UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT...

67
UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT XENOGRAFT ASELULER YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN PRP TERHADAP GAMBARAN MATRIKS EKSTRASELULER DAN EKSPRESI IL-PADA DAERAH IMPLAN DI Rattus norvegicus SKRIPSI Oleh : KINANTHI AZ ZAHRA 135130107111036 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT...

Page 1: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT

XENOGRAFT ASELULER YANG DIKOMBINASIKAN

DENGAN PRP TERHADAP GAMBARAN MATRIKS

EKSTRASELULER DAN EKSPRESI IL-1β PADA

DAERAH IMPLAN DI Rattus norvegicus

SKRIPSI

Oleh :

KINANTHI AZ ZAHRA

135130107111036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

i

UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT

XENOGRAFT ASELULER YANG DIKOMBINASIKAN

DENGAN PRP TERHADAP GAMBARAN MATRIKS

EKSTRASELULER DAN EKSPRESI IL-1β PADA

DAERAH IMPLAN DI Rattus norvegicus

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh :

KINANTHI AZ ZAHRA

135130107111036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 3: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Uji Biokompatibilitas Respon Imun Akut Kulit Xenograft Aseluler yang

Dikombinasikan dengan PRP terhadap Gambaran

Matriks Ekstraseluler dan Ekspresi IL-1β pada

Daerah Implan di Rattus norvegicus

Oleh:

KINANTHI AZ ZAHRA

135130107111036

Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji

pada tanggal 15 Agustus 2017

dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

Pembimbing I

Dr. Agung P. W. Marhendra, M. Si

NIP. 19650616 199111 1 001

Pembimbing II

drh. Herlina Pratiwi, M. Si

NIP. 19870518 201012 2 010

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Brawijaya

Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES

NIP. 19600903 198802 2 001

Page 4: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kinanthi Az Zahra

NIM : 135130107111036

Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan

Penulis Skripsi berjudul :

Uji Biokompatibilitas Respon Imun Akut Kulit Xenograft Aseluler yang

Dikombinasikan dengan PRP terhadap Gambaran Matriks Ekstraseluler dan

Ekspresi IL-1β pada Daerah Implan di Rattus norvegicus

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak

menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan

tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.

2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil

jiplakan, maka saya bersedia menanggung segala resiko yang akan saya

terima.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, 15 Agustus 2017

Yang menyatakan,

(Kinanthi Az Zahra)

NIM. 135130107111036

Page 5: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

iv

Uji Biokompatibilitas Respon Imun Akut Kulit Xenograft Aseluler yang

Dikombinasikan dengan terhadap Gambaran Matriks Ekstraseluler

dan Ekspresi IL-1β pada Daerah Implan di Rattus norvegicus

ABSTRAK

Scaffold merupakan komponen penting dalam tissue engineering. Scaffold

dapat diperoleh dari jaringan kulit hewan ternak (xenograft) seperti babi, sapi,

domba, dan kambing. Scaffold ECM kulit kambing dikombinasikan dengan

growth factor, berupa PRP yang mengandung banyak growth factor seperti

VEGF, PDGF, IGF-1, dan TGF-β yang berfungsi dalam perbaikan jaringan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui biokompatibilitas scaffold

yang dikombinasikan dengan PRP terhadap ekspresi IL-1β dan gambaran matriks

ekstraseluler pada daerah implan. Penelitian ini menggunakan 4 kelompok tikus

(Rattus norvegicus) jantan berumur 3 bulan dengan berat 150-200 gram, yaitu

kelompok kontrol negatif, kelompok yang diimplan dengan scaffold tanpa PRP,

kelompok yang diimplan dengan PRP dan kelompok yang diimplan dengan

scaffold yang dikombinasi PRP. Hasil yang diamati berupa ekspresi IL-1β dan

histopatologi matriks ekstraseluler daerah implan. Pengamatan ekspresi IL-1β

dilakukan dengan metode imunohistokimia sedangkan histopatologi matriks

ekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan

secara kualitatif untuk preparat histologi dan secara kuantitatif untuk ekspresi IL-

1β dengan analisis ragam ANOVA (Analysis of Variance) dengan signifikansi

α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan implantasi scaffold yang

dikombinasikan PRP memberikan pengaruh signifikan (P<0,05) yaitu peningkatan

ekspresi IL-1 β dan mampu menumbuhkan matriks ektraselular baru pada area

insisi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah scaffold xenograft yang dikombinasi

PRP yang diimplankan pada subkutan tikus putih meningkatkan ekspresi IL-1 β

dan mampu menimbulkan perbaikan jaringan dengan membentuk matriks

ekstraseluler baru pada area insisi.

Kata kunci : Platelet Rich Plasma, Scaffold, Matriks ekstraseluer, IL-1β.

Page 6: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

v

Biocompatibility Test of Skin Xenograft Acellular Combined with PRP in

Acute Immune Response for Expression of IL-1β and Illustration of

Extracellular Matrix in Implant Area of Rattus norvegicus

ABSTRACT

Scaffold is an important component in tissue engineering. The scaffold can

be derived from animal skin tissue (xenograft). Scaffold ECM derived from goat’s

skin that combined with PRP that contain many growth factor such as VEGF,

PDGF, IGF-1 and TGF-β has potential function in tissue repair. The purpose of

this study was to determine the biocompatibility of scaffold derived from goat’s

skin combined with the PRP on the expression of IL-1β and illustration of the

extracellular matrix in the implant area. This study used 4 groups of male rats

Rattus norvegicus 3 month old weighing about 150-200 grams. The results

observed in the form of expression of IL-1β and histopathology of the

extracellular matrix of implant area. Observations of the IL-1β expression by

immunohistochemical methods while the illustration of extracellular matrix

stained with Mallory Azan. The data were analyzed qualitatively for histopatholgy

changes in extracelullar matrix and quantitatively for the expression of IL-1β by

analysis of variance ANOVA (Analysis of Variance) with significance α = 0,05.

The results showed that implantation of scaffold combined with PRP gave

significant effect to the increased expresion of IL-1 β and capable to growth new

extracellular matrix in the area of incision. The conclusion of this study were

implanted of scaffold that combined with PRP in subcutaneos of rats increased

expression of IL-1 β and was able to cause tissue repair by forming new

extracellullar matrix in the area of incision.

Keywords : Platelet Rich Plasma, Scaffold, Extracellular Matrix, IL-1β.

Page 7: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah–Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Uji

Biokompatibilitas Respon Imun Akut Kulit Xenograft Aseluler yang

Dikombinasikan dengan PRP terhadap Gambaran Matriks Ekstraseluler dan

Ekspresi IL-1 β pada Daerah Implan di Rattus norvegicus”.

Penulis mengucapkan terima kasih dengan rasa hormat kepada segenap

pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam

penyusunan Skripsi ini. Ucapan terimakasih terutama penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Agung Pramana Warih Marhendra, M. Si, selaku dosen pembimbing 1

atas segala bantuan, kesempatan, bimbingan, arahan serta dukungan yang

diberikan kepada penulis

2. drh. Herlina Pratiwi, M. Si, selaku dosen pembimbing 2 atas segala bantuan,

kesempatan, bimbingan, arahan serta dukungan yang diberikan kepada

penulis.

3. drh. Fajar Shodiq Permata, M. Biotech, selaku dosen penguji atas saran,

masukan, koreksi serta perbaikan yang diberikan kepada penulis.

4. drh. Indah Amalia Amri, M. Si, selaku dosen penguji atas saran, masukan,

koreksi serta perbaikan yang diberikan kepada penulis.

5. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Brawijaya atas kepemimpinan dan dukungan demi kemajuan FKH

UB.

6. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh

keluarga besar, khususnya kedua orang tua Ayah dan Ibunda yang telah

memberikan dukungan moral maupun materiil, serta doa dan kasih sayang,

serta terimakasih kepada saudara tercinta Mbak Afifah, Luth, Mbak Ida dan

Bani Guritno yang selalu memberikan motivasi, semangat dan inspirasi

kepada penulis selama belajar di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Brawijaya Malang.

Page 8: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

vii

7. Nurmaulida Hasanah, Resti Vanda Arantika, dan Dewi Lutfiana rekan

seperjuangan dalam kelompok penelitian atas kerjasama, kebersamaan,

dukungan dan waktunya selama penelitian ini berlangsung.

8. Seluruh teman-teman CAVITAS dan SIXSENSE yang senantiasa memberi

motivasi, semangat, inspirasi, bantuan, kebersamaan, dan keceriaan.

9. Kepada seluruh staf Laboratorium atas segala bantuannya dalam penelitian

ini.

10. Seluruh pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan

Skripsi ini yang tidak mengkin penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat

diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.

Malang, 15 Agustus 2017

Kinanthi Az Zahra

Page 9: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................... iv

ABSTRACT ................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ............................................. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3

1.3 Batasan Masalah ........................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6

2.1 Struktur Kulit ................................................................................ 7

2.2 Proses Penyembuhan Luka ............................................................ 7

2.2.1 Fase Hemostasis/ Koagulasi................................................. 7

2.2.2 Fase Inflamasi ...................................................................... 7

2.2.3 Fase Proliferasi ..................................................................... 9

2.2.4 Fase Remodelling ................................................................. 9

2.3 Scaffold Xenograft ........................................................................ 10

2.3.1 Xenograft ............................................................................. 10

2.3.2 Matriks Ekstraseluler ........................................................... 11

2.4 Platelet Rich Plasma Allograft ..................................................... 13

2.5 Respon Imun Penolakan Transplantasi ........................................ 15

2.6 Sitokin Interleukin-1 ..................................................................... 18

2.7 Deselularisasi ................................................................................ 20

2.8 Tikus Putih .................................................................................... 21

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ........ 22

3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 22

3.2 Hipotesa Penelitian ....................................................................... 25

BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................ 26

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 26

4.2 Alat dan Bahan .............................................................................. 26

4.2.1 Alat Penelitian ...................................................................... 26

4.2.2 Bahan Penelitian .................................................................. 27

4.3 Tahapan Penelitian ........................................................................ 27

Page 10: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

ix

4.3.1 Penetapan Sampel Penelitian ............................................... 27

4.3.2 Rancangan Penelitian ........................................................... 28

4.3.3 Variabel Penelitian .............................................................. 29

4.4 Prosedur Penelitian ........................................................................ 30

4.4.1 Persiapan Hewan Coba ........................................................ 30

4.4.2 Preparasi dan Koleksi Sampel .............................................. 31

4.4.3 Deselularisasi Kulit Kambing ............................................. 31

4.4.4 Penyiapan Platelet Rich Plasma .......................................... 31

4.4.5 Uji Biokompabilitas in vivo (Implantasi Subkutan Tikus) ... 32

4.4.6 Pembuatan Preparat Histopatologi Metode Paraffin ........... 33

4.4.7 Metode Pewarnaan Mallory Azan ........................................ 34

4.4.8 Deteksi Ekspresi IL-1β dengan Metode Imunohistokimia .. 34

4.5 Analisa Data .................................................................................. 36

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 37

5.1 Ekspresi Interleukin-1 β ................................................................ 39

5.2 Gambaran Matriks Ekstraseluler ................................................... 43

BAB 6 PENUTUP ........................................................................................ 48

6.1 Kesimpulan ................................................................................... 48

6.2 Saran ............................................................................................. 48

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 49

LAMPIRAN .................................................................................................. 54

Page 11: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Karakteristik tipe-tipe penolakan jarigan transplan ............................. 16

4.1 Rancangan kelompok penelitian .......................................................... 27

5.1 Ekspresi IL-1 β preparat Histopatologi Kulit Tikus ............................ 41

Page 12: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Histologi kulit ventral abdomen normal tikus ..................................... 6

2.2 Struktur molekul kolagen tipe I. ........................................................... 13

2.4 Mekanisme pengenalan antigen direct dan indirect ............................. 17

2.5 Mekanisme penolakan jaringan transplan ............................................ 18

3.1 Kerangka konsep penelitian.................................................................. 22

5.1 Gambaran makroskopis kulit kambing ................................................. 37

5.2 Gambaran makroskopik sampel PRP (Platelet Rich Plasma) yang

telah diaktivasi menggunakan kalsium klorida (CaCl2) ...................... 39

5.3 Gambaran histopatologi pewarnaan Imunohistokimia (IHK) IL-1β

pasca implantasi di jaringan kulit tikus Rattus norvegicus dengan

perbesaran lensa objektif 40x ............................................................... 40

5.4 Histologi kulit normal pewarnaan Mallory Azan perbesaran lensa

objektif 4x ............................................................................................. 43

5. 5 Gambaran histopatologi pewarnaan Mallory Azan kulit tikus

kelompok perlakuan implantasi ............................................................ 44

Page 13: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sertifikat Keterangan Laik Etik ............................................................ 55

2. Diagram Alir Tahapan Penelitian ......................................................... 56

3. Pembuatan Larutan PBS ....................................................................... 57

4. Pembuatan 1 Liter Larutan Pencucian .................................................. 58

5. Pembuatan Larutan Deselularisasi sebanyak 500 ml ........................... 58

6. Dosis Ketamin dan Xylazine ................................................................. 59

7. Pembuatan Scaffold ............................................................................. 59

8. Gambaran Mikroskopis Kulit Kambing ............................................... 60

9 Penyiapan PRP .................................................................................... 61

10. Aktivasi PRP Menggunakan CaCl2 ...................................................... 61

11. Laparatomi dan Implantasi Scaffold Xenograft dan PRP ..................... 62

12. Gambaran Makroskopis Luka .............................................................. 63

13. Pembuatan Preparat .............................................................................. 63

14. Pembuatan Mallory Azan ..................................................................... 64

15. Pewarnaan IHK .................................................................................... 65

16. Tabel Ekspresi IL-1β ............................................................................ 66

17. Hasil Uji Statitika Ekspresi IL-1β ........................................................ 67

Page 14: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

xiii

DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG

Simbol/ Singkatan Keterangan

% persen

µl microliter oC derajat celcius

ANOVA Analysis of Variance

APC Antigen Presenting Cell

bFGF basic Fibroblast Growth factor

CaCl2 Kalsium klorida

cm centimeter

DAB Diaminobenzidine

ECGF Epithelial Cell Growth Factor

ECM Extracellular matrix

EDTA Ethylene Diamine Tetraacetic Acid

Ff Fibrinogen

Fn Fibronectin

HE Hematoxylin-Eosin

HGF Hepatocyte Growth Factor

HLA Human Leucocyte Antigen

HRP Horse Redish Peroxidase

IGF Insulin Like Growth Factor

IHK Imunohistokimia

IL-1β Interleukin-1 beta

kg BB kilogram berat badan

MHC Major Histocompability Complex

MMP Matrix Metalloproteinase

ml mililiter

NF-κB Nuclear Factor kappa-B

Oc Osteocalcin

On Osteonectin

PBS Phosphate Buffer Saline

PDAF Platelet-derived Angiogenesis Factor

PDEGF Platelet-derived Endothelial Growth

PDGF Platelet-Derived Growth Factor

Pen-Strep Penisilin-Streptomisin

PF4 Platelet Factor 4

PRP Platelet Rich Plasma

SDS Sodium Dodecyl Sulfate

TGF-β Transforming Growth Factor-β

TSP-1 Thrombospondin-1

VEGF Vascular Endothelial Growth Factor

Vn Vitronectin

Page 15: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini penggunaan metode tissue engineering menjadi penting dan

menarik di bidang medis. Pada kasus transplantasi organ atau jaringan, muncul

berbagai masalah seperti terbatasnya kesediaan organ atau jaringan dan terjadinya

imunorejeksi. Tissue engineering sebagai alternatif bertujuan untuk meregenarasi

jaringan yang rusak, justru menggantinya dengan mengembangkan substitusi

biologis yang memulihkan, memelihara atau meningkatkan fungsi jaringan. Sel,

scaffold dan growth-stimulating signals umumnya disebut sebagai triad tissue

engineering, kunci dari komponen tissue engineering. Scaffold biasanya dibuat

dari biomaterial polimer, memberikan dukungan struktural untuk perlekatan sel

dan perkembangan jaringan selanjutnya (Chan dan Leong, 2008).

Penggunaan scaffold biologis semakin meningkat, terutama digunakan

dalam berbagai prosedur operasi antara lain bedah rekonstruksi jaringan

musculotendinous, kulit, kardiovaskular, gastrointestinal, dan saluran kemih

bagian bawah. Hal ini disebabkan karena scaffold sintetik yang banyak digunakan

sebelumnya terbatas dalam hal biokompatibilitas dan memicu induksi respon

inflamasi yang kuat. Scaffold biologis terdiri dari matriks ekstraseluler (ECM)

yang biasanya berasal dari proses yang melibatkan deselularisasi jaringan atau

organ (Badylak dan Gilbert, 2008).

Menurut Badylak dan Gilbert (2008), scaffold biologis berasal dari

spesies babi, sapi, kuda, dan manusia. Kulit hewan ternak yang berasal dari sapi,

Page 16: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

2

domba atau kambing merupakan produk limbah ternak yang banyak dan belum

banyak difungsikan sebagai scaffold. Sebelumnya kulit babi aseluler telah

digunakan dalam pengobatan luka bakar pada anak-anak dan menunjukkan

biokompatibilitas yang tinggi. Kelemahan dari produk babi adalah

penggunaannya yang diperdebatkan karena sebagian besar penduduk Indonesia

adalah muslim yang menganggap semua produk dari babi haram. Oleh karena itu,

perlu mencari alternatif hewan lain sebagai sumber biomaterial scaffold. Populasi

hewan ternak kambing di Indonesia tahun 2014-2015 jumlahnya lebih banyak

daripada populasi ternak sapi, domba, dan babi, sehingga scaffold yang berasal

dari kambing di Indonesia ketersediaannya lebih melimpah apabila dibandingkan

dengan scaffold yang bersumber dari hewan ternak lainnya. Selain itu komponen

matriks ekstraseluler kolagen antara spesies mamalia hampir sama (Ikada, 2006),

sehingga kambing berpotensi sebagai sumber scaffold.

Tantangan dalam tissue engineering penggunaan scaffold xenograft yaitu

terjadinya respon imun penolakan yang disebabkan oleh adanya antigen. Antigen

seluler xenogeneic dan allogeneic dikenali sebagai benda asing oleh hospes dan

menghasilkan respon inflamasi yang merugikan atau imunorejeksi (Badylak et al.,

2009). Scaffold xenograft yang akan ditransplantasikan perlu dilakukan

deselularisasi untuk mencegah terjadinya respon imun penolakan dan

menghasilkan jaringan aseluler.

Saat ini dalam ilmu kedokteran telah dikembangkan suatu metode untuk

mempercepat penyembuhan luka pada bidang bedah ortopedi salah satunya yaitu

aplikasi PRP. Platelet Rich Plasma (PRP) merupakan sekumpulan platelet

Page 17: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

3

dengan volume kecil plasma yang dipanen dari darah. Platelet rich plasma

mempercepat regenerasi endotelial, epitelial, dan epidermal, menstimulasi

angiogenesis, meningkatkan sintesis kolagen, dan mendorong penyembuhan

jaringan. Platelet Rich Plasma (PRP) memicu perbaikan luka dengan melepas

growth factor bertindak secara lokal melalui pelepasan α-granul. Growth factor

yang terkandung dalam α-granul antara lain PDGF, VEGF, TGF-β, IGF, dan EGF

(Lacci dan Dardik, 2010).

Peran scaffold yang dikombinasikan dengan PRP adalah sebagai

kerangka dan PRP berperan sebagai growth factor yang diharapkan mempercepat

perbaikan jaringan. Penambahan PRP dianggap mampu mempercepat proses

regenerasi jaringan yang lebih cepat apabila dibandingkan tanpa penambahan

PRP, namun belum diketahui efeknya terhadap degradasi scaffold. Kandungan

VEGF dan IGF-1 dalam PRP mempercepat angiogenesis, serta PDGF dan TGF-β

dalam PRP berfungsi sebagai kemoatraktan dan aktivator neutrofil dan makrofag

yang berperan dalam regenerasi jaringan.

Scaffold yang dikombinasikan dengan PRP sebelum diaplikasikan perlu

dilakukan uji biokompatibilitas. Biokompatibilitas merupakan kemampuan suatu

bahan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat bahan tersebut

diletakkan atau ditanamkan, tidak membahayakan tubuh, dan non toksik. Uji

biokompatibilitas dilakukan dengan melihat respon imun akut berupa ekspresi IL-

1β dan gambaran histopatologi matriks ekstraseluler (ECM) di kulit. Interleukin-

1β merupakan merupakan sitokin mediator inflamasi pada hospes yang akan

meyebabkan mobilisasi sel radang ke daerah implantasi untuk proses regenerasi

Page 18: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

4

jaringan yang terluka. Ekspresi IL-1β dapat diamati dengan metode

imunohistokimia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh scaffold kulit kambing terdeselularisasi yang

dikombinasikan dengan PRP terhadap ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β)

di kulit tikus pada uji biokompatibilitas akut?

2. Bagaimana pengaruh scaffold kulit kambing terdeselularisasi yang

dikombinasikan dengan PRP terhadap gambaran matriks ekstraseluler di

kulit tikus pada uji biokompatibilitas akut?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Hewan coba yang digunakan yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) galur

wistar jantan berusia tiga bulan, sehat dengan berat tubuh sekitar 150-200

gram yang telah mendapat sertifikasi laik etik dari Komisi Etik Penelitian

Universitas Brawijaya No: 498-KEP-UB.

2. Jaringan buatan yang digunakan yaitu berupa jaringan kulit kambing yang

telah dideselularisasi menggunakan SDS 1% dan EDTA 0,1% (Permata,

2013).

3. Platelet Rich Plasma (PRP) yang digunakan yaitu PRP allograft.

4. Tikus pada penelitian ini dilakukan implantasi kulit xenograft yang

dikombinasikan dengan PRP pada daerah subkutan bagian abdomen.

Page 19: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

5

5. Pengamatan dilakukan dengan melihat ekspresi IL-1β dengan metode

imunohistokimia dan gambaran matriks ekstraseluler di kulit tikus Rattus

norvegicus dengan pewarnaan Mallory Azan.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh scaffold kulit kambing terdeselularisasi yang

dikombinasikan dengan PRP terhadap ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1β)

di kulit tikus pada uji biokompatibilitas akut.

2. Mengetahui pengaruh scaffold kulit kambing terdeselularisasi yang

dikombinasikan dengan PRP terhadap gambaran matriks ekstraseluler di

kulit tikus pada uji biokompatibilitas akut.

1.5 Manfaat

Uji biokompatibilitas ini dilakukan untuk melihat pengaruh scaffold

xenograft yang dihasilkan dari proses deselularisasi kulit kambing menggunakan

SDS 1% dan EDTA 0,1% yang telah dikombinasikan dengan PRP allograft

terhadap ekspresi IL-1β dan gambaran matriks ekstraseluler di kulit tikus Rattus

norvegicus.

Page 20: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Kulit

Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, yang memiliki fungsi sebagai

proteksi, sensasi, termoregulasi, dan fungsi metabolik. Kulit memiliki tiga lapisan

utama yaitu epidermis, dermis, dan subkutis atau hipodermis (Young et al., 2006).

Epidermis terdiri dari epitel skuamus berlapis berkeratin dan juga terdiri dari 3

tipe sel : melanosit, sel langerhan, dan sel Merkel. Epidermis terdiri atas 5 lapisan

yaitu, stratum basal (stratum germinativum), stratum spinosum, stratum

granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Dermis merupakan jaringan

ikat yang menyokong epidermis dan mengikatnya pada jaringan subkutan

(hipodermis). Lapisan jaringan subkutan terdiri dari jaringan ikat longgar.

Gambar 2.1 Histologi kulit ventral abdomen normal tikus (Parker dan Picut,

2016).

Keterangan: E : epidermis, SD : superfisial dermis, DD : deep

dermis, PC : muskulus panniculus carnosus pewarnaan H&E

Batang rambut

Folikel (Fase anagen)

Folikel fase developmental

Glandula sebaseus

Page 21: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

7

2.2 Proses Kesembuhan Luka

Luka yang diakibatkan karena trauma akan mengalami proses

peyembuhan yang dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase hemostasis atau koagulasi,

fase inflamasi, fase proliferatif, dan fase remodelling atau maturasi jaringan parut.

Keempat fase overlap selama proses penyembuhan.

2.2.1 Fase Hemostasis atau Koagulasi

Segera setelah injury, koagulasi dan hemostasis terjadi pada luka.

Mekanisme ini bertujuan untuk mencegah exanguination. Selain itu

menyediakan matriks untuk invasi sel yang diperlukan untuk fase

penyembuhan selanjutnya (Velnar et al., 2009). Proses koagulasi

megaktifkan trombin yang akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin,

kemudian mengalami polimerisasi membentuk gumpalan stabil (fibrin

clot). Fibrin clot menyediakan provisional matriks luka, dimana fibroblas

dan sel vaskular endotelial akan bermigrasi. Platelet yang teragregasi

mengalami degranulasi dan melepas kemoatraktan sel inflamasi serta

sejumlah protein terlarut meliputi PDGF, IGF-1, EGF, FGF, dan TGF-β.

Fungsi growth factor ini adalah untuk menstimulasi pertumbuhan dan

proliferasi sel seperti keratinosit dan fibroblas serta mendorong migrasi sel

ke luka dan sel lain seperti makrofag (Granick dan Leot, 2012).

2.2.2 Fase Inflamasi

Setelah fase hemostasis, diikuti oleh fase inflamasi yang bertujuan

membangun barrier imun terhadap invasi mikroorganisme (Velnar et al.,

2009). Pelepasan growth factor dari platelet bertanggung jawab untuk

Page 22: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

8

menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah pada tempat

injury. Permeabilitas vaskular juga meningkat, sehingga terjadi influks sel

fagosit (makrofag), PMN (neutrofil), sel mast, komplemen dan antibodi.

Neutrofil merupakan sel inflamatori pertama yang merespon. Neutrofil

mulai tertarik ke tempat luka dalam 24-36 jam setelah luka oleh agen

kemoatraktif TGF-β, komplemen seperti C3a dan C5a, dan peptida

formylmethionyl yang dipoduksi bakteri dan produk platelet. Peran utama

neutrofil adalah memfagosit dan membunuh bakteri, dengan menghasilkan

molekul reactive oxygen. Neutrofil juga melepaskan protease yang

mendegradasi dan mencerna komponen yang rusak pada ECM sehingga

molekul ECM yang baru disintesis selama fase perbaikan luka dapat

berinteraksi secara tepat dengan komponen pada tepi luka. Neutrofil juga

melepaskan mediator inflamasi seperti TNF-α dan IL-1, yang merekrut sel

inflamasi lebih lanjut, fibroblas, dan sel epitelial (Granick dan Leot, 2012).

Pada 48-72 jam setelah injury, makrofag muncul pada luka dan

melanjutkan proses fagositosis (Velnar et al., 2009). Makrofag

memediasi transisi fase inflamasi ke fase proliferasi dengan mensekresikan

growth factor dan sitokin tambahan meliputi TNF-α, TGF-α, PDGF, IL-1,

IL-6, IGF-1, HB-EGF, bFGF, dan TGF-β. Fibroblas dan keratinosit ditarik

ke luka oleh growth factor tersebut dan melepaskan sitokin (Granick dan

Leot, 2012).

Page 23: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

9

2.2.3 Fase Proliferatif

Fase proliferatif penyembuhan luka biasanya dimulai dalam 2

sampai 3 hari setelah injury dan dapat berlangsung selama 3 minggu.

Pada fase ini fokus pada pembentukan jaringan baru untuk mengisi bagian

luka. Sel fibroblas adalah sel yang berperan penting pada fase ini.

Fibroblas adalah sel jaringan ikat yang mensintesis dan mensekresi

kolagen, proteoglikan, dan glikoprotein yang diperlukan dalam

penyembuhan luka. Fibroblas juga menghasilkan growth factor yang

mendorong angiogenesis dan proliferasi serta migrasi sel endotelial.

Komponen akhir dari fase proliferasi adalah epitelialisasi, yaitu migrasi,

proliferasi, dan diferensiasi sel epitel di tepi luka untuk membentuk lapisan

permukaan baru yang serupa dengan yang hancur akibat injury (Porth,

2011).

2.2.4 Fase Remodelling

Fase remodelling adalah fase akhir dari penyembuhan luka dan fase

ini dapat berlangsung selama 6 bulan atau lebih. Pada awalnya tipe

kolagen III yang melimpah pada jaringan granulasi digantikan oleh

kolagen tipe I yang lebih kuat. Dengan kata lain, terjadi remodelling

jaringan parut terus menerus dengan sintesis kolagen oleh fibroblas dan

lisis oleh enzim kolagenase secara bersamaan. Sebagai hasil dari dua

proses ini, arsitektur bekas luka menjadi reorientasi untuk meningkatkan

kekuatan tarik pada luka (Porth, 2011).

Page 24: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

10

2.3 Scaffold Xenograft

Scaffold merupakan komponen penting dalam aplikasi tissue engineering.

Konsep kontemporer scaffold pada tissue engineering adalah untuk meniru fungsi

dari ECM asli paling tidak separuhnya. Kriteria scaffold untuk tissue engineering

adalah scaffold harus biokompatibel. Struktur scaffold biokompatibel

menyediakan lingkungan 3D yang mendukung pelekatan dan proliferasi sel.

Selain itu scaffold harus terbuat dari material biokompatibel, degradable,

nontoksik dan berpori yang memungkinkan difusi nutrisi, oksigen, dan waste

product (Le et al., 2013).

Saat ini scaffold bisa dibuat dari bahan biomaterial sintetis maupun alami,

juga dapat berasal dari jaringan allogeneic atau xenogeneic. Jaringan dari

allogeneic atau xenogeneic kemudian diproses menjadi ECM aseluler melalui

deselularisasi. Kelebihan utama dari pendekatan ini adalah sifat biologi dan

mekanisnya paling mirip dengan ECM alam. Selain itu, memiliki

biokompatibilitas yang baik dan growth factor yang dipertahakan dalam matriks

yang terdeselularisasi selanjutnya dapat memfasilitasi remodelling dan

pertumbuhan sel (Chan dan Leong, 2008).

2.2.1 Xenograft

Xenotransplantation didefinisikan dalam PHS Guideline dan FDA

Guidance sebagai prosedur yang melibatkan transplantasi, implantasi, atau

infusi sel hidup, jaringan, atau organ ke manusia penerima yang bersumber

dari non-human animal atau cairan tubuh, sel, jaringan, atau organ

manusia yang memiliki kontak ex vivo dengan sel, jaringan atau organ

Page 25: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

11

hidup non-human animal. Produk xenotransplantation didefinisikan

sebagai sel, jaringan, atau organ hidup yang digunakan dalam

xenotransplantation (Atala et al., 2008). Jaringan xenograft berasal dari

spesies yang berbeda. Kekuatan respon imun resipien terhadap transplantai

sebagian besar bergantung pada derajat kemiripan genetik antara donor

dan penerima (Chandak dan Callaghan, 2014). Hal ini berhubungan

dengan adanya MHC (Major Histocompability Complex). Molekul MHC

memiliki peranan yang penting dalam respon imun normal terhadap

antigen asing (Kresno, 2013). Oleh karena itu dilakukan proses

deselularisasi yang ditujukan utuk menghilangkan respon imun tehadap

jaringan dan organ xenogeneic (Wong dan Griffiths, 2014).

2.2.2 Matriks Ekstraseluler

Matriks ekstraseluler (ECM) merupakan komponen non seluler

yang ada dalam semua jaringan dan organ, dan bukan hanya memberikan

scaffolding fisik tetapi juga menginisiasi sinyal biokimia dan biomekanik

yang diperlukan untuk morfogenesis, diferensiasi dan hemostasis jaringan

(Frantz et al., 2010). Matriks ekstraseluler (ECM) merupakan anyaman

glikoprotein, proteoglikan dan glikosaminoglikan yang memberi dukungan

adhesi dan pertumbuhan sel pada jaringan koheren. Matriks ekstraseluler

merupakan jaringan ikat yang mengisi ruang antar sel, terdiri dari anyaman

serat protein dalam matriks polisakarida. Senyawa yang membentuk ECM

ini terutama disekresikan oleh fibroblas (Schwab, 2011).

Page 26: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

12

Matriks ekstraseluler merupakan microenvironment tiga dimensi

natural di mana sel berada. Sel berikatan dengan ECM melalui reseptor

permukaan sel, dimana respon selular seperti migrasi, proliferasi dan

diferensiasi menjadi aktif. Oleh karena komponen-komponen, struktur

organisasi dan biokimia, ECM sangat menarik untuk desain dan

pembuatan biomaterial, terutama ketika bertujuan untuk implan atau uji

sistem regenerasi (Hinderer et al., 2015). Matriks ekstraseluler merupakan

material alam scaffold biologis ideal, membantu sel-sel terus bersama di

jaringan, dan melakukan fungsi protektif dan penyokong (Choi et al.,

2010). Scaffold yang berupa matriks ekstraseluler ini akan digunakan

sebagai tempat PRP.

Biomaterial scaffold yang terbuat dari polimer alami biasanya

didapatkan dari manusia, hewan atau tumbuhan. Kolagen merupakan

protein yang paling banyak dalam ECM jaringan ikat seperti kulit, tulang,

kartilago, dan tendon. Kolagen berperan penting dalam memelihara

integritas struktur dan biologi ECM dan sangat dinamis, mengalami

remodelling yang konstan untuk fungsi fisiologis yang baik. Material dari

alam seperti kolagen yang didapatkan dari jaringan hewan dianggap

menguntungkan karena sifatnya yang biokompatibel. Sumber utama

protein alami berasal dari jaringan ikat babi dan sapi. Akan tetapi bahan

yang bersumber dari hewan tersebut memiliki kelemahan dalam hal

kehalalan (pada babi) dan adanya risiko transmisi BSE (Bovine

Spongioform Enchephalitis). Struktur utama kolagen jaringan mamalia

Page 27: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

13

adalah kolagen tipe I (Ikada, 2006), sedangkan kolagen antar spesies

mamalia memiliki kesamaan yang besar dan hanya terdapat sedikit

perbedaan (Permata, 2013) sehingga kulit kambing yang merupakan

hewan mamalia berpotensi sebagai biomaterial tissue engineering. Dalam

penelitian Banarjee et al., (2012) mengungkapkan bahwa hasil

karakterisasi fisikokimia dari kolagen tendon kambing terdiri dari kolagen

tipe I dan dalam studi in vivo menujukkan imunogenitas yang rendah

(Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Struktur molekul kolagen tipe I (Pignatello, 2011).

2.4 PRP (Platelet Rich Plasma) Allograft

Platelet Rich Plasma (PRP) adalah konsentrasi plasma dengan jumlah

platelet yang lebih tinggi dari normal (Weglein et al., 2014). Platelet

terkonsentrasi dalam PRP telah dilaporkan berperan penting dalam proses

penyembuhan, agregrasi secara cepat pada tempat yang rusak dan melepaskan

berbagai growth factor dan sitokin yang berhubungan dengan peyembuhan luka,

sehingga mempercepat proses regenerasi jaringan lunak dan tulang (Lee et al.,

2013). Platelet Rich Plasma menginisiasi perbaikan luka dengan melepas growth

factor yang bertindak secara lokal melalui pelepasan α-granul. Sekretori protein

Page 28: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

14

yang terkandung dalam platelet meliputi platelet-derived growth factor (PDGf-

AA, BB, dan isomer AB), transforming growth factor β (TGF-β), platelet factor 4

(PF4), interleukin-1 (IL-1), platelet-derived angiogenesis factor (PDAF), vascular

endothelial growth factor (VEGF), epidermal growth factor (EGF), platelet-

derived endothelial growth factor (PDEGF), epithelial cell growth factor (ECGF),

insulin like growth factor (IGF), osteocalcin (Oc), osteonectin (On), fibrinogen

(Ff), vitronectin (Vn), fibronectin (Fn) , dan trombospondin 1 (TSP-1) (Lacci dan

Dardik, 2010). Yudha (2013) menyebutkan bahwa kandungan PDGF dalam PRP

berfungsi sebagai kemotaktor untuk monosit, neutrofil dan fibroblas yang

berperan dalam pertumbuhan sel, selular migrasi, efek metabolik, dan modulasi

reseptor sel membran. Transforming growth factor β (TGF-β) berfungsi sebagai

kemotaktor dan aktivator monosit dan makrofag. Sedangkan IGF-1 memiliki 2

fungsi penting yaitu sebagai kemotaksis untuk sel endotel vaskuler ke dalam luka

yang menyebabkan angiogenesis dan mempromosikan diferensiasi sel.

Salah satu mediator proangiogenik paling penting adalah vascular

endothelial growth factor (VEGF atau VEGF-A), dan kadar VEGF yang cukup

diyakini penting untuk penyembuhan luka (Johnson dan Wilgus, 2014). Salah satu

peran VEGF dalam penyembuhan luka adalah stimulasi angiogenesis. Penelitian

terbaru menunjukkan bahwa IGF-1 memiliki efek yang kuat pada angiogenesis.

Telah dilaporkan bahwa IGF-1 dapat menginduksi angiogenesis pada jaringan

otot rangka dan otak (Dobrucki et al., 2010).

Allograft merupakan transplantasi organ, sel, atau jaringan antar individu

dari spesies yang sama (Schwab, 2001). Dalam Zhang et al., (2013) PRP (Platelet

Page 29: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

15

Rich Plasma) allogeneic menjadi alternatif ketika PRP autograft tidak optimal

misalnya pada pasien yang mengalami trauma dan terjadi perdarahan. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al., (2013) tentang penggunaan PRP

untuk pengobatan kerusakan tulang pada hewan kelinci menunjukkan bahwa PRP

allogeneic memiliki khasiat yang besar dan imunogenesitasnya tidak berarti.

Pengenalan imun terhadap donor sel asing memerlukan paling sedikit tiga elemen

mendasar : ikatan antigen dengan reseptor antigen, ikatan molekul kostimulatori

yang memediasi kontak sel-sel, dan elaborasi lokal sitokin dan reseptor sitokin

yang sesuai. Dalam whole blood, mayoritas antigen HLA (MHC) kelas I

ditemukan pada permukaan keping darah (70%) (Hillyer, 2007). Platelet/ keping

darah mengekspresikan antigen spesifik platelet dan antigen HLA kelas I.

2.5 Respon Imun Penolakan Transplantasi

Penolakan merupakan proses imunologi yang merusak graft yang dapat

terjadi setelah transplantasi. Reaksi penolakan dapat diklasifikasikan sebagai

penolakan hiperakut, penolakan akut, dan penolakan kronik (Tabel 2.1).

Penolakan akut merupakan kerusakan vaskuler dan parenkim yang disebabkan

oleh sel T, makrofag dan antibodi yang biasanya dimulai setelah minggu pertama

transplantasi. Penolakan vaskuler ditandai dengan nekrosis sel-sel pembuluh

darah jaringan transplantasi, sedangkan penolakan parenkim transplan ditandai

oleh nekrosis sel-sel parenkim yang disebabkan infiltrasi sel T dan makrofag

(Kresno, 2013).

Page 30: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

16

Tabel 2.1 Karakteristik tipe-tipe penolakan jaringan transplan

Tipe Penolakan Onset Mekanisme

Penolakan

Hiperakut

menit sampai

jam

Adanya pre-formed antibodi (baik anti-

ABO atau anti-HLA) dalam jumlah tinggi

yang ditujukan terhadap graft

Deposisi cepat dari antibodi pada graft

mengaktifkan kaskade komplemen,

menyebabkan kerusakan sel, trombosis dan

nekrosis graft

Penolakan Akut minggu sampai

bulan

Diperantarai sel : makrofag, sel T CD8 dan

neutrofil dalam graft menyebabkan

kerusakan organ

Diperantarai antibodi : antibodi anti-donor

dihasilkan oleh sel B menyebabkan

deposisi komplemen dll.

Penolakan

Kronis

bulan sampai

tahun Kronis (diperantarai oleh sel atau antibodi)

(Chandak dan Callaghan, 2014).

Antigen yang paling penting pada transplantasi adalah antigen HLA

(antigen MHC kelas I maupunn MHC kelas II), yang apabila tidak sesuai satu

dengan lain akan menimbulkan penolakan jaringan transplantasi dengan tingkat

kekuatan dan kecepatan yang berbeda-beda. Molekul MHC alogenik

dipresentasikan untuk dikenal oleh sel T dengan 2 cara, yaitu : Pertama, melalui

presentasi langsung (direct allorecognition), oleh sel T resipien. Akibat kemiripan

molekul MHC donor dengan molekul MHC resipien, maka terjadi reaksi silang

antara TCR normal yang diprogramkan untuk mengenal self-MHC yang mengikat

peptida asing dengan molekul MHC alogenik yang mengikat peptida. Cara kedua

yaitu melalui presentasi aloantigen secara tidak langsug (indirect allorecognition)

oleh APC resipien. Dalam hal ini molekul MHC dikenal sebagai antigen karena

molekul MHC strukturnya beda dengan self-MHC. (Kresno, 2013). Direct

allorecognition terjadi ketika sel T CD4 resipien bertemu dengan APC donor

yang keluar dari graft, dan HLA donor pada APC dikenali oleh sel T reseptor

Page 31: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

17

(TCR). Indirect allorecognition terjadi ketika sel T resipien mengenali peptida

dari molekul non-self HLA donor yang dipresentasikan oleh molekul self-HLA

pada APC resepien. Mekanisme indirect analog dengan mekanisme fisiologis

oleh sel T yang secara normal mengenali antigen protein asing misalnya dari

bakteri (Chandak dan Callaghan, 2014).

Gambar 2.3 Mekanisme pengenalan antigen direct dan indirect (Chandak dan

Callaghan, 2014).

Penolakan jaringan transplan oleh berbagai efektor dapat melalui berbagai

mekanisme, yaitu : 1) Sel T sitotoksik aloreaktif, khususnya sel T C8+, secara

langsung melisiskan sel endotel dan sel parenkim jaringan transplan; 2) Sel Th

aloreaktif, khususnya sel T CD4+ merekrut dan mengaktifkan makrofag, dan

mengawali kerusakan jaringan transplan melalui reaksi DTH; 3) Aloantibodi yang

terikat pada endotel mengaktifkan komplemen dan merusak pembuluh darah

jaringan transplan. Setelah pengenalan antigen oleh APC yang akan mengaktifkan

sel T limfosit, kemudian sel T dapat merusak sel target melalui 2 mekanisme,

Page 32: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

18

yaitu lisis sel target oleh sel T dengan perantaraan peforin atau granzym B. Produk

sel-sel APC, seperti IL-1 dapat mengaktivasi limfosit CD4+, selain itu juga

merangsang limfosit CD8 dan limfosit (Kresno, 2013).

Gambar 2.4 Mekanisme penolakan jaringan transplan (Chandak dan Callaghan,

2014).

2.6 Sitokin Interleukin 1β (IL-1β)

Sitokin merupakan protein yang dihasilkan oleh banyak tipe sel yang

berbeda yang memediasi inflamasi dan reaksi imun. Sitokin merupakan mediator

utama komunikasi antar sel sistem imun (Abbas dan Lichtman, 2005). Sumber

utama IL-1 merupakan monosit atau makrofag teraktivasi, baik makrofag yang

disebut sel Kupfer, sel Langerhans, sel dendritik maupun makrofag yang terdapat

pada paru-paru, limpa atau tempat lain. Dampak biologis IL-1 bergantung pada

jumlah yang dilepaskan. Interleukin-1 merupakan sitokin yang dihasilkan

Page 33: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

19

terutama oleh mononuklear fagosit yang teraktivasi yang fungsi pokoknya adalah

untuk memediasi respon inflamasi hospes pada innate immunity. Dalam kadar

rendah, fungsi utamanya adalah sebagai mediator inflamasi lokal, misalnya

berinteraksi dengan sel endotel untuk meningkatkan koagulasi dan meningkatkan

ekspresi molekul permukaan yang membantu adhesi leukosit. Dalam kadar tinggi

IL-1 masuk dalam sirkulasi dan melancarkan efek endokrin, misal menyebabkan

demam, menginduksi sintesis protein fase akut oleh hepar dan mengawali

kaheksia (Kresno, 2013).

Interleukin-1 meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi limfosit, selain

itu IL-1 merangsang secara nonspesifik ekspresi berbagai reseptor antigen pada

pemukaan sel sehingga secara tidak langsung meningkatkan respon imun spesifik

(Kresno, 2013). Interleukin-1α dan IL-β berikatan pada reseptor yang sama dan

memiliki efek biologis identik, termasuk menginduksi adhesi molekul sel

endothelial, stimulasi produksi kemokin oleh sel endotelial dan makrofag,

stimulasi sintesis reaktan fase akut oleh hati, dan demam (Abbas dan Lichtman,

2005). Faktor yang meregulasi pelepasan IL-1 belum jelas, diduga salah satu

faktor yang mempengaruhi pelepasan IL-1 adalah sel-sel yang mengalami

keusakan. Interleukin-1 berperan peting dalam regulasi kolagenase, yang

diperlukan untuk remodelling kolagen, produksi dan degradasi komponen matriks

ekstraseluler (Velnar et al., 2009).

Page 34: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

20

2.7 Deselularisasi

Deselularisasi adalah proses menghilangkan antigen allogeneic atau

xenogeneic dari jaringan yang akan menginisiasi respon imun dan menghasilkan

ECM utuh yang terdiri dari molekul campuran struktural dan fungsional.

Deselularisasi menghasilkan matriks terdeselularisasi disebut juga sebagai matriks

aselular atau devitalized dalam literatur (Ducheyne et al., 2011). Penggunaan

ECM yang berasal dari deselularisasi jaringan semakin sering pada pengobatan

regeneratif dan strategi tissue engineering, dengan aplikasi terbaru scaffold ECM

tiga dimensi yang disiapkan dengan deselularisasi organ (Crapo et al., 2011).

Secara umum protokol deselularisasi dimulai dengan lisis sel metode

fisik, kimia atau biologi. Teknik umum yang digunakan dalam deselularisasi

melibatkan kombinasi metode fisik dan kimia. Proses deselularisasi paling efektif

meliputi kombinasi agen fisik, kimia, dan enzimatik. Agen deselulerisasi kimiawi

antara lain deterjen ionik. Detergen ionik yang paling umum digunakan adalah

Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) (Hrebikova, 2015). Sodium Dodecyl Sulfate

merupakan deterjen ionik yang mampu merusak sel dan membran nukleus dan

mendenaturasi protein. Menurut Crapo et al., (2011) SDS efektif membersihkan

residu sel seperti nukleotida dibandingkan deterjen lainnya. Ethylene Diamine

Tetraacetic Acid (EDTA) dapat digunakan dengan deterjen untuk memastikan

penghilangan inti sel secara komplit dan tetap mempertahankan konstituen utama

dari matiks ekstraseluler (ECM) (Badylak et al., 2015). Agen pengkelat seperti

EDTA efektif menyebabkan lisis sel, tetapi tidak efektif menghilangkan materi

Page 35: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

21

biologis sehingga memerlukan asosiasi dengan metode enzimatik lain (Iwatomo et

al., 2016).

2.8 Tikus Putih

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

(Rattus norvegicus) galur wistar. Tikus putih digunakan sebagai hewan coba

karena memiliki respon cepat serta dapat memberikan gambaran secara ilmiah

yang mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lain. Tikus putih memiliki

beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan coba penelitian diantaranya

adalah perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang lebih besar dari mencit,

mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak (Akbar, 2010).

Menurut Krinke (2000) klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammalia

Order : Rodentia

Family : Muridae

Genus : Rattus

Species : norvegicus

Page 36: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

Keterangan :

: Menstimuli : Efek PRP

: Variabel bebas : Efek scaffold

: Variabel terikat : Efek scaffold kombinasi PRP

VEGF

Sitokin & growth factor

Luka insisi Tikus putih PRP + Scaffold

Aktivasi platelet

Inflamasi

PDGF,TGF-β,IL-1β,TNF-α

Angiogenesis

Jaringan granulasi

Remodelling

Regenerasi jaringan

Sitokin & growth factor

( TGF-β, FGF)

Proliferasi fibroblas

Sintesis dan deposisi

ECM

Fagositosis Mobilisasi sel radang

(Makrofag, neutrofil)

MMP

Page 37: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

23

Adanya luka insisi akan menimbulkan sebuah proses untuk menimbulkan

kesembuhan luka meliputi fase hemostasis, fase inflamasi, fase proliferasi, dan

fase remodelling. Pada kelompok tikus yang diimplantasi dengan scaffold

xenograft kulit kambing yang telah dideselularisasi maka tidak menimbulkan

respon penolakan namun menimbulkan respon inflamasi karena adanya implantasi

dianggap oleh resipien sebagai benda asing. Inflamasi diawali dengan pengenalan

antigen oleh APC dan menghasilkan sitokin proinflamasi berupa IL-1β.

Interleukin-1β akan mengaktivasi makrofag dan neutrofil untuk melakukan

fagositosis. Makrofag dan neutrofil yang teraktivasi kemudian menghasilkan

sitokin dan growth factor. Pada kelompok implantasi scaffold, respon inflamasi

yang terjadi akan diimbangi dengan terbentuknya sitokin antiinflamasi sehingga

pada luka dapat memasuki fase proliferasi. Makrofag kemudian menghasilkan

growth factor seperti TGF-β, FGF, PDGF, dan TNF-α. Peningkatan growth

factor tersebut akan menyebabkan peningkatan migrasi dan proliferasi fibroblas,

sehingga terjadi peningkatan sintesis dan deposisi matriks ekstraseluler.

Sedangkan scaffold berfungsi sebagai tempat sel untuk melekat sehingga sel dapat

berproliferasi.

Pada kelompok tikus yang diimplantasi dengan PRP akan menyebabkan

peningkatan growth factor dalam tubuh resipien. Growth factor VEGF dalam PRP

akan meningkatkan angiogenesis, sedangkan PDGF dan TGF-β berfungsi sebagai

kemoatraktan untuk sel radang. TGF-β juga berfungsi sebagai aktivator monosit

dan makrofag yang berperan dalam proses regenerasi jaingan. Peningkatan sel

radang menyebabkan peningkatan growth factor seperti TGF-β, FGF dan sitokin

Page 38: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

24

yang dilepaskan oleh sel radang. Peningkatan growth factor PDGF dan TNF-α

akan menyebabkan peningkatan proliferasi fibroblas, sintesis dan deposisi matriks

ekstraseluler, sehingga meningkatkan regenerasi jaringan. Gambaran histopatologi

pada kulit tikus yang diimplatasi PRP setelah 14 hari akan menunjukkan

terbentuknya matriks ekstraseluler baru dan ekspresi IL-1β dalam jumlah yang

lebih rendah dibandingkan dengan kelompok implantasi scaffold karena tidak

terjadi inflamasi terhadap scaffold.

Pada kelompok tikus yang diimplantasi dengan scaffold yang

dikombinasikan dengan PRP akan menyebabkan proses regenerasi jaringan

berlangsung lebih cepat diiringi dengan degradasi scaffold. Kandungan growth

factor VEGF dalam PRP akan meningkatkan angiogenesis, sedangkan PDGF dan

TGF-β berfungsi sebagai kemoatraktan untuk sel radang. Transforming growth

factor-β juga berfungsi sebagai aktivator monosit dan makrofag yang berperan

dalam proses regenerasi jaringan. Peningkatan sel radang menyebabkan

peningkatan growth factor dan sitokin yang dilepaskan oleh sel radang. Pada

kelompok ini scaffold berfungsi sebagai tempat perlekatan sel dan reservoir dari

growth factor. Peningkatan growth factor PDGF dan TNF-α akan menyebabkan

peningkatan proliferasi fibroblas, sintesis dan deposisi matriks ekstraseluler,

sehingga meningkatkan regenerasi jaringan. Setelah terbentuk matriks

ekstraseluler baru maka terjadi proses degradasi scaffold yaitu setelah memasuki

fase remodelling. Pada fase remodelling akan terjadi degradasi scaffold melalui

fagositosis oleh makrofag dan degradasi oleh enzim MMP yang dihasilkan oleh

makrofag. Gambaran histopatologi pada kulit tikus yang diimplatasi PRP seteleh

Page 39: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

25

14 hari akan menunjukkan terbentuknya matriks ekstraseluler baru dan ekspresi

IL-1β tinggi.

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan

adalah implantasi scaffold xenograft kulit kambing yang dikombinasikan dengan

PRP akan menunjukkan peningkatan ekspresi IL-1β dan peningkatkan sintesis

serta deposisis matriks ekstraseluler.

Page 40: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

26

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di 5 laboratorium yaitu Laboratorium

Biosains Universitas Brawijaya, Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga, Laboratorium Patologi Anatomi Kessima Medika, Malang,

Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, dan

Laboratorium Histologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Brawijaya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016 hingga bulan Juni

2017.

4.2 Alat dan Bahan Penelitian

4.2.1 Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus

berupa kotak beukuran 44x30x12 cm yang disekat menjadi 4 bagian dan masing-

masing bagian berisi 1 ekor tikus, pot sampel, scalpel, pinset, jarum segitiga no.

13, spuit 3cc, 1cc, gloves, mikrohematokrit, vortex, ependorf (micro tube), gelas

beker, tabung vacutainer sodium (natrium) sitrat, spatula, termometer, water bath,

sentrifuge, stirer, pipette tip, micropipette, pH meter, refrigerator, lemari es,

inkubator, timbangan digital, object glass, tissue processor, mikrotom, IHC

chamber, mikroskop cahaya, kamera Optilab Advance Plus, kamera digital.

Page 41: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

27

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus

norvegicus), pakan pelet, air minum, scaffold berasal dari kulit kambing PE, PRP

(Platelet Rich Plasma) allograft, penicillin-streptomycin, aquades, NaCl

fisiologis, Sodium Deodecyl Sulfate (SDS), Ethylene Diamine Tetraacetic Acid

(EDTA), PBS (Phosphat Buffer Saline), ketamin, xylazine, benang plain cutgut

(3.0), CaCl2, amoxilin, iodine 10%, formalin 10%, larutan etanol absolut, etanol

(70%, 80%, 90%, 95%), xylol, paraffin, gelatin coated slide, H2O2 0,3%, IHC kit

terdiri atas: blocking solution, antibodi sekunder polyvalent, HRP (Horse Redish

Peroxidase), DAB (Diaminobenzidine), antibodi primer anti mouse IL-1 β,

hematoxylin, acid fuschin, phosphotungstic acid, orange G, aniline blue.

4.3 Tahapan Penelitian

4.3.1 Penetapan Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini menggunakan hewan coba berupa tikus Rattus

norvegicus galur wistar jantan berumur 3 bulan dengan berat badan sekitar 200

gram. Hewan coba diaklimatisasi selama tujuh hari untuk menyesuaikan dengan

kondisi di laboratorium. Hewan coba harus dalam kondisi sehat (berambut cerah,

aktivitas baik, tidak ada abnormalitas anatomis, dan nafsu makan baik),

mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian UB, dan belum pernah

digunakan penelitian. Sampel berupa kulit kambing PE yang berumur sekitar 1,5

tahun dan dipotong dengan dimensi 1x1 cm.

Page 42: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

28

Estimasi besar sampel dihitung berdasarkan rumus (Kusriningrum, 2008):

t (n-1) ≥ 15

4 (n-1) ≥ 15

4n-4 ≥ 15

4n ≥ 19

n ≥ 19/4

n ≥ 5

Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk setiap kelompok perlakuan

diperlukan jumlah tukus wistar minimal sebanyak 5 kali dalam setiap kelompok,

sehingga dibutuhkan total 20 ekor tikus wistar sebagai hewan coba.

4.3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental (experiment design), yaitu kegiatan

percobaan (experiment) , dengan rancagan acak lengkap (RAL) yang bertujuan

untuk mengetahui pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan

tertentu. Dalam penelitian ini digunakan tikus putih galur wistar sebagai hewan

coba, yang diimplantasi jaringan buatan berupa kulit kambing dengan perlakuan

deselularisasi menggunakan larutan SDS 1% dan EDTA 0,1% selama 22 hari

sehingga menghasilkan kulit kambing aseluler (scaffold) yang kemudian

dikombinasikan dengan PRP (Platelet Rich Plasma) allograft pada subkutan

(hipodermis) tikus bagian abdomen. Pada hari ke 14 setelah implantasi, tikus

dieuthanasi dan dikoleksi sampel kulitnya pada daerah implantasi.

Keterangan :

t = jumlah kelompok perlakuan

n = jumlah ulangan yang diperlukan

Page 43: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

29

Kelompok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Tabel 4.1) :

Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian

Kelompok Keterangan

P1 (Kelompok kontrol

negatif ) Tikus tanpa perlakuan implantasi

P2 (Kelompok Implantasi

scaffold kulit kambing)

Tikus diimplantasi dengan scaffold di

subkutan

P3 (Kelompok Implantasi

PRP) Tikus diimplantasi PRP di subkutan

P4 (Kelompok Implantasi

scaffold kombinasi PRP)

Tikus diimplantasi dengan scaffold yang

dikombinasikan dengan PRP di subkutan

4.3.3 Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian terdiri dari :

1. Vaiabel bebas

a. Tikus diimplantasi dengan scaffold.

b. Tikus diimplantasi dengan PRP.

c. Tikus diimplantasi degan scaffold yang dikombinasikan dengan PRP.

2. Variabel terikat.

Ekspesi IL-1 β pada subkutan dalam preparat histopatologi kulit.

Matriks ekstraseluler pada preparat histopatologi kulit.

3. Variabel kontrol

Berat badan tikus sekitar 200 gram, umur tikus sekitar 3 bulan,

jenis kelamin tikus jantan, suhu ruangan yaitu 24-32°C,

kelembapan 20-40%, kandang dengan ukuran panjang 44 cm, lebar

30 cm dan tinggi 12 cm yang didalamnya dibagi menjadi 4 bagian

Page 44: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

30

kecil kandang yang disekat dengan kawat, sekam kayu serta pakan

yang berupa pelet setiap dua hari sekali.

Adapun tahapan penelitian yang dilakukan antara lain :

1. Persiapan hewan coba

2. Preparasi dan koleksi sampel

3. Deselularisasi kulit kambing

4. Pembagian kelompok

5. Persiapan PRP

6. Uji biokompatibilitas secara in vivo (Implantasi Subkutan Tikus)

7. Pembuatan preparat histopatologi jaringan kulit metode paraffin blok

8. Pewarnaan Mallory Azan

9. Imunohistokimia (IHK) IL-1β dan histopatologi jaringan subkutan

10. Pengamatan histopatologi jaringan kulit

11. Analisa data

4.4 Prosedur Penelitian

4.4.1 Persiapan Hewan Coba

Tikus yang digunakan untuk penelitian diaklimatisasi terhadap lingkungan

selama 7 hari. Tikus ditempatkan pada bak plastik berukuan 44x30x12 cm yang

dilengkapi penutup kawat, lantai kandang yang mudah dibersihkan, berlokasi

pada tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari polutan dengan

pemberian pakan berupa pelet yang telah disediakan oleh Laboratorium Biosains,

Universitas Brawijaya.

Page 45: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

31

4.4.2 Preparasi dan Koleksi Sampel

Segmen kulit bagian paha dari kambing jantan berumur 1-2 tahun yang

didapat dari rumah penyembelihan kambing Bapak Cholik, Watugede, Singosari,

Malang. Kulit kambing disegmentasi dengan dimensi sampel 1 x 1 cm dan

dilakukan pecukuran rambut. Kemudian dilakukan proses deselularisasi guna

memperoleh kulit aseluler sebagai scaffold.

4.4.3 Deselularisasi Kulit Kambing

Kulit kambing segar selembar diambil dari rumah penyembelihan kambing

Bapak Cholik, Watugede, Singosari, Malang dan segera dibawa ke laboratorium

dalam 0,1% Pen-Strep dalam NS agar terhindar dari kontaminasi. Kulit kambing

dipotong menjadi segmen kulit. Total segmen yang dibutuhkan sebanyak 12,

tetapi dilebihkan menjadi 18. Segmen kulit diberi perlakuan teknik deselularisasi

berdasarkan metode Permata (2013) menggunakan perendaman dalam larutan 1%

Sodium Dodecyl Sulfate (SDS), 0,1% Ethylene Diamine Tetraacetic Acid

(EDTA), dan 0,1% Pen-Strep dalam PBS pH 7,4 selama 22 hari. Larutan tersebut

diganti setiap tiga hari sekali. Sampel post deselularisasi dapat disimpan dan

direndam dalam larutan PBS pH 7,4 dan n- t p ,1 di pot samp l pada suhu

-

4.4.4 Penyiapan Patelet Rich Plasma (PRP)

Penyiapan PRP dilakukan menggunakan metode buffy coat. Langkah

pertama adalah pengambilan darah tikus dilakukan melalui vena retroorbita

Page 46: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

32

menggunakan hematokrit dan intracardia meggunakan spuit 3 cc. Kemudian

darah ditampung ke dalam tube Natrium Citrate-containing dan digoyangkan.

Tabung lalu disentrifuge pada suhu 4°C dengan kecepatan 1000G selama 10

menit. Setelah itu pindahkan plasma dan buffy coat serta sedikit lapisan teratas

eritrosit ke tabung ependorf lain. Kemudian disentrifuge kembali pada suhu 4°C

dengan kecepatan 2100G selama 10 menit. Terakhir pindahkan supernatan ke

tabung lain dan simpan pada suhu 4°C (Ardhani, 2013).

4.4.5 Uji Biokompatibilitas in vivo (Implantasi Subkutan Tikus)

Sebanyak 24 ekor tikus jantan umur 3 bulan terlebih dahulu ditimbang dan

dianestesi menggunakan ketamin dengan dosis 0,9ml/kg BB dan xylazine dengan

dosis 0,5ml/kg BB. Pada daerah ventral abdomen diinsisi kulit hingga subkutan.

Scaffold, PRP, dan scaffold yang dikombinasikan dengan PRP kemudian

diimplantasikan ke subkutan tikus pada kelompok yang telah ditentukan.

Kemudian kulit ditutup dengan jahitan benang plain cat gut 3.0 teknik simple

interrupted dilanjutkan dengan bandage menggunakan kasa dan plester.

Treatment post operasi pada tikus adalah dengan pemberian antibiotik amoxilin

500 mg yang dilarutkan dalam 500 ml air. Tikus dieuthanasia dengan cara

dislokasi leher setelah 14 hari dan jaringan kulit sekitar implantasi dikoleksi lalu

direndam dalam formalin 10%.

Page 47: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

33

4.4.6 Pembuatan Preparat Histopatologi Metode Paraffin

Pembuatan preparat histopatologi dengan metode paraffin dilakukan

menurut Junquiera dan Carneiro (2007). Jaringan kulit difiksasi dengan formalin

10% selama 18-24 jam. Tujuan dilakukan fiksasi adalah untuk mempertahankan

susunan jaringan kulit agar tidak berubah oleh proses biokimia karena enzim atau

pembusukan oleh bakteri. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan etanol

bertingkat 70%, 80%, 90%, dan 95%. Proses dehidrasi bertujuan untuk

mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan yang telah difiksasi

sehingga jaringan dapat diisi dengan parafin atau zat lain yang digunakan untuk

blok preparat. Tahap selanjutnya adalah clearing. Jaringan dimasukan dalam

larutan xylol yang berfungsi untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dan

menggantinya dengan suatu larutan yang dapat berikatan dengan parafin. Tahap

berikutnya adalah proses impregnasi yang dilakukan dalam parafin cair dan

embedding ke dalam blok. Pembenaman (impregnasi) adalah proses yang

berfungsi mengeluarkan cairan pembening (clearing agent) dari jaringan

kemudian diganti dengan parafin. Dalam tahap ini jaringan harus benar-benar

bebas dari clearing agent karena sisa cairan tersebut dapat mengkristal dan ketika

dipotong dengan mikrotom akan mengakibatkan jaringan menjadi mudah robek.

Selanjutnya proses blocking, yaitu pembuatan blok preparat agar dapat dipotong

dengan mikrotom.

Jaringan pada blok parafin dipotong dengan mikrotom setebal 5 mikron.

Hasil potongan lalu dipindahkan ke dalam air 38°-40°C mengguakan kuas yang

bertujuan untuk membuka lipatan dan meluruskan kerutan halus pada sampel

Page 48: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

34

organ. Potongan yang sudah rata kemudian diambil dan diletakkan pada object

glass, kemudian dikeringan di atas hot plate yang bersuhu 38°-40°C.

Penyimpanan dilakukan di dalam inkubator dengan suhu 38°-40°C dan siap

dilakukan pewarnaan.

4.4.7 Metode Pewarnaan Mallory Azan

Pewarnaan Mallory Azan merupakan suatu metode pewarnaan khusus

untuk mengamati jaringan ikat terutama kolagen. Dalam pewarnaan ini jaringan

kolagen akan tampak berwarna biru karena terwarnai oleh aniline blue, sedangkan

sel akan berwarna merah. Pewarnaan Mallory Azan dimulai dengan melakukan

deparafinisasi dengan xylene sebanyak 2 kali. Kemudian rehidrasi menggunakan

alkohol absolut dan alkohol 95% lalu dimasukkan ke dalam aquades. Preparat

kemudian diwarnai dalam larutan acid fushsion selama 1 sampai 5 menit. Setelah

itu langsung dipindah ke larutan aniline blue-orange G selama 30 sampai 60

menit atau lebih. Kemudian langsung dipindah ke dalam alkohol 95% beberapa

kali. Setelah itu dilakukan dehidrasi dengan alkohol absolut sebanyak dua kali,

clearing dengan xylene 2 sampai 3 kali dan dimounting dengan permount. Larutan

aniline blue-orange G terbuat dari bahan aniline blue, orange G, dan

phosphotungstic acid yang dilarutkan dalam aquades.

4.4.8 Deteksi Ekspesi IL-1β dengan metode Imunohistokimia (IHK)

Pengamatan ekspresi IL-1β d ngan m nggunakan m tod

imunohistokimia indirect. Preparat dilakukan deparafinasi menggunakan xylol I,

Page 49: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

35

II, dan III masing-masing selama 5 menit, kemudian rehidrasi menggunakan

etanol absolut dengan 2x pencucian lalu alkohol bertingkat mulai dari etanol

95%, 90%, 80%, 70% dan aquades masing-masing perlakuan selama 5 menit,

dicuci 3x menggunakan PBS lalu diinkubasi dengan H2O2 3% selama 20 menit

lalu dicuci dengan PBS (3 x 5 menit).

Selanjutnya dilakukan blocking background dengan casein (Sniper/protein

blocker) selama 60 menit pada suhu ruang kemudian dicuci dengan PBS (3 x 5

menit) lalu diinkubasi dengan antibodi primer. Slide diinkubasi dengan antibodi

primer anti-mouse IL-1 (No catalog BS-0812R, BIOSS USA) 1:1000 selama 24

jam pada suhu 4°C. Slide lalu diinkubasi dengan antibodi sekunder dengan biotin

conjugate selama 60 menit menit pada suhu ruang. Slide dicuci dengan PBS (3 x

5 menit) lalu diinkubasi dengan Strepavidin Horseradish Peroxidase (SA-HRP)

selama 40 menit. Kemudian dicuci dengan PBS (3 x 5 menit) dan dibilas aquades.

Setelah itu diaplikasikan chromogen DAB selama 1-10 menit hingga meunjukkan

warna coklat yang berarti positif. Slide kemudian dicelup ke dalam hematoxylin

sebagai counterstaining, kemudian dilakukan proses rehidrasi, clearing, dan

mounting.

Hasil pewarnaan diamati di mikroskop dan dilihat apakah ada atau tidak

reaksi positif. Slide kemudian diambil foto sebanyak 5 bidang pandang dengan

perbesaran obyketif 40x, dan dianalisis dengan immunoratio untuk memperoleh

preserntase area ekspresi IL-1β

Page 50: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

36

4.5 Analisis Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif dan

kuantitatif. Analisa kualitatif digunakan untuk menganalisa gambaran

histopatologi matriks ekstraseluler pada daerah implan. Analisa kualitatif

dijelaskan secara deskriptif. Analisa kuantitatif digunakan untuk menganalisa

ekspresi IL-1β Parameter yang diukur adalah presentase area ekspresi IL-1β di

jaringan subkutan tikus pasca implantasi kulit aseluler sesuai masing-masing

kelompok. Data kuantitatif dianalisis dengan OneWay ANOVA menggunakan

SPSS 22.0 for Windows, dengan signifikansi α= , 5 Jika terjadi perbedaan yang

signifikan dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (Tukey test).

Page 51: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara
Page 52: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

38

berupa hilangnya sel pada jaringan kulit sehingga hanya menyisakan

matriks ekstraseluler. Pengamatan histopatologi kulit kambing sebelum

dan sesudah deselularisasi yaitu menggunakan pewarnaan HE. Gambaran

histopatologi kulit kambing tanpa perlakuan deselularisasi menunjukkan

masih adanya inti sel yang berwarna keunguan dengan pewarnaan HE.

Sedangkan histopatologi kulit kambing yang dideselularisasi

memperlihatkan tidak adanya inti sel (Lampiran 8). Hal ini terjadi karena

dalam teknik deselularisasi terdapat larutan SDS 1% dan EDTA 0,1%

yang berfungsi menghancurkan sel-sel pada jaringan. Berdasarkan uraian

di atas, hasil dari deselularisasi kulit kambing yang dilakukan telah sesuai

dengan yang diharapkan yaitu hilangnya inti sel dan menyisakan matriks

ekstraseluler.

Platelet rich plasma yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh

dari spesies yang sama, namun dari individu yang berbeda (allograft).

Platelet akan melepaskan growth factor setelah teraktivasi. Platelet Rich

Plasma (PRP) pada penelitian ini diaktivasi secara eksogen menggunakan

CaCl2. Setelah PRP diaktivasi maka akan terlihat struktur seperti gel.

Menurut Dhurat dan Sukesh (2014), ketika PRP teraktivasi, mulai

terbentuk anyaman fibrin, pemadatan plasma dan menciptakan gumpalan

fibrin (fibrin clot). Saat PRP diaktivasi, maka akan melepaskan growth

factor dan substansi lain yang berperan mempercepat proses kesembuhan

luka dengan meningkatkan proliferasi sel, pembentukan matriks, produksi

Page 53: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

39

osteoid, penyembuhan jaringan ikat, angiogenesis dan sintesis kolagen

(Smith et al., 2007).

Gambar 5.2 Gambaran makroskopik sampel PRP (Platelet Rich Plasma) yang

telah diaktivasi menggunakan kalsium klorida (CaCl2).

5.1 Ekspresi Interleukin-1 beta (IL-1 β)

Ekspresi IL-1β dapat diketahui dengan melakukan pewarnaan

Imunohistokimia (IHK) pada preparat histopatologi kulit tikus. Pada

gambaran histopatologi imunohistokimia menunjukkan bahwa setiap

kelompok menunjukkan ekspresi IL-1β yang berbeda, yang ditandai

dengan perbedaan penampakan warna coklat yang terbentuk (Gambar

5.3). Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap perlakuan memiliki

efek yang berbeda. Ekspresi IL-1β kelompok 1, yaitu pada kelompok tanpa

perlakuan implantasi berbeda nyata dengan kelompok 2, 3, dan 4,

menunjukkan hasil ekspresi IL-1β yang paling rendah yaitu sebesar

23,34%. Sedangkan ekspresi IL-1β pada kelompok 2, yaitu kelompok

perlakuan implantasi scaffold menunjukkan ekspresi IL-1β paling tinggi

yaitu sebesar 73,86% dan berbeda nyata dengan kelompok 3 dan 4.

Ekspresi IL-1β pada kelompok 3 tidak berbeda nyata dengan kelompok 4

(presentase kelompok 3 33,93%, presentase kelompok 4 42,00%)(Tabel

5.1).

Page 54: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

40

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 5.3 Gambaran histopatologi pewarnaan Imunohistokimia (IHK) IL-

1β ( ) pasca implantasi di jaringan kulit tikus Rattus

norvegicus dengan perbesaran lensa objektif 40x.

Keterangan : (A) Histopatologi pewarnaan IHK IL-1β kulit

tikus Rattus norvegicus tanpa implantasi (kelompok 1); (B)

Histopatologi pewarnaan IHK IL-1β kulit tikus Rattus

norvegicus perlakuan implantasi scaffold (kelompok 2); (C)

Histopatologi pewarnaan IHK IL-1β kulit tikus Rattus

norvegicus perlakuan impantasi PRP (kelompok 3); (D)

Histopatologi pewarnaan IHK IL-1β kulit tikus Rattus

norvegicus perlakuan scaffold yang dikombinasikan PRP

(kelompok 4).

Page 55: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

41

Tabel 5.1 Ekspresi IL-1β preparat Histopatologi Kulit Tikus

Kelompok Ekspresi IL-1β

Rata-rata(%)±SD

Kelompok 1 (tanpa

implantasi) 23,34±4,48

a

Kelompok 2 (implantasi

scaffold) 73,86±4,61

c

Kelompok 3 (implantasi

PRP) 33,93±5,67

b

Kelompok 4 (implantasi

scaffold kombinasi PRP) 42,00±5,27

b

Keterangan : Angka dengan superscript (notasi) berbeda menunjukan

adanya perbedaan (p<0,05) signifikasi tiap kelompok

Pada kelompok 1 menunjukkan rata-rata presentase ekspresi IL-1β

yang paling rendah. Hal ini disebabkan karena pada kelompok perlakuan

tanpa implantasi, hewan coba tidak mengalami perlukaan sehingga tidak

terjadi proses inflamasi yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan

sitokin proinflamasi. Telah diketahui bahwa sitokin IL-1β merupakan

sitokin proinflamasi. Meskipun tidak ada respon inflamasi, sitokin IL-1β

tetap terekspresi karena sitokin IL-1β tidak hanya berperan sebagai sitokin

pro inflamasi. IL-1β merupakan sitokin proinflamasi yang juga

berperan

dalam berbagai proses selular normal seperti proliferasi, diferensiasi, dan

apoptosis sel (NCBI, 2017). Dalam kondisi normal, jaringan kulit akan

mengalami proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis, sehingga IL-1β tetap

terekspresi dalam jumlah yang rendah.

Peningkatan IL-1β pada kelompok 2, yaitu pada kelompok

perlakuan implantasi scaffold terjadi karena ada respon inflamasi terhadap

adanya luka dan scaffold yang diimplantasi. Meskipun terjadi respon

inflamasi yang ditunjukkan dengan ekspresi IL-1β yang tinggi, namun

Page 56: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

42

bukan berarti merupakan respon imun penolakan karena melalui proses

deselularisasi akan menurunkan respon imun penolakan terhadap scaffold.

Hal ini sesuai dengan pendapat Badylak dan Gilbert (2008), bahwa proses

deselularisasi mampu menurukan respon imun penolakan terhadap implan.

Dalam penelitian Permata (2013) menunjukkan bahwa perlakuan

deselularisasi akan meningkatkan respon imun non spesifik (IL-1) dan

meningkatkan respon imun antiinflamasi (IL-10) sehingga sitokin

proinflamasi akan diimbangi dengan sitokin antiinflamasi yang

menyebabkan terjadinya toleransi tehadap implan. Selain itu sitokin IL-1 β

dalam fase inflamasi pada proses kesembuhan luka merupakan

kemoatraktan sel radang, dimana pada fase akhir inflamasi sel radang

akan menghasilkan growth factor yang diperlukan pada fase proliferatif

dalam penyembuhan luka (Velnar et al., 2009).

Pada kelompok 3 terjadi peningkatan IL-1β, namun ekspresinya

lebih rendah daripada kelompok 2. Menurut Lee et al. (2013) PRP

berperan penting dalam proses penyembuhan pada jaringan yang

mengalami kerusakan dengan melepaskan berbagai growth factor dan

sitokin. Zhang et al., (2013) menyatakan bahwa PRP allograft memiliki

imonogenitas yang tidak berarti. Ekspresi IL-1β yang lebih tinggi dari

kelompok 1 terjadi karena adanya inflamasi dalam proses perbaikan

jaringan luka. Interleukin 1 menginduksi proliferasi fibroblas dan sintesis

kolagen (Nieder et al., 2003).

Page 57: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

43

Pada kelompok 4 terjadi peningkatan IL-1β, namun ekspresinya lebih

rendah daripada kelompok 2. Perbedaan nyata antara kelompok 2 ini terjadi

karena adanya penambahan PRP. Penambahan PRP akan menimbulkan efek

antiinflamasi. Bendinelli et al., (2010) menyatakan bahwa PRP yang

teraktivasi memiliki efek antiinflamasi karena adanya HGF. Giannopoulou et

al., (2008) melaporkan bahwa HGF meghambat inflamasi ginjal secara in vivo

dengan mengganggu aktivitas NF-κB. Dengan menghambat aktivitas

pengaktifan NF-κB maka akan menghambat transkripsi sitokin IL-1β

sehingga ekspresi IL-1β pada scaffold yang dikombinasikan dengan PRP

jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok 2. Ekspresi IL-1β

pada kelompok 4 yang lebih tinggi daripada kelompok 1 dan 3 diakibatkan

karena adanya respon imun nonspesifik terhadap implan scaffold.

5.2 Gambaran Matriks Ekstraseluler

Gambar 5.4 Histologi kulit normal pewarnaan Mallory Azan perbesaran

lensa objektif 4x.

Keterangan : (A) epidermis, (B) dermis, (C) hipodermis, (D)

muskulus panniculus carnosus. Jaringan ikat; Folikel rambut; Jaringan lemak

Struktur kulit normal terdiri dari lapisan epidermis, dermis,

hipodermis, dan muskulus panniculus carnosus (Parker dan Picut, 2016).

B

A

C

D

Page 58: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

44

Histopatologi kulit tikus kelompok kontrol negatif (Gambar 5.3)

menunjukkan lapisan kulit yang terstruktur yaitu terdiri dari epidermis (A),

dermis (B), hipodermis (C) dan panniculus carnosus (D). Pada bagian

dermis terisi oleh jaringan ikat ( ) , sedangkan pada bagian hipodermis

terdapat folikel rambut ( ) dan jaringan lemak ( ).

(A)

(B)

(C)

Gambar 5.5 Gambaran histopatologi pewarnaan Mallory Azan kulit tikus

kelompok perlakuan implantasi perbesaran lensa objektif 10x..

Keterangan : (A) Histopatologi kulit tikus kelompok 2

(perlakuan implantasi scaffold); (B) Histopatologi kulit tikus

kelompok 3 (perlakuan implantasi PRP); (C) Histopatologi

kulit tikus kelompok 4 (perlakuan implantasi scaffold

kombinasi PRP). Tanda panah menunjukkan matriks

ekstraseluler. E: epidermis; D: dermis; K: keropeng (scab).

E

D D

K

K

D

Page 59: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

45

Gambaran histopatologi kulit tikus kelompok 2 yaitu tikus dengan

perlakuan implantasi scaffold menunjukkan bahwa area insisi telah

menutup sempurna. Pada area insisi, yaitu pada bagian dermis

menunjukkan bahwa matriks ekstraseluler sudah mulai terbentuk. Pada

kelompok 2, gambaran histopatologi struktur kulit mendekati kelompok 1.

Pada pewarnaan Mallory Azan jaringan ikat (matriks ekstraseluler) akan

terwarnai biru (Eroschenko, 2008). Gambaran histopatologi matriks

ekstraseluler kelompok 3 yaitu perlakuan implantasi PRP dan kelompok 4

yaitu perlakuan implantasi scaffold kombinasi PRP menunjukkan hasil

yang serupa, yaitu menunjukkan gambaran matriks ekstraseluler yang

terbentuk lebih sedikit daripada kelompok 2 (Gambar 5.5).

Scaffold yang dikombinasikan dengan PRP dapat membantu proses

kesembuhan luka dengan PRP sebagai growth factor dan scaffold yang

berperan sebagai reservoir atau wadah dari growth factor dan tempat

melekat sel sehingga sel dapat berproliferasi. Pada fase penyembuhan

luka, proses pembentukan matriks ekstraseluler terjadi pada fase

proliferasi. Scaffold yang diimplantasi berfungsi sebagai tempat sel

melekat, dan dengan adanya growth factor menyebabkan sel fibroblas

bermigrasi dan berproliferasi, sehingga sel fibroblas dapat mensintesis

matriks ekstraseluler dan terjadi deposisi matriks ektraseluler. Menurut

Badylak et al., (2009), scaffold biologis yang terdiri dari matriks

ekstraseluler telah terbukti mempengaruhi angiogenesis, proliferasi sel,

migasi sel, dan diferensiasi sel. Aktivitas biologi tersebut biasanya

Page 60: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

46

disebabkan oleh mekanisme pensinyalan sel yang melibatkan molekul

terlarut. Scaffold yang terdiri dari ECM terbukti kaya akan growth factor,

molekul bifungsional seperti fibronektin dan berbagai tipe kolagen. Gould

(2016) menyatakan bahwa secara in vitro, kolagen tipe 1 (komposisi

scaffold) meningkatkan deposisi matriks ekstraseluler oleh fibroblas

dermal.

Penambahan PRP dimaksudkan untuk mempercepat proses

kesembuhan luka. Hal ini karena PRP mengandung growth factor yang

dapat mempercepat regenerasi jaringan. Pada penelitian yang dilakukan

Chung et al., (2015) penggunaan PRP allogeneic memiliki keampuhan

yang sama untuk penyembuhan luka seperti PRP autolog. Dalam

penelitian Zhang et al., (2013) tentang penggunaan PRP untuk pengobatan

kerusakan tulang pada hewan kelinci menunjukkan bahwa PRP allogeneic

memiliki khasiat yang besar dan imunogenesitasnya tidak berarti. Growth

factor dalam PRP yang beperan dalam sintesis matriks ekstraseluler antara

lain PDGF, IGF, FGF dan TGF-β yang menyebabkan sel fibroblas

bermigrasi dan berproliferasi sehingga kemudian dapat mensintesis

matriks ekstraseluler (Bryant dan Nix, 2016).

Pada kelompok perlakuan implantasi PRP maupun implantasi

scaffold yang dikombinasikan dengan PRP, menunjukkan hasil

pembentukan matriks ekstrasluler yang lebih sedikit daripada kelompok

implantasi scaffold. Hal ini terjadi karena implantasi dengan PRP

menyebabkan banyak terbentuknya fibrin clot yang kemudian akan

Page 61: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

47

mengering dan membentuk keropeng (scab). Fibrin clot terbentuk ketika

terjadi aktivasi platelet melalui jalur intrinsik dan ekstrinsik yang bertujuan

untuk menyediakan matriks provisional. Secara normal fibrin clot akan

digantikan oleh terbentuknya jaringan granulasi. Pada semua kelompok

perlakuan implantasi, dilakukan penutupan luka dengan bandage yang

ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Namun penutupan

luka menggunakan bandage tersebut menyebabkan lingkungan luka

menjadi kurang lembab sehingga menyebabkan fibrin clot tersebut

mengering dan menjadi keropeng (scab). Adanya bandage juga

menyebabkan keropeng tidak mudah lepas dan menyebabkan area luka

menjadi tertekan sehingga dapat mengganggu pembentukan matriks

ekstraseluler baru dan juga lapisan epidermis kulit (epitelialisasi).

Keropeng pada permukaan luka menghambat epitelialisasi (Katsambas et

al., 2015). Gambaran histopatologi secara umum pada kelompok 3 dan 4

menunjukkan terbentuknya jaringan granulasi yang ditunjukkan dengan

banyaknya angiogenesis serta sel radang dan matriks ekstraseluler.

Terbentuknya jaringan granulasi ini menunjukkan bahwa terjadi proses

kesembuhan luka.

Berdasarkan uraian di atas perlakuan implantasi scaffold yang

dikombinasikan dengan PRP menyebabkan peningkatan ekspresi IL-1β

yang berhubungan dengan inflamasi dalam proses perbaikan jaringan yang

menyebabkan sel radang teraktivasi dan melepaskan growth factor yang

menginduksi sintesis matriks ekstraseluler baru.

Page 62: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

48

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

1. Kombinasi scaffold xenograft dan PRP allograft yang diimplantasikan

pada subkutan kulit tikus putih dapat meningkatkan ekspresi IL-1β

karena terjadi proses regenerasi dan remodelling jaringan pada uji

biokompatibilitas respon imun akut.

2. Kombinasi scaffold xenograft dan PRP allograft yang diimplantasikan

pada subkutan kulit tikus putih mampu mendorong perbaikan jaringan

dengan terbentuknya matriks ekstraseluler baru di area insisi pada uji

biokompatibilitas respon imun akut.

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait respon imun kronis

pada bahan implantasi berupa scaffold xenograft acellular kulit kambing

dan platelet rich plasma allograft untuk melihat efek bahan implan pada

tubuh dalam jangka waktu yang lama.

Page 63: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

49

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A. K. dan A.H. Lichtman. 2005. Cellular and Molecular Immunology.

Fifth Edition. Elsevier Saunders.

Akbar, Budhi. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang

Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta : Adabia Press.

Ardhani, R. 2013. Menyiapkan Platelet Rich Plasma dari Darah Tikus. Standard

Operating Procedure (SOP). Laboratorium Histologi dan Biologi Sel

Fakultas Kedoteran. Universitas Gadjah Mada.

Atala, Anthony, R. Lanza. J. A. Thomson. 2009. Principles of Regenerative

Medicine. Elsevier : USA.

Badylak, Stephen F., Freytes, Donald O., Gilbert, Thomas W. 2009. Extracellular

Matrix as a Biological Scaffold Material: Structure and Function. Acta

Biomaterialia 5: 1–13.

Badylak, Stephen F., Gilbert, Thomas W. 2008. Immune Response to Biologic

Scaffold Materials. Seminars in Immunology 20: 109–116.

Badylak, Stephen F., Swinehart, Ilea T., Keane, Timothy J. 2015. Methods of

Tissue Decellularization Used for Preparation of Biologic Scaffolds and In

Vivo Relevance. Methods 84: 25 – 34.

Banerjee, Indranil, D. Mishra, T. Das, S. Maiti, T.K Maiti. 2012. Caprine (Goat)

Collagen: A Potential Biomaterial for Skin Tissue Engineering. Journal of

Biomaterial Science, Polymer Edition, Volume 23: 355-373.

Baranoski, Sharon, E. A. Ayello, 2008. Wound Care Essentials: Practice

Principles. 2nd Edition. Wolters Kluwer. Lippincott Williams & Wilkins.

Bendinelli, Paola, E. Matteucci, G. Dogliotti, M. M. Corsi, G. Banfi, P. Maroni,

M. A. Desiderio. 2010. Molecular Basis of Anti-Inflammatory Action of

Platelet-Rich Plasma on Human Chondrocytes: Mechanisms of NF-kB

Inhibition Via HGF. Journal of Cellular Physiology.225(3): 757-766.

Bryant, Ruth, D. Nix. 2016. Acute and Chronic Wounds: Current Management

Concepts, 5th Edition. Elsevier.

Chan, B. P. and Leong, K. W. 2008. Scaffolding in Tissue Engineering: General

Approaches and Tissue-Specific Considerations. European Spine Journal

17 (4): 467–479.

Page 64: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

50

Choi, J. S., H. J. Yang, B. S. Kim, J. D. Kim, S. H. Lee, E. K. Lee, K. Park, Y. W.

Cho, H. Y. Lee. 2010. Fabrication of Porous Extracellular Matrix Scaffolds

from Human Adipose Tissue. Tissue Engineering: Part C.Volume 16 (3):

387-396.

Chung, Tae-ho, D.S. Baek, N. Kim. J.H. Park. C. Park. 2015. Topical allogeneic

platelet-rich plasma treatment for a massive cutaneous lesion induced by

disseminated intravascular coagulation in a toy breed dog. Irish Veterinary

Journal. 68 (1): 4.

Crapo, P. M., T. W. Gilbert, S. F. Badylak. 2011. An Overview of Tissue and

Whole Organ Decellularization Process. Biomaterial 32: 3233-3243.

Dhurat, Racita, MS. Sukesh. 2014. Principles and Methods of Preparation of

Platelet-Rich Plasma: A Review and Author’s Perspective. Journal of

Cutaneous and Aesthetic Surgery, 7 (4): 189-197.

Dobrucki, L. W. Y. Tsutsumi, L. Klinowski, J. Dean, M. Gavin. 2010. Analysis of

Angiogenesis Induced by local IGF-1 Expression After Myocardial

Infarction Using microSPECT-CT Imaging. Journal of Molecular and

Cellular Cardiology 48 : 1071-1079.

Ducheyne, Paul, K. Healy, D. E. Hutmacher, D. W. Grainger, C. J. Kirkpatrick.

2011. Comprehensive Biomaterials. Springer.

Eroschenko, Victor P. 2008. DiFiore's Atlas of Histology with Functional

Correlations. Philadelphia: Wolters Kluwer.

Frantz C., K. M. Stewart, V. M. Weaver. 2010. The Extracellular Matrix at A

Glance. Journal of Cell Science. 123 (24): 4195-4200

Giannopoulou M., C. Dai, X. Tan, W. Wen, G.K. Michalopoulos, L. Youhua.

2008. Hepatocyte Growth Factor Exerts Its Anti-Inflammatory Action by

Disrupting Nuclear Factor-κB Signaling. The American Journal of

Pathology. 173(1): 30–41.

Gould, Lisa J. 2016. Topical Collagen-Based Biomaterials for Chronic Wounds:

Rationale and Clinical Application. Advances in Wound Care. 5 (1): 19-31.

Granick, M. S., L. Teot. 2012. Surgical Wound Healing and Management second

edition. CRC Press.

Hillyer, Cchristoper D. 2007. Blood Banking and Transfusion Medicine: Basic

Principles & Practice. Philadelphia : Elsevier

Page 65: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

51

Hinderer S., S. L. Layland, K. C. Layland. 2015. ECM and ECM like materials

Biomaterials for applications in regenerative medicine and cancer therapy.

Advanced Drug Delivery Reviews 97: 260-269.

Hrebikova, Hana, Diaz, Daniel, Mokry, Jaroslav. 2015. Chemical

Decellularization: a Promising Approach for Preparation of Extracellular

Matrix. Biomedical papers of the Medical Faculty of Palacký University,

Olomouc, Czech Republic 159 (1): 12-17.

Ikada, T. 2006. Tissue Engineering: Fundamental and Applications, Chapter 1.

Elsevier : Amsterdam: 1-3.

Iwamoto, de Sousa Iwamoto, Duailibi, Juliano. 2016. Tooth Tissue Engineering:

Tooth Decellularization for Natural Scaffold. Future Science OA 2 (2),

FSO121.

Johson, K. E. and T. A. Wilgus. 2014. Vascular Endothelial Growth factor and

Angiogenesis in the Regulation of Cutaneous Wound Repair. Advance in

Wound Care 3 (10): 647-661.

Junqueira, Luiz C. U., J. Carneiro, 2005. Basic Histology : Text & Atlas.

McGraw-Hill.

Katsambas, Andreas D., T. M. Lotti, C. Dessinioti, A. M. D E’rme. 2015.

European Handbook of Dermatological Treatments, Third Edition. Berlin:

Springer-Verlag.

Kresno, S. B. 2013. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi

Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Krinke, G. J. 2000. The Laboratory Rat. San Diego, CA : Academic Press.

Lacci, K.M., A. Dardik. 2010. Platelet-Rich Plasma: Support For Its Use In

Wound Healing. Yale Journal Of Biology And Medicine 83: 1-9.

Le, Xuan, G.E.J. Poinern, N. Ali, C.M. Berry, D. Fawcett. 2013. Engineering a

Biocompatible Scaffold with Either Micrometre or Nanometre Scale

Surface Topography for Promoting Protein Adsorption and Cellular

Response. International Journal of Biomaterial. Volume 2013: 1-16.

Lee, Jeong Woo, O H. Kwon, T. K. Kim, Y.K. Choo, K. Y. Choi, H. Y. Chung, B.

C. Cho, J. D. Yang, J. H. Shin. 2013. Platelet-Rich Plasma: Quantitative

Assessment of Growth Factor Levels and Comparative Analysis of

Activated and Inactivated Groups. Archives of Plastic Surgery. 40 (5): 530-

535.

Page 66: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

52

Lin, Yunfeng. 2017. Stem Cell Biology and Regenerative Medicine: Cartilage

Regeneration. Springer.

NCBI. 2017. IL1B interleukin 1 beta [Homo sapiens (human) ]. //http.www.ncbi.nlm.nih.gov/.[20 Juli 2017].

Nieder, C., L. Milas, K. K. Ang. 2003. Modification of Radiation Response:

Cytokines, Growth Factors, and Other Biological Targets. Springer-Verlag:

Berlin.

Parker, G. A. and C. A. Picut. 2016. Atlas of Histology of Juvenile Rat. Springer.

Permata, F. S. 2015. Laporan Penelitian : Peningkatan Biokompabilitas Dinding

Jantung Acellular Melalui Teknik Antigen Removal dan Antigen Masking.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta dan Program

Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang.

Permata, F.S. 2013. Karakterisasi Makroskopik, Mikrostruktur, dan Kekuata

Mekanis Saraf Tepi Domba dan Babi Kondisi Segar dan Pasca

Deselularisasi. Naskah Publikasi. Rekayasa Biomedis. Universitas Gadjah

Mada.

Pignatello, Rosario. 2011. Biomaterials Applications for Nanomedicine. InTech.

Porth, Caroll Mattson. 2011. Essential of Pathophysiology: Concept of Altered

Health. Wolters Kluwer Health: China.

Schwab, Manfred. 2001. Encyclopedic Reference of Cancer. Springer.

Schwab, Manfred. 2011. Encyclopedia of Cancer: 3rd Edition. Springer.

Smith, Rick G., C. J Gassmann, M. S. Campbell. 2007. Platelet-rich Plasma:

Properties and Clinical Applications. The Journal of Lancaster General

Hospital 2 (2): 73-78.

Sondell, M., G. Lundborgand and M. Kanje. 1998, Regeneration of the rat sciatic

nerve into allografts made acellular through chemical extraction, Brain Res.

795: 44-54.

Velnar, T., T. Bailey, V. Smrkolj. 2009. The Wound Healing Process: an

Overview of the Cellular and Molecular Mechanism. The journal of

International Medical Research. 37: 1528-1542.

Weglein, A., S. Sampson, D. Aufeiro. 2014. Platelet Rich Plasma Practical Use in

Non-Surgical Musculoskeletal Pathology dalam Platelet Rich Plasma

Regenerative Medicine : Sports Medicine, Orthopedic, and Recovery of

Musculoskeletal Injuries edited by Lana et al. Springer.

Page 67: UJI BIOKOMPATIBILITAS RESPON IMUN AKUT KULIT ...repository.ub.ac.id/3750/1/Kinanthi%C2%A0Az%20Zahra.pdfekstraseluler menggunakan pewarnaan Mallory Azan. Analisa data dilakukan secara

53

Widyawati, Tri. 2014. Pengaruh Induksi Lipolisakarida terhadap Profil Protein

dan Aktivitas Enzim Protease Otak Tikus Putih (Rattus norvegicus)

[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya.

Yang, Jinjiang, Y. Lu, A. Guo. 2016. Platelet Rich Plasma Protects Rat

Chondrocytes from Interleukin 1 β induced apoptosis. Molecular Medicine

Reports 14 (5): 4075-4082.

Ye, Qingsong. 2013. Molecullar and Cellular Mechanism of Collagen

Degradation in the Foreign Body Reaction. University of Gronigen.

Zheijang. China.

Young, Barbara, J. S. Lowe, A. Stevens, J. W. Heath. 2006. Wheater's Functional

Histology: A Text and Colour Atlas. Elsevier.

Yudha, G.C.P. 2013. Pengaruh Kombinasi Bovine Kolafen Tipe I dan PRP

terhadap Penyembuhan Fraktur Femur Tikus Putih (Rattus novergicus strain

wistar) dalam kondisi Hiperglikemi [Thesis]. Fakultas Kedokteran.

Universitas Brawijaya.

Yulian, B.D. 2017. Pengaruh Aplikasi Antigen Removal (AR) pada Uji

Biokompabilitas Akut Jantung Aseluler dengan Melihat Gambaran Jaringan

Baru dan Ekspresi IL-10 pada Kulit Mencit [Skripsi]. Fakultas Kedokteran

Hewan. Universitas Brawijaya.

Zhang, Z. Y. A.W. Huang, J. J. Fan. K. Wei. D, Jin. B. Chen. D. Li. L. Bi. J.

Wang. G. Pei. 2013. The Potential Use of Allogeneic Platelet-Rich Plasma

for Large Bone Deffect Treatment : Immunogenicity and Defect Healing

Efficacy. Cell Transplantation 22: 175-187.