TUGAS KIMIA POLIMER2

26
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pencangkokan secara radiasi adalah salah satu metode untuk memodifikasi bahan - bahan polimer. Pada teknik ini radiasi diperlukan sebagai suatu penginisiasi terjadinya proses polimerisasi. Radiasi bisa bersumber di antaranya dari sinar- dan proses pencangkokan dilakukan setelah polimer diiradiasi (pencangkokan iradiasi awal). Teknik ini sangat baik digunakan untuk polimer semikristalin semacam LLDPE yang mempunyai bagian kristalin 33-53% berat karena radikal bebas yang dihasilkan dari proses iradiasi mempunyai umur yang relatif panjang dan homopolimer yang terbentuk dapat dicegah seminimal mungkin, sehingga dapat disiapkan kopolimer tercangkok yang relatif murni. Agar terjadi reaksi kimia antara bagian aktif polimer dan monomer maka pencangkokan metoda iradiasi dilakukan dalam suasana vakum atau jenuh gas nitrogen. Mekanisme reaksi kopolimerisasi pencangkokan yang terjadi meliputi tahap-tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada pencangkokan secara radiasi, inisiasinya adalah radikal yang dihasilkan dari proses iradiasi polimer. Radikal polimer yang terbentuk pada tahap propagasi akan bereaksi dengan 1

Transcript of TUGAS KIMIA POLIMER2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pencangkokan secara radiasi adalah salah satu metode untuk

memodifikasi bahan - bahan polimer. Pada teknik ini radiasi diperlukan

sebagai suatu penginisiasi terjadinya proses polimerisasi. Radiasi bisa

bersumber di antaranya dari sinar- dan proses pencangkokan dilakukan

setelah polimer diiradiasi (pencangkokan iradiasi awal). Teknik ini sangat

baik digunakan untuk polimer semikristalin semacam LLDPE yang

mempunyai bagian kristalin 33-53% berat karena radikal bebas yang

dihasilkan dari proses iradiasi mempunyai umur yang relatif panjang dan

homopolimer yang terbentuk dapat dicegah seminimal mungkin, sehingga

dapat disiapkan kopolimer tercangkok yang relatif murni. Agar terjadi reaksi

kimia antara bagian aktif polimer dan monomer maka pencangkokan metoda

iradiasi dilakukan dalam suasana vakum atau jenuh gas nitrogen.

Mekanisme reaksi kopolimerisasi pencangkokan yang terjadi meliputi

tahap-tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada pencangkokan secara

radiasi, inisiasinya adalah radikal yang dihasilkan dari proses iradiasi polimer.

Radikal polimer yang terbentuk pada tahap propagasi akan bereaksi dengan

suatu matriks/monomer. Selanjutnya pada tahap terminasi keaktifan

pertumbuhan polimer akan terhenti.

Membran yang dihasilkan dari proses pencangkokan secara radiasi

diharapkan dapat digunakan untuk aplikasi sel bahan bakar dan pengolahan

air limbah industri. Penelitian semacam ini telah banyak dilakukan, seperti

penggunaan polimer tertentu untuk sel bahan bakar dan untuk memisahkan

ion-ion logam berat.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang sudah dijelaskan diatas maka dapat diambil

beberapa rumusan masalah yaitu :

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses pencangkokan asam akrilat

terhadap film LLDPE?

1

2. Bagaimana kondisi relatif baik untuk pencangkokan terhadap membran

LLDPE?

3. Bagaimana keselektifan membran tersebut terhadap ion – ion logam?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui faktor yang mempengaruhi proses pencangkokan asam akrilat

terhadap film LLDPE

2. Mengetahui kondisi yang baik untuk proses pencangkokan terhadap

membran LLDPE.

3. Mengetahui keselektifan membran terhadap ion – ion logam.

2

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. POLIMER

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit – unit

berulang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani Poly, yang

berarti “banyak” dan mer, yang berarti “bagian”. Sedangkan industri polimer

(polimer sintesis) baru dikembangkan beberapa puluh tahun terakhir ini.

Polimer dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam jenis,

berdasarkan jenis monomernya, polimer dapat dibedakan atas :

1. Homopolimer adalah suatu polimer yang terdiri dari monomer - monomer

sejenis dengan unit berulang yang sama.

2. Kopolimer adalah suatu polimer yang dibuat dari dua atau lebih jenis

monomer yang berlainan.

3

Sumber : http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/ kimia-polimer/klasifikasi-polimer/berdasarkan-jenis-monomernya/

Sumber : http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/ kimia-polimer/klasifikasi-polimer/berdasarkan-jenis-monomernya/

Kopolimer ini dibagi lagi atas empat kelompok yaitu :

a. Kopolimer acak.

Dalam kopolimer acak, sejumlah kesatuan berulang yang berbeda

tersusun secara acak dalam rantai polimer.

- A - B - B - A - B - A - A - A - B - A –

b. Kopolimer silang teratur.

Dalam kopolimer silang teratur kesatuan berulang yang berbeda

berselang - seling secara teratur dalam rantai polimer.

- A - B - A - B - A - B - A - B - A – B – A –

c. Kopolimer blok.

Dalam kopolimer blok kelompok suatu kesatuan berulang

berselang - seling dengan kelompok kesatuan berulang lainnya dalam

rantai polimer.

- A - A - A - B - B - B - A - A - A – B –

d. Kopolimer cabang/Graft Copolimer.

Yaitu kopolimer dengan rantai utama terdiri dari satuan berulang

yang sejenis dan rantai cabang monomer yang sejenis.

B. Asam Akrilat

Asam akrilat merupakan zat kimia yang sebagian besar digunakan

sebagai bahan intermediate untuk pembuatan ester akrilat dan sebagai

monomer pembuatan poliakrilat.

4

A A A A A A

B

B

B

B

B

B

B

B

B

Gambar Struktur Asam Akrilat

C. Film LLDPE

Linear Low Density Polyethylene (LLDPE) atau dalam bahasa

Indonesianya adalah polietilena linier kerapatan rendah, merupakan salah satu

dari berbagai macam jenis dari polietilen yang telah dikenal oleh masyarakat.

Menurut F.W Billmeyer pada tahun 1984, LLDPE merupakan kepolimeran

antara ethylne dengan α-olefin seperti butena, heksena, dan oktena yang

ditunjukan dengan rantai cabang pendek dengan densitas polyethylene cabang

yang ditentukan tanpa adanya rantai cabang panjang. LLDPE diproduksi

untuk berbagai macam barang, antara lain:

a. Film : plastik, plastik pembungkus baju, plasti karung.

b. Kabel : pembungkus kabel tegangan rendah

c. Injection : kursi plastik, ember, gelas dan piring plastik.

LLDPE memiliki kekuatan tensil yang lebih tinggi dari LDPE, dan

memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap tekanan. Film LLDPE (Linear

Low Density Polyethylene) adalah film plastik dari bahan polyethylene yang

diproduksi menggunakan proses brown, film ini umumnya digunakan sebagai

lapisan seal pada struktur laminasi untuk kemasan produk makanan,

khususnya yang berupa cairan dan pasta. Film LLDPE ini memiliki

kareakteristik kekuatan seal yang tinggi, bahan yang bagus dan ulet. LLDPE

dicirikan dengan memiliki densitas antara 0.915–0.925 g/cm3. Memiliki titik

leleh sekitar 105oC hingga 115oC.

LLDPE digunakan sebagai pembungkus kabel, mainan, kemasan produk

cairan dan pasta (seperti : sabun cair, pelembut, shampoo, minyak goreng,

margarin, susu cair), tutup kemasan, ember, kontainer dan pipa.

5

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan untuk proses pencangkokan secara radiasi adalah :

a. Gelas cuplikan dan alat vakum gelas,

b. Pompa vakum,

c. Vacuum controller,

d. Penangas air,

e. Tabung gas nitrogen dan flowmeternya,

f. Oven,

g. Neraca analitik,

h. Seperangkat peralatan refluks, dan

i. Iradiator karet alam - batan dengan keaktifan 95 kci pada 15 februari

2005.

2. Bahan yang dipakai adalah :

a. Film-film LLDPE dengan ketebalan 40 μm buatan PT. Chandra Asri

b. Asam akrilat buatan Merck

c. Etanol buatan Merck, dan

d. Gas N2 dengan kemurnian tinggi

B. Metode

1. Kopolimerisasi pencangkokan

Cuplikan film LLDPE berukuran 3×4 cm diekstraksi dengan etanol

lalu dikeringkan dalam oven hingga diperoleh berat yang tetap. Cuplikan

divakumkan kemudian dialiri dengan gas nitrogen. Selanjutnya cuplikan

diiradiasi dengan laju dosis 7 kGy/jam dan dosis total dari 15 sampai 60

kGy. Setelah itu cuplikan yang telah diiradiasi divakumkan kembali dan

ditambahkan larutan asam akrilat yang telah dialiri gas nitrogen kemudian

dicangkok pada suhu 70oC selama 90 menit. Hasil optimasi dari percobaan

variasi dosis total digunakan untuk mengulangi percobaan dengan variasi

laju dosis, variasi konsentrasi asam akrilat, kemudian variasi suhu dan

waktu pencangkokan.

6

Cuplikan tercangkok asam akrilat dicuci dengan air panas dan

selanjutnya dikeringkan hingga diperoleh berat yang tetap. Persen

pencangkokan (pp) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut,

di mana ma adalah massa film mula-mula dan mc adalah massa film

tercangkok.

2. Pengukuran daya pengembangan

Film LLDPE-g-AA yang diketahui berat keringnya direndam dalam

air destilat selama satu malam, kemudian dikeringkan dengan cara

menghisap film yang basah menggunakan kertas saring atau kertas hisap.

Persen pengikatan air (PA) dihitung dengan persamaan (2).

di mana mb dan mc masing-masing adalah massa film tercangkok

basah dan kering.

3. Pengujian daya hantar proton

Membran dicelupkan ke dalam larutan KCl-HCl 0,1 N dan dibiarkan

selama semalam hingga mencapai kesetimbangan. Keesokan harinya, sisa

larutan KCl-HCl dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N.

4. Pengujian daya serap logam

Membran dicelupkan ke dalam larutan umpan standar As, Cd, Co, Cu,

Fe, dan Pb 1.000 ppm. Ion logam yang yang tersisa dalam larutan umpan

diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (GBC 902) menggunakan

metode kalibrasi standar.

7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis Bahan Membran.

Proses kopolimerisasi pencangkokan monomer merupakan salah satu

cara untuk memodifikasi permukaan polimer sehingga diperoleh sifat - sifat

permukaan yang sesuai untuk diterapkan seperti misalnya keberadaan gugus

fungsi, kehidrofilan yang tinggi, wettability yang dibutuhkan untuk penukar

ion, maupun sebagai adsorben. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses

kopolimerisasi pencangkokan adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh laju dan dosis total radiasi.

Proses kopolimerisasi pencangkokan yang diinisiasi dengan radiasi

sinar- (60Co) mengikuti mekanisme radikal bebas. Oleh karena itu, persen

pencangkokan sangat bergantung pada banyaknya radikal bebas yang

terbentuk baik pada polimer maupun monomer. Pengaruh laju dan dosis

total radiasi terhadap persen pencangkokan film LLDPE ditunjukkan pada

Gambar 1. Terlihat bahwa persen pencangkokan meningkat seiring dengan

meningkatnya dosis total radiasi. Hal ini dimungkinkan mengingat dengan

meningkatnya dosis radiasi maka jumlah radikal bebas yang dihasilkan

juga meningkat. Akibatnya reaksi kopolimerisasi dengan monomer

menjadi semakin tinggi. Bila dosis total radiasi dinaikkan diperkirakan

persen pencangkokannya juga akan terus meningkat. Namun demikian,

pada suatu dosis total tertentu persen pencangkokan mencapai harga yang

maksimum karena adanya rekombinasi antara radikal-radikal bebasnya.

Terlebih untuk polimer semikristalin semacam LLDPE, dosis total radiasi

yang tinggi akan menyebabkan peningkatan kristalinitas. Peningkatan

kristalinitas ini berakibat pada penurunan laju difusi monomer pada

polimer induk. Berarti, dosis yang terlalu tinggi akan menurunkan efisiensi

radikal pada reaksi pencangkokan.

Pada laju dosis radiasi yang semakin kecil akan dihasilkan persen

pencangkokan yang semakin besar. Hal ini disebabkan pada laju dosis

yang lebih kecil akan lebih banyak waktu yang digunakan sinar- untuk

8

membuka rantai ikatan, akibatnya jumlah radikal bebas yang terbentuk

akan lebih banyak. Namun, sebagaimana terlihat pada Gambar 1 di mana

ketiga kurva tampak menyerupai maka pada percobaan ini laju dosis 7

kGy/jam dan laju dosis yang lebih rendah tidak menunjukkan perbedaan

persen pencangkokan yang berarti. Dengan memperhitungkan aspek

ekonomi, waktu dan kemungkinan buruk yang dapat terjadi bila dosis total

terlalu tinggi maka untuk keperluan sintesis bahan pada percobaan

selanjutnya digunakan laju dosis radiasi 7 kGy/jam dan dosis total radiasi

pada 45 kGy.

9

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi asam akrilat teradap peresen pencangkokan. (kondisi percobaan :laju dosis 7 kGy/jam, dosis total radiasi 45 kGy/jam, suhu pecangkokan 700C, waktu pencangkokan 90 menit)

2. Pengaruh konsentrasi monomer

Salah satu aspek kinetika dan fenomena transfer yang paling berperan

dalam metode pencangkokan dengan inisiasi radiasi adalah konsentrasi

monomer. Secara keseluruhan, konsentrasi monomerlah yang paling

menentukan kinetika proses pencangkokan, sebagaimana terlihat pada

Gambar 2. Konsentrasi monomer memberi pengaruh terhadap persen

pencangkokan karena berkaitan dengan difusibilitas monomer atau

kemampuan monomer berdifusi ke dalam matriks film polimer induk.

Daya difusi monomer akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi

monomer. Pada Gambar 2 terlihat bahwa persen pencangkokan terus naik

hingga mencapai puncaknya pada konsentrasi monomer asam akrilat 40%.

Pada konsentrasi 50% terjadi penurunan persen pencangkokan karena

faktor viskositas dan laju homopolimerisasi.

Homopolimerisasi adalah peristiwa polimerisasimonomer dengan

monomer sejenisnya. Tingginya kadar homopolimer sangat berpengaruh

terhadap kemampuan monomer untuk menembus matriks film polimer

yang akan dicangkok. Viskositas tinggi dan homopolimerisasi

menyebabkan penurunan mobilitas pertumbuhan rantai kopolimer.

Perbedaan konsentrasi monomer yang bermakna akan memberikan

perbedaan hasil pencangkokan yang jelas. Konsentrasi monomer terbaik

untuk sistem pencangkokan dengan sistemyang lain tidak selalu sama. Hal

itu sangat bergantung pada berbagai faktor seperti jenis pelarut, bahan

polimer induk, serta laju dan dosis total radiasi yang digunakan.

10

Gambar 3. Pengaruh waktu pencangkokan terhadap persen pencangkokan. (Kondisi percobann laju dosis 7 kGy/jam, dosis total radiasi 45 kGy/jam konsentrasi asam akrilat 40% volume).

3. Pengaruh waktu dan suhu pencangkokan.

Waktu pencangkokan mempengaruhi persen pencangkokan karena

berkaitan dengan keleluasaan radikal bebas untuk bereaksi dengan

monomer dan difusi monomer ke matriks film polimer induk, seperti

ditampilkan pada Gambar 3. Persen pencangkokan yang rendah dihasilkan

pada waktu pencangkokan yang kurang memberikan keleluasaan radikal-

radikal bebas bereaksi dengan monomer. Tetapi waktu pencangkokan yang

terlalu lama memberikan kurva menjadi datar sebagai akibat telah

tercapainya tahap terminasi.

Aspek lain yang berkaitan erat dengan kinetika proses pencangkokan

adalah suhu pencangkokan. Pada penelitian ini dipelajari variasi suhu

pencangkokan dari 30oC sampai 90oC. Sebagaimana terlihat pada Gambar

3, persen pencangkokan meningkat dari suhu 30oC hingga 70oC namun

menurun drastis pada suhu 90oC. Kenaikan persen pencangkokan dari

30oC ke 70oC disebabkan pada suhu yang tinggi (akibat pemanasan),

radikal bebas polimer akan bergerak lebih cepat sehingga reaksi

rekombinasi antara radikal akan lebih cepat pula. Di samping itu, antara

radikal polimer dan monomer terjadi reaksi aditif yang membentuk

kopolimer cangkok yang cepat pula. Di antara peristiwa itu akan terjadi

kompetisi. Penurunan persen pencangkokan padasuhu 90oC dimungkinkan

mengingat pada suhu 90oC terjadi rantai-rantai cabang polimer secara

cepat pada tahap propagasi, tetapi kemudian cabang-cabang itu terjebak

dalam medium viskos yang mengakibatkan monomer sulit untuk menuju

pusat aktif karena proses terminasi yang terlalu cepat juga. Bila terjadi

difusi udara pada suhu 90oC maka terjadi gugus-gugus hidroperoksil yang

dapat meningkatkan homopolimerisasi dan pada suhu ini bagian-bagian

polimer yang bersifat kristalin meleleh dalam medium reaksi.

Suhu pencangkokan memberikan pengaruh secara bersamaan terhadap

kelarutan dan daya difusi, laju propagasi, dan laju terminasi rantai yang

merupakan kontrol pada proses difusi monomer. Hal itu menunjukkan

bahwa laju pencangkokan dapat meningkat atau menurun tergantung pada

dua parameter pertama. Sementara parameter ketiga menjadi tahap

11

pengontrol laju pencangkokan. Dengan demikian, semakin tinggi suhu,

laju terminasi rantai juga semakin meningkat.

Karakterisasi membran tercangkok

Untuk menjelaskan kemungkinan penggunaan membran tercangkok

pada aplikasi fuel cell dan pengolahan air limbah, beberapa sifat akan

didiskusikan pada bagian ini, seperti serapan sinar inframerah, daya

pengembangan, dan sifat-sifat mekanik.

4. Spektrum serapan sinar inframerah

Spektrum serapan inframerah film LLDPE sebelum dan sesudah

proses pencangkokan diperlihatkan pada Gambar 4. Pada spektrum film

LLDPE sebelumpencangkokan terlihat memiliki sedikit serapan dengan

puncak yang kuat. Hal ini mencerminkan struktur dasar polimer yang

nonpolar dan sederhana. Pita serapan yang kuat pada film ini terlihat pada

daerah 2900 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur gugus metil (-CH3)

sedangkan pada bilangan gelombang 1460 cm-1 merupakan vibrasi tekuk

gugus metilen (-CH2-). Selain itu terlihat pula pita serapan vibrasi goyang

gugus metil pada bilangan gelombang 1370 cm-1 dan vibrasi ayun gugus

metilen pada bilangan gelombang 720 cm-1.

Bila spektrum tersebut dibandingkan dengan film hasil pencangkokan

(Gambar 4 (b)) maka terlihat adanya perbedaan yang mencolok pada

spektrum serapannya. Perbedaan ini yang mengarahkan bahwa film

LLDPE telah mengalami pencangkokan asam akrilat. Pada film hasil

pencangkokan muncul vibrasi ulur O-H pada bilangan gelombang 2660

12

Gambar 4. Spektrum serapan inframerah film LLDPE sebelum dan sesudah pencangkokan

cm-1, vibrasi ulur C=O di sekitar bilangan gelombang 1700 cm-1, vibrasi

tekuk O-H pada bilangan gelombang 1470 cm-1, dan vibrasi ulur C-O pada

bilangan gelombang 1370 cm-1.

5. Daya pengembangan (swelling)

Pada membran elektrolit polimer, daya hantar sangat berkaitan dengan

sifat-sifat membran seperti kapasitas penukar ion dan kemampuan

mengikat air. Air diperlukan untuk melarutkan proton dari gugusgugus

asam. Sebelum pencangkokan, polimer film induk bersifat hidrofobik dan

mempunyai berat jenis lebih kecil daripada air, yaitu 0,912-0,930 g/cm3.

Setelah pencangkokan, polimer film menjadi bersifat hidrofil dan

membentuk kanalkanal yang dapat mentransfer proton. Hal inilah yang

disebut daya hantar proton. Kemampuan mengikat air ini ditunjukkan

dengan daya pengembangan membran dalam air, yang sangat dipengaruhi

oleh sifat kristalinitas, matriks membran polimer, dan jumlah gugus

hidrofil yang terbentuk, namun tidak terlalu dipengaruhi oleh dosis total

pada saat iradiasi awal. Gambar 5 menunjukkan kemampuan bahan

membran filmfilm LLDPE-g-AA dalam mengikat air. Semakin besar

persen pencangkokan, semakin meningkat pula daya pengembangan

membran dalam air.

13

Gambar 5. Pengaruh persen pencangkokan terhadap daya pengembangan bahan membran dalam air

6. Sifat-sifat mekanik

Salah satu sifat membran yang sangat penting adalah sifat mekanik

yang baik dan sesuai dengan penggunaan terapannya. Gambar 6

memperlihatkan pengaruh persen pencangkokan terhadap kekuatan tarik

dan persen perpanjangan membran tercangkok. Jika dibandingkan dengan

sebelum dicangkok, maka terlihat bahwa proses pencangkokan

berpengaruh pada sifat-sifat mekanik bahan. Kekuatan tarik membran

tercangkok bertambah dengan semakin besarnya persen pencangkokan,

namun sebaliknya persen perpanjangannya semakin menurun.

Penurunan persen perpanjangan membran tercangkok dimungkinkan

mengingat proses iradiasi telah menyebabkan terbentuknya struktur

jaringan berikatan silang yang pada proses pencangkokan dilanjutkan

dengan terbentuknya ikatan hidrogen pada gugus karboksilat dari

monomer.1 Pembentukan struktur jaringan berikatan silang demikian yang

menyebabkan kekuatan tariknya yang semakin bertambah.

B. Aplikasi membran tercangkok.

1. Daya ikat terhadap proton

Daya ikat membran tercangkok terhadap ion hidronium (H3O+) dapat

memberikan gambaran mengenai daya difusi proton ke dalam membran.

Percobaan sangat sederhana yang telah dilakukan adalah dengan cara

merendam membran dalam larutan KCl-HCl 0,1 N dan kemudian sisa HCl

yang tidak terserap oleh membran dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.

14

Gambar 6. Perubahan sifat – sifat mekanik terhadap film hasil pencangkokan, (a) kekuatan tarik, (b) persen perpanjangan.

Namun hasil percobaan belum memperlihatkan adanya difusi proton dalam

membran. Hal ini diperkirakan karena gugus karboksilat pada membran

tercangkok merupakan asam lemah yang dapat bekerja dengan baik pada

pH tinggi sehingga kalaupun ada proses pertukaran maka proton yang

berdifusi terlalu sedikit yang hanya bisa diamati secara elektrokimia

dengan scanning electrochemical microscopy.

2. Daya ikat terhadap ion-ion logam :

a. Pengaruh waktu penyerapan

Dalam penelitian ini membran tercangkok digunakan untuk

memurnikan air dari logam-logam berat. Logam yang terserap

dinyatakan dalam mmol/g, yaitu mmol ion logam terserap tiap satuan

massa gugus fungsi membran tercangkok. Pengaruh waktu

penyerapan terhadap logam terserap pada membran dinyatakan dalam

Gambar 7. Terlihat bahwa persen penyerapan logam cenderung naik

sampai nilai maksimum pada kira-kira 2 jam waktu penyerapan untuk

logam-logam yang dipelajari, As, Cd, Co, Cu, Fe, dan Pb. Waktu

penyerapan yang lebih lama dari dua jam cenderung tidak

memberikan penambahan persen penyerapan logam, bahkan setelah

24 jam. Pada bahan membran yang dipakai diperoleh perbedaan

persen penyerapan tiap logam, yaitu Fe > Co > Cu > As > Cd > Pb.

Hal ini dimungkinkan mengingat massa atom relatif yang kecil akan

mempunyai jari-jari atom/ion dan mobilitas yang lebih besar serta

afinitas elektron yang lebih kecil.

b. Keselektifan membran tercangkok

Bila membran tercangkok dicelupkan ke dalam larutan ion logam,

baik secara sendiri-sendiri (nonkompetitif) maupun secara bersama-

sama (kompetitif) maka penyerapan ion logam maksimum oleh

membran tercangkok dapat dilihat pada Gambar 8. Kedua perlakuan

memperlihatkan bahwa membran LLDPE-g-AA cenderung menyerap

ion besi lebih besar daripada ion tembaga dan kobalt. Hal ini

menunjukkan adanya keselektifan membran terhadap ion logam

tertentu.

15

Di samping faktor migrasi dan afinitas elektron, keselektifan ion

logam tertentu dipengaruhi kemudahan ion logam tersebut

membentuk struktur kelat. Struktur kelat dengan valensi dan bilangan

koordinasi besar relatif lebih mudah terabsorpsi dan desorpsi

dibanding struktur yang lebih kecil.

16

Gambar 7. Pengaruh waktu penyerapan terhadap logam terserap

Gambar 8. Penyerapan maksimum membran tercangkok terhadap ion logam

BAB V

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan – kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan

diatas adalah :

1. Membran hidrofil yang berfungsi sebagai penukar kation (ion-logam) dapat

disiapkan dengan proses pencangkokan monomer asam akrilat pada film

polimer LLDPE. Adapun kesimpulan lain yang dapat diambil adalah :

2. Persen pencangkokan dipengaruhi oleh dosis total radiasi, konsentrasi

monomer, suhu dan waktu pencangkokan, dan tidak terlalu dipengaruhi oleh

laju dosis.

3. Diperoleh kondisi relatif baik untuk pencangkokan, yaitu dosis total 45 kGy,

laju dosis 7 kGy/jam, konsentrasi asam akrilat 40% volume, suhu

pencangkokan 70oC, waktu pencangkokan 90 menit, dan memberikan persen

pencangkokan LLDPE-g-AA = 250-400% berat.

4. Keselektifan membran terhadap ion-ion logam bergantung pada kemudahan

ion tersebut membentuk struktur kelat. Tingkat penyerapan membran

tercangkok HDPE-g-AA terhadap ion - ion logam adalah Fe > Co > Cu > As

> Cd > Pb.

17

DAFTAR PUSTAKA

Chapiro, A. Radiation Chemistry of Polymer. Interscience Publishers: London, 1962.

Charlesby, A.. Atomic Radiation and Polymers. Pergamon Press: London, 1960. Polyethylene. http://www.pslc.ws/mactest/level2.html.

Gupta, B.; Anjum, N.; Sen, K. Journal of Applied Polymer Science, 2002, 85, 282-291.

Hegazy, A.; Taher, N.H.; Rabie, A.; Dessauki, M.A.; Okamoto. J. Journal of Applied Polymer Science, 1981, 26, 3872-3883.

Hegazy, E. A.; Abd El-Rehim, H.A.; Shawky, H.A. Radiation Physics and Chemustry, 1999, 57, 85-95.

Kerres, J.A. Journal of Membrane Science, 2001, 85, 3-27.

Nachad, F. C.; Schubert, J. Ion Exchange Technology. Academic Press Inc. Publ: New York, 1956.

Nasef, M.M.; Hegazy, E.A. Progress in Polymers Science, 2004. 29, 499-561.

Rikukawa, M.; Sanui, K. Proton-Conducting Polymer Electrolyte Membranes based on Hydrocarbon Polymers, 2000, 25, 1463-1502.

Subianto, Y.S.; Makuuchi, K.; Ishigaki, I. Die Angewandte Makromolkulare Chemie, 1987, 152, 159-168.

Utama, M. Majalah BATAN, 1986, XVII(2), 1-16.

Walsby, N.; Sundholm, F.; Kallio, T.; Sundholm, G. J. Polym Sci part A: Polym Chem, 2001, 39, 3008.

18