UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI STABILITAS FISIK...
Transcript of UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UJI STABILITAS FISIK...
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA EMULSI
MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) TIPE
MINYAK DALAM AIR DENGAN PENAMBAHAN
ANTIOKSIDAN α-TOCOPHEROL MENGGUNAKAN GCMS
SKRIPSI
YULIA NURBAITI RAIHANA
1111102000023
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
OKTOBER 2015
1
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UIN SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK
DAN KOMPONEN KIMIA
EMULSI MINYAK BIJI
JINTEN HITAM (Nigella
sativa L.) TIPE MINYAK
DALAM AIR DENGAN
PENAMBAHAN
ANTIOKSIDAN α-
TOCOPHEROL
MENGGUNAKAN GCMS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi
YULIA NURBAITI RAIHANA
1111102000023
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
OKTOBER 2015
v
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRAK
Nama : Yulia Nurbaiti Raihana
NIM : 1111102000023
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi Minyak
Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Tipe Minyak dalam
Air dengan Penambahan Antioksidan α-Tocopherol
Menggunakan GCMS”
Minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) memiliki potensi aktivitas
farmakologis yang baik. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membuat dan mengevaluasi stabilitas fisik dan kimia dari emulsi minyak biji
jinten hitam. Emulsi sampel (dengan penambahan α-tocopherol) dan emulsi
kontrol (tanpa α-tocopherol) dibuat untuk perbandingan. Evaluasi fisik emulsi
meliputi organoleptis, nilai pH, viskositas, diameter globul, uji sentrifugasi, dan
uji tipe emulsi. Evaluasi kimia dilakukan menggunakan GCMS. Uji stabilitas
dilakukan selama 21 hari. Hasil evaluasi fisik dan kimia menunjukkan bahwa
emulsi sampel (dengan penambahan α-tocopherol) memiliki stabilitas yang lebih
baik daripada emulsi kontrol (tanpa α-tocopherol). Hal ini menunjukkan bahwa
antioksidan α-tocopherol memiliki pengaruh untuk menjaga stabilitas emulsi lebih
baik daripada tanpa menggunakan antioksidan.
Kata kunci: Stabilitas, minyak biji jinten hitam, emulsi, α-tocopherol dan
thymoquinone
vi
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRACT
Name : Yulia Nurbaiti Raihana
Major Study : Pharmacy
Title : Physical Stability Testing and Chemical Components in
Black Cumin Seed Oil (Nigella sativa L.) Emulsion O/W
with α-Tocopherol Addition Using GCMS
Black cumin seed oil (Nigella sativa L.) have a great potential pharmacological
activity. Hence, the objective of this study is to prepare and evaluate the physical
ang chemical stability of black cumin seed oil emulsion. Sample emulsion (with
α-tocopherol addition) and control emulsion (without α-tocopherol) were
produced for comparison purposes. Emulsions were characterized physically by
organoleptic, pH value, viscosity, diameter of globules, centrifugation test, and
emulsion type test. Chemical compound was analyzed using GCMS. Stability
studies were performed for 21 days. Physical and chemical characteristics showed
that sample emulsion (with α-tocopherol addition) had better stability than control
emulsion (without α-tocopherol). It indicated that antioxidant α-tocopherol had an
influence to keep the emulsion stability better than without any antioxidant.
Keywords:Stability, black cumin seed oil, emulsion, α-tocopherol, and
thymoquinone
vii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi yang berjudul “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Tipe Miyak dalam Air dengan
Penambahan Antioksidan α-Tocopherol Menggunakan GCMS”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan
tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi. Penulis menyadari bahwa
dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud dan berjalan
jalan lancar tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.KM. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi FakultasKedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta danpembimbing
akademik mahasiswa 2011 A.
3. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D.,
Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, serta
bimbingan kepada penulis selama penelitian.
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi di program studi Farmasi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Muhammad Reza, Indriyani, Syahid Ali, Aziz, Sutar, Mida, Haidar Ali, dan
teman-teman dalam satu Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal yang
telah membantu penulis dan tim dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi
ini.
6. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Walid, Kak Tiwi, Kak
Eris, Kak Lisna, dan Mba Rani yang telah memberikan bantuan selama
penelitian.
viii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
7. Tim penelitian Wafa dan Nicky Annisiana Fortunita yang telah memberikan
semangat, bantuan, serta kebersamaan selama penelitian.
8. Drs. H. Sugiarto, M.Pd. (alm.) dan Ibu Hj. Nadjuwati selaku orang tua dan
Nur Dian Fitriana, S.E dan Muhammad Rijalul Haq, S.T sebagai kakak yang
selalu memberikan do’a dan dukungan kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat tersayang, Crystal Beckx, Nesya Febi R, Cynthia Damayanti,
Intan Alinnindya, Ratih Wijayanti, Annisa Yeskasafitri, Fakhrizal Farhan,
Muhammad Jayus Abror, Senny Aprian, Vanya Febiwindyah, Vania Thufaila,
dan Rania Tirzi yang telah memberikan do’a, semangat dan motivasi kepada
penulis.
10. Sahabat-sahabat Farmasi UIN, Dana Yusshiammanti, Novila Tari, Wafa,
Rika Chaerunisa, Nurul Hikmah Tanjung, Firda Khanifah, Khabbatun
Ni’mah, Resky Yuliandari, Fathiyah, Qurry Mawaddana yang selalu
memberikan semangat dan juga memberikan bantuan ilmu kepada penulis.
11. Adik-adik tersayang, Nita Fitriani, Annesha Shavira, Pramiswari Kenratri,
Fathan, yang telah memberikan do’a serta dukungan kepada penulis.
12. Teman-teman Treaccel, Smoockler, dan Farmasi 2011 atas persaudaraan dan
kebersamaan yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis.
13. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.
Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai
amal ibadah dan dibalas oleh Allah SWT dengan berlipat ganda. Semoga
penelitian ini dapat bermanfaaat bagi penulis serta pembaca pada umumnya.
Aaamiin Yaa Robbal’aalamiin.
Ciputat, 19 September 2015
Penulis
x
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ........................................ ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................ 3
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4
2.1 Emulsi .................................................................................................. 4
2.1.1 Formula Emulsi ......................................................................... 5
2.1.2 Evaluasi Sediaan Emulsi ........................................................... 11
2.1.3 Stabilitas Sediaan Emulsi .......................................................... 11
2.1.4 Sifat Fisik Emulsi yang Baik ..................................................... 12
2.2 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat ............................................ 13
2.2.1 Reaksi Hidrolisis ....................................................................... 13
2.2.2 Reaksi Oksidasi ......................................................................... 14
2.2.3 Reaksi Isomerisasi ..................................................................... 14
2.3 Demulsifikasi ....................................................................................... 15
2.4 Ekstraksi Cair-Cair .............................................................................. 17
2.5 Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GCMS) ........................ 18
2.5.1 Kromatografi Gas ...................................................................... 18
2.5.2 Spektrometri Massa ................................................................... 19
2.6 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) .......................................... 19
2.6.1 Morfologi Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ............... 19
2.6.2 Bagian Tanaman yang Digunakan ............................................. 20
2.6.3 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ........... 21
2.6.4 Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam ..................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 24
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 24
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 24
xi
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
3.3 Prosedur Penelitian .............................................................................. 25
3.3.1 Penyiapan Sampel Minyak Biji Jinten Hitam ........................... 25
3.3.2 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ........................... 25
3.3.3 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah
Penyimpanan ............................................................................. 27
3.3.4 Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan ..................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 30 4.1 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ..................................... 30
4.2 Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan
Setelah Penyimpanan .......................................................................... 30
4.2.1 Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sebelum dan Setelah Penyimpanan .......................................... 30
4.2.2 Pengujian Tipe Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum
dan Setelah Penyimpanan ......................................................... 34
4.2.3 Pengukuran Nilai Rata-rata pH Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan ............................... 35
4.2.4 Pengukuran Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Minyak Biji
Jinten HitamSebelum dan Setelah Penyimpanan ..................... 36
4.2.5 Pengukuran Nilai Rata-rata Diameter Globul Emulsi Minyak
Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan ............. 38
4.2.6 Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ................... 39
4.3 Evaluasi Komponen Kimia Minyak Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan .......................................... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 45
LAMPIRAN ....................................................................................................... 49
xii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ........................ 20
Gambar 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol 1
(Tanpa α-tocopherol) ...................................................................... 31
Gambar 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol 2
(Tanpa α-tocopherol) ...................................................................... 31
Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel 1
(Dengan Penambahan α-tocopherol) .............................................. 32
Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel 2
(Dengan Penambahan α-tocopherol) .............................................. 33
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata pH Emulsi Kontrol dan
Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah
Penyimpanan ................................................................................... 35
Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Kontrol
dan Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan
Setelah Penyimpanan ...................................................................... 37
Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Diameter Globul Emulsi
Kontrol dan Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum
dan Setelah Penyimpanan ............................................................... 38
Gambar 4.8 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ............... 40
Gambar 4.9 Perbandingan Kandungan Senyawa Thymoquinone Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah
Penyimpanan ................................................................................... 42
xiii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam
(Nigella sativa L.) ............................................................................. 21
Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Asam Lemak Minyak Statis Biji Jinten Hitam
(Nigella sativa L.) ............................................................................ 21
Tabel 3.1 Formula Emulsi Kontrol Minyak Biji Jinten Hitam
(Tanpa α-tocopherol) ........................................................................ 25
Tabel 3.2 Formula Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten Hitam
(Dengan Penambahan α-tocopherol)................................................. 26
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol Minyak Biji
Jinten Hitam (Tanpa α-tocopherol) ................................................... 30
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel Minyak Biji
Jinten Hitam (Dengan Penambahan α-tocopherol) ........................... 32
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tipe Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) ............ 34
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Tipe Emulsi Sampel (Dengan penambahan
α-tocopherol) ..................................................................................... 34
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata pH Emulsi Kontrol Minyak Biji
Jinten Hitam (Tanpa α-tocopherol) ................................................... 35
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata pH Emulsi Sampel Minyak Biji
Jinten Hitam (Dengan Penambahan α-tocopherol) ........................... 35
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Kontrol
Minyak Biji Jinten Hitam (Tanpa α-tocopherol) .............................. 36
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Sampel
Minyak Biji Jinten Hitam (Dengan Penambahan α-tocopherol) ....... 36
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata Diameter Globul Emulsi
Kontrol Minyak Biji Jinten Hitam (Tanpa α-tocopherol) ................. 38
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata Diameter Globul Emulsi
Sampel Minyak Biji Jinten Hitam (Dengan Penambahan
α-tocopherol) ..................................................................................... 38
Tabel 4.11 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Kontrol Minyak Biji Jinten
Hitam (Tanpa α-tocopherol) ............................................................. 39
Tabel 4.12 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten
Hitam (Dengan Penambahan α-tocopherol)...................................... 39
Tabel 4.13 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi Kontrol
(Tanpa α-tocopherol) Sebelum dan Setelah Penyimpanan ............... 41
Tabel 4.14 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi Sampel (Dengan
Penambahan α-tocopherol) Sebelum dan Setelah
Penyimpanan ..................................................................................... 41
Tabel 4.15 Perubahan Persen (%) Area Kandungan Senyawa Kimia
Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam ................................. 42
xiv
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kerangka Penelitian...................................................................... 49
Lampiran 2. Perhitungan Bahan........................................................................ 50
Lampiran 3. Perhitungan Diameter Rata-rata Globul Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan ........................ 51
Lampiran 4. Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian ...................................... 61
Lampiran 5. Hasil Kromatogram GCMS .......................................................... 62
Lampiran 6. Sertifikat Analisa Minyak Biji Jinten Hitam ................................ 72
Lampiran 7. Sertifikat Analisa Tragakan ........................................................... 73
Lampiran 8. Sertifikat Analisa Natrium Benzoat .............................................. 74
Lampiran 9. Sertifikat Analisa Sukrosa ............................................................ 75
Lampiran 10. Sertifikat Analisa α-tocopherol .................................................... 76
Lampiran 11. Sertifikat Analisa n-Heksan .......................................................... 77
1
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jinten hitam (Nigella sativa L.) merupakan tanaman herbal
berbunga tahunan yang banyak ditanam di negara Mediterania, Timur
Tengah, Eropa Timur, dan Asia Barat. Di Timur Tengah, Afrika Utara,
dan India biji jinten hitam telah lama digunakan secara tradisional selama
berabad-abad untuk pengobatan asma, batuk, bronkitis, sakit kepala,
rematik, demam, influenza dan eksim serta sebagai antihistamin,
antidiabetes, antiinflamasi, antioksidan, dan meningkatkan sistem imun
(Burits and Bucar, 2000; Paarakh, 2010).
Minyak biji jinten hitam yang berada di pasaran umumnya berupa
sediaan minyak yang dikemas dalam botol, dalam bentuk soft kapsul, dan
dalam bentuk serbuk yang dicampur dengan minyak zaitun, sari kurma,
serta madu. Selain itu pada penelitian sebelumnya telah dilakukan
formulasi minyak biji jinten hitam yang dikombinasi dengan olive oil
dalam bentuk sediaan mukoadhesif untuk pengobatan infeksi pada vagina.
(Sangi, et al., 2011).
Senyawa marker aktif dalam minyak atsiri jinten hitam adalah
thymoquinone yang merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap
aktivitasnya (El-Tahir, et al., 1993). Thymoquinone merupakan senyawa
fitokimia berbasis benzoquinone yang larut minyak yang menunjukkan
aktivitas antioksidan dan antikanker yang luar biasa, tetapi thymoquinone
memiliki kelarutan yang buruk dalam air (Tubesha, et al., 2013).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indayanti,
2014, telah dibuat emulsi minyak biji jinten hitam tetapi emulsi tersebut
tidak stabil secara kimia. Sediaan yang mengandung minyak rentan
terhadap oksidasi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibuat emulsi
minyak biji jinten hitam yang dimodifikasi dengan ditambahkan
antioksidan luar untuk menggantikan antioksidan alami yang hilang akibat
proses tertentu.
2
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,
antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya
reaksi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo,
1999).
Dalam penelitian ini, antioksidan yang digunakan adalah α-
tocopherol atau disebut juga vitamin E. α-tocopherol adalah contoh dari
antioksidan fenolik. Beberapa molekul dengan mudah mendonasikan
hidrogen dari gugus hidroksil (-OH) pada struktur cincin kepada radikal
bebas, di mana radikal bebas tersebut akan menjadi tidak reaktif. Ketika
mendonasikan hidrogen, senyawa fenolik sendiri relatif akan menjadi
radikal bebas yang tidak reaktif karena elektron tak berpasangan pada
atom oksigen biasanya terdelokalisasi menjadi struktur cincin aromatik
yang dengan demikian meningkatkan stabilitasnya (Food and Agriculture
Organization of the United Nations, 2001).
1.2 Batasan Masalah
Dalam penelitian uji stabilitas fisik dan komponen kimia pada
emulsi minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) tipe minyak dalam air
dengan penambahan antioksidan α-tocopherol menggunakan GCMS ini
masalah dibatasi pada evaluasi stabilitas fisik dan komponen kimia dari
emulsi minyak jinten hitam sebelum dan setelah penyimpanan selama 21
hari pada suhu ruang.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana stabilitas fisik sediaan emulsi minyak biji jinten hitam tipe
minyak dalam air dengan penambahan antioksidan α-tocopherol
0,02% selama penyimpanan 21 hari dan perbandingannya dengan
emulsi tanpa antioksidan α-tocopherol?
2. Bagaimana stabilitas kimia komponen penyusun minyak atsiri biji
jinten hitam dalam formulasi sediaan emulsi tipe minyak dalam air
dengan penambahan antioksidan α-tocopherol 0,02% selama
3
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
penyimpanan 21 hari dan perbandingannya dengan emulsi tanpa
antioksidan α-tocopherol?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui stabilitas fisik sediaan emulsi minyak biji jinten
hitam tipe minyak dalam air dengan penambahan antioksidan α-
tocopherol 0,02% selama penyimpanan 21 hari dan
membandingkannya dengan emulsi tanpa antioksidan α-tocopherol.
2. Untuk mengetahui stabilitas kimia komponen penyusun minyak atsiri
biji jinten hitam dalam formulasi sediaan emulsi tipe minyak dalam
air dengan penambahan antioksidan α-tocopherol selama
penyimpanan 21 hari dan membandingkannya dengan emulsi tanpa
antioksidan α-tocopherol.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi
mengenai stabilitas senyawa aktif yang terkandung di dalam minyak biji
jinten hitam yang diformulasikan sebagai emulsi tipe minyak dalam air
dengan penambahan antioksidan α-tocopherol sebelum dan setelah
penyimpanan selama 21 hari pada suhu ruang.
4
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak
yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa,
sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau
larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti
minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam
minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi
yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan
besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan
pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar-
permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas
fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga
mengurangi tegangan antar permukaan antara fase, sehingga meningkatkan
proses emulsifikasi selama pencampuran (FI IV).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawet sangat
penting dalam emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal
mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada
bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik dan bakteriostatik.
Bakteri ternyata dapat menguraikan bahan pengemulsi non ionik dan
anionik, gliserin, dan sejumlah bahan penstabil alam seperti tragakan dan
gom guar (FI IV).
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam
air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut
mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya
minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan
pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan
sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak
5
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dapat mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan
lebih mudah diabsorpsi, atau jika bukan dimaksudkan untuk itu, tugasnya
juga akan lebih efektif, misalnya meningkatkan efikasi minyak mineral
sebagai katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi (Ansel, 2008).
2.1.1 Formula Emulsi
Formula emulsi yang digunakan pada penelitian ini adalah:
a. Fase Minyak
Secara umum fase minyak dari emulsi merupakan suatu zat
aktif yang memiliki aktivitas farmakologi. Parafin cair, minyak
castor, minyak ikan, minyak wijen merupakan contoh minyak yang
biasa diformulasi menjadi emulsi untuk sediaan oral. Minyak biji
kapas, minyak kacang kedelai, dan minyak safflower biasa
digunakan sebagai emulsi untuk penggunaan infus. Minyak
turpentine dan benzyl benzoate biasa diformulasi emulsi untuk
penggunaan eksternal (Aulton and Taylor, 2001). Dalam penelitian
ini minyak yang digunakan adalah minyak biji jinten hitam dengan
konsentrasi 10% (Peter, KV, 2004).
b. Fase Air
Fase air atau pelarut yang digunakan dalam pembuatan
emulsi adalah aquademineralisata. Aquademineralisata ini
diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis
terbalik, atau cara lain yang sesuai. Air yang digunakan harus
bebas mineral, partikel, dan mikroba (Rowey, Sheskey dan Owen,
2009).
c. Emulsifying Agent (Emulgator)
Dalam membentuk emulsi yang stabil bahan pembentuk
emulsi ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara
fase minyak dan air atau merusak lapisan yang mengelilingi globul
emulsi (Silva, et al., 2011).
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tragakan. Tragakan 1,5% dipilih karena merupakan
6
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
emulgator alam dan berdasarkan penelitian sebelumnya dihasilkan
emulsi dengan viskositas yang paling baik (Nabiela, 2013).
Tragakan tidak larut dalam air, etanol 95%, dan pelarut organik
lain. Meskipun tidak larut dalam air namun tragakan dapat
mengembang 10 atau 20 kali dari beratnya baik di dalam air panas
ataupun air dingin (Rowey, Sheskey dan Owen, 2009; Anief,
2006).
Data Preformulasi Tragakan (HOPE, 6th Edition)
Sinonim : gum tragacanth, tragacantha
Organoleptis : serbuk, berwarna putih hingga
kekuningan, tidak berbau.
Membentuk lapisan transparan
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air,
ethanol (95%), dan pelarut organik
lain. Bisa mengembang dengan
cepat dengan sepuluh kali beratnya
dalam air baik air panas atau
dingin
Keasaman-kebasaan : pH 5-6 pada larutan terdispersi 1%
w/v
Nilai keasaman : 2-5
Kandungan air : < 15% w/w
Manfaat penggunaan : agen pensuspensi, agen peningkat
viskositas
Stabilitas dan penyimpanan : stabil pada pH 4-8 dan pada wadah
tertutup rapat dengan kondisi sejuk
dan kering
Inkompatibilitas : menurunkan efek sebagai
pengawet pada benzalkonium
klorida, klorbutanol, dan
methylparaben
7
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Selain tragakan, zat pengemulsi dan penstabil untuk sistem farmasi
adalah sebagai berikut:
1. Bahan-bahan karbohidrat
Akasia (gom), tragakan, agar,
kondrus
2. Zat-zat protein Gelatin, kuning telur, dan kasein
3. Alkohol dengan bobot
molekul tinggi
Stearil alkohol, setil alkohol, dan
gliseril monostearat
4. Zat-zat pembasah, yang bisa
bersifat kationik, anionik,
dan nonionik.
Kationik: benzalkonium klorida
Nonionik: ester-ester sorbitan
dan turunan polietilen
5. Zat padat yang terbagi halus
Tanah liat koloid termasuk
bentonit,
magnesium hidroksida, dan
aluminium hidroksida [sumber: Ansel, 1989]
d. Pengawet
Pengawet yang digunakan pada penelitian ini adalah
natrium benzoat dengan konsentrasi 0,1%. Natrium benzoat dipilih
sebagai pengawet karena kompatibel dengan tragakan. Natrium
benzoat larut dalam etanol 95% (1:75), etanol 90% (1:50), dan air
(pada suhu 20oC 1:1,8 dan pada suhu 100
oC 1:1,4). Natrium
benzoat memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik dan anti jamur
yang optimal pada pH 2-5 serta pada kondisi basa hampir tidak
memiliki efek (Rowey, Sheskey and Owen, 2009).
Data Preformulasi Natrium Benzoat (HOPE, 6th Edition)
Sinonim : sodium benzoic acid, benzoic acid
sodium salt
Organoleptis : berupa serbuk, granul, atau kristal
yang sedikit higroskopis, berwarna
putih, tidak berbau
8
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kelarutan : ethanol 95% (1 in 75), ethanol
90% (1 in 50), air (1 in 1,8; 1 in
1,4 at 100oC)
Keasaman-kebasaan : pH 8
Densitas : 1,497-1,527 g/cm3
at 24oC
Manfaat penggunaan : pengawet, lubrikan tabelt dan
kapsul
Stabilitas dan penyimpanan : penyimpanan pada wadah tertutup
rapat dengan kondisi sejuk dan
kering
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan senyawa
kuartener, gelatin, garam Fe,
garam kalsium, logam berat seperti
merkuri, perak
e. Pemanis
Pemanis yang digunakan yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan
pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan oral.
Sukrosa disini berfungsi untuk menutupi rasa dari sediaan yang
kurang enak. Konsentrasi sukrosa sebagai pemanis pada sediaan
oral yaitu 50-67%. Sukrosa praktis tidak larut dalam kloroform,
larut dalam etanol (1:400), etanol 95% (1:170), propan-2-ol
(1:400), dan air (pada suhu 20oC 1:0,5 dan pada suhu 100
oC 1:0,2)
(Rowey, Sheskey and Owen, 2009).
f. Antioksidan
Autooksidasi adalah suatu oksidasi rantai radikal bebas.
Oleh karena itu, reaksi tersebut dapat dihambat dengan tidak
adanya oksigen, oleh pemecah rantai radikal bebas atau oleh suatu
zat pereduksi. Pada autooksidasi, minyak-minyak tidak jenuh,
seperti minyak nabati, menimbulkan ketengikan dengan bau,
penampilan, dan rasa yang tidak menyenangkan (Lachman, 2008).
Pemilihan suatu antioksidan khusus tergantung pada
keamanannya, dapat diterima untuk penggunaan khusus, dan
9
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
kemanjurannya. Antioksidan biasa digunakan pada konsentrasi
yang berkisar dari 0,001 sampai 0,1%. Berikut bahan-bahan yang
digunakan sebagai antioksidan: (Lachman, 2008)
Asam galat
Propil galat
Asam askorbat
Askorbil palmitat
Sulfit
Antioksidan mampu menghambat terbentuknya radikal bebas pada
tahap inisiasi dan menghambat kelanjutan reaksi autooksidasi pada tahap
propagasi. Hal ini disebabkan karena antioksidan memiliki energi aktivasi
yang rendah untuk melepaskan satu atom hidrogen kepada radikal lemak,
sehingga tahap oksidasi lebih lanjut dapat dicegah. Berdasarkan
sumbernya, antioksidan dapat dibedakan dalam 2 golongan, yaitu:
a. Antioksidan alami (secara alami terdapat pada lemak nabati),
contohnya adalah α-tocopherol.
b. Antioksidan sintetis (antioksidan yang diperoleh dari hasil reaksi
kimia), contohnya adalah Buthylated Hydroxy Anisole (BHA),
Buthylated Hydroxy Toluene (BHT), Prophyl Gallate (PG).
Batas penggunaan antioksidan sintetis harus diperhatikan karena
sebagian besar antioksidan sintetis adalah senyawa-senyawa fenolik yang
dapat menyebabkan keracunan pada konsentrasi tertentu (Khamidinal, et
al., 2007).
Antioksidan yang digunakan pada penelitian ini adalah α-
tocopherol yang merupakan antioksidan fenolik yang terdapat secara alami
dalam minyak nabati dan berfungsi untuk menjaga kualitas minyak dengan
cara menghentikan radikal bebas. Molekul α-tocopherol dapat
mengganggu reaksi rantai radikal bebas dengan menangkap radikal bebas.
Gugus hidroksil bebas pada cincin aromatik bertanggung jawab terhadap
sifat antioksidan. Hidrogen dari gugus tersebut didonasikan ke radikal
bebas, menghasilkan bentuk radikal bebas yang relatif stabil dari α-
L-α-tocopherol
Hidroksitoluen terbutilasi
Hidroksianisol terbutilasi
4-hidroksimetil-2,6-di-ter-
butilfenol
10
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
tocopherol. (Engin, 2009). Konsentrasi α-tocopherol merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan. Secara umum,
aktivitas antioksidan paling baik pada konsentrasi yang lebih rendah dan
dapat meningkat atau menjadi prooksidan dalam konsentrasi yang lebih
tinggi. Konsentrasi optimal untuk α-tocopherol yaitu 0,02% (Ruben, et al.,
2007).
Preformulasi α-tocopherol (HOPE, 6th Edition)
Rumus Molekul : C29H50O2
Berat Molekul : 430,72
Organoleptis : larutan berminyak, jernih, tidak berwarna atau kuning
kecoklatan, kental
Fungsi : antioksidan
Titik didih : 235oC
Densitas : 0,947 – 0,951 g/cm3
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam
aseton, etanol, eter, dan minyak nabati
Stabilitas : α-tocopherol teroksidasi secara perlahan dengan
oksigen dan teroksidasi dengan cepat dengan garam
besi dan perak
Penyimpanan : disimpan dibawah gas inert, dalam wadah kedap udara
di tempat sejuk, kering, dan terhindar dari cahaya
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan peroksida dan ion logam,
terutama besi, tembaga, dan perak. Α-tocopherol
dapat terabsorpsi ke dalam plastik.
11
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.1.2 Evaluasi Sediaan Emulsi
Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan
dari suatu sediaan emulsi dalam jangka waktu penyimpanan tertentu.
Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan melalui pengamatan organoleptis
(bau dan warna), pengamatan secara fisik (viskositas, diameter globul rata-
rata, pH, dan volume creaming), serta pengamatan secara kimia (degradasi
zat aktif) (Martin, et al., 1993; Ansel, 1989; Lachman, et al., 1994).
2.1.3 Stabilitas Sediaan Emulsi
Stabilitas merupakan suatu kemampuan produk obat atau kosmetik
agar dapat mempertahankan spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan,
kualitas, dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004).
Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan
fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau,
warna, dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik (Martin, et al., 1993).
Beberapa fenomena yang menjadi parameter dalam menentukan
ketidakstabilan fisik dalam emulsi yaitu:
a. Creaming
Creaming merupakan peristiwa pembentukan agregat dari
bulatan fase dalam yang memiliki kecenderungan yang lebih besar
untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi
tersebut daripada partikel-partikelnya sendiri (Martin, et al., 1993).
b. Koalesen
Koalesen merupakan proses penipisan atau terganggunya
lapisan film antar droplet sehingga menyebabkan adanya fusi dari
dua atau lebih droplet yang ukurannya menjadi lebih besar dari
ukuran semula (Wiley, et al., 2013).
c. Cracking
Kerusakan yang paling besar dari emulsi adalah cracking.
Pada fenomena ini emulsi terpisah menjadi dua fase yaitu fase
12
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
minyak dan fase air dan tidak dapat bercampur meskipun
dilakukan pengocokan (Ansel, 1989).
Selain uji stabilitas fisik, uji stabilitas kimia pada emulsi juga
dilakukan. Uji stabilitas kimia pada emulsi salah satunya adalah dengan
cara menganalisis perolehan kembali zat aktif yang terkandung dalam
emulsi. Stabilitas kimia dari molekul sediaan merupakan hal yang sangat
penting karena berhubungan dengan efek dan keamanan dari suatu produk
obat.
Pedoman dari FDA dan ICH menyebutkan berbagai persyaratan
untuk uji stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan obat
dan produk obat seiring dengan perubahan waktu dibawah pengaruh
berbagai kondisi lingkungan. Studi tentang stabilitas molekul membantu
untuk memilih formula yang tepat dan pengemasan yang baik sekaligus
untuk mengetahui kondisi penyimpanan serta umur simpan. Studi stabilitas
ini mencakup studi stabilitas jangka panjang, studi stabilitas dipercepat.
Studi jangka panjang dilakukan selama 12 bulan dan studi dipercepat
dilakukan dalam waktu 6 bulan. Selain itu, ada juga forced degradation
studies yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu dalam
hitungan minggu. Hasil dari forced degradation studies ini dapat
digunakan untuk pengembangan indikasi dari metode yang digunakan
dalam studi jangka panjang dan dipercepat (Blessy M, et al., 2013).
2.1.4 Sifat Fisik Emulsi yang Baik
Sifat fisik emulsi yang baik meliputi: (Aulton, 2008)
1. Sediaan emulsi harus tetap homogen pada saat pengocokan dalam
wadah sampai saat penuangan dari wadah.
2. Creaming yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah
diredispersikan kembali.
3. Sediaan emulsi sebaiknya dibuat agak kental agar dapat menurunkan
laju pembentukan creaming globul minyak, namun viskositas sediaan
emulsi tersebut jangan terlalu tinggi karena dapat menyulitkan pada
saat penuangan.
13
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
4. Terlihat dalam satu fase.
5. Ukuran globul yang dihasilkan seragam dan kecil.
2.2 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat
Kebanyakan penguraian bahan farmasi dapat digolongkan sebagai
hidrolisis atau oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu
gugus fungsional, dan obat ini mungkin bisa terhidrolisis dan teroksidasi
bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerasi, dan fotolisis
juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan,
padatan, dan semisolid (Martin, et al., 1993).
2.2.1 Reaksi Hidrolisis
Obat dengan gugus fungsi seperti eter, amine, keton, ester, amida,
lakton atau laktam secara umum dapat mengalami degradasi yang
disebabkan hidrolisis. Air memiliki peran penting dalam terjadinya reaksi
hidrolisis. Hal ini disebabkan karena air berperan sebagai media terjadinya
interaksi (Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007). Reaksi hidrolisis adalah
reaksi penguraian garam oleh air atau reaksi ion-ion garam dengan air.
Garam-garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah atau
keduanya akan terurai dalam air membentuk asam bebas dan basa bebas.
Reaksi salah satu atau kedua ion larutan garam dengan air menyebabkan
perubahan konsentrasi ion H+ maupun ion OH
- dalam larutan. Akibatnya,
larutan garam dapat bersifat asam, basa, maupun netral.
Dalam penguraian garam dapat terjadi beberapa kemungkinan:
(Sastrohamidjojo, 2005)
1. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion H+, sehingga
menyebabkan [H+] dalam air bertambah mengakibatkan [H
+] > [OH
-
] dan larutan bersifat asam.
2. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion OH-, sehingga
menyebabkan [H+] < [OH
-] dan larutan bersifat basa.
3. Ion garam tidak dengan air sehingga [H+] dalam air akan tetap sama
dengan [OH-] dan air akan tetap netral (pH=7).
Contoh: HCl + NH4OH ↔ NH4+ + Cl
- + H2O
14
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.2.2 Reaksi Oksidasi
Reaksi dekomposisi pada larutan obat yang umum terjadi pada
senyawa selain hidrolisis adalah oksidasi. Reduksi merupakan
penambahan elektron pada molekul dan oksidasi merupakan pelepasan
elektron dari molekul. Dalam kimia organik, oksidasi sering dianggap
sinonim dengan lepasnya hidrogen (dehidrogenasi). Bila suatu reaksi
melibatkan molekul oksigen biasanya disebut autooksidasi karena
biasanya terjadi secara spontan dalam keadaan normal. Oksidasi sering
melibatkan radikal bebas dan yang diikuti reaksi-reaksi berantai. Radikal
bebas adalah molekul/atom yang mengandung satu atau lebih elektron
tidak berpasangan seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O-
O. Radikal ini cenderung untuk menarik elektron dari zat lain sehingga
terjadi oksidasi. Dalam kebanyakan reaksi oksidasi, laju reaksi berbanding
lurus dengan konsentrasi dari molekul pengoksidasi tetapi mungkin tidak
bergantung pada konsentrasi oksigen. Reaksi ini biasanya dikatalisis oleh
oksigen, logam berat, dan peroksida organik. Obat dengan gugus fungsi
aldehid, alkohol, fenol, alkaloid, atau yang mengandung minyak dan
lemak tak jenuh mudah mengalami reaksi oksidasi ini (Martin, et al.,
1993; Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007).
2.2.3 Reaksi Isomerisasi
Reaksi isomerisasi merupakan proses kimia dari suatu senyawa
yang berubah menjadi bentuk senyawa isomer lainnya namun tetap
memiliki komposisi kimia yang sama dengan senyawa asalnya hanya
memiliki perbedaan pada struktur atau konfigurasi sehingga memiliki sifat
fisika dan kimia yang berbeda juga dengan senyawa asalnya. Senyawa
isomer yang terbentuk ini mungkin juga memiliki sifat farmakologi atau
toksikologi yang berbeda (Fathima, et al., 2011).
15
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.3 Demulsifikasi
Demulsifikasi adalah pemecahan emulsi sehingga sediaan terpisah
menjadi 2 fase yaitu minyak dan air dengan menurunkan stabilitas seperti
menghancurkan film interface dengan cara menaikkan suhu, pengadukan,
atau menggunakan zat lain yang dapat mengganggu kestabilan (Wasirnuri,
2008).
Menurut Pabby, et al., 2008, metode demulsifikasi dibagi menjadi
dua, yaitu metode fisika dan metode kimia dimana metode fisika dapat
dilakukan melalui beberapa cara yaitu melalui pemanasan, mekanik, dan
elektrik.
a. Metode Kimia
Pada metode ini dilakukan penambahan demulsifier pada
emulsi. Misalnya aseton, n-butanol, dan 2-propanol yang telah
terbukti berfungsi sebagai demulsifier yang efektif pada aplikasi
tertentu (Pabby, et al., 2008), juga HCl pekat untuk memecah krim
kosmetik (Rohman and Che man, 2011).
b. Metode Fisika
Beberapa metode fisika untuk demulsifikasi yaitu dengan
pemanasan, sentrifugasi, high shear, ultrasonik, disolusi pelarut,
dan medan elektrostatik bertegangan tinggi. Metode non
konvensional lainnya yang telah banyak diteliti yaitu dengan
menggunakan microwave dan membran kaca berpori (Pabby, et al.,
2008).
1. Pemanasan
Prinsip dari metode pemanasan ini adalah terjadi
penurunan viskositas serta peningkatan kelarutan dari
surfaktan. Hal ini akan mengakibatkan melemahkan lapisan
film pada sediaan (Pabby, et al., 2008). Pada jurnal Nour, et
al., 2009 yang membandingkan antara metode pemanasan
untuk demulsifikasi antara modern yang menggunakan
microwave dengan konvensional dan didapatkan hasil
16
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
bahwa metode modern dengan microwave lebih efisien
dalam pemisahan emulsi air dalam minyak.
2. High Shear
Metode demulsifikasi ini menggunakan alat High
Shear. Prinsip kerja dari alat ini yaitu akan merusak
membran atau lapisan dari globul emulsi (Pabby, et al.,
2008).
3. Medan Elektrostatik Bertegangan Tinggi
Mekanisme demulsifikasi dengan metode ini belum
dapat diketahui secara keseluruhan. Secara umum dengan
adanya medan listrik akan membuat droplet mengalami
polarisasi dan elongasi, begitu juga dengan droplet yang
berada di dekatnya, sehingga mereka akan menarik satu
sama lain dan membentuk droplet yang lebih besar. Metode
ini merupakan metode demulsifikasi yang paling efisien
dan ekonomis dilihat dari peralatan yang digunakan dan
parameter pengoperasiannya (Pabby, et al., 2008).
4. Sentrifugasi
Metode pemisahan emulsi ini menggunakan alat
sentrifugasi. Prinsipnya menggunakan gaya sentrifugal
yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi
yang memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara
cairan dengan solid (El-Sayed and Mohammad, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nour, et al., 2009
yang telah melakukan studi pemisahan emulsi minyak
dalam air Virgin Coconut oil dengan menggunakan
sentrifugasi yang memvariasikan kecepatan sentrifugasi
yaitu antara 6000-12000 rpm dengan waktu yang
divariasikan juga yaitu antara 30-105 menit didapatkan
hasil paling baik adalah dengan menggunakan kecepatan
12000 rpm selama 105 menit.
17
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.4 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dari suatu bahan berupa
padatan atau cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat
penting untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi
dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan
berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian
bahan terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut organik yang biasa
digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak seperti
alkohol dan aseton (Harborne, 1987).
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi
dua cara yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat
cair digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya
berupa cairan. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat
cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat
melarutkan salah satu zat. Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut
yang dapat bercampur dengan sampel untuk menarik senyawa target yang
berada pada sampel. Idealnya, pelarut yang dipilih memiliki polaritas yang
dekat dengan senyawa target. Pelarut mudah menguap seperti heksan,
benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan biasanya digunakan untuk
ekstraksi senyawa mudah menguap. Heksan cocok untuk ekstraksi
senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen cocok untuk
senyawa aromatik, eter dan etil asetat cocok untuk senyawa yang relatif
polar mengandung oksigen. Ekstraksi umumnya dilakukan dengan
mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini
merupakan metode yang efisien namun waktu ekstraksi dengan metode ini
panjang (Handbook of Analytical Method, hal: 45-46).
Pada jurnal Venkateshwarlu, et al., 2004 disebutkan untuk
mengisolasi senyawa yang mudah menguap dapat digunakan beberapa
teknik, yaitu melalui destilasi vakum, ekstraksi dengan pelarut, static and
dynamic headspace sampling (DHS), dan solid phase microextraction
(SPME).
18
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.5 Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GCMS)
GCMS merupakan instrumen yang digunakan untuk pemisahan
dan identifikasi. Instrumen ini merupakan gabungan antara kromatografi
gas dan spektroskopi massa. Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk
mendapatkan komponen kimianya, sedangkan bila dilengkapi MS akan
dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa membaca
spektrum bobot molekul pada suatu komponen, dan sekaligus dilengkapi
dengan library (reference) yang ada pada software (Day and Underwood.,
1999).
Kromatografi gas dan spektrometri massa dapat digunakan untuk
memisahkan komponen dengan memberikan waktu retensi dan puncak
elusi yang dapat dimasukkan ke dalam spektrofotometer massa untuk
memperoleh berat molekul, karakteristik dan informasi fragmentasi
(Heinrich, 2004).
2.5.1 Kromatografi Gas
Kromatografi gas digunakan untuk pemisahan suatu senyawa
sehingga sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul
yang lebih kecil (hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram)
(Khopkar, 1990).
Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk
pemisahan senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-
senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Sampel yang mudah
menguap dan stabil terhadap panas akan bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang terantung pada rasio
distribusinya. Pada umumnya solut dari ujung kolom menghantarkan ke
detektor (McNair, et al., 1998).
Komponen kromatografi gas terdiri dari kontrol dan penyedia gas
pembawa, ruang suntik sampel, kolom, dan oven (Day and Underwood.,
1999).
19
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.5.2 Spektroskopi Massa
Spektroskopi massa adalah metode analisis untuk identifikasi
senyawa. Setelah sampel mengalami pemisahan pada GC kemudian akan
diubah menjadi ion-ion, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur
berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa (Khopkar, 1990).
Teknik ini memungkinkan untuk mengukur berat molekul dari
senyawa dan ion molekular yang diidentifikasi, dan juga teknik ini
memungkinkan untuk mengukur ion secara akurat untuk memastikan
jumlah dari atom hidrogen, karbon, oksigen dan atom lain yang terdapat
dalam suatu molekul. Spektroskopi massa akan memberikan hasil data
berupa rumus molekul (Heinrich, 2004).
Komponen spektroskopi massa terdiri dari sumber ion, filter,
pengumpul ion, dan detektor (Day and Underwood., 1999).
2.6 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
2.6.1 Morfologi Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Jinten hitam merupakan jenis tanaman terna setahun berbatang
tegak. Memiliki batang berusuk dan berbulu tegak, rapat atau jarang-
jarang dengan disertai adanya bulu-bulu berkelenjar. Bentuk daun lanset,
berbentuk garis dengan panjang 1,5-2 cm. Ujung runcing dan memiliki 3
tulang daun berbulu. Memiliki daun tunggal atau majemuk yang posisinya
tersebar atau berhadapan. Daun pembalut bunga kecil. Tanaman jinten
hitam ini memiliki jumlah kelopak bunga 5 dengan bentuk bundar telur
yang ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul. Pangkal mengecil
membentuk sudut yang pendek dan besar. Memiliki bulu pada mahkota
bunga yang jarang dan pendek dengan jumlah mahkota bunga pada
umumnya 8 dan bentuk agak memanjang namun lebih kecil dari kelopak
bunga. Bibir bunga 2, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang
berbentuk benang dan bibir bagian bawah memiliki ujung tumpul. Benang
sari banyak dan gundul, kepala sari jorong, berwarna kuning, dan sedikit
tajam. Memiliki buahd engan bentuk bulat telur atau agak bulat. Biji
jorong bersudut 3 tidak beraturan yang sedikit membentuk kerucut,
20
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
panjang 3 mm, berkelenjar, dan berwarna hitam (Materia Medika Jilid III,
1979).
Gambar 2.1 Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
(Sumber: Rajsekhar, et al., 2011, telah diolah kembali)
Klasifikasi Tanaman (USDA)
Kingdom : Plantae
Sub Kindom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatopita
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Magnoliidae
Ordo : Ranunculales
Family : Ranunculaceae
Genus : Nigella L
Spesies : Nigella sativa L
2.6.2 Bagian Tanaman yang Digunakan
Bagian tanaman yang digunakan pada tanaman jinten hitam adalah
bagian bijinya. Biji jinten hitam mengandung minyak atsiri sampai 1,5%,
karven 45-60%, d-limonena, simena dan terpen-terpen lainnya, glukosida
saponin, glukosida beracun melantin, minyak lemak 37,5% dan zat pahit.
Penggunaan sebagai stimulan, karminatif, emenagoga, galaktatoga, dan
diaforetika (Materia Medika Jilid III, 1979).
21
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.6.3 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Berdasarkan historisnya, investigasi senyawa kimia pada biji
Nigella sativa L. pertama kali dimulai pada tahun 1880 dengan kandungan
minyak 37% dan abu 4,1% (El-Din, et al., 2006). Pada minyak biji jinten
hitam mengandung minyak statis dan minyak atsiri. Komposisi senyawa
kimia minyak atsiri dan minyak statis biji jinten hitam secara umum dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam
(Nigella sativa L.)
Senyawa Kandungan (%) Senyawa Kandungan (%)
α- thujene 2,4 Fenchone 1,1
α- pinene 1,2 Dihydrocarvone 0,3
Sabinene 1,4 Carvone 4,0
β- pinene 1,3 Thymoquinone 0,6
Myrcene 0,4 Terpinen-4-ol 0,7
p-cymene 14,8 Carvacrol 1,6
α- phellandrene 0,6 p-cymene-8-ol 0,4
Limonene 4,3 α- longipinene 0,3
γ- terpinene 0,5 Longifolene 0,7
[Sumber: Nickavar, et al., 2003, dengan pengolahan kembali]
Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam
(Nigella sativa L.)
Senyawa Kandungan (%)
Asam linoleat 55,6
Asam oleat 23,4
Asam palmitat 12,5
Asam linolenat 0,4
Asam stearat 3,4
Asam laurat 0,6
Asam miristat 0,5
Asam eicosadienoat 3,1
Total asam lemak 99,5
[Sumber: Nickavar, et al., 2003, dengan pengolahan kembali]
22
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.6.4 Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam
a. Antikanker
Pada jurnal Rajsekhar, et a.l, 2011 dilakukan penelitian
thymoquinone yang memiliki aktivitas penghambatan dari
antineoplastik. Minyak esensial diinjeksikan langsung ke tumor,
dalam mengurangi volume tumor, menghambat perkembangan
metastatis dan menunda kematian dari aktivitas tumor P815 pada
tumor tikus. Thymoquinone menunjukkan pertumbuhan aktivitas
penghambatan antineoplastik in vitro dan in vivo yang menjanjikan
terhadap variasi sel tumor dan aktivitas penghambatan pada
pertumbuhan sel kanker dan kemampuan untuk menginduksi
apoptosis. Thymoquinone didapatkan aktif terhadap variasi sel
kanker pada manusia yang resisten terhadap multidrug.
Thymoquinone juga menunjukkan aktivitas antineoplastik pada sel
kanker prostat yang telah dibuktikan dengan senyawanya yang
secara efektif memblok fase G1 sel kanker prostat dari memasuki
fase S dan oleh karena itu dapat digunakan dalam pengobatan
kanker prostat, khususnya dalam kasus hormon yang sulit
disembuhkan. Thymoquinone juga memproduksi destruksi selular
yang signifikan dan gangguan fungsi metabolik selular dari SW-
626 sel kanker colon pada manusia, yang mana dapat dibandingkan
dengan efek dari 5-fluorourasil.
Pada jurnal Hassan, et al., 2008, telah dilakukan penelitian
efek thymoquinone sebagai antikanker pada sel karsinoma
hepatoseluler (HepG2). Studi ini dilakukan dengan memberikan
pengobatan pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2) dengan
thymoquinone konsentrasi bertingkat (25-400 μM) selama 12-24
jam. Kemudian kelangsungan hidup dan proliferasi dari sel uji
dimonitor. Hasil dari studi ini dapat dilihat berdasarkan data yang
menunjukkan bahwa pengobatan sel dengan konsentrasi < 200 μM
menghasilkan penghambatan yang signifikan dari kelangsungan
hidup sel pada 12-24 jam dibandingkan dengan kontrol.
23
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
b. Antioksidan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muhamma Raza, et
al., 2006 senyawa thymoquinone yang terdapat dalam minyak atsiri
biji jinten hitam dalam bentuk minuman untuk pencegahan yang
diberikan selama 5 hari (8 mg/kg/hari p.o.) terbukti dapat
melindungi mencit dari hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl4.
Efek hepatoprotektif dari thymoquinone terhadap hepatotoksisitas
yang diinduksi oleh CCl4 ditunjukkan oleh pencegahan yang
signifikan untuk peningkatan serum ALT, AST dan LDH yang
terkait dengan penghambatan yang signifikan dalam produksi
peroksida oleh lipid di hati.
c. Antimikroba
Aktivitas antimikroba telah dievaluasi menggunakan
metode disc diffusion. Minyak atsiri dengan konsentrasi 20 μg
untuk test diaplikasikan ke disc. Hasil aktivitas antimikroba dari
minyak atsiri Nigella sativa dibandingkan berdasarkan dengan
standard, efikasi minyak atsiri jauh lebih baik daripada standard.
(Rajsekhar, et al., 2011).
d. Antidiabetes
Dalam studi yang dilakukan oleh Rajsekhar, et al., 2011
melakukan penelitian tentang aktivitas antidiabetes yang dievaluasi
pada sukarelawan manusia. Biji Nigella sativa digunakan sebagai
terapi adjuvant untuk pengobatan. Sejumlah 94 pasien direkrut dan
dibagi secara acak dalam 3 grup dosis. Kapsul berisi Nigella sativa
diberikan secara oral dalam dosis 1, 2, dan 3 mg/hari selama 3
bulan. Nigella sativa pada dosis 2 mg/hari menyebabkan
penurunan yang signifikan terhadap FBG, 2hPG, dan HbA tanpa
mempengaruhi berat badan secara signifikan. Gula darah puasa
menurun, dan fungsi sel β meningkat pada 12 minggu pengobatan.
24
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Obat dan Pangan
Halal, Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, dan
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dimulai
dari bulan Juni 2015.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gas
Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS) (Agilent Technologies
7890A), stand up stirrer (STIRER IKA), alat sentrifugasi, pH meter
(Horiba pH meter F-52), viskometer (HAAKE Visco Tester 6R), rotary
evaporator (Eyela), timbangan analitik (AND GH-202), mikroskop optik
(Olympus), botol sediaan (Schott Duran), corong pisah (Pyrex), gelas ukur
(Pyrex), beaker glass (Pyrex), labu erlenmeyer (Pyrex), magnetic stirrer,
hot plate, vial, cawan penguap, kaca arloji, pipet tetes, batang pengaduk,
dan spatula.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak
biji jinten hitam (Nigella sativa, L seed oil) (CV Cipta Anugerah),
tragakan (Brataco), sukrosa (CV Cipta Anugerah), natrium benzoat (CV
Cipta Anugerah), α-tocopherol (CV Cipta Anugerah), dan aquades. Untuk
pereaksi kimia yang digunakan adalah n-heksan pro analisis (Merck) dan
HCl pekat pro analisis (Smart Lab).
25
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penyiapan Sampel Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel minyak biji jinten hitam didapatkan dari CV Cipta Anugrah.
Dibeli sebanyak tiga liter pada tanggal 16 Desember 2014. Sampel yang
dibeli memiliki certificate of analysis (COA). Pada COA terdapat data
karakterisasi dari minyak biji jinten hitam yang meliputi:
Organoleptis : berwarna kuning pucat sampai kuning dan
kuning kehijauan, berbentuk cairan kental
Berat jenis : 0,9152 - 0,9260
Nilai asam : maksimal 10
Nilai peroksida : maksimal 45 ml oksigen dalam setiap kg
sampel
Waktu simpan : 24 bulan dalam penyimpanan yang tepat
Penyimpanan : dalam ruang gelap, dingin (tidak lebih dari
20oC), kering dan ruang berventilasi
Komponen utama : asam stearat 2-3%, asam oleat 20-30%, asam
linoleat 50-65%
3.3.2 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
A. Formula Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Formula dari emulsi minyak biji jinten hitam kontrol (tanpa α-
tocopherol) dan sampel (dengan penambahan α-tocopherol) dapat
dilihat pada tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Formula Emulsi Kontrol Minyak Biji Jinten Hitam (Tanpa
α-tocopherol)
Bahan Konsentrasi
Minyak Biji Jinten Hitam 10%
Tragakan 1,5%
Natrium Benzoat 0,1%
Sukrosa 25%
Aquades Ad 100%
[sumber: Indayanti, 2014, dengan pengolahan kembali]
26
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Tabel 3.2 Formula Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten Hitam (dengan
Penambahan α-tocopherol)
Bahan Konsentrasi
Minyak Biji Jinten Hitam 10%
Tragakan 1,5%
Natrium Benzoat 0,1%
Sukrosa 25%
α-tocopherol 0,02%
Aquades Ad 100%
[sumber: Indayanti, 2014, dengan pengolahan kembali]
B. Pembuatan Emulsi Kontrol Minyak Biji Jinten Hitam (Indayanti,
2014)
1. Alat dan bahan disiapkan, kemudian ditimbang bahan–
bahan yang digunakan.
2. Sukrosa dilarutkan dalam aquadest sebanyak 62,5 ml
menggunakan bantuan magnetic stirrer.
3. Natrium benzoat dilarutkan dalam 1 ml aquadest dan
diaduk menggunakan batang pengaduk.
4. Tragakan didispersikan dengan aquades sebanyak 150 ml di
dalam beaker glass kemudian dihomogenkan menggunakan
stand up stirrer dengan kecepatan 950 rpm selama 30
menit.
5. Setelah homogen kemudian tambahkan minyak biji jinten
hitam sedikit demi sedikit sambil terus dihomogenkan
hingga terbentuk korpus emulsi.
6. Kemudian ditambahkan larutan sukrosa, larutan natrium
benzoat, dan sisa aquadest sambil terus dihomogenkan
selama 35 menit dengan kecepatan 1911 rpm.
7. Emulsi yang dihasilkan kemudian ditempatkan dalam botol
bening 100 ml yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu
ruang selama 21 hari.
27
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
8. Masing-masing botol diberi label untuk membedakan hari
evaluasi. Evaluasi dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan
21.
9. Suhu ruang yang pada kondisi penyimpanan emulsi
berkisar 25-27oC.
C. Pembuatan Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten Hitam (Indayanti,
2014)
Prosedur pembuatan emulsi sampel minyak biji jinten
hitam sama dengan pembuatan emulsi kontrol, perbedaannya hanya
pada nomor 5 minyak biji jinten hitam telah dicampur dengan
antioksidan α-tocopherol.
3.3.3 Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah
Penyimpanan
Parameter untuk uji stabilitas, yaitu:
a. Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Baby,
et al., 2007)
Pengamatan organoleptis emulsi dilakukan dengan
mengamati warna, bau, dan pemisahan dari sediaan emulsi pada
hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21.
b. Uji Tipe Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Pengujian tipe emulsi dilakukan dengan metode
pengenceran dengan aquades. Emulsi ditempatkan dalam beaker
glass 100 ml, lalu ditambahkan aquades sedikit demi sedikit. Jika
bercampur maka tipe emulsi minyak dalam air (Aulton, 2011).
Pengujian tipe emulsi dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14,
dan 21.
c. Pengukuran Nilai pH Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Pengukuran pH emulsi dilakukan dengan menggunakan pH
meter. Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21
(Departemen Kesehatan RI, 1995).
28
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
d. Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
(Indayanti, 2014)
Pengukuran viskositas emulsi dilakukan dengan
menggunakan viskometer HAAKE ViscoTester 6R. Sediaan
ditempatkan dalam beaker glass 100 ml kemudian digunakan
spindel no.3 dengan kecepatan 60 rpm. Pengukuran viskositas ini
dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14 dan 21.
e. Pengukuran Nilai Diameter Globul Rata-rata Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam
Diameter globul rata-rata diukur dengan menggunakan
mikroskop optik dengan cara emulsi diletakkan pada kaca objek,
kemudian diamati dengan mikroskop perbesaran 10 x 10.
Pengukuran diameter partikel rata-rata dilakukan pada hari ke 0, 2,
7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan RI, 1995).
f. Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sediaan emulsi sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam
tabung sentrifugasi, kemudian dilakukan sentrifugasi pada
kecepatan 3500 rpm selama 3 menit. Hasil sentrifugasi dapat
diamati dengan adanya pemisahan atau tidak (Suraweera, 2014).
3.3.4 Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sebelum dan Setelah Penyimpanan
A. Pemilihan Kondisi Optimasi GCMS Minyak Biji Jinten Hitam
Optimasi GCMS dilakukan dengan sampel minyak biji jinten hitam
sebanyak 1 μl disuntikkan ke GCMS. Pengaturan kondisi alat GCMS
dilakukan berdasarkan jurnal Kostadinovic, et al., 2011 yang telah
dimodifikasi.
Mode split yang digunakan adalah 1 : 50, laju alir 1 ml/menit dan
suhu oven diatur 100oC ditahan 3 menit, lalu dinaikkan hingga 260
oC
dan laju kenaikan 10oC ditahan 1 menit.
29
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
B. Analisis Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum
dan Setelah Penyimpanan
1. Preparasi Sampel
a. Demulsifikasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Untuk memecah emulsi sehingga fase minyak dan
fase airnya terpisah dilakukan dengan cara menimbang
sampel sebanyak 20 g lalu ditempatkan di erlenmeyer dan
ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 9 ml aquades kemudian
dikocok (Indayanti, 2014).
b. Ekstraksi Cair-cair Minyak Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam
Setelah dikocok kemudian sampel dipindahkan ke
corong pisah dan ditambahkan 15 ml n-heksan lalu
diekstraksi. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu fase
n-heksan yang didapat digabung dan dievaporasi sampai
didapatkan minyak pekat (Indayanti, 2014).
2. Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan
Minyak pekat hasil pemecahan emulsi kemudian dianalisis
sebelum dan setelah penyimpanan. Analisis dilakukan pada
hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Kestabilan dilihat berdasarkan pola
kromatogram dari emulsi minyak biji jinten hitam sebelum dan
setelah penyimpanan berdasarkan persen area dari beberapa
komponen senyawa aktif yang terkandung di dalam minyak
biji jinten hitam (Indayanti, 2014).
30
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh
Indayanti, 2014 didapatkan kondisi optimasi stand up stirrer untuk
membentuk emulsi yang homogen yaitu 950 rpm. Pembuatan emulsi
minyak biji jinten hitam ini dilakukan dengan cara mendispersikan
tragakan dalam aquadest dengan perbandingan 1:20 lalu dihomogenkan
dengan kecepatan 965 rpm selama 30 menit sampai homogen dan
berwarna putih susu. Sukrosa dilarutkan dalam aquadest dengan bantuan
magnetic stirrer untuk mempermudah pelarutan sukrosa sehingga lebih
cepat larut dan homogen, dan natrium benzoat juga dilarutkan dalam
aquadest dalam wadah yang berbeda. Setelah tragakan homogen dan
terbentuk warna putih susu, minyak jinten hitam yang telah ditambahkan
dengan antioksidan α-tocopherol dimasukkan sampai terbentuk korpus
emulsi. Selanjutnya dimasukkan larutan sukrosa dan larutan natrium
benzoat, dihomogenkan dengan kecepatan 1915 rpm selama 30 menit.
Hasil emulsi yang didapat yaitu berwarna kuning kecoklatan, memiliki bau
khas minyak biji jinten hitam, dan emulsi homogen, lalu hasil emulsi
dimasukkan ke dalam botol sediaan dan masing-masing diberi label, lalu
disimpan pada suhu ruang (25-27oC).
4.2 Evaluasi Fisik Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
4.2.1 Pengamatan Organoleptis Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum
dan Setelah Penyimpanan
Hasil dari pengamatan organoleptis emulsi minyak biji jinten hitam
sebelum dan setelah penyimpanan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol Minyak Biji Jinten
Hitam
Hari
ke-
Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol 1
Warna Bau Pemisahan
0 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
2 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
7 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
14 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
21 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Sedikit terpisah
31
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Hari
ke-
Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol 2
Warna Bau Pemisahan
0 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
2 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
7 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Sedikit terpisah
14 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Sedikit terpisah
21 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Sedikit terpisah
Hari Ke-0 Hari Ke-2 Hari Ke-7
Hari Ke-14 Hari Ke-21
Gambar 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol 1
Hari Ke-0 Hari Ke-2 Hari Ke-7
Hari Ke-14 Hari Ke-21
Gambar 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol 2
32
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten
Hitam
Hari
ke-
Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel 1
Warna Bau Pemisahan
0 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
2 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
7 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
14 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
21 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
Hari
ke-
Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel 2
Warna Bau Pemisahan
0 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
2 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
7 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
14 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
21 Kuning kecoklatan Khas minyak jinten hitam Homogen
Hari Ke-0 Hari Ke-2 Hari Ke-7
Hari Ke-14 Hari Ke-21
Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel 1
33
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Hari Ke-0 Hari Ke-2 Hari Ke-7
Hari Ke-14 Hari Ke-21
Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Sampel 2
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hasil organoleptis dari
kedua emulsi sampel minyak biji jinten hitam sebelum dan setelah
penyimpanan selama 21 hari tidak terjadi perubahan dari segi warna yang
masih kuning kecoklatan dari hari ke-0 sampai hari ke-21 dan bau khas
minyak jinten hitam yang tidak berubah dari hari ke-0 sampai hari ke-21.
Pemisahan juga tidak terjadi selama penyimpanan 21 hari tersebut.
Perbedaan dapat dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4 antara emulsi kontrol
minyak biji jinten hitam dengan emulsi sampel minyak biji jinten hitam, di
mana pada emulsi kontrol 1 terjadi sedikit pemisahan pada hari ke-21 dan
pada emulsi kontrol 2 terjadi sedikit pemisahan pada hari ke 7, 14, dan 21.
Sedangkan emulsi sampel lebih stabil tidak terjadi pemisahan selama
penyimpanan 21 hari.
34
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
4.2.2 Pengujian Tipe Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan
Setelah Penyimpanan
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tipe Emulsi Kontrol
Hari
ke-
Tipe Emulsi
Kontrol 1 Kontrol 2
0 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
2 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
7 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
14 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
21 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Tipe Emulsi Sampel
Hari
ke-
Tipe Emulsi
Emulsi 1 Emulsi 2
0 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
2 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
7 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
14 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
21 Minyak dalam Air
(M/A)
Minyak dalam Air
(M/A)
Pengujian tipe emulsi dilakukan dengan metode pengenceran
dengan aquades. Ketika emulsi dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambahkan aquades sedikit demi sedikit, hasilnya yaitu emulsi
bercampur dengan aquades yang menandakan bahwa emulsi tersebut
adalah emulsi minyak dalam air. Pengujian dari hari ke-0 sampai hari ke-
21 menunjukkan bahwa emulsi kontrol ataupun sampel tetap merupakan
emulsi tipe minyak dalam air.
35
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
4.2.3 Pengukuran Nilai Rata-rata pH Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sebelum dan Setelah Penyimpanan
Pengukuran nilai pH emulsi dilakukan menggunakan alat pH
meter. Hasil pengukuran nilai pH dapat dilihat pada tabel dan gambar
berikut ini.
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nila Rata-rata pH Emulsi Kontrol Minyak Biji
Jinten Hitam
Hari ke- Nilai pH Emulsi Kontrol
Kontrol 1 Kontrol 2 Rata-rata
0 5,999 6,192 6,095
2 5,934 5,809 5,871
7 5,633 5,995 5,814
14 5,138 5,197 5,167
21 4,261 4,752 4,493
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata pH Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten
Hitam
Hari ke- Nilai pH Emulsi Sampel
Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 6,048 6,049 6,0485
2 5,946 5,980 5,963
7 5,935 5,941 5,938
14 5,934 5,939 5,936
21 5,332 5,935 5,633
Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata pH Emulsi Kontrol dan Emulsi Sampel Minyak
Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan
6.0485 5.963 5.938 5.936 5.633
6.095 5.871 5.814
5.167
4.493
0
1
2
3
4
5
6
7
0 2 7 14 21
Nil
ai
pH
Hari ke-
Nilai Rata-rata pH Emulsi Kontrol dan Sampel
Sampel
Kontrol
36
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 dapat dilihat perbandingan
antara nilai rata-rata pH emulsi kontrol dan emulsi sampel dari hari ke-0
sampai hari ke-21. Hasil nilai rata-rata pH yang diperoleh yaitu nilai pH
baik emulsi kontrol atau emulsi sampel keduanya semakin menurun
selama penyimpanan dari hari ke-0 sampai hari ke-21. Penurunan nilai pH
emulsi kontrol dan emulsi sampel masing-masing sebesar 1,602 dan
0,4155. Hasil tersebut menunjukkan bahwa emulsi sampel mengalami
penurunan pH yang lebih kecil dibandingkan dengan emulsi kontrol.
Penurunan pH yang terjadi pada sediaan oral umumnya disebabkan oleh
penguraian lemak akibat hidrolisis, adanya oksidasi, pengaruh cahaya,
serta pertumbuhan mikroorganisme (Martin, et al., 1993). Tetapi pada
penelitian ini tidak dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai penyebab
dari penurunan pH pada sediaan emulsi.
4.2.4 Pengukuran Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Minyak Biji Jinten
Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Kontrol Minyak
Biji Jinten Hitam
Hari ke- Nilai Viskositas Emulsi Kontrol (cps)
Kontrol 1 Kontrol 2 Rata-rata
0 950 990 970
2 830 890 860
7 650 650 650
14 310 440 375
21 200 240 220
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Sampel Minyak
Biji Jinten Hitam
Hari ke- Nilai Viskositas Emulsi Sampel (cps)
Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 920 910 915
2 900 880 890
7 730 750 740
14 580 590 585
21 450 520 485
37
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Kontrol dan Emulsi Sampel
Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan
Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dapat dilihat perbandingan
nilai viskositas antara emulsi kontrol dan emulsi sampel minyak biji jinten
hitam sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari. Pada grafik
terlihat bahwa nilai viskositas baik pada emulsi kontrol ataupun emulsi
sampel mengalami penurunan. Penurunan nilai rata-rata viskositas pada
emulsi kontrol dari hari ke-0 sampai hari ke-21 adalah sebesar 750 cps,
sedangkan pada emulsi sampel dari hari ke-0 sampai hari ke-21 mengalami
penurunan sebesar 430 cps.
Viskositas merupakan nilai yang menunjukkan satuan kekentalan
medium pendispersi dari suatu sistem emulsi. Pada penelitian ini terjadi
penurunan viskositas yang dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu
faktor pencampuran atau pengadukan saat membuat emulsi, faktor
pemilihan zat pengental, konsentrasi zat pengental, dan ukuran partikel
dispersi (Anita, 2008; Budiman, 2008).
Jika suatu emulsi memiliki viskositas yang semakin tinggi, maka
semakin baik penghambatan agregasi atau penggabungan kembali droplet,
apabila viskositas menurun berarti sediaan semakin encer di mana fase
terdispersi akan mudah bergerak dalam medium pendispersi sehingga
915 890
740
585
485
970
860
650
375
220
0
200
400
600
800
1000
1200
0 2 7 14 21
Vis
ko
sita
s (c
ps)
Hari ke-
Nilai Rata-rata Viskositas Emulsi Kontrol dan Sampel
Sampel
Kontrol
38
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
peluang terjadinya tabrakan antar globul akan semakin tinggi dan
menyebabkan globul tersebut cenderung bergabung menjadi partikel yang
lebih besar (Kailaku, et al., 2012; Traynor, et al., 2013).
4.2.5 Pengukuran Nilai Rata-rata Diameter Globul Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata Diameter Globul Emulsi Kontrol
Minyak Biji Jinten Hitam
Hari ke- Diameter Globul Rata-rata Emulsi Kontrol (μm)
Kontrol 1 Kontrol 2 Rata-rata
0 13,563 13,205 13,384
2 14,136 13,166 13,651
7 15,774 14,888 15,331
14 15,695 15,710 15,702
21 16,616 15,960 16,288
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran Nilai Rata-rata Diameter Globul Emulsi Sampel
Minyak Biji Jinten Hitam
Hari ke- Diameter Globul Rata-rata Emulsi Sampel (μm)
Emulsi 1 Emulsi 2 Rata-rata
0 8,925 9,29 9,1075
2 9,69 9,906 9,798
7 15,85 13,72 14,785
14 14,54 16,13 15,335
21 17,52 13,96 15,74
Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Nilai Rata-rata Diameter Globul Emulsi Kontrol dan Emulsi
Sampel Minyak Biji Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan
9.1075 9.798
14.785 15.335 15.74
13.384 13.651
15.331 15.702 16.288
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 2 7 14 21
Dia
mete
r G
lob
ul
(μm
)
Hari ke-
Sampel
Kontrol
39
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Berdasarkan grafik pada gambar 4.4 dapat dilihat perbandingan
nilai rata-rata globul antara emulsi kontrol dan emulsi sampel minyak biji
jinten hitam sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari. Nilai rata-
rata diameter globul baik pada emulsi kontrol ataupun emulsi sampel
terjadi peningkatan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan.
Peningkatan nilai rata-rata diameter globul emulsi minyak biji jinten hitam
kontrol (tanpa α-tocopherol) selama penyimpanan 21 hari sebesar 2,904
μm. Sedangkan peningkatan nilai rata-rata diameter globul pada emulsi
sampel (dengan penambahan α-tocopherol) selama penyimpanan 21 hari
sebesar 6,6325 μm. Emulgator yang tidak cukup kuat akan menyebabkan
peningkatan ukuran diameter globul, dan hal tersebut juga menyebabkan
viskositas sediaan menurun. Akan tetapi peningkatan nilai rata-rata
diameter globul kedua emulsi tersebut masih normal, di mana ukuran
diameter globul tersebut masih memenuhi persyaratan ukuran globul untuk
emulsi yang baik yaitu 0,1-50 μm (Deman J.M., 1997). Selain itu, ukuran
diameter globul dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
emulgator yang digunakan, pencampuran, dan pengadukan (Mayawati, et
al., 2014).
4.2.6 Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Tabel 4.11 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Kontrol Minyak Biji Jinten Hitam Sediaan Sebelum Sentrifugasi Setelah Sentrifugasi
Kontrol 1 Homogen Terjadi pemisahan 2 fase
(fase atas: minyak, fase
bawah: air)
Kontrol 2 Homogen Terjadi pemisahan 2 fase
(fase atas: minyak, fase
bawah: air)
Tabel 4.12 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Sampel Minyak Biji Jinten Hitam Sediaan Sebelum Sentrifugasi Setelah Sentrifugasi
Emulsi 1 Homogen Terjadi pemisahan 2 fase
(fase atas: minyak, fase
bawah: air)
Emulsi 2 Homogen Terjadi pemisahan 2 fase
(fase atas: minyak, fase
bawah: air)
40
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kontrol 1 Kontrol 2 Sampel 1 Sampel 2
Gambar 4.8 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Uji sentrifugasi dilakukan untuk mengevaluasi dan meramalkan
shelf-life dari suatu emulsi dengan mengamati pemisahan fase (Lachman,
et al., 1994). Pada tabel 4.13 dan tabel 4.14 dapat dilihat bahwa hasil uji
sentrifugasi sebelum dilakukan penyimpanan pada emulsi kontrol ataupun
emulsi sampel keduanya mengalami pemisahan menjadi 2 fase setelah
dilakukan sentrifugasi, dimana lapisan atas merupakan fase minyak dan
lapisan bawah merupakan fase air. Pembentukan suatu lapisan minyak
secara cepat setelah sentrifugasi merupakan tanda pertama untuk fenomena
ketidakstabilan yang menyebabkan umur simpan sediaan tersebut semakin
singkat (Nabiela, 2013). Oleh karena itu, dengan adanya pemisahan fase
emulsi pada saat sentrifugasi menunjukkan bahwa formula emulsi tersebut
tidak stabil dan sebaiknya dilakukan optimasi formula.
4.3 Evaluasi Komponen Kimia Minyak Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Sebelum dan Setelah Penyimpanan
Uji stabilitas sediaan emulsi minyak biji jinten hitam yang telah
dibuat dilakukan melalui evaluasi fisik dan evaluasi komponen kimia
berdasarkan dari profil kromatogram GCMS sebelum dan setelah
penyimpanan selama 21 hari. Evaluasi tersebut dilakukan pada hari ke- 0,
2, 7, 14, dan 21.
Berdasarkan hasil kromatogram (terlampir) dapat dilihat puncak
dari senyawa minyak atsiri yang terkandung dalam emulsi minyak biji
jinten hitam baik sebelum dan setelah penyimpanan.
41
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Berdasarkan literatur, minyak biji jinten hitam mengandung
berbagai senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa-
senyawa tersebut di antaranya adalah thymoquinone, limonene, α-pinene,
terpinen-4-ol, longifolen, p-cymene, o-cymene, carvone, acid octadionic,
asam stearat, asam oleat, asam palmitat, asam miristik, dll. (Nickavar,
Bahman, et al., 2003). Pada evaluasi komponen kimia emulsi minyak biji
jinten hitam ini senyawa yang akan diamati selama penyimpanan 21 hari
yaitu thymoquinone karena senyawa ini merupakan senyawa antioksidan
utama dalam minyak biji jinten hitam. Hasil tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.15 dan 4.16 dibawah ini.
Tabel 4.13 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi Kontrol Sebelum dan
Setelah Penyimpanan
Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi Kontrol
No. Senyawa Area (%) Hari ke-
0 2 7 14 21
1 Thymoquinone 79,429 72,575 60,435 38,249 21,357
2 p-Cymene - 0,851 4,864 7,714 12,286
3 Terpinen 4-ol 4,830 7,086 11,635 10,363 7,879
4 Longifolen - - 0,895 1,097 1,433
Tabel 4.14 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi Sampel Sebelum dan
Setelah Penyimpanan
Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi Sampel
No. Senyawa Area (%) Hari ke-
0 2 7 14 21
1 Thymoquinone 82,176 80,404 70,484 71,097 59,985
2 p-Cymene 4,827 4,895 3,710 3,220 5,175
3 Terpinen 4-ol 6,623 13,812 14,544 8,790 7,620
4 Longifolen - - 0,984 0,671 -
42
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 4.9 Perbandingan Kandungan Senyawa Thymoquinone Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan
Tabel 4.15 Perubahan Persen (%) Area Kandungan Senyawa Kimia
Antioksidan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Thymoquinone 79,429 menjadi 21,357 (58,072) Emulsi Kontrol
(Tanpa α-
tocopherol)
p-Cymene 0,851 menjadi 12,286 (11,435)
Terpinen– 4-ol 4,830 menjadi 7,879 (3,049)
Longifolen 0,895 menjadi 1,433 (0,538)
Thymoquinone 82,176 menjadi 59,985 (22,191) Emulsi Sampel
(Dengan α-
tocopherol)
p-Cymene 4,827 menjadi 5,175 (0,348)
Terpinen– 4-ol 6,623 menjadi 7,620 (0,997)
Longifolen 0,984 menjadi 0,671 ( 0,313)
Berdasarkan tabel 4.15 dan 4.16 dapat dilihat bahwa selama
penyimpanan 21 hari terjadi penurunan persen area dari senyawa
thymoquinone pada emulsi kontrol maupun emulsi sampel minyak biji
jinten hitam. Stabilitas dari sediaan emulsi minyak biji jinten hitam
tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan seperti suhu,
kelembaban, ataupun wadah pengemasan, di mana hal-hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan persen area selama penyimpanan 21
hari.
79.429 72.575
60.435
38.249
21.357
82.176 80.404
70.484 71.097
59.985
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 2 7 14 21
Pe
rse
n A
rea
Hari ke-
Kontrol
Sampel
43
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Berdasarkan tabel, thymoquinone merupakan senyawa antioksidan
utama dengan persen area paling besar dibandingkan dengan senyawa lain
yang terdapat dalam emulsi minyak biji jinten hitam. Di mana pada tabel
4.15 dan 4.16 dapat dilihat bahwa thymoquinone tersebut mengalami
penurunan persen area selama penyimpanan 21 hari. Penurunan yang
terjadi terhadap thymoquinone pada emulsi minyak biji jinten hitam
kontrol (tanpa α-tocopherol) yaitu dari 79,429% menjadi 21,357% yang
berarti mengalami penurunan sebanyak 58,072%. Pada emulsi minyak biji
jinten hitam sampel (dengan penambahan α-tocopherol) terjadi penurunan
persen area thymoquinone dari 82,176% menjadi 59,985% yang berarti
mengalami penurunan sebanyak 22,191%. Penurunan persen area
thymoquinone yang terjadi pada emulsi sampel (dengan penambahan α-
tocopherol) lebih kecil dibandingkan dengan penurunan persen area
thymoquinone yang terjadi pada emulsi kontrol (tanpa α-tocopherol), yaitu
emulsi sampel sebesar 22,191% dan emulsi kontrol sebesar 58,072%.
Emulsi minyak biji jinten hitam sampel (dengan penambahan α-
tocopherol) menunjukkan jumlah persen area thymoquinone yang lebih
besar dibandingkan dengan emulsi kontrol (tanpa α-tocopherol). Sesuai
dengan data kelarutan α-tocopherol dari Rowey, 2009, α-tocopherol larut
dalam minyak sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa antioksidan α-
tocopherol bekerja pada sediaan emulsi minyak biji jinten hitam sampel
(dengan penambahan α-tocopherol) dalam menjaga kestabilan
thymoquinone lebih baik dibandingkan dengan emulsi kontrol yang tidak
diberi penambahan antioksidan α-tocopherol.
Penurunan persen area yang terjadi terhadap senyawa yang terdapat
dalam emulsi jinten hitam dapat terjadi karena faktor ekstraksi. Di mana
proses ekstraksi cair-cair yang dilakukan tidak sempurna sehingga
senyawa yang diekstraksi tidak terangkat secara sempurna. Oleh karena
itu, dalam penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan kalibrasi
metode ekstraksi yang terbaik.
44
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Perubahan secara fisik terjadi pada formulasi emulsi sampel minyak
biji jinten hitam berupa pemisahan fase setelah dilakukan uji
sentrifugasi, terjadi penurunan pH, penurunan nilai viskositas, dan
kenaikan ukuran globul. Perubahan fisik secara organoleptis tidak
terjadi, dan tidak terjadi pemisahan emulsi selama penyimpanan 21
hari. Sedangkan pada emulsi kontrol terjadi penurunan pH dan
viskositas yang lebih tinggi, dan terjadi pemisahan emulsi selama
penyimpanan 21 hari.
2. Senyawa thymoquinone dalam formulasi emulsi minyak biji jinten
hitam baik kontrol maupun sampel keduanya mengalami penurunan
selama penyimpanan 21 hari. Namun, penurunan yang terjadi pada
emulsi sampel lebih kecil dibandingkan dengan emulsi kontrol.
5.2 Saran
1. Dilakukan optimasi formula untuk membuat emulsi minyak biji jinten
hitam yang lebih stabil.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penggunaan kombinasi
antioksidan alami dan sintetik dalam sediaan emulsi minyak biji jinten
hitam.
45
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
Anita, Syeni Budi. 2008. Aplikasi Karaginan dalam Pembuatan Skin Lotion.
Skripsi, Departemen Teknologi Hasil Perairan, IPB.
Ansel, H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Aulton, M. E., Kevin M. G. Taylor. 2001. Pharmaceutics: The Science of Dosage
Form Design Edisi Kedua.
Baby, André Rolim, et al. 2007. Accelerated chemical stability data of O/W fluid
emulsions containing the extract of Trichilia catigua Adr. Juss (and)
Ptychopetalum olacoides Bentham. Department of Pharmacy, School of
Pharmaceutical Sciences, University of São Paulo. Vol. 43.
Blessy, M., Ruchi D. Patel, Prajesh N. Prajapati, Y.K. Agrawal. 2013.
Development of forced degradation and stability indicating studies of
drugs-a review. Department of Pharmaceutical Analysis, Institute of
Research and Development, Gujarat, India.
Budiman, Muhammad Haqqi. 2008. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antioksidan
Sediaan Krim yang Mengandung Serbuk Ekstrak Tomat (Solanum
lycopersicum L.). Skripsi FMIPA Universitas Indonesia.
Burits, M. and F. Bucar. 2000. Antioxidant activity of Nigella sativa essential oil.
Phytother. Res., 14: 323-328.
Deman, J.M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid
III. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
Keempat.
Engin, Kaya Nusret. 2009. Alpha-tocopherol: looking beyond an antioxidant.
Bağcılar Education and Research Hospital, Department of Ophthalmology,
Istanbul, Turkey.
Fathima, Nishath, Tirunagari Mamatha, Husna Kanwal Qureshi, Nandagopal
Anitha and Jangala Venkateswara Rao. 2011. Drug-excipient interaction
46
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
and its importance in dosage form development. Journal of Applied
Pharmaceutical Science 01 (06)
Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2001.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih P., Soediro Iwang. Bandung: Penerbit
ITB
Handbook of Analytical Method, hal: 45-46
Heinrich, M. Barnes, J. Gibbons, S. Williansom, M, E. 2004. Fundamental Of
Pharmacognosy and Phytotherapy. Philadelpia: Penerbit Elsevier.
Indayanti, Deisy. 2014. Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia pada Minyak
Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak
dalam Air Menggunakan GCMS. Skripsi, Program Studi Farmasi, UIN
Jakarta.
Kailaku, sari intan, et al., 2012. Pengaruh kondisi homogenisasi terhadap
karakteristik fisik dan mutu santan selama penyimpanan. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Jurnal Littri 18(1),
31–39, ISSN 0853-8212.
Khamidinal, Ngatidjo, Hadipranoto, dan Mudasit. 2007. Pengaruh Antioksidan
Terhadap Kerusakan Asam Lemak Omega-3 Pada Proses Pengolahan
Ikan Tongkol. Kaunia Jurnal Sains dan Teknologi Vol.III, No.2.
Kostadinovic, Sanja, Dalibor Jovanov, and Hamed Mirhosseini. 2011.
Comparative investigation of cold pressed essential oils from peel of
different Mandarin varieties. Faculty of agriculture, University Putra
Malaysia. Vol. 3 (2).
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi Ketiga. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Martin, A., Swarbrick, J., Commarata, A. 1993. Farmasi Fisik 2, Edisi Ketiga.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Mayawati, Eva, Pratiwi, Liza, dan Wijianto, Bambang. 2014. Uji Efektivitas
Antioksidan Ekstrak Metanol Buah Pepaya (Carica papaya L.) dalam
Formulasi Krim Terhadap DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil).
Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura.
47
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
McNair, M, H; Miller, M, J. 1998. Basic Gas Chromatography. New York: John
Wiley & Son
Nabiela, Warda. (2013). Formulasi emulsi tipe minyak dalam air minyak biji
jinten hitam (Nigella sativa L.). Skripsi, Program Studi Farmasi, UIN
Jakarta.
Nickavar, B,. Mojaba, F., Javidniab, K., dan Amolia, M.A. 2003. Chemical
composition of the fixed and volatile oils of Nigella sativa L. from Iran. Z.
Naturforsch 58c.
Nour, Abdurahman H., Mohammed, F.S., Yunus, Rosli M., dan Arman, A. 2009.
Demulsification of Virgin Coconut Oil by Centrifugation Method: A
Feasibility Study. Faculty of Chemical and Natural Resources
Engineering, Unoversity Malaysia, Pahang-UMP, Malaysia. International
Journal of Chemical Technology 1 (2).
Paarakh, Padmaa M., 2010. Nigella sativa Linn. - a comprehensive review.
Departement of Pharmacognosy, The Oxford College of
Pharmacy,Karnataka, India. Vol 1 (4).
Pabby, Anil Kumar., Syed S.H.Rizvi., Ana Maria Sastre. 2008. Handbook of
membrane separation: chemical, pharmaceutical, food and
biotechnological applications. Francis : CRC Press.
Peter, KV. 2004. Handbook of Herbs and Spices. CRC Press Boca Raton Boston
New York Washington DC. Woodhead Publishing Limited-Cambridge
England. vol.2.
Rajsekhar, Saha, Bhupendar Kuldeep. 2011. Pharmacognosy and pharmacology
of Nigella sativa-a review. India. 2(11).
Raza, Muhammad, Alghasham, Abdullah A., Alorainy, Mohammad S. dan El-
Hadiyah, Tarig M. 2006. Beneficial Interaction of Thymoquinone and
Sodium Valproate in Experimental Models of Epilepsy: Reduction in
Hepatotoxicity of Valproate. Department of Pharmacology and
Therapeutics, Saudi Arabia. Scientia Pharmaceutica (Sci. Pharm.) 74, 159-
173.
Rowey, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. London : Pharmaceutical Press.
48
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Ruben, C., and Larsson, K. 2007. Relations Between Antioxidant Effect of α-
tocopherol and Emulsion Structure. Department of Food Technology,
University of Lund, Sweden. Volume 6, Issue 2.
Sangi, Sibghatullah, Sree Harsha, Sahibzada Tasleem-ur-Rasool and Afzal Haq
Asif. 2011. Formulation and evaluation of mucoadhesive Nigella Sativa
and Olive oils for vaginal infections. Department of Pharmacy
Practice, College of Clinical Pharmacy, King Faisal University, Al-Ahsa,
Saudi Arabia. ISSN 0975-5071, 3(2).
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Suraweera, RK, Pasansi HGP, Sakeena MHF. 2014. Assessing The
Characterizations of Ketoprofen Loaded and Unloaded Virgin Coconut
Oil Based Creamy Nanoemulsion. Department of Pharmacy, University of
Peradeniya, Sri Lanka.
Traynor, M., Burke, R, Frias, J. M., Gaston, E. and Barry-Ryan, C. 2013.
Formation and stability of an oil in water emulsion containing lecithin,
xanthan gum and sunflower oil. International Food Research Journal 20
(5): 2173-2181.
Tubesha, Zaki, Zuki Abu Bakar, Maznah Ismail. 2013. Characterization and
stability evaluation of thymoquinone nanoemulsions prepared by high
pressure homogenization. Laboratory of Molecular Biomedicine, Institute
of Bioscience, Universiti Putra Malaysia, Selangor, Malaysia.
49
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Pembuatan emulsi minyak biji
jinten hitam
Emulsi Kontrol
(Tanpa α-tocopherol)
Emulsi Sampel
(Dengan penambahan α-
tocopherol)
Formulasi emulsi Penyiapan alat
dan bahan
Evaluasi Kimia
Menggunakan GCMS
Evaluasi Fisik:
1. Organoleptis
2. Uji Tipe Emulsi
3. Nilai pH
4. Viskositas
5. Diameter Globul
6. Uji Sentrifugasi
50
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 2. Perhitungan Bahan
A. Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol)
1. Minyak Biji Jinten Hitam =
x 500 gram = 50 gram
2. Tragakan =
x 500 gram = 7,5 gram
3. Natrium Benzoat =
x 500 gram = 0,5 gram
4. Sukrosa =
x 500 gram = 125 gram
5. Aquades = 500 gram – (50 + 7,5 + 0,5 + 125) gram
= 317 gram
Mendispersikan tragakan = 20 x 7,5 gram = 150 gram
Melarutkan sukrosa = 0,5 x 125 gram = 62,5 gram
Melarutkan natrium benzoat = 1,8 x 0,5 gram = 0,9 gram
Sisa aquades = 317 gram – (150 + 62,5 + 0,9)gram
= 103,6 gram
B. Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol)
1. Minyak Biji Jinten Hitam =
x 500 gram = 50 gram
2. Tragakan =
x 500 gram = 7,5 gram
3. Natrium Benzoat =
x 500 gram = 0,5 gram
4. Sukrosa =
x 500 gram = 125 gram
5. α-tocopherol =
x 500 gram = 0,1 gram
6. Aquades = 500 gram – (50 + 7,5 + 0,5 + 125 + 0,1)
gram
= 316,9 gram
Mendispersikan tragakan = 20 x 7,5 gram = 150 gram
Melarutkan sukrosa = 0,5 x 125 gram = 62,5 gram
Melarutkan natrium benzoat = 1,8 x 0,5 gram = 0,9 gram
Sisa aquades = 316,9 gram – (150 + 62,5 + 0,9)
gram
= 103,2 gram
51
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 3. Perhitungan Diameter Rata-rata Globul Emulsi Minyak Biji
Jinten Hitam Sebelum dan Setelah Penyimpanan
A. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-0
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 3 16,35
7,0-9,9 8,45 20 169
10,0-12,9 11,45 17 194,65
13,0-15,9 14,45 23 332,35
16,0-18,9 17,45 13 226,85
19,0-21,9 20,45 9 184,05
22,0-24,9 23,45 3 70,35
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 88 ∑n.d = 1193,6
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 13,5636 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 3 16,35
7,0-9,9 8,45 28 236,6
10,0-12,9 11,45 79 904,55
13,0-15,9 14,45 63 910,35
16,0-18,9 17,45 35 610,75
19,0-21,9 20,45 8 163,6
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 217 ∑n.d = 2865,65
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 13,20576 µm
52
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 3 7,35
4,0-6,9 5,45 50 272,5
7,0-9,9 8,45 97 819,65
10,0-12,9 11,45 62 709,9
13,0-15,9 14,45 15 216,75
16,0-18,9 17,45 0 0
19,0-21,9 20,45 0 0
22,0-24,9 23,45 0 0
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 227 ∑n.d = 2026,15
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 8,925 µm
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 11 26,95
4,0-6,9 5,45 69 376,05
7,0-9,9 8,45 152 1284,4
10,0-12,9 11,45 114 1305,3
13,0-15,9 14,45 35 505,75
16,0-18,9 17,45 4 69,8
19,0-21,9 20,45 1 20,45
22,0-24,9 23,45 0 0
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 386 ∑n.d = 3588,7
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 9,29 µm
53
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
B. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-2
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 18 152,1
10,0-12,9 11,45 39 446,55
13,0-15,9 14,45 84 1213,8
16,0-18,9 17,45 24 418,8
19,0-21,9 20,45 13 265,85
22,0-24,9 23,45 3 70,35
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 182 ∑n.d = 2572,9
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 14,1368 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 6 32,7
7,0-9,9 8,45 42 354,9
10,0-12,9 11,45 68 778,6
13,0-15,9 14,45 61 881,45
16,0-18,9 17,45 35 610,75
19,0-21,9 20,45 15 306,75
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
Jumlah ∑n = 229 ∑n.d = 3015,05
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 13,166 µm
54
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 30 163,5
7,0-9,9 8,45 87 735,15
10,0-12,9 11,45 85 973,25
13,0-15,9 14,45 15 216,75
16,0-18,9 17,45 2 34,9
19,0-21,9 20,45 0 0
22,0-24,9 23,45 0 0
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 219 ∑n.d = 2123,55
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 9,69 µm
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 1 2,45
4,0-6,9 5,45 40 218
7,0-9,9 8,45 215 1816,75
10,0-12,9 11,45 183 2095,35
13,0-15,9 14,45 46 664,7
16,0-18,9 17,45 1 17,45
19,0-21,9 20,45 0 0
22,0-24,9 23,45 0 0
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 486 ∑n.d = 4814,7
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 9,906 µm
55
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
C. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-7
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 1 2,45
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 7 59,15
10,0-12,9 11,45 8 91,6
13,0-15,9 14,45 15 216,75
16,0-18,9 17,45 8 139,6
19,0-21,9 20,45 8 163,6
22,0-24,9 23,45 1 23,45
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 1 35,45
37,0-39,9 38,45 0 0
40,0-42,9 41,45 1 41,45
∑n = 53 ∑n.d = 831,85
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 15,69528 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 2 10,9
7,0-9,9 8,45 8 67,6
10,0-12,9 11,45 37 423,65
13,0-15,9 14,45 37 534,65
16,0-18,9 17,45 23 401,35
19,0-21,9 20,45 17 347,65
22,0-24,9 23,45 4 93,8
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 130 ∑n.d = 1935,5
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 14,88846 µm
56
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 11 92,95
10,0-12,9 11,45 34 389,3
13,0-15,9 14,45 62 895,9
16,0-18,9 17,45 43 750,35
19,0-21,9 20,45 24 490,8
22,0-24,9 23,45 10 234,5
25,0-27,9 26,45 6 158,7
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 190 ∑n.d = 3012,5
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 15,85 µm
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 5 27,25
7,0-9,9 8,45 31 261,95
10,0-12,9 11,45 76 870,2
13,0-15,9 14,45 88 1271,6
16,0-18,9 17,45 31 540,95
19,0-21,9 20,45 14 286,3
22,0-24,9 23,45 8 187,6
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 255 ∑n.d = 3498,75
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 13,72 µm
57
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
D. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-14
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 2 10,9
7,0-9,9 8,45 7 59,15
10,0-12,9 11,45 23 263,35
13,0-15,9 14,45 26 375,7
16,0-18,9 17,45 28 488,6
19,0-21,9 20,45 15 306,75
22,0-24,9 23,45 7 164,15
25,0-27,9 26,45 2 52,9
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 111 ∑n.d = 1750,95
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 15,7743 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 4 33,8
10,0-12,9 11,45 36 412,2
13,0-15,9 14,45 34 491,3
16,0-18,9 17,45 17 296,65
19,0-21,9 20,45 13 265,85
22,0-24,9 23,45 8 187,6
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 2 58,9
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 1 38,45
∑n = 119 ∑n.d = 1869,55
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 15,7105 µm
58
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 2 10,9
7,0-9,9 8,45 9 76,05
10,0-12,9 11,45 64 732,8
13,0-15,9 14,45 45 650,25
16,0-18,9 17,45 47 820,15
19,0-21,9 20,45 19 388,55
22,0-24,9 23,45 3 70,35
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 189 ∑n.d = 2749,05
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 14,54 µm
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 7 59,15
10,0-12,9 11,45 35 400,75
13,0-15,9 14,45 60 867
16,0-18,9 17,45 50 872,5
19,0-21,9 20,45 30 613,5
22,0-24,9 23,45 7 164,15
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 1 32,45
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 1 38,45
∑n = 196 ∑n.d = 3162,2
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 16,13 µm
59
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
E. Diameter Rata-rata Globul Hari Ke-21
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 1 8,45
10,0-12,9 11,45 7 80,15
13,0-15,9 14,45 18 260,1
16,0-18,9 17,45 16 279,2
19,0-21,9 20,45 7 143,15
22,0-24,9 23,45 2 46,9
25,0-27,9 26,45 3 79,35
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 54 ∑n.d = 897,3
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 16,6166 µm
Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 1 5,45
7,0-9,9 8,45 11 92,95
10,0-12,9 11,45 26 297,7
13,0-15,9 14,45 34 491,3
16,0-18,9 17,45 40 698
19,0-21,9 20,45 23 470,35
22,0-24,9 23,45 10 234,5
25,0-27,9 26,45 1 26,45
28,0-30,9 29,45 1 29,45
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 147 ∑n.d = 2346,15
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 15,9602 µm
60
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 1
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 0 0
10,0-12,9 11,45 11 125,95
13,0-15,9 14,45 36 520,2
16,0-18,9 17,45 40 698
19,0-21,9 20,45 22 449,9
22,0-24,9 23,45 8 187,6
25,0-27,9 26,45 5 132,25
28,0-30,9 29,45 2 58,9
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 124 ∑n.d = 2172,8
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 17,52 µm
Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol) 2
Rentang Nilai Tengah (d) Jumlah Globul (n) n.d
1,0-3,9 2,45 0 0
4,0-6,9 5,45 0 0
7,0-9,9 8,45 13 109,85
10,0-12,9 11,45 43 492,35
13,0-15,9 14,45 39 563,55
16,0-18,9 17,45 27 471,15
19,0-21,9 20,45 6 122,7
22,0-24,9 23,45 3 70,35
25,0-27,9 26,45 0 0
28,0-30,9 29,45 0 0
31,0-33,9 32,45 0 0
34,0-36,9 35,45 0 0
37,0-39,9 38,45 0 0
∑n = 131 ∑n.d = 1829,95
Ukuran Diameter Rata-rata Globul =
=
= 13,96 µm
61
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 4. Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian
Minyak Biji Jinten
Hitam
Natrium Benzoat
Tragakan
Sukrosa
Aquades
α-tocopherol
Stand Up Stirrer
pH Meter
Viskometer
Mikroskop Optik
Sentrifugasi
GCMS
Evaporator
Botol Sediaan
62
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 5. Hasil Kromatogram GCMS
A. Minyak Jinten Hitam
63
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
B. Emulsi Kontrol (Tanpa α-tocopherol)
Kontrol 1 Hari Ke-0
Kontrol 2 Hari Ke-0
thymoquinone
thymoquinone
64
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kontrol 1 Hari Ke-2
Kontrol 2 Hari Ke-2
thymoquinone
thymoquinone
65
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kontrol 1 Hari Ke-7
Kontrol 2 Hari Ke-7
thymoquinone
thymoquinone
66
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kontrol 1 Hari Ke-14
Kontrol 2 Hari Ke-14
thymoquinone
thymoquinone
67
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kontrol 1 Hari Ke-21
Kontrol 2 Hari Ke-21
thymoquinone
thymoquinone
68
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
C. Emulsi Sampel (Dengan Penambahan α-tocopherol)
Sampel 1 Hari Ke-0
Sampel 2 Hari Ke-0
thymoquinone
thymoquinone
69
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Sampel 1 Hari Ke-2
Sampel 2 Hari Ke-2
thymoquinone
thymoquinone
70
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Sampel 1 Hari Ke-7
Sampel 2 Hari Ke-7
thymoquinone
71
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Sampel 1 Hari Ke-14
Sampel 2 Hari Ke-14
thymoquinone
thymoquinone
72
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Sampel 1 Hari Ke-21
Sampel 2 Hari Ke-21
thymoquinone
73
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 6. Sertifikat Analisa Minyak Biji Jinten Hitam
74
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 7. Sertifikat Analisa Tragakan
75
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 8. Sertifikat Analisa Natrium Benzoat
76
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 9. Sertifikat Analisa Sukrosa
77
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 10. Sertifikat Analisa α-tocopherol
78
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 11. Sertifikat Analisa n-Heksan