokasi di tungkai
bawah, yaitu tempat yang relative banyak mendapat trauma.1
Gambar 3.Ektima di tungkai bawah.
2. Tinea Pedis
Tinea merupakan penyakit jamur yang mengenai kulit pada
jaringan tanduk, misalnya stratum korneum pada kulit rambut dan kuku.
Tinea pedis yang paling sering terlihat adalah bentuk interdigitalis.
Diantara sela jari IV dan V terlihat visura yang dilingkari sisik halus
berwarna putih. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari. Oleh karena
daerah in lembab, maka sering dilihat maserasi. Aspek klinis berupa
kulit putih dan rapuh. Bila kulit mati ini dibersihkan, maka akan terlihat
kulit baru.
8
Pemeriksaan Penunjang5
Diagnosis impetigo krustosa biasanya hanya didasarkan pada
anamnesis dan gejala klinis. Kultur bakteri dan uji sensitivitas
direkomendasikan untuk:
1. Mengidentifikasi kemungkinan methicillin-resistantStaphylococcus
aureus (MRSA).
2. Jika terjadi wabah impetigo.
3. Jika terjadi glomerulonephritis poststreptococcal.
Pada pasien dengan impetigo krustosa, setelah lesi krusta yang
berwarna kuning seperti madu dibersihkan, krusta dilepaskan lalu eksudat
yang terdapat di bawah krusta diambil untuk dilakukan pemeriksaan kultur
bakteri. Pemeriksaan kultur bakteri dan uji sensitivitas dapat membantu
dalam memilih terapi antibiotik yang tepat.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus impetigo krustosa dapat dilakukan
baik secara medikamentosa (antibiotik topikal maupun sistemik) maupun
non-medikamentosa dengan prinsip menjaga higiene tubuh agar tidak
mudak terinfeksi penyakit kulit.Jika krusta sedikit, dilepaskan dan
diberikan salap antibiotik.1
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk
memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah
penularan infeksi dan kekambuhan.Terapi antibiotik untuk impetigo
krustosa mungkin hanya dengan agen topikal saja atau kombinasi dari
agen sistemik dan topikal. Untuk terapi antibiotik, agen yang dipilih harus
menyediakan cakupan terhadap kedua Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pyogenes.5
Prevalensi methicillin-resistantStaphylococcus aureus (MRSA) dan
macrolide-resistant Streptococcus telah mengubah terapi empiris untuk
9
impetigo.Mupirocin atau retapamulin topikal adalah terapi yang memadai
untuk lesi tunggal atau daerah kecil yang terlibat pada impetigo krustosa.
Agen topikal diberikan setelah krusta dilepaskan menggunakan sabun dan
air.5
1. Mupirocin8
Mupirocin efektif menghambat bakteri gram positif, termasuk
methicillin-resistant S. aureus.Obat ini tidak mempunyai efek yang
berarti terhadap klamidia, jamur dan flora normal kulit.Obat ini
tersedia dalam bentuk salap 2%.Namun vehikulum obat ini dapat
diserap terlalu banyak pada lesi yang luas hingga menimbulkan efek
nefrotoksik.
Pada umumnya pemberian topikal mupirocin dapat
ditoleransi dengan baik.Namun vehikulumnya dapat mengiritasi
mukosa hidung pada penggunaan intranasal.Mupirocin topikal
diindikasikan untuk berbagai infeksi kulit yang disebabkan oleh S.
aureus dan S. pyogenes.
2. Retapamulin9
Retapamulin adalah antibiotik pleuromutilin
semisintetik.Retapamulin memiliki efek bakteriostatik terhadap S.
aureus.Retapamulin tersedia dalam bentuk salap 1%.
3. Asam fusidat8
Suatu antibacterial steroidal dengan efek bakteriostatik atau
bakteriosidik terutama terhadap bakteri gram-positif.Asam fusidat
tersedia dalam bentuk salap kulit 2% untuk infeksi kulit superfisial
oleh Staphylococcus.
Pada infeksi yang luas dan berhubungan dengan manifestasi
sistemik biasanya diberikan obat antibiotik yang memiliki cakupan
10
terhadap bakteri gram positif.Antibiotik beta lactam, misalnya
sefalosporin,merupakan terapi yang direkomendasikan.5
Mekanisme kerja antimikroba sefalosporin ialah menghambat
sintesis dinding sel mikroba.Sefalosporin aktif terhadap kuman gram-
positif maupun gram-negatif, tetapi spektrum antimikroba masing –
masing derivat bervariasi.Obat – obatan golongan sefalosporin generasi
pertama merupakan antibiotik yang aktif terhadap bakteri gram-positif.
Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S. aureus dan Streptococcus,
termasuk S. pyogenes.8
Salah satu contoh obat golongan sefalosporin generasi pertama
yang dapat diberikan peroral pada penderita impetigo ialah sefadroksil
dengan dosis dewasa 0,5-1 gram/hari dibagi dalam 2 dosis dan dosis anak
30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.8
Sedangkan untuk keluhan gatal yang dirasakan, dapat diberikan
antihistamin generasi kedua yang mempunyai sedikit atau bahkan tidak
mempunyai efek sedative karena lebih banyak dan lebih kuat terikat di
plasma, sehingga mengurangi kemampuannya melintasi otak.Antihistamin
generasi kedua ini terdiri dari cetirizine dan loratadine.Dosis cetirizine
untuk dewasa 10 mg/hari dan dosis anak 5 mg/hari.Dosis loratadine untuk
dewasa 10 mg/hari dan dosis anak 5 mg/hari.
Pencegahan yang dapat dilakukan pada kasus impetigo, yaitu:7
1. Menjaga kuku anak tetap dalam keadaan pendek dan bersih serta
mengajarinya untuk tidak menggaruk agar tidak terjadi iritasi.
2. Hindari kontak dekat dengan orang lain, terutama anak – anak. Jika
terjadi kontak, cuci daerah yang terkena kontak dengan sabun dan air.
Pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus dipisahkan dari
orang lain atau anggota keluarga lain.
3. Tidak menggunakan handuk atau pakaian yang telah digunakan oleh
orang lain yang memiliki infeksi pada kulit.
4. Mencuci tangan setelah memakaikan krim atau salap antibiotik.
11
5. Untuk mencegah penyebaran kuman, handuk dan pakaian penderita
harus rutin diganti dan dicuci.
6. Anak – anak dengan impetigo tidak dianjurkan pergi ke sekolah
sampai krusta hilang.
Komplikasi
Pada usia dewasa tampaknya memiliki risiko tinggi mengalami
komplikasi. Glomerulonephritis akut poststreptococcal adalah komplikasi
serius yang mempengaruhi 1 – 5% pasien impetigo. Komplikasi yang
jarang terjadi yaitu sepsis, osteomyelitis, artritis, endocarditis, pneumonia,
selulitis, limfadenitis, psoriasis gutata, toxic shock syndrome dan
staphylococcal scalded skin syndrome.3
Prognosis
Pada kasus impetigo krustosa yang ditatalaksana dengan baik akan
menunjukkan kemajuan yang baik dalam beberapa minggu. Sedangkan
pada impetigo krustosa yang tidak ditatalaksana dengan baik dapat
berkembang menjadi ektima.10
Standar Kompetensi Dokter Umum11
Impetigo krustosa menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia
termasuk dalam tingkat kemampuan 4A, yaitu mampu mendiagnosis,
melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas.
12
2.2. Dokter Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter praktik umum yang menyelenggarakan
pelayanan primer yang komprehensif, kontinyu, mengutamakan
pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas, dan
lingkungan yang dilandasi keterampilan dan keilmuan yang mapan.
Pelayanan dokter keluarga melibatkan dokter keluarga sebagai penyaring di
tingkat primer, dokter spesialis (DSp) di tingkat pelayanan sekunder, rumah
sakit rujukan, dan pihak pendana yang semuanya bekerja sama di bawah
naungan peraturan dan perundang-undangan. Pelayanan yang diberikan
kepada semua pasien tidak memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis
penyakitnya.
Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi pada komunitas dengan titik berat kepada
keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit
tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak menanti secara pasif,
tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya (IDI 1982).
Menurut Persatuan Dokter Keluarga Indonesia (2000), dokter keluarga
adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien (fasilitas/sistem
pelayanan kesehatan) untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang
dihadapi – tanpa memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan
jenis kelamin – sedini dan sedapat mungkin, secara paripurna, dengan
pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam koordinasi serta kolaborasi
dengan profesional kesehatan lainnya, dengan mennerapkan prinsip
pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan serta
menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral.
Layanan yang diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar
kedokteran yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar
ditambah dengan kompetensi dokter layanan primer yang diperoleh melalui
(Continuing Medical Education) CME/ (Continuing Professional
13
Development) CPD terstruktur atau program spesialisasi kedokteran
keluarga.
Secara lebih singkat dokter (basic medical doctor) adalah Dokter
Praktik Umum (DPU) penyelenggara pelayanan primer dasar dengan
pendekatan kedokteran keluarga. Oleh karena itu mereka dapat berpraktik
sebagai dokter keluarga sekalipun belum berpredikat ”DK” di belakang
namanya masing-masing.
Menurut the American Board of Family Practice (1969), dikatakan
sebagai dokter keluarga merupakan dokter yang memiliki tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan
kesehatan yang menyeluruh/komprehensif yang dibutuhkan oleh semua
anggota keluarga dan bila berhadapan dengan masalah kesehatan khusus
yang tidak mampu ditanggulangi, meminta bantuan konsultasi dari dokter
ahli yang sesuai.
Adapun ciri – ciri profesi dokter keluarga sebagai berikut.
a. Mengikuti pendidikan dokter sesuai standar nasional;
b. pekerjaannya berlandaskan etik profesi;
c. mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan;
d. pekerjaannya legal melalui perizinan;
e. anggota – anggotanya belajar sepanjang hayat;
f. anggota – anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi;
g. melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang, melainkan
sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat
sekitarnya;
h. memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan
perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi
jumlah keseluruhan keluhan yang di sampaikan;
14
i. mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta
mengobati sedini mungkin;
j. mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya; dan
k. menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.
Kompetensi sebagai dokter layanan primer sebatas yang diperoleh
selama pendidikan, terbatas pada kedokteran dasar (basic medical
knowledge and skills) artinya belum seluruh cakupan ilmu dan
keterampilan dokter layanan primer dikuasai dan dimahir. Gelar
profesional yang dapat digunakan adalah “dokter” sesuai dengan peringkat
kompetensi, kewenangan, dan cakupan layanannya.
Dokter keluarga juga merupakan dokter yang melayani masyarakat
sebagai kontak pertama yang merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan
kesehatan, menilai kebutuhan kesehatan total pasien dan menyelenggarakan
pelayanan kedokteran perseorangan dalam satu atau beberapa cabang ilmu
kedokteran serta merujuk pasien ke tempat pelayanan lain yang tersedia
sementara tetap menjaga kesinambungan pelayanan, mengembangkan
tanggung jawab untuk pelayanan kesehatan menyeluruh dan
berkesinambungan serta bertindak sebagai koordinator pelayanan kesehatan,
menerima tanggung jawab untuk perawatan total pasien termasuk konsultasi
sesuai dengan keadaan lingkungan pasien yakni keluarga serta masyarakat
(The American Academic of General Practice, 1947).
Dalam penyelenggaraan praktik dokter keluarga, biasanya dokter
keluarga memiliki Klinik Dokter Keluarga (KDK) yang merupaka klinik
yang menyelenggarkan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK). Sebuah
klinik dokter keluarga layaknya memenuhi beberapa kriteria sebagai
berikut.
15
a. Mudah untuk dicapai dengan kendaraan umum atau berada di tempat
yang strategis;
b. memiliki bangunan yang memadai, dilengkapi dengan sarana
komunikasi;
c. memiliki sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK;
d. mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis yang lulus
dengan pelatihan khusus pembantu KDK;
e. bentuk praktik mandiri atau berkelompok;
f. memiliki izin berorientasi wilayah;
g. penyelenggaraan berupa pelayanan bersifat paripurna, holistik, terpadu,
dan berkesinambungan;
h. melayanai semua jenis penyakit dan golongan umur; dan
i. mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik
yang bersangkutan.
Hak dan Kewajiban Dokter Keluarga
Hak Dokter Keluarga
Dokter keluarga memiliki hak atau wewenang dalam menjalankan praktik
kedokterannya. Adapun hak atau wewenang dokter keluarga sebagai
berikut.
a. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard;
b. melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat;
c. melaksanakan tindakan pencegahan penyakit;
d. mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer;
e. mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal;
f. melakukan tindakan prabedah, bedah minor, rawat pascabedah di unit
pelayanan primer;
g. melakukan perawatan sementara;
h. menerbitkan surat keterangan medis;
16
i. memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap; dan
j. memberikan perawatan di rumah untuk keadaan khusus.
Kewajiban Dokter Keluarga
Di samping hak atau wewenang yang dimiliki oleh dokter keluarga,
seorang dokter keluarga juga memiliki kewajiban yang harus
diselenggarakan dengan baik. Adapun kewajiban dokter keluarga sebagai
berikut.
a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna, menyeluruh, dan
bermutu guna penampisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan;
b. mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat;
c. memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat
sehat dan sakit;
d. memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya;
e. membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan
taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi;
f. menangangi penyakit akut dan kronik
g. melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah
sakit;
h. tetap bertanggungjawab atas pasien yang dirujuk ke dokter spesialis atau
di rawat di rumah sakit;
i. memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan;
j. bertindak sebagai mitra, penasikat, dan konsultan bagi pasiennya;
k. mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan
pasiennya;
l. menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard; dan
m. melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara
umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.
17
Jenis Pelayanan Dokter Keluarga
Pelayan kedokteran keluarga adalah pelayanan dengan pendekatan
menyeluruh (holistik), terpadu dan berkesinambungan. Batasan pelayanan
dokter keluarga (lebih menunjukkan kepada ciri pelayanan) adalah
pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya
kepada keluarga sebagai suatu unit, pada mana tanggung jawab dokter
terhadap pelayanan kesehatan tidak di batasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.
Adapun 9 prinsip pelayanan kesehatan oleh dokter keluarga sebagai berikut.
a. Pelayanan yang holistik dan komprehensif;
b. pelayanan yang kontinyu;
c. pelayanan yang mengutamakan pencegahan;
d. pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif;
e. penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya;
f.pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya;
g. pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum;
h. pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu; dan
i.pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan.
Pelayanan kedokteran yang menyeluruh/komprehensif yang memusatkan
pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit dimana tanggungjawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau
jenis kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit
tertentu saja (The American Academy of Family Physician, 1969).
Pelayanan dokter keluarga juga dapat dikatakan merupakan pelayanan
spesialis yang luas yang bertitik tolak dari suatu pokok ilmu yang
dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu penyakit
dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan penyakit kandungan, ilmu
18
bedah, ilmu kedokteran jiwa yang membentuk kesatuan yang terpadu,
diperkaya dengan ilmu perilaku, biomedik dan klinik sehingga mampu
mempersiapkan dokter untuk mempunyai peran unik dalam
menyelenggarakan penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah,
pelayanan konseling serta bertindak sebagai dokter pribadi yang
mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan (The American Academy
of Family Physician, 1969).
Kompetensi Dokter Keluarga
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusu yang lebih dari
lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi inilah yang perlu
dilatihkan melalui program pelatihan. Secara garis besar, kompetensi yang
harus dimiliki oleh dokter keluarga adalah sebagai berikut.
a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran
keluarga.
b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan keterampilan klinik
dalam pelayanan kedokteran keluarga.
c. Menguasai keterampilan berkomunikasi.
d. Menyelenggarakan hubungan profesional dokter-pasien yang beguna
untuk sebagai berikut.
1. Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota
keluarga dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan
keluarga;
2. secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk bekerja sama
menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan,
pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pengawasan dan
pemantauan risiko kesehatan keluarga; dan
3. dapat bekerja sama secara profesional secara harmonis dalam satu tim
pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.
e. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan klinis.
19
f. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spiritual.
1. Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan
memperhitungkan potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan
untuk menyelesaikan masalahnya; dan
2. Menyelenggarakan pelayanan kedokteran keluarga yang bermutu
sesuai dengan standard yang ditetapkan.
g. Memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pengelolaan
pelayanan kesehatan termasuk sistem pembiayaan (asuransi kesehatan
atau Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat/JPKM).
Untuk semua memiliki kompetensi tersebut, dokter keluarga setidaknya
telah menjalani standard pendidikan dokter keluarga sebagai berikut.
a. Paket A : konsep kedokteran keluarga;
b. Paket B : manajemen klinik DK;
c. Paket C : keterampilan klinis; dan
d. Paket D : keluasan wawasan ilmu dan penerapannya.
Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga/Dokter Layanan Primer
Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat maupun di kala
sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga menyediakan
program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat, dan program
pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh sakit. Program ini
harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya. Hal
ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada pendekatan
Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4 kegiatan
(assessment – targeting – intervention – monitoring) yang membentuk satu
siklus pelayanan terpadu7.
1) Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)
20
Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan
melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi
kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari
mitranya.7
2) Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting)
Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada dokter
keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki mitranya,
sehingga dokter keluarga dapat menyusun program kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan spesifik setiap mitra.7
3) Intervensi proaktif (Intervention)
Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat,
menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak mengikuti
program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan kebutuhannya.
Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang sehat dapat tetap sehat,
yang saat ini menyandang faktor risiko dapat dikurangi kemungkinan jatuh
sakit berat di kemudian hari, dan yang saat ini menderita suatu penyakit
dapat segera pulih, dicegah terjadinya komplikasi, atau diupayakan agar
kecacatan seminimal mungkin. Bila diperlukan si mitra akan dirujuk ke
spesialis7
4) Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring)
Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan
dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga untuk
meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya (monitoring).7
Upaya pemeliharaan yang sinambung ini dapat dilakukan berkat
penerapan teknologi informasi yang tepat sebagai alat kerja dokter
keluarga.7
21
Bentuk dan Fungsi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-
sitri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu dengan
anak7. Bentuk keluarga dibagi menjadi 9 macam menurut Goldenberg
(1980) sebagai berikut8.
a) Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung.
b) Keluarga besar (extended family)
Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis
vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun
menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari pihak
suami atau istri.
c) Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak tiri.
d) Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
e) Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah
bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah,
serta anak-anak mereka tinggal bersama.
f) Keluarga hidup bersama (commune family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal
bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan
bersama.
g) Keluarga serial (serial family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-
masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-
masing, semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
22
h) Keluarga gabungan (composite family)
Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya
atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup bersama.
i) Keluarga tinggal bersama (whabilation family)
Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.
Sedangkan Sussman (1970) membagi bentuk keluarga menjadi 2,
yaitu keluarga tradisional dan keluarga non tradisional. Bentuk keluarga
yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi keadaan kesehatannya,
sebaliknya bentuk keluarga juga dapat dipengaruhi oleh keadaan kesehatan
anggota keluarganya8. Fungsi keluarga harus dipahami oleh dokter keluarga
untuk membantu menegakkan diagnosis masalah kesehatan yang dihadapi
oleh para anggota keluarga dan juga dalam mengatasi masalah kesehatan
setiap anggota keluarga tersebut. Fungsi keluarga di Indonesia menurut PP
No. 21 tahun 1994 sebagai berikut9ungsi keagamaan :
a. Fungsi budaya
b. Fungsi cinta kasih
c. Fungsi melindungi
d. Fungsi reproduksi
e. Fungsi sosialisasi dan pendidikan
f. Fungsi ekonomi
g. Fungsi pembinaan lingkungan
Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan menurut BKKBN
(2011) sebagai berikut.
A. Keluarga pra sejahtera
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya
secara minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keluarga berencana.
B. Keluarga sejahtera tahap I
23
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi
dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi.
C. Keluarga sejahtera tahap II
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
sosial-psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan
informasi.
D. Keluarga sejahtera tahap III
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan fisik,
sosial-psikologis, dan pengembangan, namun belum dapat memberikan
sumbangan secara teratur kepada masyarakat sekitarnya, misalnya
dalam bentuk sumbangan materil dan keuangan, serta secara aktif
menjadi pengurus lembaga di masyarakat yang ada.
E. Keluarga sejahtera tahap III plus
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya
serta memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi dalam
meningkatkan kesejahteraan keluarga disekitarnya.
Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR)
Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan APGAR
keluarga. APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan
untuk mengukur sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh
Rosen, Geyman, dan Leyton. Lima fungsi pokok yang dinilai dalam
tingkat kesehatan keluarga sebagai berikut8.
a. Adaptasi (Adaptation)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang diperlukannya dan anggota keluarga lainnya.
24
b. Kemitraan (Partnership)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi,
turun rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan
suatu masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
c. Pertumbuhan (Growth)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau
kedewasaan setiap anggota keluarga.
d. Kasih sayang (Affection)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
e. Kebersamaan (Resolve)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.
Keluarga dan Kesehatan
Kesehatan dan penyakit selalu berhubungan dengan keempat hal berikut8.
a. Kepribadian
b. Gaya hidup
c. Lingkungan fisik
d. Hubungan antar manusia
Dalam hal ini, keluarga adalah tempat pembentukan individu,
sehingga keempat hal tersebut dimulai dalam keluarga. Menurut Freeman
(1970), arti dan kedudukan keluarga sebagai berikut8.
a. Merupakan unit terkecil dalam masyarakat.
b. Sebagai suatu kelompok yang berperan penting dalam masalah
kesehatan.
c. Masalah kesehatan keluarga paling terkait dengan berbagai masalah
keluarga lainnya.
25
d. Sebagai pusat pengambilan keputusan kesehatan yang terpenting.
e. Sebagai wadah paling efektif untuk berbagai upaya atau penyampaian
pesan-pesan kesehatan.
Arti dan kedudukan keluarga adalah sebagai tempat bertanya pertama
(reference group) dan mempunyai pengaruh yang amat besar dalam
berbagai tindakan kedokteran seperti diagnosis, pencegahan, pengobatan,
dan perawatan8.
Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan
A. Penyakit keturunan
1. Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor
lingkungan (fungsi-fungsi keluarga lainnya).
2. Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan
keluarga).
3. Perlu marriage counseling dan screening
B. Perkembangan bayi dan anak
Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-fungsi yang
sakit akan mengganggu perkembangan fisik dan perilaku.
C. Penyebaran penyakit
1. Penyakit infeksi
2. Penyakit neurosis
D. Pola penyakit dan kematian
Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan dan
kematian.
E. Proses penyembuhan penyakit
Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga dengan
fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada keluarga
dengan fungsi keluarga sakit.
26
Top Related