Tugas Fisika Statistik (1)

23
NAMA : WIDIARTI NIM : JID107030 TUGAS : FISIKA STATISTIK BAB II STATISTIK MAXWELL-BOLTZMANN 1. Distribusi Energi Suatu asembel (misalnya gas ideal) terdiri dari N sistem (molekul gas). Energi asembel terdistribusi kedalam i energi, dengan i = l,2,3,...,N. Suatu rentang energi antara dua nilai energi tertentu (sangat sempit) disebut tingkatan energi . Misalnya di dalam asembel terdapat r tingkatan, dengan r = 1,2,3,...r. Nilai rentang energi pada setiap tingkatan sangat sempit, sehingga energi tingkatan ditulis r . Di lain piliak tingkatan energi cukup lebar, karena dapat mengandung sejumlah keadaan energi. Banyaknya keadaan energi dalam suatu tingkatan energi disebut degenerasi tingkatan (g r ). Populasi tingkatan merupakan jumlah sistem dalam suatu tingkatan N r . Jumlah sistem dalam suatu tingkatan dapat besar, kecil atau nol. Energi total yang terkandung pada suatu tingkatan adalah r , N r . Jadi dapat disimpulkan mengenai tingkatan energi dalam suatu asembel adalah sebagai berikut :

Transcript of Tugas Fisika Statistik (1)

Page 1: Tugas Fisika Statistik (1)

NAMA : WIDIARTI

NIM : JID107030

TUGAS : FISIKA STATISTIK

BAB II

STATISTIK MAXWELL-BOLTZMANN

1. Distribusi Energi

Suatu asembel (misalnya gas ideal) terdiri dari N sistem (molekul gas).

Energi asembel terdistribusi kedalam i energi, dengan i = l,2,3,...,N. Suatu rentang

energi antara dua nilai energi tertentu (sangat sempit) disebut tingkatan energi.

Misalnya di dalam asembel terdapat r tingkatan, dengan r = 1,2,3,...r. Nilai rentang

energi pada setiap tingkatan sangat sempit, sehingga energi tingkatan ditulis r. Di

lain piliak tingkatan energi cukup lebar, karena dapat mengandung sejumlah

keadaan energi. Banyaknya keadaan energi dalam suatu tingkatan energi disebut

degenerasi tingkatan (gr). Populasi tingkatan merupakan jumlah sistem dalam suatu

tingkatan Nr. Jumlah sistem dalam suatu tingkatan dapat besar, kecil atau nol. Energi

total yang terkandung pada suatu tingkatan adalah r, Nr. Jadi dapat disimpulkan

mengenai tingkatan energi dalam suatu asembel adalah sebagai berikut :

Suatu assemble terdiri dari N sistem, misalnya energi sistem yaitu :

sistem ke 1 memiliki energi 1.

sistem ke 2 memiliki energi 2

……………………………….

……………………………….

sistem ke i memiliki energi i

………………………………

………………………………

sistem ke N memiliki energi N

Energi sistem total dapat dirumuskan sebagai : i = E

Page 2: Tugas Fisika Statistik (1)

Cara lain untuk menyatakan distribusi energi adalah menyalakan jumlah

sistem yang memiliki energi dalam selang antara dan + d. Andaikan energi

sistem dapat dibagi-bagi ke dalam (r) tingkatan energi (energi level) dan tingkatan

energi memiliki semua keadaan energi (energi state) dalam selang antara r, dan r +

dr. Energi efektif sistem adalah r. Jumlah keadaan energi di dalam tingkatan energi

ke-r adalah gr dan disebut bobot tingkatan atau degenerasi tingkatan. Distribusi

sistem di dalam berbagai energi dinyatakan oleh bilangan huni. Jadi dapat

disimpulkan,

Asembel : N = jumlah sistem dalam asembel.

Spektrum energi sistem dibagi kedalam r tingkatan.

Degenerasi tingkatan : g1, g2, g3...,gr.

Energi tingkatan : r, 2, , 3,..., r.

Populasi tingkatan : n1, n2, n3, ...,nr. Jadi nr = N konstan.

r.nr = E (energi asembel).

Contoh 01 :

3 sistem (partikel) diberi nama a, b, dan c, terdistribusi ke dalam 4 kotak. Masing-masing partikel dapat dibedakan satu dengan yang lain,dan dalam satu kotak dapat diisi lebih dari satu partikel. Banyaknya cara partikel dapat ditempatkan dalam 4 kotak adalah?

Jawab:

Kemungkinan 1:

abc abc abc abc

Kemungkinan 2:

ab c ab c ab c ab c ab c c ab

c ab c ab ab c c ab c ab c ab

ac b ac b ac b ac b ac b b ac

b ac b ac ac b b ac b ac b ac

bc a bc a bc a bc a bc a a bc

a bc a bc bc a a bc a bc a bc

Kemungkinan 3:

a b c a c b a b c a c b a b c a c b

= 4 cara

= 36 cara

Page 3: Tugas Fisika Statistik (1)

b a c b c a b a c b c a b a c b c a

c a b c b a c a b c b a c a b c b c

a b c a c b b a c b c a c a b c b a

Maka banyaknya cara 3 partikel menempati 4 kotak (4 keadaan) adalah = 4 + 36 + 24 = 64 cara

Jika kita menghitung secara lengkap dengan anggapan partikel klasik, terdapat 64 konfigurasi yang mungkin.

Dengan mempelajari konfigurasi yang mungkiri seperti di atas, dapat diambil suatu asumsi yang mendasar bagi fisika statistik, yaitu :

Setiap konfigurasi sistem di dalam asembel memiliki peluang yang sama untuk terjadi.

2. Bobot Konfignrasi

Jika sistem-sistem di dalam asembel terdistribusi rnenjadi n, sistern ke dalam

r tingkatan, maka bobot pada konfigurasi ini merupakan banyaknya cara

untuk menghasilkan konfigurasi N sistem di dalam asembel. Jumlah cara untuk

memilih n1 sistem pada tingkatan energi pertama dari N sistem adalah :

NCn1 = ............………………………………………..2.1

Jika n2 sistem pada tingkatan kedua dipilih dari (N – n1) sistem, jumlah cara untuk

memilih ada :

(N – n1)Cn2 = ..………………………………………..2.2

Total jumlah cara untuk memilih sistem pada tingkatan pertama dan kedua adalah

hasil kali persamaan 2.1 dan 2.2 yaitu :

. = .............

…………..2.3

Jika hanya ada 3 tingkatan, maka jumlah sistem pada tingkatan ke 3 adalah n3 = (N -

n1 - n2) dan persamaan 3 menjadi :

= .......................…………………………………………..2.4

= 24 cara

Page 4: Tugas Fisika Statistik (1)

Dengan cara yang sama jika ada r tingkatan, maka jumlah cara untuk

memilih sistem pada berbagai lingkatan adalah

=

…………………………………………………..2.5

Jumlah cara untuk menyusun sistem di dalam asembel yang telah di bahas di

atas, belum melibatkan keadaan energi, pada hal kita tahu bahwa masing-masing

tingkatan energi terdiri dari keadaan energi. Andaikan di dalam tingkatan r terdapat

gr, keadaan energi, maka jumlah cara untuk menyusun nr sistem pada tingkatan ini

seluruhnya terdapat cara.

Jumlah cara total untuk menyusun semua sistem di dalam semua tingkatan

dan semua keadaan disebut bobot konfigurasi atau disebut juga bobot keadaan

makro dan dirumuskan sebagai :

W = . . . . … .......…………………..2.6

Bobot konfigurasi adalah Jumlah cara untuk menyusunan

sistem-sistem yang berbeda tingkatan dan keadaan energi.

Penulisan persamaan 6 akan lebih sederhana bila digunakan simbol perkalian .

Persamaan 2.6 dapat ditulis menjadi

W = N! .…………………………………………………..2.7

dengan W = Bobot konfigurasi, gr = degenerai tingkatan r

N = Jumlah sistem di dalam asembel nr = jumlah sistem pada

tingkatan r.

Dari contoh 01 jika kita hitung kembali

a. 3 partikel berada dalam 1 kotak dari 4 kotak yang disediakan :

W1 = 3! = 4 cara

b. 2 partikel berada dalam 1 kotak dan 1 partikel berada dalam 1 kotak dari 4 kotak

yang disediakan :

Page 5: Tugas Fisika Statistik (1)

W2AB = 3! = 12 cara, W2AC = 3! = 12 cara dan W2BC = 3! = 12

cara

c. 1 kotak terdapat 1 partikel dari dari 3 partikel dan 4 kotak yang disediakan :

W3 = 3! = 24 cara

Maka banyaknya cara 3 partikel menempati 4 kotak (4 keadaan) adalah : = 4 + 3(12)

+ 24 = 64 cara

3. Konfigurasi Yang Paling Mungkin

Dari persamaan 2.7 dapal dilihat bahwa yang merupakan variabel bebas

adalah nr. Jadi kita dapat merancang W yang maksimum dengan jalan mengatur

jumlah sistem pada setiap tingkatan. Dengan kata lain, berapa jumlah sistem pada

setiap tingkatan yang dapat memaksimalkan W? Hal mi merupakan fungsi distribusi.

W merupakan fungsi dari nr atau

W = f(n1,n2, ........nr). .....................................………………………..2.8

Selanjutnya akan dicari berapa nilai (n1,n2, ........nr), yang dapat

memaksimalkan W. Caranya sama dengan mencari suatu nilai maksimum suatu

fungsi, yaitu turunan pertama fungsi itu sama dengan nol. Selanjutnya persamaan (II.

2.8) dideferensialkan terhadapat semua nilai (n1,n2, ........nr), yaitu

dn1 + dn2 + . . . + dnr = 0, atau

dW = dnr = 0 …………………………………………………..2.9

Persamaan 2.9 dapat dicari penyelesaiannya dengan mengambil syarat batas bagi nilai-

nilai nr, dnr,, dan energi total E dengan jumlah sistem total sama dengan N konstan.

Keadaan ini disebut sebagai asembel tertutup.

Syarat Batas:

[1] r nr = N = konstan

[2] r dnr = dN = 0

[3] r nr.r = E = konstan.

Page 6: Tugas Fisika Statistik (1)

Metode sederhana untuk menyelesaikan persamaan 2.2 adalah menggunakan

Metode Lagrange. Dengan menggunakan syarat batas (1), (2) dan (3), maka

persamaan 2.2 dapat ditulis sebagai berikut :

dW + a.dN + b.dE = 0 ..........................………………………….2.10

dimana a dan b merupakan faktor pengali yang akan dicari. Bila syarat batas

dimasukan ke persamaan 2.10 diperoleh :

dnr + ardnr + br r.dnr = 0 ………………………………….2.11

Oleh karena Bobot konfigurasi W persamaan 2.7 berbentuk perkalian

berderet, maka sukar dicari turunannya. Agar mudah dicari, maka diambil

logaritmanya. Persamaan 2.11 dapat ditulis sebagai :

dnr + rdnr + r r.dnr = 0 ..............……………………2.12

dimana dan merupakan faktor pengali yang disebut faktor pengali Lagrange.

Persamaan 2.12 dapat ditulis lagi menjadi :

d(ln W) + dnr + dE = 0 ........................………………………….2.13

Dengan mengambil tanda sigma untuk semua suku, akan diperoleh

dnr = 0 ....……………………………………….2.14

Oleh karena perkalian dua suku sama dengan nol, maka dapat diambil suku pertama

sama dengan nol.

= 0 ............………………………………………….2.15

Dengan menggunakan pendekatan Sterling, yaitu log N! = N log N - N, maka

persamaan 2.7 dapat ditulis sebagai :

ln W = N ln N – N + r(nr ln gr – nr ln nr + nr) = 0 ………………….2.16

Diferensial parsialnya terhadap nr adalah

= ln gr – ln nr

= ln ....................................………………………….2.17

Page 7: Tugas Fisika Statistik (1)

Substitusi persamaan 2.17 ke persamaan 2.15 diperoleh :

ln + + .r = 0, atau

nr = gr. .......………………………………………………….2.18

Persamaan 2.18 merupakan jumlah sistem yang memaksimalkan bobot

konfigurasi. Persaamaan 2.17 nantinya merupakan cikal-bakal fungsi distribusi

Maxwell-Boltzmann, sedangkan (e) disebut faktor Boltzmann. Langkah

berikutnya adalah menentukan pengali Lagrange dan , agar fungsi distribusi

Maxwell-Boltzmann dapat dirumuskan secara lengkap.

3. Menentukan Pengali

Banyak cara yang dapat diterapkan untuk menentukan pengali , diantaranya

adalah menggunakan pertimbangan Termodinamika.

Dari persamaan 2.18 dapat dilihat bahwa jumlah sistem yang berenergi tak

hingga sama dengan nol, dengan kata lain tidak ada sistem yang berenergi tak

hingga. Jadi ungkapan ini dapat dipakai sebagai syarat batas untuk menentukan

pengali , yaitu nr = 0 untuk er = (lihat syarat batas [3]). Dengan demikian dapat

diramalkan bahwa pengali bernilai negatip.

Selanjutnya akan dipertimbangkan nilai dari titik pandang Termodinamika

dan akan dilakukan melalui dua jalan :

a. Andaikan kita memiliki dua asembel A dan B, masing-masing berisi N1 dan N2

sistem. Apabila kedua asembel A dan B dilakukan kontak termal antara dinding-

dindingnya, maka akan terjadi pertukaran energi termal antara asembel A dan B,

tetapi jumlah sistem-sistemnya tidak mengalami pertukaran karena

keduanya terisolasi.

Asembel

A

Asembel

B

Tcmperaturnya T1 T2

Perpindahan energi antar asembel rnenyebabkan terjadinya kesetimbangan

termal pada temperatur yang sama, yaitu T. Jumlah sistem dan energi total asembel

E adalah konstan. Jadi :

Page 8: Tugas Fisika Statistik (1)

dN1 = 0; dN2 = 0; dan dE = 0 ……………………….2.19

Selanjutnya energi dalam kedua asembel dibagi kedalam tingkatan-tingkatan

energi. Misalnya tingkatan ke r energinya 1r dan 2r, sedangkan bilangan huni

(jumlah sistem yang menempali tingkatan itu) adalah n1r dan n2r. Energi total kedua

asembel itu adalah :

E = r n1r.1r + r n2r.2r ………………………………………….2.20

Dengan menggunakan syarat batas 2.19, maka diferensiasi persamaan 2.20

sama dengan nol.

dE = 0. ………………………………………………….2.21

Jika bobot konfigurasi W bagi masing-masing asembel adalah W1 dan W2,

maka bobot total adalah :

WT = W1.W2 ………………………………………………….2.22

Syarat untuk konfigurasi yang paling mungkin adalah :

d ln Wr + 1 dN1 + 2.dN2 + dE = 0 ………………………….2.23

Syarat batas 2.19 dipakai untuk menentukan 1, 2,

Dari persamaan 2.22, ln WT = ln W1 + ln W2. Karena W1 dan W2 hanya bergantung

pada n1r, dan n2r, maka persamaan 2.23 dapat ditulis menjadi :

dn1r+ dn2r+1rdN1+2 rdN2 + (r 1r.dn1r + r 2r.dn2r) = 0 …

2.24

Persamaan 2.25 dapat difaktorkan menjadi sebagai :

dn1r + dn2r = 0

………….2.25

Syarat bagi konfigurasi yang paling mungkin adalah suku pertama dan suku kedua

sama dengan nol. Dari dua suku pada persamaan 2.25 dapat dilihat bahwa hanya

pengali yang merupakan konstanta yang dimiliki bersama oleh dua asembel A dan

B. Oleh karena hanya besaran temperatur yang dimiliki bersama oleh dua asembel

pada keadaan setimbang termal, maka dapat diperkirakan bahwa pengali adalah

fungsi dari temperatur, yaitu

= f(T) .........................……………………………………………….2.26

Page 9: Tugas Fisika Statistik (1)

dengan T adalah temperatur asembel.

b. Selanjutnya pengali dipandang dari titik pandang yang dikaitkan dengan dE.

Andaikan asembel diberikan energi panas sebesar dQ dan asembel mengalami

pemuaian sebesar dV. Asembel melakukan kerja sebesar P.dV, dengan P adalah

tekanan yang diberikan asembel terhadap dinding sekitarnya. Pertambahan energi

asembel akibat panas yang diberikan, ditunjukkan oleh Hukum I

Termodinamika, yaitu sebagai :

dE = dQ – P.dV .......………………………………………………….2.27

Perubahan energi ini juga dapat diberikan dalam bentuk :

dE = dnr.r

dE = r dnr + nr dnr ......…………………………………………….2.28

Kedua suku pada persamaan 2.27 dan 2.28 sama-sama menyatakan energi

asembel, sehingga dapat dikatakan bahwa “perubahan energi sistem-sistem d pada

energi tingkatan r akan ditimbulkan oleh perubahan volume asembel dV”, sehingga

suku kedua persamaan 2.28 yaitu nr.dr dikaitkan dengan kerja yang dilakukan oleh

asembel.

Penyusunan kembali sistem-sistem atas tingkatan-tingkatan energi diberikan

oleh suku pertama persamaan 2.28, yaitu r.dnr dikaitkan dengan panas yang diserap

oleh asembel. Jadi antara persamaan 2.27 dan 2.28 dapat dihubungkan sebagai

nr.dr = – P.dV ....………………………………………………….2.29

r dnr = dQ ....………………………………………………….2.30

Jika persamaan persamaan 2.30 dipakai untuk menyatakan persamaan 2.15

dan diambil untuk kasus isovolum (tidak ada perubahan volume dV), maka

persamaan 2.13 pada keadaan setimbang dapat ditulis menjadi

dln W + dN + dQ = 0 …………………………………………….2.31

Oleh karena setiap penambahan energi dalam harus ditimbulkan oleh perubahan

energi panas dQ, dengan kata lain dQ diberikan ke asembel. Oleh karena jumlah

sistem konstan (dN = 0), maka akan terjadi perubahan bobot konfigurasi pada

asembel yang memenuhi

dln W = – dQ .........………………………………………………….2.32

Page 10: Tugas Fisika Statistik (1)

Kita telah mengetahui dalam termodinamika, bahwa perkalian antara 1/T

dengan dQ merupakan perubahan entropi, yaitu :

dS = ..................………………………………………………….2.33

Perubahan entropi yang dikaitkan dengan bobot konfigurasi dinyatakan oleh

persamaan dS = k.dln W. Jadi

dS = k.(– ) dQ = ………………………………………………….2.34

Dari persamaan 2.34 dapat diperoleh pengali , yaitu :

= – ...................

………………………………………………….2.35

dengan k = konstanta boltzmann.

4. Menentukan pengali

Di dalam menentukan pengali , kita berpijak pada persainaan 2.18 dengan

membuat substitusi A = e, sehingga persamaan 2.18 dapat ditulis dalam bentuk :

nr = A.gr. ............………………………………………………….2.36

Jumlah sistem total adalah :

N = r nr = A.r gr. ……………………………………………….2.37

Dari persamaan 2.37, maka diperoleh :

A = .............………………………………………………….2.38

Agar A dapat dicari secara lengkap, maka kita harus mencari gr dan gr ini

dicari dengan bantuan elemen ruang fase.

Degenerasi tingkatan gr yang dikaitkan dengan elemen volume ruang fase

(ruang-) dirumuskan sebagai berikut :

gr = B. ……………………………………………………………….2.39

dengan = elemen volume ruang- dalam selang energi antara r, dan r + dr, yang

ditunjukkan oleh persamaan 1.21 dan B = rapat keadaan atau jumlah keadaan

Page 11: Tugas Fisika Statistik (1)

persatuan volume. Oleh karena nilai energi tingkatan dapat bemilai antara 0< r <

maka kita peroleh :

A = ….

……………………………………….2.40

Jika integral persamaan 2.40 diselesaikan dan dengan menggunakan pengali , akan

diperoleh pengali sebagai berikut :

= ln A = ln …………………………………….2.41

5. Fungsi Partisi

Fungsi partisi memengang peranan penting dalam perhitungan-perhitungan

selanjutnya. Fungsi partisi diberi nama khusus :

Z = ................………………………………………………….2.42

Besaran ini nilainya masih bergantung pada parameter dan struktur status energi.

6. Distribusi Maxwell-Boltzmann

Oleh karena dan telah diketahui sebagai parameter asembel, maka dapat ditulis

distribusi asembel, sebagaimana diberikan oleh persamaan 2.18. Distribusi ini selalu

diungkapkan dalam bentuk distribusi diferensial.

Contoh:

Jika dn diambil sebagai jumlah sistem yang mempunyai koordinat di dalam volume

ruang fase d, maka distribusi deferensial boleh ditulis dengan mengganti jumlah

keadaan gr dalam persamaan 2.18 oleh B.d, sehingga diperoleh :

dn = . B.d …..………………………………………………….2.43

Cara lain adalah menyatakan g() d sebagai jumlah keadaan energi dengan energi

antara dan + d, maka peraamaan 2.18 dapat ditulis menjadi :

n() d = . g().d ..……………………………………………….2.44

Page 12: Tugas Fisika Statistik (1)

Untuk jumlah sistem yang memiliki selang energi antara dan + d, dengan

mensubstitusikan nilai-nilai , dan g(), akan diperoleh distribusi Maxwell-

Boltzmann sebagai :

n() d = d ........…………………………………….2.45

Persamaan 2.44 ini disebut Distribusi Maxwell-Boltzmann. Persamaan ini

mengandung arti jumlah sistem yang merniliki energi antara dan + d.

7. Sifat Rata-Rata Sistem

Andaikan sifat suatu sistem dinyatakan secara matematts Y(X,P) merupakan

fungsi koordinal 6 yang digambarkan oleh X = x,y,z dan P = px,py,pz. Distribusi

energi sistem dapat dipakai untuk menentukan nilai rata-rata Y(X,P). Jika terdapat dn

sistem yang berada di dalam elemen ruang fase d = dx dy dz dpx dpy dpz

yang berada dalam koordinat (X,P), maka peluang untuk menemukan sistem di dalam

elemen ruang fase ini dapat ditulis sebagai berikut :

f(X, P)d = ..........………………………………………………….2.46

dengan N adalah jumlah sistem total dan f(X, P) adalah fungsi probabilitas,

sedangkan dn ditunjukkan oleh persamaan 2.43. Persamaan 2.46 dapat ditulis

sebagai :

f(X, P)d = ..

……………………………………………….2.47

Nilai rata-rata dari suatu besaran sistem Y(X, P) dapat dicari dengan

menggunakan nilai rata-rata berdasarkan statistik yang berbentuk :

<Y> =

…………………………………………….2.48

dengan mengambil integral terhadap semua daerah ruang fase. Substitiisi persamaan

2.47 ke persamaan 2.48 akan diperoleh :

Page 13: Tugas Fisika Statistik (1)

<Y> = …………………………………………….2.49

Adakalanya penyebut persamaan 2.49 dinormalisasi ke nilai 1.

8. Distribusi Kecepatan Sistem Gas Ideal

Distribusi energi sistem (partikel) gas ideal dapat dirumuskan seperti

persamaan 2.45 n()d mengandung arti jumlah sistem (partikel) yang memiliki

energi dalam selang antara dan + d.

Andaikan distribusinya dinyatakan dalam bentuk momentum, menulisnya adalah

n(p)dp, persamaannya dapat ditulis menjadi :

n(p) dp = p2dp …………………………………….2.50

yang mengandung arti "jumlah sistem yang memiliki momentum dalam selang

antara p dan p + dp.

Dengan cara yang sama kita dapat menyatakan distribusi kecepatan sistem, secara

matermatis ditulis n(v) dv. Dengan menggunakan hubungan p = mv dan dp = mdv, kita

dapat memperoleh distribusi kecepatan sistem, yaitu berbentuk:

n(v) dv = 4N v2dv …………………………….2.51

Persamaan 2.51 disebut Distribusi Kecepatan Maxwell, yang mengandung arti

"jumlah sistem yang memiliki kecepatan dalam selang antara v dan v + dv". Bentuk

kurva distribusi kecepatan Maxwell adalah sebagai berikut:

Page 14: Tugas Fisika Statistik (1)

Gambar 1. Distribusi Kecepatan Maxwell-Boltzmann

Distribusi kecepatan di atas dapat ditulis dalam suku-suku ketiga komponen vx, vy,

dan vz dengan menggunakan hubungan bahwa px = m.vx, kita peroleh

n(vx,vy,vz) dvx dvy dvz = N exp dvx dvy dvz …….2.52

Persamaan 2.51 mengandung arti “jumlah sistem yang memiliki tiga komponen

kecepalan dalam selang antara vx, dan vx+ dvx, vy dan vy + dvy, vz dan vz+ dvz.

Dari persamaan 2.52 dapat dicari jumlah sistem yang memiliki komponen

kecepatan dalam selang antara vx dan vx + dvx dengan cara mengintegralkan

persamaan 2.52 terhadap semua komponen y dan z. Jika anda melakukan integrasi

akan diperoleh persamaan sebagai :

n(vx) dvx = N exp dvx …………………………….2.53

Persamaan ini mengandung arti “jumlah sistem yang memiliki komponen kecepatan

dalam selang antara vx dan vx + dvx”. Fungsi distribusi probabilitas sistem yang

memiliki komponen kecepatan antara vx dan vx + dvx adalah fx(vx) = [n(vx)dvx].

Bentuk lengkapnya adalah sebagai :

fx(vx) dvx = exp dvx …………………………….2.54

9. Kecepatan Rata-Rata dan Kecepatan yang Paling Mungkin

Untuk menentukan kecepatan rata-rata sistem, terlebih dahulu kita tentukan

fungsi distribusi probabilitasnya. Dengan cara yang sama dengan persamaan 2.54,

kita dapat menuliskan fungsi distribusi probabilitas kecepatan sistem yang memiliki

kecepatan dalam selang antara v dan v + dv, yaitu :

fv(v) dv = = 4 exp v2 dv …………….2.55

Page 15: Tugas Fisika Statistik (1)

Dengan menggunakan fungsi distribusi probabilitas ini, dapat ditentukan kecepatan rata-

rata sistem dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

<v> =

Jika dilakukan integrasi dengan bantuan integral- diperoleh kecepatan rata-rata

sebagai berikut :

<v> = ............................................…………………………….2.56

Dengan cara yang sama, anda tentu dapat menentukan kecepatan kuadrat rata-

rata, dengan menggunakan fungsi distribusi probabilitas kecepatan yaitu sebagai berikut

:

<v2> =

Bila dilakukan integrasi secara lengkap, diperoleh hasil sebagai :

<v2> = .............………………………………………………….2.57

Hal ini sama dengan apa yang diperoleh dalam teori kinetik gas, bahwa energi rata-

rata m.<v2> sama dengan k.T

Selanjutnya akan kita cari kecepatan sistem yang paling mungkin. Yang

dimaksud kecepatan yang paling mungkin adalah kecepatan yang dimiliki oleh sebagian

besar sistem-sistem. Untuk keperluan itu kita harus memaksimumkan fungsi

probability kecepatan fv(v). Andaikan kecepatan sistem yang paling mungkin adalah

vm hal ini dipenuhi dengan syarat fv(v) maksimum. Jadi untuk mendapatkan fv(v)

maksimum, maka deferensial fv(v) terhadap v harus sama dengan nol.

= 4 exp(–mv2/2kT) = 0, atau

2vm – = 0

Oleh karena kecepatan v = 0 tidak mungkin terjadi pada sistem, maka :

vm = ...............………………………………………………….2.58

Page 16: Tugas Fisika Statistik (1)

Dari persamaan 2.58 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sistem (partikel)

memiliki kecepatan vm.