TERAPI PREVENTIF ARANG AKTIF TERHADAP EKSPRESI TNF …repository.ub.ac.id/1471/1/ELSA INDRA...
Transcript of TERAPI PREVENTIF ARANG AKTIF TERHADAP EKSPRESI TNF …repository.ub.ac.id/1471/1/ELSA INDRA...
TERAPI PREVENTIF ARANG AKTIF TERHADAP
EKSPRESI TNF-α DAN HISTOPATOLOGI HEPAR
TIKUS (Rattus norvegicus) HIPERKOLESTEROLEMIA
DENGAN INDUKSI DIET HIPERKOLESTEROL
SKRIPSI
Oleh:
ELSA INDRA YEDEANINGSI
135130101111041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
TERAPI PREVENTIF ARANG AKTIF TERHADAP
EKSPRESI TNF-α DAN HISTOPATOLOGI HEPAR
TIKUS (Rattus norvegicus) HIPERKOLESTEROLEMIA
DENGAN INDUKSI DIET HIPERKOLESTEROL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
ELSA INDRA YEDEANINGSI
135130101111041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
TERAPI PREFENTIF ARANG AKTIF TERHADAP EKSPRESI TNF-α
DAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS (Rattus norvegicus)
HIPERKOLESTEROLEMIA DENGAN INDUKSI DIET
HIPERKOLESTEROL
Oleh:
ELSA INDRA YEDEANINGSI
NIM. 135130101111041
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 17 Juli 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Djoko Winarso, drh., MS drh. Herlina Pratiwi, M.Si
NIP. 19530605 198403 1 001 NIP. 19870518 201012 2 010
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 19600903 198802 2 001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Elsa Indra Yedeaningsi
NIM : 135130101111041
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Penulisan Skripsi berjudul:
Terapi Preventif Arang Aktif Terhadap Ekspresi TNF-α dan
Histopatologi Hepar Tikus (Rattus norvegicus) Hiperkolesterolemia dengan
Induksi Diet Hiperkolesterol
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak
menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang tercantum di isi dan tertulis
di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,
maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 17 Juli 2017
Yang menyatakan,
(Elsa Indra Yedeaningsi)
NIM. 135130101111041
iv
TERAPI PREVENTIF ARANG AKTIF TERHADAP EKSPRESI TNF-α
DAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS (Rattus norvegicus)
HIPERKOLESTEROLEMIA DENGAN INDUKSI DIET
HIPERKOLESTEROL
ABSTRAK
Hiperkolesterolemia sering terjadi pada hewan karena pola pemberian
pakan berlemak dan kadar kolesterol tinggi yang melebihi kebutuhan tubuh.
Metabolisme hiperkolesterol menjadi asam empedu menghasilkan radikal bebas
mengakibatkan kerusakan jaringan hepar dan meningkatkan ekspresi TNF-α.
Pencegahan kerusakan jaringan hepar akibat hiperkolesterolemia dapat dengan
memberikan arang aktif. Interaksi antara kolesterol dengan karbon aktif terjadi
adsorpsi secara fisika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi
preventif arang aktif terhadap ekspresi TNF-α hati dan histopatologi hati tikus
(Rattus norvegicus) yang diinduksi hiperkolesterol. Penelitian ini menggunakan
tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar dibagi dalam 6 kelompok perlakuan
yaitu: Kelompok negatif, kelompok positif diberi diet hiperkolesterol sebanyak 3,02
g/ekor, kelompok perlakuan diberi diet hiperkolesterol dan terapi arang aktif 340
mg/ekor, 680 mg/ekor, dan 1020 mg/ekor serta perlakuan hanya diberi arang aktif
680 mg/ekor diberikan peroral mulai hari ke 8-21 hari. Ekspresi TNF-α organ hati
diamati dengan metode IHK dibantu software Immunoratio, dianalisa dengan uji
ANOVA dilanjutkan uji Tukey (p<0,01). Gambaran histopatologi hepar diamati
secara kualitatif dengan pewarnaan HE. Hasil penelitian pemberian arang aktif
dapat menghambat perlemakan hepar dan menghambat kenaikan TNF-α sebesar
79,19% dengan dosis pemberian efektif 680 mg/ekor setelah pemberian diet
hiperkolesterol. Kesimpulan penelitian ini arang aktif dapat mencegah
hiperkolesterolemia berdasarkan penghambatan kenaikan TNF-α dan
penghambatan histopatologi hepar.
Kata kunci: Arang aktif, Hiperkolesterolemia, Rattus norvegicus, TNF-α,
histopatologi hepar.
v
PREVENTIVE THERAPY ACTIVE CHARCOAL AGAINST
EXPRESSIONS of TNF- and HISTOPATHOLOGY LIVER
RAT (Rattus norvegicus) HIPERKOLESTEROLEMIA
with INDUCTION DIET HIPERKOLESTEROL
ABSTRACT
Hiperkolesterolemia often occurs in animals because of the feeding patterns
of fatty and high cholesterol levels that exceed the needs of the body. The
metabolism cholesterol to be bile acid produces free radicals induce tissue damage
and improves expression TNF-α of liver. Active charcoal can be prevention of liver
tissue damage. Interaction between cholesterol with activated charcoal occurs
adsorption in physics. This research aims to know the effect of preventive therapy
against active charcoal expression of TNF-α and histopathology liver rat (Rattus
norvegicus) induced hiperkolesterol. This research uses the white rat (Rattus
norvegicus) strain Wistar which were divided into 6 groups of treatment: negative
group, positive group were given diet of hipercholesterol as much as 3.02 g/rat, the
group treatment was given diet hipercholesterol 3.02 g/rat and therapy active
charcoal 340 mg/rat, 680 mg/rat, and 1020 mg/rat and treartmen with 680 mg/rat
active charcoal only, given peroral 8-21 day. Expression of TNF-α liver was
observed with immunohistochemistry helped by software imunnorati, analyzed
with ANOVA test and followed by Tukey test (p < 0.01). The description of the
histopathology liver observed qualitatively with HE coloring. Result of this
research, the granting of active charcoal can inhibit fatty of liver and inhibit 79,19%
the expression of TNF-α by granting effective dose 680 mg/rat. The conclusion is
active charcoal can prevent the hipercholesterolemia based on the inhibition of
TNF-α and increases the inhibition of histopathology liver.
Key words: Active charcoal, Hiperkolesterolemia, Rattus norvegicus, TNF-α,
histopathology of liver.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun penelitian
dengan judul “Terapi Prefentif Arang Aktif Terhadap Ekspresi TNF-α dan
Histopatologi Hepar Tikus (Rattus norvegicus) Hiperkolesterolemia dengan
Induksi Diet Hiperkolesterol” sebagai tugas akhir/skripsi sebagai syarat kelulusan
menjadi Sarjana Kedokteran Hewan.
Skripsi ini disusun berdasarkan diskusi dengan berbagai pihak serta literatur
yang penulis baca dari beberapa referensi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada :
1. Dr. Djoko Winarso, drh., MS dan drh. Herlina Pratiwi, M.Si selaku dosen
pembimbing yang telah menyisihkan waktunya untuk membimbing penulis pada
saat penulisan skripsi ini.
2. Aulia Firmawati, drh., M.Vet dan drh. Ahmad Fauzi, M.Sc selaku dosen penguji
atas segala ilmu, dukungan, serta saran dan masukan dalam penyempurnaan
penulisan tugas akhir ini.
3. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya.
4. Keluarga tercinta yang selalu memberi kasih sayang, dorongan, dukungan dan
doa untuk menyelesaikan studi penulis serta perhatiannya akan kebutuhan
penulis baik secara moril maupun materi.
5. Semua dosen dan civitas akademika yang telah membimbing, memberikan ilmu,
dan mewadahi penulis selama menjalankan studi di Program Studi Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya.
6. Semua kolegium Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, khususnya kepada
teman-teman B-tis dan Keluarga Monstera 6.
7. Para sahabat : Anggit, Dwiky, Nana, dan Bayu untuk semangat dan
ketersediaannya selalu mengingatkan dan menemani menyelesaikan studi
penulis.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap
skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca
untuk itu saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .............................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iii
ABSTRAK .............................................................................................. iv
ABSTRACT .......................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ............................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian...................................................
1.2 Rumusan Masalah Penelitian..............................................
1.3 Batasan Masalah ................................................................
1.4 Tujuan Penelitian................................................................
1.5 Manfaat Penelitian..............................................................
1
4
4
5
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 7
2.1 Hiperkolesterolemia ...........................................................
2.1.1 Definisi Hiperkolesterolemia ....................................
2.1.2 Etiologi Hiperkolesterolemia ....................................
2.1.3 Metabolisme Kolesterol ...........................................
2.1.4 Patomekanisme Hiperkolesterolemia .......................
2.1.5 Pencegahan Hiperkolesterolemia .............................
2.1.6 Pengobatan Hiperkolesterolemia ..............................
2.2 Arang Aktif ........................................................................
2.2.1 Definisi Arang Aktif .................................................
2.2.2 Karakteristik Arang Aktif .........................................
2.2.3 Fungsi Arang Aktif ...................................................
2.3 Hewan Coba .......................................................................
7
7
9
9
10
13
13
14
14
15
17
17
2.4 Ekspresi TNF-α Terhadap Hiperkolesterolemia ................ 19
2.5 Histopatologi Hepar ........................................................... 22
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 27
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................
3.2 Hipotesis Penelitian ...........................................................
27
30
viii
BAB IV. METODE PENELITIAN ...................................................... 31
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................
4.2 Alat dan Bahan ...................................................................
4.2.1 Alat ............................................................................
4.2.2 Bahan ........................................................................
4.3 Tahapan Penelitian ............................................................
4.4 Prosedur Kerja ...................................................................
4.4.1 Kerangka Penelitian dan preparasi Hewan coba
Tikus ........................................................................
4.4.2 Preparasi Tikus Hiperkolesterolemia dengan Diet
Hiperkolesterol ........................................................
4.4.3 Pengambilan Hepar .................................................
4.4.4 Preparasi Arang Aktif ...............................................
4.4.5 Penentuan Ekspresi TNF-α dengan
Imunohistokimia .......................................................
4.4.6 Pembuatan Preparat Hisopatologi Organ Hepar
dengan Pewarnaan Hematosiklin-Eosin (HE) dan
Pengamatan Histopatologi ........................................
4.4.7 Analisa Data .............................................................
31
31
31
32
32
33
33
35
36
37
37
38
39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 40
5.1 Pengaruh Preventif Arang Aktif Terhadap Ekspresi
TNF-α Organ Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) .
40
5.2 Pengaruh Preventif Arang Aktif Terhadap
Histopatologi Organ Hepar Tikus Putih (Rattus
norvegicus) ..................................................................
50
BAB VI PENUTUP ................................................................................ 55
6.1 Kesimpulan ................................................................. 55
6.2 Saran ............................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 56
LAMPIRAN ........................................................................................... 60
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Komposisi Bahan Diet Tinggi Kolesterol ........................... 35
4.2 Komposisi Diet Tinggi Kolesterol ............................................. 35
5.1 Rata-rata ekspresi TNF-α organ hati pada kelompok
perlakuan ...................................................................................
41
5.2 Kandungan Arang Aktif Hasil SEM ...................................... 50
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Anatomi Hepar Tikus Normal .......................................... 23
2.2 Histologi Hepar Tikus ...................................................... 26
3.1 Kerangka Konsep Penelitian.............................................. 27
5.1 Hasil Imunohistokimia Organ Hepar ................................ 42
5.2 Ukuran Pori-Pori Arang Aktif Hasil Analisis SEM .......... 50
5.3 Histopatologi Hepar Tikus Dengan Pewarnaan HE .......... 51
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Keterangan Kelaikan Etik ....................................................... 61
2 Rancangan Penelitian .............................................................. 62
3 Pakan Hiperkolesterol ............................................................. 63
4 Komposisi Pakan Standart ...................................................... 64
5 Perhitungan Dosis Arang Aktif ............................................... 65
6 Hasil Sem Arang Aktif ........................................................... 66
7 Prosedur Nekropsi Dan Pengambilan Organ Hepar Menurut
Hussein (2008) .......................................................................
67
8 Proses Pembuatan Preparat Histopatologi .............................. 68
9 Metode Imunohistokima ......................................................... 70
10 Hasil Spektrofotometri Kadar Kolesterol Total Tikus Model 71
11 Ekspresi TNF-α ....................................................................... 72
12 Persentasi Penurunan TNF-α .................................................. 73
13 Hasil Uji Statistik TNF-α ........................................................ 74
xii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG
Simbol/singkatan Keterangan
µl Mikroliter
Å Angstrom
ANOVA analisis of variant
APO 100 Apolipoprotein 100
APO B-100 Apolipoprotein B-100
APO E Apolipoprotein E
BB berat badan
cc cubic centimeter
CFU colony forming unit
cm Centimeter
cm3 Centimeter kubik
Da Dalton
dl Desiliter
DNA deoxyribonucleic acid
g Gram
H2O2 hydrogen peroxide
HDL high-density lipoprotein
HE haematoxylin and eosin
ICAM-1 Inter Cellular Adhesion Molecule-1
IDL intermediate-density lipoprotein
IHK Imunohistokimia
IL-1 Interleukin-1
IL-2 Interleukin-2
IL-6 Interleukin-6
IL-9 Interleukin-9
kDa Kilodalton
LDL low-density lipoprotein
LDL-oks LDL teroksidasi
LNG Liquefied natural gas
LPL Lipoprotein Lipase
m2 Meter persegi
ml Mililiter
Mmol Milimol
mRNA Messenger ribonucleic acid
NADPH nicotinamide adenin dinucleotide phospat hydrolase
NF-kB Nuklear Factor Kappa Beta
O2- anion superoksida
O2-• radical superoxide
OH• hydroxyl radicals
PBS phosphat buffered saline
PFA Para Formal Dehyde
pH potential of hidrogen
xiii
pKa ukuran kemampuan suatu senyawa untuk melepas proton
ke dalam pelarut, dalam kondisi setimbang
RAL Rancangan Acak Lengkap
ROS Reactive Oxygen Species
SOD superoksida dismutase
TG Trigliserida
TNF Tumor Necrotic Factor
VCAM-1 Vascullar Cell Adhesion Molecule-1
SA-HRP Strep Avidin Horse Redish Peroxidase
DAB diaminobenzidine tetrahyrochloride
VLDL very lowdensity lipoprotein
14
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hiperkolesterolemia adalah peningkatan kadar kolesterol dalam darah.
Hiperkolesterolemia saat ini sering terjadi pada hewan, hal ini disebabkan oleh pola
pemberian pakan terhadap hewan kesayangan dengan pakan berlemak dan kadar
kolesterol tinggi yang melebihi kebutuhan tubuh sehari-hari (Lichtenstein, 2006).
Pada hewan, kejadian penyakit ini sekitar 13% pada kucing (Xenoulis, 2007).
Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa hiperkolesterolemia pada anjing di
Amerika Serikat ditemukan pada 32,8% dari 192 ekor yang diselidiki (Arauna,
2012). Hiperkolesterolemia berhubungan dengan beberapa faktor salah satunya
adalah diet tinggi lemak jenuh. Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi
dimana kolesterol dalam darah meningkat melebihi ambang normal yang ditandai
dengan meningkatnya kadar kolesterol total terutama Low Density Lipoprotein
(LDL) dan diikuti dengan penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL) darah
(Hendarsyah, 2014).
Pada kasus hiperkolesterolemia, terjadi gangguan metabolisme kolesterol.
Tubuh akan mengubah kolesterol menjadi asam empedu yang pada prosesnya akan
menghasilkan radikal bebas. Respon inflamasi akibat oksidasi LDL yang muncul
salah satunya adalah produksi sitokin proinflamasi TNF-α (Chapman, 2006). Pada
keadaan normal, sitokin TNF-α ditemukan dalam tubuh dalam jumlah sedikit yang
berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh. Tumor Necrosis Factor α (TNF-α)
2
merupakan salah satu sitokin untuk pertahanan tubuh melawan mikroba menular
dan sebagai mediator proinflamasi. Peningkatan sitokin TNF-α terjadi karena
aktivasi NF-kB (nuclear factor kB) yang berfungsi untuk respon seluler akibat
stimulasi stres oleh peningkatan radikal bebas dan LDL yang teroksidasi. Nuclear
Factor Kb (NF-kB) akan merangsang ekspresi molekul adhesi seperti vasculer cell
adhesion molecule (VCAM). Molekul adhesi akan menarik monosit pada sirkulasi
yang akhirnya berdiferensiasi menjadi makrofag yang akan mefagositosis LDL
yang teroksidasi. Makrofag kemudian memproduksi sitokin proinflamasi seperti
TNF-α ( Al-Lamki dalam Kusumaningtyas, 2012).
Hewan dengan hiperkolesterolemia akan mengalami adanya peningkatan
kadar trigliserida (TG) karena adanya penumpukan visceral fat dan penurunan
aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL) yang dipicu oleh karena adanya lipid
peroksidasi yang akan mengganggu hidrolisis TG, sehingga kadar TG meningkat.
Penurunan aktivitas enzim LPL juga akan menyebabkan perubahan VLDL menjadi
IDL menjadi terhambat, sehingga VLDL akan mengendap di dalam hepar dan
menyebabkan perlemakan hepar berupa akumulasi lemak pada sinusoid dan sekitar
sel-sel hepar. Akumulasi lemak umumnya dimulai dari daerah portal yang meluas
menuju vena sentralis. Hal ini disebabkan karena suplai darah dari usus menuju ke
hati melalui vena porta. Jika darah yang berasal dari usus mengandung toksin maka
kerusakan awal akan ditemukan pada hepatosit daerah vena porta. Selanjutnya
aliran darah akan melewati sinusoid menuju vena sentralis. Terdapat beberapa zat
toksin akan dimetabolisme oleh hati. Hasil metabolisme akan dibawa oleh aliran
darah sinusoid menuju vena sentralis. Dalam hal ini maka, kerusakan hepatosit
3
berupa perlemakan akan banyak dijumpai pada daerah vena sentralis (Wahyudi,
2009).
Pengobatan hiperkolesterolemia yang paling sering dilakukan ialah mengatur
diet yang mempertahankan berat badan normal dan mengurangi kadar lipid plasma
(Suyatna, 2007). Pada banyak kasus, diet saja tidak akan menurunkan kadar lipid
darah. Karena 75 - 85% kolesterol serum berasal dari endogenous, perubahan diet
saja akan menurunkan kolesterol total sebanyak 10 - 30% (Mahley dan Bersot,
2008). Maka perlu pengobatan alternatif, salah satunya dengan arang aktif yang
diharapkan mampu menyerap kolesterol berlebih dalam usus sebelum kolesterol
masuk ke peredaran darah.
Karbon berpori atau yang lebih dikenal dengan nama karbon aktif digunakan
secara luas sebagai adsorben dalam proses industri untuk menghilangkan sejumlah
pengotor, terutama yang berhubungan dengan zat warna, pengolahan limbah,
pemurnian air, obat-obatan dan lain-lain. Arang selain digunakan sebagai bahan
bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan
oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika
terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia
ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi, dengan demikian arang akan
mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut
sebagai arang aktif. Arang aktif merupakan suatu padatan berpori, yang sebagian
besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen
sehingga permukaan arang aktif bersifat non polar. Struktur pori berhubungan
4
dengan luas permukaan juga menentukan kemampuannya dalam menyerap bahan
organik, logam berat, dan gas (Napitupulu, 2009).
Dari latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini dilakukan untuk
melihat kemampuan arang aktif dalam mencegah hiperkolesterolemia pada tikus
putih (Rattus norvegicus) dengan melihat ekspresi TNF-α diamati dengan metode
Imunohistokimia (IHK) serta histopatologi hepar menggunakan pewarnaan HE.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah pemberian arang aktif dapat mencegah peningkatan ekspresi TNF-α
pada hepar tikus (Rattus norvegicus) yang diberi diet pakan tinggi kelesterol?
2. Apakah pemberian arang aktif dapat mencegah terjadi histopatologi hepar tikus
(Rattus norvegicus) yang diberi diet pakan tinggi kelesterol?
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi
pada:
1. Hewan model tikus yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan
strain Wistar, umur 10-12 minggu dengan berat badan 100-150 gram yang
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas
Brawijaya, Malang, Penggunaan hewan model telah mendapat sertifikasi laik
etik Nomor: 711-KEP-UB dari Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya.
2. Pebuatan hewan model hiperkolesterolemia dilakukan dengan pemberian diet
hiperkolesterol komposisi asam kholat 0,1%, minyak babi 10%, dan kuning telur
5
puyuh rebus 5% selama 14 hari secara force feeding dengan sonde lambung
(Larasathi, 2014).
3. Arang aktif diperoleh dari PT. Haycarb Palu Mitra.
4. Dosis Arang Aktif diberikan pada tikus 1 x sehari melalui oral, menggunakan
sonde selama 14 hari dengan dosis plasebo 680 mg/ekor dan perlakuan 340
mg/ekor, 680 mg/ekor, 1020 mg/ekor.
5. Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah ekspresi TNF-α dengan metode
imunohistokimia pada organ hepar dan histopatologi organ hepar dengan
pewarnaan Hematosiklin Eosin.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efek pemberian arang aktif dalam mencegah peningkatan ekspresi
TNF-α pada hepar tikus (Rattus norvegicus) yang diberi diet pakan tinggi
kelesterol.
2. Mengetahui pengaruh pemberian arang aktif dapat mencegah terjadi
histopatologi pada hepar tikus (Rattus norvegicus) yang diberi diet pakan tinggi
kelesterol.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian ilmiah pemanfaatan arang aktif
untuk pencegahan hiperkolesterolemia akibat pemberian diet pakan tinggi
kolesterol.
6
2. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui efek pemberian arang aktif
dalam mencegah peningkatan ekspresi TNF-α serta terhadap profil
histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi diet pakan
tinggi kolesterol.
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur pemanfaatan Arang aktif
sebagai pencegahan hiperkolesterolemia dalam dunia kedokteran hewan.
7
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperkolesterolemia
2.1.1 Definisi Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan dimana kadar kolesterol tinggi
dalam darah. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit tetapi gangguan metabolik yang
bisa menyumbang dalam terjadinya berbagai penyakit terutama penyakit
kardiovaskuler (Diyanti, 2015). Dalam keadaan normal hati melepaskan kolesterol
ke darah sesuai kebutuhan. Tetapi bila diet mengandung terlampau banyak
kolesterol atau lemak hewani jenuh maka kadar kolesterol darah akan meningkat.
Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana meningkatnya konsentrasi
kolesterol dalam darah yang melebihi nilai normal (Siregar, 2015).
Hiperkolesterolemia dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu
hiperkolesterolemia primer terutama disebabkan oleh faktor genetik, usia, jenis
kelamin dan hiperkolesterolemia sekunder yang disebabkan oleh kebiasaan diet
lemak jenuh, kurangnya aktivitas fisik, obesitas serta sindrom nefrotik (Usman,
2014) Hiperkolestrolemia dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Hiperkolesterolemia Primer
Hiperkolsterolemia primer adalah gangguan lipid yang terbagi menjadi 2
bagian, yakni hiperkolesterol poligenik dan hiperkolesterol familial.
Hiperkolesterol poligelik disebabkan oleh berkurangnya daya metabolisme
kolesterol, dan meningkatnya penyerapan lemak. Keadaan ini merupakan penyebab
8
hiperkolesterolemia tersering (>90%). Merupakan interaksi antara kelainan gen
yang multipel, nutrisi, dan faktor lingkungan lainnya serta lebih mempunyai lebih
dari satu dasar metabolik. Hiperkolesterolemia biasanya ringan atau sedang dan
tidak ada xantoma. Hiperkolesterolemia familial adalah meningkatnya kadar
kolesterol yang sangat dominan (banyak) akibat ketidakmampuan reseptor LDL.
Hiperkolesterolemia ini terjadi akibat kelainan genetis atau mutasi gen pada tempat
kerja reseptor LDL, sehingga menyebabkan pembentukan jumlah LDL yang tinggi
atau berkurangnya kemampuan reseptor LDL (Siregar, 2015).
Hiperkolesterolemia primer adalah suatu penyakit herediter yang
menyebabkan seseorang mewarisi kelainan gen pembentuk reseptor lipoprotein
berdensitas rendah pada permukaan membran sel tubuh. Bila reseptor ini tidak ada,
hati tidak dapat mengabsorpsi lipoprotein berdensitas sedang atau lipoprotein
berdensitas rendah. Tanpa adanya absorpsi tersebut, mesin kolesterol di sel hati
menjadi tidak terkontrol dan terus membentuk kolesterol baru. Hati tidak lagi
memberi respons terhadap inhibisi umpan balik dari jumlah kolesterol plasma yang
terlalu besar. Akibatnya, jumlah lipoprotein berdensitas sangat rendah yang
dilepaskan oleh hati ke dalam plasma menjadi sangat meningkat (Diyanti, 2015).
b. Hiperkolesterolemia Sekunder
Hiperkolesterolemia Sekunder terjadi akibat penderita mengidap suatu
penyakit tertentu, seperti diabetes melitus, obesitas, sindroma nefrotik, stres, atau
kurang gerak (olahraga) (Siregar, 2015). Hiperkolesterolemia sekunder diakibatkan
oleh adanya gangguan sistemik (Diyanti, 2015).
9
2.1.2 Etiologi Hiperkolesterolemia
Kolesterol yang berada dalam zat makanan yang kita makan akan dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang berakibat hiperkolesterolemia
(Hendarsyah, 2014). Hiperkolesterolemia dicirikan dengan peningkatan kadar low
density lipoprotein dan kolesterol total. Gangguan metabolisme ini penyebabnya
5% adalah kasus familial/keturunan dan 95% tidak diketahui penyebabnya. Faktor
resiko hiperkolesterolemia (Siregar, 2015):
a. Stres juga memegang peranan nyata terutama pada orang dengan struktur
kepribadian sangat bersemangat berlebihan, tidak sabaran, bekerja keras dan
cepat. Mereka lebih besar resikonya mengidap penyakit jantung dan pembuluh
dari pada orang yang lebih santai dan tidak tergesa-gesa.
b. Low-density lipoprotein (LDL) tinggi (> 175 mg/dl) adalah faktor resiko
terpenting, terlebih pula bila TG meningkat (> 310 mg/dl). Low-density
lipoprotein (LDL) dapat diturunkan dengan penurunan berat badan dan diet
mengurangi lemak jenuh dan kolesterol serta peningkatan asupan lemak tak
jenuh, serat dan protein nabati.
c. High-density lipoprotein (HDL) rendah (< 35 mg/dl) dapat disebabkan oleh
merokok, obesitas dan kurang gerak badan, juga akibat obat-obat seperti
diuretika dan β-blockers, hormon kelamin dan hormon adrenalin dan kortisol.
2.1.3 Metabolisme Kolesterol
Hampir seluruh kolesterol dan fosfolipid akan diabsorpsi di saluran
gastrointestinal dan masuk ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa
usus. Kilomikron sebagian besar dibentuk oleh trigliserida dengan sebagian lain
10
dibentuk oleh fosfolipid (9%), kolesterol (3%), dan apoprotein B (1%). Setelah
kilomikron mengeluarkan trigliseridanya di jaringan adiposa, kilomikron sisanya
akan menyerahkan kolesterol ke hati. Kilomikron dan sisanya merupakan suatu
sistem transpor untuk lipid eksogen dari makanan. Juga ada sistem endogen yang
terdiri dari very lowdensity lipoprotein (VLDL), high-density lipoprotein (HDL),
low-density lipoprotein (LDL), dan intermediate-density lipoprotein (IDL), yang
mengangkut trigliserida dan kolesterol ke seluruh tubuh. Very lowdensity
lipoprotein (VLDL) terbentuk di hati dan mengangkut trigliserida yang terbentuk
dari asam lemak dan karbohidrat di hati ke jaringan ekstra hati. Setelah sebagian
besar trigliserida dikeluarkan oleh kerja lipoprotein lipase, VLDL ini menjadi IDL.
Intermediate-density lipoprotein (IDL) menyerahkan fosfolipid dan melalui kerja
enzim plasma lesitin-kolesterol asiltransferase, mengambil ester kolesterol yang
terbentuk dari kolesterol di HDL. Sebagian IDL diserap oleh hati. Intermediate-
density lipoprotein (IDL) sisanya kemudian melepaskan lebih banyak trigliserida
dan protein, kemungkinan di sinusoid hati, dan menjadi LDL. Selama perubahan
ini sistem endogen kehilangan APO E, tetapi APO B-100 tetap ada. Low-density
lipoprotein (LDL) menyediakan kolesterol bagi jaringan. Di hati dan kebanyakan
jaringan ekstra hati, LDL diambil melalui endositosis dengan perantara reseptor
yang mengenali komponen APO-100 dari LDL tersebut (Diyanti, 2015).
2.1.4 Patomekanisme Hiperkolesterolemia
Lemak yang berasal dari makanan mengalami proses pencernaan di dalam usus
menjadi asam lemak bebas, trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol. Lipoprotein
mengangkut lipid dari usus sebagai kilomikron. Kilomikron melepaskan trigliserida
11
dalam jaringan adiposa, sedangkan sisa kilomikron lainnya akan membawa
kolesterol ke hepar. Selain itu hepar juga membentuk kolesterol, dimana sebagian
kolesterol hepar diekskresikan dalam empedu, baik dalam bentuk bebas maupun
sebagai asam empedu. Sisa kolesterol akan menjadi satu dengan VLDL.
Trigliserida di VLDL dalam sirkulasi akan dihidrolisis oleh enzim Lipoprotein
Lipase (LPL) sehingga VLDL berubah menjadi IDL. Intermediate-density
lipoprotein (IDL) sebagian kembali ke hepar dan sebagian lainnya akan dihidrolisis
kembali oleh LPL sehingga menjadi LDL. Low-density lipoprotein (LDL) akan
membawa kolesterol ke seluruh jaringan perifer sesuai dengan kebutuhan. Sisa
kolesterol di perifer akan berikatan dengan HDL dan dibawa kembali ke hepar
untuk dikonversi menjadi asam empedu (Pangestika, 2014).
Radikal bebas adalah suatu molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan pada orbit luarnya sehingga dapat bereaksi dengan molekul
lain dan menimbulkan reaksi yang destruktif. Hubungan antara kolesterol degan
radikal bebas adalah keterkaitan keduanya dalam proses sintesis asam empedu.
Tubuh berusaha menyeimbangkan kadar kolesterol plasma dengan jalan mengubah
kolesterol menjadi asam empedu. Reaksi 7α-hidroksilasi merupakan tahap pertama
pada biosintesis asam empedu dan juga membatasi laju reaksi hidroksilase, suatu
enzim mikrosomal yang memerlukan oksigen, NADPH, dan sitokrom P-450.
Reaksi hidroksilasi mengakibatkan oksigen mudah tereduksi menjadi radikal bebas
anion superoksida (O2-). Efek kimiawi O2
- dalam jaringan akan menimbulkan reaksi
rantai radikal bebas. O2- yang terikat pada sitokrom P-450 merupakan intermiediet
dalam pengaktifan oksigen dalam berbagai reaksi hidroksilasi. Peningkatan sintesis
12
asam empedu akan meningkatkan aktivitas sitokrom P-450 dan semakin banyak
oksigen yang diperlukan. Peningkatan oksigen akan menghasilkan radikal bebas
sebagai hasil sampingan sehingga radikal bebas terbentuk secara berlebihan pada
kondisi hiperkolesterolemia. Produksi radikal bebas berlebihan akan
mengakibatkan enzim antioksidan di dalam tubuh khususnya organ hati seperti
superoksida dismutase (SOD) tidak mampu mengatasinya dan menimbulkan
kondisi stres oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan antar radikal bebas dengan antioksidan di dalam tubuh. Radikal
bebas yang terbentuk sebagian besar termasuk ke dalam kelompok reactive oxygen
species (ROS). Beberapa ROS yang terdapat di dalam tubuh adalah radical
superoxide (O2-•), hydroxyl radicals (OH•), dan hydrogen peroxide (H2O2)
(Larasathi, 2014).
Diet hiperkolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia yang dapat
mengganggu fungsi endotel pembuluh darah akibat LDL menumpuk di dinding
vaskuler. Infiltrasi LDL pada pembuluh darah dan tingginya Reactive Oxygen
Species (ROS) menyebabkan terbentuknya LDL teroksidasi (LDL-oks). Faktor
transkripsi Nuklear Factor Kappa Beta (NF-kB) yang akan menginduksi
terbentuknya molekul-molekul adhesi (Inter Cellular Adhesion Molecule-1
(ICAM-1), Vascullar Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1) dan Selectin), dan
sitokin-sitokin proinflamasi (IL-1, IL-2, IL-6, IL-9 dan TNF-α) diakifkan oleh
LDL-oks. Monosit semula berada di sepanjang lumen pembuluh darah dan akan
mengikat molekul adhesi, kemudian penetrasi ke lapisan lebih dalam di bawah
intima dan berdeferensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan memfagosit LDL-
13
oks yang masuk ke dalam pembuluh darah. Aktivasi makrofag juga mempengaruhi
pelepasan sitokin proinflamasi TNF-α. Tumor Necrosis Factor-Alpha akan
menyebabkan reaksi inflamasi sehingga hati mengalami kerusakan yang semakin
parah (Pangestika, 2014).
2.1.5 Pencegahan Hiperkolesterolemia
Pencegahan untuk penyakit hiperkolesterolemia sebagai berikut (Siregar,
2015):
a. Hindari asap rokok.
b. Tidak meminum alkohol.
c. Mengatur pola makan seimbang dan rendah lemak.
d. konsumsi makanan berserat, seperti sayur-sayuran dan buah - buahan.
e. Lakukan olahraga yang memadai sesuai dengan umur. Usahakan untuk
berolahraga setiap hari minimal 30 menit.
f. Menjaga berat badan ideal yang sesuai dengan tinggi badan.
g. Hindari stres
2.1.6 Pengobatan Hiperkolesterolemia
Prinsip utama pengobatan hiperkolesterolemia ialah mengatur diet yang
mempertahankan berat badan normal dan mengurangi kadar lipid plasma. Langkah
pengaturan diet selalu dilakukan agar dapat menghindari perlunya penggunaan
obat. Pada banyak kasus, diet saja tidak akan menurunkan kadar lipid darah. Karena
75 - 85% kolesterol serum berasal dari endogenous, perubahan diet saja akan
menurunkan kolesterol total sebanyak 10 - 30%. Jika hiperlipidemia tidak dapat
14
dikendalikan dengan diet (menghindari lemak jenuh dari sumber hewani) dan
olahraga, biasanya diberikan obat-obat antihiperkolesterolemia (Siregar, 2015).
2.2 Arang Aktif
2.2.1 Definisi Arang Aktif
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada
suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan
sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya
serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi
lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktif faktor
bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan
demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang
demikian disebut sebagai arang aktif (Napitupulu, 2009). Karbon aktif merupakan
salah satu adsorben yang paling sering digunakan pada proses adsorpsi. Hal ini
disebabkan karena karbon aktif mempunyai daya adsorpsi dan luas permukaan yang
lebih baik dibandingkan adsorben lainnya. Karbon aktif yang baik haruslah
memiliki luas area permukaan yang besar sehingga daya adsorpsinya juga akan
besar (Pujiyanto, 2010). Arang aktif dapat dibedakan dengan arang berdasarkan
sifat pada permukaannya. Permukaan arang masih ditutupi oleh deposit
hidrokarbon yang menghambat keaktifannya, sedangkan permukaan arang aktif
relatif telah bebas dari deposit, permukaannya luas dan pori-porinya telah terbuka,
15
sehingga memiliki daya serap tinggi. Untuk meningkatkan daya serap arang, maka
bahan tersebut dapat diubah menjadi arang aktif melalui proses aktivasi (Lempang,
2014).
Kapasitas adsorpsi arang aktif bergantung pada karakteristik arang aktifnya,
seperti: tekstur (luas permukaan, distribusi ukuran pori), kimia permukaan (gugus
fungsi pada permukaan), dan kadar abu. Selain itu juga bergantung pada
karakteristik adsorpsi: bobot molekul, polaritas, pKa, ukuran molekul, dan gugus
fungsi. Kondisi larutan juga berpengaruh, seperti: pH, konsentrasi, dan adanya
kemungkinan adsorpsi terhadap zat lain (Evika, 2011).
2.2.2 Karakteristik Arang Aktif
Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah ditingkatkan daya adsorpsinya
dengan proses aktivasi. Pada proses aktivasi ini terjadi penghilangan hidrogen, gas-
gas dan air dari permukaan karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada
permukaannya. Aktivasi ini terjadi karena terbentuknya gugus aktif akibat adanya
interaksi radikal bebas pada permukaan karbon dengan atom-atom seperti oksigen
dan nitrogen. Pada proses aktivasi juga terbentuk pori-pori baru karena adanya
pengikisan atom karbon melalui oksidasi ataupun pemanasan. Karbon aktif terdiri
dari 87 – 97 % karbon dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen
serta senyawa-senyawa lain yang terbentuk dari proses pembuatan. Volume pori-
pori karbon aktif biasanya lebih besar dari 0,2 cm3/gram dan bahkan terkadang
melebihi 1 cm3/gram. Luas permukaan internal karbon aktif yang telah diteliti
umumnya lebih besar dari 500 m2/gram dan bisa mencapai 1908 m2/gram
(Pujiyanto, 2010). Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram
16
dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif
mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan
senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada
besar atau volume poripori dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat
besar, yaitu 25-100% terhadap berat arang aktif (Napitupulu, 2009).
Dua jenis perbedaan yang dipertimbangkan dalam pembuatan dan penggunaan
karbon aktif :
1. Fase liquid yaitu karbon-karbon aktif umumnya ringan dan halus berbentuk
seperti serbuk.
2. Fase atau Penyerap uap yaitu karbon-karbon aktifnya keras, berbentuk butiran
atau pil.
Menurut Standard Industri Indonesia (SII No. 0258-79) yang dikeluarkan
departmen perindustrian, persyaratan arang aktif adalah sebagai berikut (Kurniati,
2008):
a. Bagian yang hilang pada suhu 950oC maksimum 15%
b. Air maksimum 10%
c. Abu maksimum 2,5%
d. Bagian yang tidak diperarang (tidak terbakar menjadi arang) tidak ada
e. Daya serap terhadap larutan I2 minimum 20%
Berdasarkan ukuran pori-porinya karbon aktif dikelompokkan menjadi dua
jenis yaitu (Kurniati, 2008):
1. Mikropori, dengan ukuran pori-pori 10-1000 Angstrom.
2. Makropori, dengan ukuran pori-pori lebih besar dari 1000 Angstrom.
17
2.2.3 Fungsi Arang Aktif
Arang aktif sering digunakan sebagai obat oral untuk menurunkan kadar
kolesterol, mengobati keracunan dan mengurangi gas dalam usus. Secara umum,
arang aktif tidak beracun dan aman digunakan dalam administrasi langsung karena
tidak dicerna saluran pencernaan (Ahmad Zaini and Mohamad, 2015). Menurut
Ibrahim (2014), arang aktif yang saat ini banyak dikenal sebagai adsorben juga
memiliki kemampuan menurunkan kadar kolesterol, penyakit jantung koroner, dan
aterosklerosis. Pemberian arang aktif kepada manusia penderita
hiperkolesterolemia sebanyak 8 g dan tiga kali sehari selama 4 minggu menurunkan
total plasma kolesterol sebesar 25% dan kolesterol LDL sebesar 41%. Selain itu,
kolesterol HDL meningkat sebesar 8%, dan dalam penelitian tersebut juga tidak
ditemukan efek samping yang berarti.
2.3 Hewan Coba
Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara untuk digunakan
sebagai hewan model di dalam berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pengamatan laboratorik. Salah satu hewan percobaan yang memiliki sifat fisiologis
mirip dengan manusia adalah tikus. Tikus memiliki dua spesies, yaitu tikus hitam
(Rattus rattus) dan tikus putih (Rattus norvegicus). Spesies yang paling sering
digunakan sebagai hewan model pada penelitian mengenai manusia maupun
mamalia lain adalah Rattus norvegicus. Rattus norvegicus adalah hewan percobaan
yang paling banyak digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan pencernaan
(Larasathi, 2014). Tikus putih (Rattus norvegicus) dipilih sebagai hewan model
karena tikus memiliki fisiologis dan respon endokrin yang mirip dengan manusia.
18
Tikus putih tergolong sebagai hewan nocturnal yang termasuk cerdas dan tahan
terhadap infeksi (Azhar, 2015). Klasifikasi tikus Rattus norvegicus sebagai berikut
(Pangestika, 2014):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Rodentia
Sub Ordo : Sciurognathi
Familia : Muridae
Sub Familia : Muribae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar memiliki berat badan mencapai
35-40 g pada umur 4 minggu dan setelah dewasa rata-rata 200-250 g. Tikus jantan
umur 12 minggu memiliki berat badan hingga 240 g. Panjang tubuh tikus putih ini
mencapai 40 cm bila diukur dari hidung sampai ujung ekor. Panjang ekor dapat
mencapai 20,5 cm. Tikus ini memiliki mata yang berwarna merah. Tikus yang
digunakan sebagai hewan model hiperkolesterolemia adalah tikus jantan memiliki
kadar hormon estrogen yang sedikit, sehingga tidak akan mempengaruhi kadar
kolesterol dalam darah. Tikus jantan juga memiliki kadar kolesterol yang tidak
dipengaruhi variasi hormon. Tikus jantan yang diinduksi hiperkolesterolemia
selama 14 hari akan menyebabkan metabolisme kolesterol dalam tubuh terganggu,
19
sehingga merangsang peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol yang tinggi
yang akan mengakibatkan hiperkolesterolemia. Tikus memiliki kadar kolesterol
total normal dengan nilai 40-130 mg/dl, total HDL (HIGH Density Lipoprotein)
≥35 mg/dl, dan total LDL (Low Density Lipoprotein) 7-27,2 mg/dl (Azhar, 2015).
Preparasi hewan coba hiperkolesterolemia pada Rattus norvegicus dilakukan
dengan pemberian diet hiperkolesterol. Diet hiperkolesterol merupakan komposisi
pakan yang terdiri dari asam khota 0,1%, minyak babi 10%, dan kuning telur puyuh
rebus segar 5%. Pakan yang mengandung banyak kolesterol akan dimetabolisme
dalam tubuh tikus. Lipid dihidrolisis menjadi kolesterol, asam lemak, fosfolipid,
dan trigliserida. Usus akan mensintesis kilomikron untuk mengalirkan kolesterol
dan masuk ke dalam hati. Hati akan mensintesis LDL untuk mengalirkan kolesterol
ke seluruh tubuh. Pemberian induksi hiperkolesterol pada tikus selama 14 hari akan
menyebabkan terganggunya metabolisme kolesterol di dalam tubuh karena
kolesterol menumpuk di hati (Larasathi, 2014).
2.4 Ekspresi TNF-α Terhadap Hiperkolesterolemia
Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α) merupakan salah satu sitokin
proinflamasi yang poten. Sitokin diketahui memegang peranan patogenik dalam
penyakit inflamasi kronik. Tumor Necrosis Factor-Alpha dapat digunakan sebagai
indikator bahwa sel mengalami stres oksidatif, apoptosis atau nekrosis. Kerusakan
jaringan lokal akan memicu aktivasi makrofag dan respon inflamasinya,
selanjutnya akan memicu respon sistemik yang awalnya merupakan pelindung
tubuh agar kerusakan meluas (Pangestika, 2014). Tumor Necrosis Factor-Alpha
mempunyai beberapa fungsi dalam proses inflamasi, yaitu dapat meningkatkan
20
peran pro trombotik dan merangsang molekul adhesi dari sel leukosit serta
menginduksi sel endotel, berperan dalam mengatur aktivitas makrofag dan respon
imun dalam jaringan dengan merangsang faktor pertumbuhan dan sitokin lain,
berfungsi sebagai regulator dari hematopoetik serta komitogen untuk sel T dan sel
B serta aktivitas sel neutrofil dan makrofag. Tumor Necrosis Factor-Alpha juga
memiliki fungsi tambahan yang menguntungkan termasuk peranannya dalam
respon imun terhadap bakteri, virus, jamur, dan invasi parasit (Supit, 2015).
Tumor Necrosis Factor-Alpha merupakan salah satu mediator yang berperan
penting pada proses hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia menyebabkan stres
oksidatif pada pembuluh darah yang mengaktifkan jalur imun NF-kB. NF-kB
merupakan faktor transkripsi yang berperan penting dalam pengaturan berbagai gen
termasuk respon inflamasi, dengan menginduksi sitokin proinflamasi akibat adanya
stimuli, seperti LDL-oks (Pangestika, 2014).
Hepatosit memiliki beberapa reseptor sitokin seperti Il-1, TNF-α, dan IL-6.
Tumor Necrosis Factor-Alpha adalah suatu protein dengan berat molekul 17 kDa
yang mempunyai peran ganda dalam sel hepatosit, yaitu bertindak sebagai mediator
kematian sel dan juga menginduksi proliferasi dan regenerasi sel hepatosit. Tumor
Necrosis Factor-Alpha diproduksi berlebih di jaringan adiposa pada model tikus
obesitas dan memegang peranan penting dalam proses pembentukan aterosklerosis.
Tumor Necrosis Factor-Alpha memiliki efek biologis diantaranya inisiator
neutrofil dan monosit ke tempat infeksi, memacu ekspresi molekul adhesi sel
vaskular untuk leukosit, merangsang makrofag untuk mensekresi kemoklin dan
21
menginduksi kemotaksis, serta menginduksi apoptosis sel inflamasi yang sama
(Larasathi, 2014).
Tumor Necrosis Factor-α diproduksi dalam jumlah besar dari jaringan lemak
dan sebagian besar disekresi oleh mikrofag yang menginfiltrasi dan berakumulasi
di jaringan lemak sebagai respon terhadap diet tinggi lemak. Peningkatan lemak
viseral terjadi pada keadaan obesitas sehingga sel adiposit akan meningkatkan
ekspresi TNF-α dan subtansi proinflasi lainnya. Peningkatan ekspresi TNF-α akan
menyebabkan stres oksidatif pada pembuluh darah. Jaringan lemak terdiri dari 5-
10% mikrofag, tetapi pada kondisi diet yang memicu peningkatan berat badan
menyebabkan infiltrasi mikrofag yang signifikan, dimana jumlah mikrofag hampir
mencapai 60% dari seluruh sel yang ditemukan di jaringan lemak. Pemberian diet
tinggi lemak pada tikus terbukti memicu berbagai jalur respon inflamasi jaringan
lemak dimana 59% dari total mRNA yang di transkripsi oleh jaringan lemak adalah
gen yang berhubungan dengan inflamasi. Inflasi bertujuan untuk menyekat serta
mengisolasi jejas, menghancurkan mikroorganisme yang menginvasi tubuh serta
menghilangkan aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan jaringan bagi kesembuhan
serta perbaikan. Inflamasi juga bisa menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang
menyebabkan kematian atau kerusakan organ yang persisten serta progresif akibat
inflamasi kronik dan fibrosis (Larasathi, 2014).
Tumor Necrosis Factor-α memiliki efek yang menguntungkan pada
konsentrasi rendah tetapi pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan inflamasi
yang berlebih dan kerusakan organ. Suatu penelitian pada tikus menunjukkan
bahwa ekspresi TNF-α meningkat secara signifikan pada kelompok yang diberi diet
22
tinggi lemak dan kelompok yang diberi diet tinggi karbohidrat dibandingkan
kelompok yang diberi diet normal (Larasathi, 2014).
2.5 Histopatologi Hepar
Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit berbentuk polihedral
dengan 6 atau lebih permukaan, dan garis tengah lebih kurang 20-30 μmj. Hepatosit
meliputi ± 60% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitel sistem empedu
dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel Kupffer
dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang. Sel-sel epitel ini berkelompok
membentuk empeng-lempeng yang saling berhubungan disebut lobulus hati.
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena
hepatica dan duktus hepatikus. Sinusoid adalah pembuluh yang melebar secara
tidak teratur dan membentuk lapisan tidak utuh. Saat darah memasuki hati melalui
arteri hepatica dan vena porta serta menuju vena sentralis, maka akan didapatkan
pengurangan oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan
variasi penting kerentanan tiap daerah jaringan terhadap kerusakan asinus.
Hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati, membentuk lapisan setebal 1-
2 sel, mirip susunan bata di dinding. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus
ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas (Prasetyo, 2011).
Hati tikus terbagi menjadi empat lobus yaitu lobus kiri, lobus median, lobus
kanan, dan lobus caudatus. Beberapa ligamentum yang merupakan piretoneum
membantu menyokong hati. Dalam hati terdapat tiga jenis jaringan yang penting
yaitu sel parenkim hati, susunan pembuluh darah dan susunan saluran empedu.
Secara mikroskopis, setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut
23
sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap
lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati
berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan
darah dari lobulus. Diantara sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai
sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kupffer yang fungsi utamanya
adalah menelan bakteri dan benda asing dalam darah. Selain cabang-cabang vena
porta dan arteri hepatica, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu
interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang disebut sebagai
kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar
hingga menjadi duktus koledokus (Susanti, 2015).
Gambar 2.1 Anatomi hati tikus (Susanti, 2015).
Pengamatan kerusakan struktur sel hepar dapat diamati dengan melihat
perubahan sel hepar dalam mikroskop dengan kekuatan perbesaran (40x10).
Perubahan yang terjadi meliputi degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik
sampai nekrosis. Degeneratif parenkimatosa atau disebut juga degeneratif
albumintosa atau bengkak keruh ialah bentuk degenerasi teringan, berupa
pembengkakan dan kekeruhan sitoplasma dengan munculnya granula-granula
dalam sitoplasma akibat endapan protein. Degenerasi ini merupakan degenerasi
24
sangat ringan dan reversibel, dimana degenerasi hanya terjadi pada mitokondria
dan retikulum endoplasma akibat rangsangan yang mengakibatkan gangguan
oksidasi. Sel yang sakit tidak dapat mengeliminasi air sehingga tertimbun di dalam
sel dan mengalami pembengkakan. Degenerasi hidropik pada dasarnya sama
dengan degenerasi parenkimatosa namun derajatnya lebih berat, sehingga tampak
vakuola berisi air dalam sitoplasma yang tidak mengandung lemak atau glikogen,
sitoplasmanya menjadi pucat membengkak karena timbunan cairan. Perubahan ini
reversibel, walaupun dapat pula berubah menjadi irreversibel apabila cederanya
menetap. Apabila kemudian terjadi robekan membran plasma dan terjadi perubahan
inti maka jejas sel menjadi ireversibel dan sel mengalami kematian atau yang
disebut nekrosis (Prasetyo, 2011).
Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel
hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar
1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus
ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin
dan busa. Celah diantara 14 lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut
sinusoid hati (Susanti, 2015).
Pada hepar hiperkolesterolemia terdapat degenerasi lemak pada hampir seluruh
bagian terutama pada bagian dekat vena sentralis, adanya sel yang nekrosis dan
sinusoid terlihat tidak beraturan. Inti sel hati terlihat berada di tepi karena terdesak
oleh adanya lemak yang memenuhi bagian sitoplasma sel hati. Adanya degenerasi
lemak sel hati menyebabkan terjadinya perubahan susunan sel sehingga sel tidak
25
mampu kembali kekeadaan semula menyebabkan sinusoid tampak melebar.
Degenerasi lemak terjadi karena terdapat penurunan aktifitas enzim LPL dalam
menghidrolisa VLDL yang mengakibatkan butiran TG terakumulasi di dalam sel
hati. Terbentuknya radikal bebas menyebabkan sel tidak mampu mengeluarkan TG
sehingga terjadi degenerasi lemak. Peningkatan kadar radikal bebas lebih jauh akan
menyebabkan terjadinya nekrosis (Wulandari, 2012).
Menurut Rolizawaty, dkk (2016) pada hepar tikus hiperkolesterolemia terdapat
banyak degenerasi lemak yang ditandai dengan pembentukan vakuola-vakuola
lemak yang memenuhi bagian sitoplasma sel hati sehingga mendesak inti sel
hepatosit ke tepi. Sinusoid tampak tidak beraturan akibat sitoplasma sel hepatosit
yang membesar dan sinusoid dipenuhi oleh sel-sel radang. Selain itu, juga terlihat
banyaknya infiltrasi lemak yang membentuk ruang-ruang kosong akibat dari
penimbunan lemak di luar sel hepatosit. Degenerasi dan infiltrasi lemak terjadi
karena pemberian perlakuan dengan pakan tinggi kolesterol. Perlakuan pakan tinggi
kolesterol pada tikus dapat menyebabkan peningkatan aktivitas lipogenesis, dan
pembentukan free fatty acid (FFA). Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh
perubahan sintesis asam lemak dan oksidasi lemak terutama pada hati dan lipolisis.
Perubahan sintesis FFA ini akan mengakibatkan kadar trigliserida meningkat,
sehingga semakin tinggi konsumsi lemak maka semakin tinggi sintesis trigliserida
yang menyebabkan degenerasi lemak dan infiltrasi lemak pada hati. Sel radang
disebabkan oleh kondisi hiperkolesterolemia. Perlakuan hiperkolesterolemia
mengakibatkan peningkatan jumlah sel radang pada jaringan hati tikus yang
disebabkan produksi radikal bebas yang berlebihan pada jaringan tersebut. Radikal
26
bebas yang berlebihan akan menyerang makromolekul sel dan dapat menyebabkan
kerusakan dan kematian sel sehingga menyebabkan terjadinya diapedesis yang
mengakibatkan sel-sel radang keluar dan menginfiltrasi jaringan untuk melakukan
opsonisasi atau membersihan sel-sel yang rusak.
Gambar 2.2 Histopatologi hepar tikus dengan pewarnaan HE (perbesaran 400
kali) (Arauna, 2012).
Keterangan gambar : (A) hepar normal; (B) hepar hiperkolesterolemia 1 = sel hepar
normal, 2 = sinusoid, 3 = sel hepar megalami perlemakan,
VS = vena sentralis, huruf i (insert) menunjukkan
perlemakan pada sekitar sel hepar yang diperbesar
1
27
27
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Diet
hiperkolesterol
Tikus (Rattus norvegicus) strain Wistar
ROS
Kilomikron
Kerusakan dan perlemakan
jaringan hepar
Arang Aktif
Kadar Kolesterol dalam
Usus
Kadar Kolesterol dalam
Darah
Metabolisme Asam
Empedu
TNF-α organ hepar
LDL-oks
VLDL
IDL
LDL
NF-ĸB
Makrofag
28
Keterangan:
: Variabel bebas : Menstimulasi
: Variabel tergantung : Menghambat
: Meningkat : Menurun
Pemberian diet tinggi kolesterol selama 14 hari dapat menyebabkan kadar
kolesterol yang tinggi sehingga mengakibatan hiperkolesterolemia.
Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan konsentrasi kolesterol dalam darah
melebihi normal. Kolesterol yang tinggi akan didetoksifikasi oleh hati dan akan
diseimbangkan kadarnya dengan peningkatan sintesa asam empedu. Kolesterol
diubah ke dalam asam empedu melalui reaksi 7α-hidroksilasi dan menghasilkan
radikal bebas sebagai hasil sampingan. Radikal bebas akan menyebabkan
kerusakan jaringan. Reactive Oxygen Species (ROS) bersifat aktif dan dapat
menyebabkan kerusakan sel, disfungsi membran, modifikasi protein, inaktifasi
enzim dan pecahnya rantai DNA. Kerusakan yang ditimbulkan akan memicu
teraktivasinya makrofag sehingga menghasilkan TNF-α sebagai salah satu sitokin
proinflamasi.
Pada hepar hiperkolesterolemia terdapat degenerasi lemak pada hampir seluruh
bagian terutama pada bagian dekat vena sentralis, adanya sel yang nekrosis dan
sinusoid terlihat tidak beraturan. Tingginya kadar kolesterol dalam darah kolesterol
akan dibawa ke hati untuk dimetabolisme. Suplai darah dari usus menuju ke hati
melalui vena porta, maka akan ditemukan perlemakan dari daerah portal yang
meluas menuju vena sentralis. Jika darah yang berasal dari usus mengandung toksin
maka kerusakan awal akan ditemukan pada hepatosit daerah vena porta.
29
Selanjutnya aliran darah akan melewati sinusoid menuju vena sentralis. Dalam hal
ini maka, kerusakan hepatosit berupa perlemakan akan banyak dijumpai pada
daerah vena sentralis. Kerusakan jaringan hati yang terjadi akan meningkatkan
ekspresi TNF-α.
Arang aktif diberikan dengan cara disonde satu jam setelah sonde diet
hiperkolesterol karena pengsosongan lambung tikus memerlukan waktu selama
satu jam. Arang aktif akan menyerap kolesterol di dalam usus sebelum terjadi
penyerapan kolesterol oleh usus sehingga kadar kolesterol dalam darah tidak
meningkat. Kolesterol adalah sterol terbanyak di dalam tubuh, bentuknya dapat
sebagai kolesterol bebas ataupun terikat pada asam lemak sebagai kolesterolester.
Interaksi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif terjadi adsorpsi secara fisika
karena setiap partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben melalui
gaya Van der Waals atau ikatan hidrogen. Arang aktif merupakan salah satu
adsorben yang paling sering digunakan pada proses adsorpsi karena mempunyai
daya adsorpsi dan luas permukaan yang lebih baik dibandingkan adsorben lainnya.
Arang aktif memiliki pori-pori yang mampu menyerp arang aktif. Arang aktif yang
biasa beredar di pasar umumnya terbuat dari tempurung kelapa, kayu dan batubara.
Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu zat teradsorsi
pada arang bagian luar, kemudian menuju pori-pori arang, dan terabsorbsi pada
dinding bagian dalam arang.
Absorbsi kolesterol usus oleh arang aktif akan mencegah peningkatan kadar
kolesterol dalam darah. Dengan mencegah peningkatan kadar kolesterol dalam
30
darah maka dapat mencegah kerusakan jaringan hati dan mencegah peningkatan
ekspresi TNF-α pada hepar.
3.2 Hipotesis Penelitian
Pemberian terapi arang aktif dapat mencegah peningkatan ekspresi sitokin
proinflamasi TNF-α pada organ hati dan mencegah kerusakan organ hati hewan
model (Rattus norvegicus) hiperkolesterolemia.
31
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2017. Penggerusan arang aktif
dilakukan di Laboratorium Farmakologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Brawijaya, Malang. Pengamatan ekspresi TNF-α dilakukan di
Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang.
Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas
Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang. Pemeriksaan histopatologi hepar
dilakukan di Laboratorium Patologi Kessima Medika RS Islam Aisiyah Malang.
4.2 Alat dan Bahan
4.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: freezedryer (Christ
Beta 1-8 K), spektrofotometer Shimadzu UV-visible, mikroskop Olympus BX51,
inkubator (memmert Ine500), sentrifuse (Sorvall Biofuge Primo R Centrifuge,
Sorvall Legend Micro 17), refrigerator, aoutoclave, timbangan digital (Precisa 300
D), pH meter (Eutech Instrument Cyberscan pH 310), botol tutup berulir 1000 ml,
erlenmeyer 250 ml dan 100 ml, gelas ukur 50 ml, pipet ukur 5 ml, micropipet ukuran
10-100 µl, microtip warna kuning dan biru, microtube, vortex, mortar, pengaduk
kaca, gelas objek, cover slide, karet bulb, cooler box, kandang tikus, spuit 3 cc, alat
sonde, serta seperangkat alat bedah.
32
4.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) strain Wistar jenis kelamin jantan berumur 10-12 minggu dengan berat
badan 100-150 gram, arang aktif, asam kholat, minyak babi, kuning telur puyuh
rebus, anti-rat TNF-α (santa cruz biotechnology), antibodi sekunder rabbit labelled
biotin, Strep Avidin Horse Redish Peroxidase (SA-HRP), kromagen 3,3-
diaminobenzidine tetrahyrochloride (DAB), Phosphate Buffer Saline (PBS),
Paraformaldehyde (PFA), xylol, parafin cair, entellan, akuades dan alkohol.
4.3 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Kerangka penelitian dan preparasi hewan coba tikus
2. Penentuan dosis terapi arang aktif
3. Pembuatan arang aktif
4. Preparasi tikus hiperkolesterolemia dengan diet hiperkolesterol
5. Preparasi terapi arang aktif
6. Euthanasia / pembedahan tikus
7. Pengambilan hepar
8. Pengukuran ekspresi TNF-α
9. Pembuatan preparat histopatologi organ hepar dengan pewarnaan
hematosiklin-eosin (HE) dan pengamatan histopatologi.
10. Analisa data
33
4.4 Prosedur Kerja
4.4.1 Kerangka Penelitian Dan Preparasi Hewan Coba Tikus
Penelitian bersifat eksperimental dengan desain penelitian True Experimental
dan rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), Hewan
coba dibagi menjadi enam kelompok. Masing-masing kelompok perlakuan terdiri
dari empat ekor tikus sebagai ulangan. Masing-masing kelompok diberi perlakuan
sebagai berikut:
1. Kelompok A : Tikus sehat tanpa perlakuan (Kontrol negatif).
2. Kelompok B : Tikus diberi diet hiperkolesterolemia sebanyak
3,02 g/ekor (kontrol positif).
1. Kelompok C : Tikus diberi diet hiperkolesterolemia sebanyak
3,02 g/ekor dan diterapi dengan arang aktif 340 mg/ekor
2. Kelompok D : Tikus diberi diet hiperkolesterolemia sebanyak
3,02 g/ekor dan diterapi dengan arang aktif 680 mg/ekor.
3. Kelompok E : Tikus diberi diet hiperkolesterolemia sebanyak
3,02 g/ekor dan diterapi dengan arang aktif 1020 mg/ekor.
4. Kelompok F : Tikus diterapi dengan arang aktif 680 mg/ekor.
Bagan rancangan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.
34
Sampel penelitian ini menggunakan hewan coba tikus (Rattus norvegicus)
jantan strain Wistar dengan berat badan 100-150 gram. Estimasi besar sampel
dihitung berdasarkan rumus (Larasathi, 2014) :
t (n-1) ≥ 15
6 (n-1) ≥ 15
6n-6 ≥ 15
6n ≥ 21
n ≥ 4
Keterangan :
t : jumlah kelompok (perlakuan)
n : jumlah ulangan yang diperlakukan
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk lima kelompok perlakuan
diperlukan jumlah ulangan paling sedikit empat kali dalam setiap kelompok
sehingga dibutuhkan 24 ekor hewan coba.
Variabel yang diamati dalam penelitian adalah:
Variabel bebas : Dosis arang aktif dan diet hiperkolesterol
Variabel tergantung : Ekspresi TNF-α hati tikus dan histopatologi hepar
Variabel kontrol : Umur, berat badan, jenis kelamin, Strain Wistar,
pakan, kandang.
Preparasi Rattus norvegicus sebelum diberi perlakuan perlu dilakukan adaptasi
di dalam laboratorium selama tujuh hari. Tikus dikandangkan sesuai dengan
kelompok perlakuan dalam kandang yang terbuat dari bak plastik dengan ukuran
17,5 x 23,75 x 17,5 cm yang dilengkapi dengan penutup kawat.
35
4.4.2 Preparasi Tikus Hiperkolesterolemia Dengan Diet Hiperkolesterol
Metode pakan diet hiperkolesterol (Gani dkk, 2013), pakan diet
hiperkolesterol terdiri dari asam kholat 0,1%, minyak babi 10%, dan kuning telur
puyuh rebus segar 5%. Semua bahan dicampur lalu diencerkan dengan akuades
sampai volume 2 ml. Pakan diet hiperkolesterol diberikan setiap hari selama 14 hari
dengan metode force feeding sebesar 3,02 gr yang diencerkan dengan akuades
sampai volume 2 ml. Setelah itu, tikus diberi minum dan pakan standar. Pakan yang
diberikan sebanyak 40 g/ekor/hari. Metode pakan diet hiperkolesterolemia susunan
ransum pakan diet hiperkolesterol dapat dilihat pada Tabel 4.1. Penggunaan hewan
model telah mendapat sertifikasi laik etik Nomor: 711-KEP-UB dari Komisi Etik
Penelitian Universitas Brawijaya.
Tabel 4.1 Komposisi bahan diet tinggi kolesterol
Bahan %/Kg Jumlah (gram)
Asam kholat 0,1 0,02
Minyak babi 10 2
Kuning telur puyuh rebus 5 1
(Gani dkk, 2013)
Bahan-bahan tersebut ditambah air hingga 2 ml diberikan dengan metode
sonde lambung dan ditambah pakan standar.
Tabel 4.2 Komposisi diet tinggi kolesterol
Tinggi lemak %
Bahan kering 86,66
Kadar abu 7,59
Lemak kasar 10,21
Protein kasar 18,61
Serat kasar 6,56
(Gani dkk, 2013)
36
Pemberian diet tinggi kolesterol pada kelompok (B), kelompok (C) dan
kelompok (D) selama 14 hari, selanjutnya akan menimbulkan gangguan
metabolisme kolesterol dalam tubuh.
Menurut Arauna (2013), pakan ideal untuk harus memenuhi kebutuhan zat
makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, sehingga
pakan yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan tikus (Rattus norvegicus).
Ransum pakan standar yang diberikan pada tikus dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.4.3 Preparasi Arang Aktif
Arang aktif yang digunakan pada penelitian ini merupakan produk arang aktif
dari PT. Haycarb Palu Mitra. Produk arang aktif berbentuk granul kemudian digerus
hingga berbentuk serbuk. Arang aktif dengan dosis 340 mg/ekor dan 680 mg/ekor
dilarutkan dalam 2 ml akuades, arang aktif dengan dosis 1020 mg/ekor dilarutkan
dalam 3 ml akuades, kemudian diberikan kepada tikus model dengan metode sonde
lambung.
4.4.4 Pengambilan Hepar
Metode pengambilan hepar berdasarkan Arauna (2013), tikus terlebih dahulu
dibuat tidak sadar dengan cara dislokasi leher, selanjutnya dilakukan pembedahan
(pada hari ke-22 untuk semua perlakuan). Hati tikus terletak di bawah diafragma di
dalam rongga abdomen. Kemudian organ hepar diambil dan dicuci dengan Nacl-
fisiologis 0,9% dan direndam larutan Paraformaldehyde (PFA) 4%. Prosedur
nekropsi / otopsi dapat dilihat pada Lampiran 7.
37
4.4.5 Penentuan Ekspresi TNF-α dengan Imunohistokimia
Hepar digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan
Hematosiklin-Eosin (HE) dan preparat Imunohistokimia (IHK) untuk pengukuran
ekspresi TNF-α. Euthanasia hewan coba dilakukan dengan dislokasi leher. Organ
Hepar dibersihkan dari lemak-lemak yang masih menempel dan dicuci dengan
Nacl-fisiologis 0,9%, kemudian dimasukan dalam larutan Paraformaldehyde
(PFA). Organ hepar selanjutnya dijadikan preparat untuk imunohstokimia dengan
cara fiksasi, dehidrasi, clearing, embedding dan section. Tahap awal
imunohistokimia adalah tahap deparafinisasi yaitu, preparat direndam dalam
larutan xylol, alkohol 100%, 95%, 90%, 80%, dan 70%. Preparat dicuci dalam PBS
pH 7,4 dan direndam 3% hidrogen peroksida (H2O2). BSA 2% kemudian diberikan
dilanjutkan dengan pemberian antibodi primer, anti-rat TNF-α dan didiamkan
selama 24 jam. Preparat selanjutnya ditambahkan antibodi sekunder, IgG anti-rat
labelled biotin selama satu jam, SA-HRP selama 45 menit, dan kromogen DAB
(3,3- diaminobenzidine tetrahydrochloride) selama 10-20 menit. Counter staining
dengan pewarna Major hematoxylin dilakukan lalu dicuci dengan akuades.
Mounting dilakukan dengan entellan dan hasil akhir diamati dibawah mikroskop.
Pengamatan tumor necrosis factor (TNF-α) dalam jaringan akan tampak
dengan warna coklat yang menunjukan adanya ikatan antigen-antibodi. Keberadaan
TNF-α pada hepar yang diamati melalui metode imunohistokimia (IHK) dianalisis
secara semikuantitatif dengan cara membandingkan distribusi TNF-α pada kontrol
dengan perlakuan pada perbesaran rendah (400x) menggunakan software
Immunoratio.
38
4.4.6 Pembuatan Preparat Histopatologi Organ Hepar Dengan Pewarnaan
Hematosiklin-Eosin (HE) Dan Pengamatan Histopatologi.
Langkah – langkah pembuatan preparat histopatologi menurut Arauna
(2013), yaitu:
a. Fiksasi
Fiksasi dilakukan untuk mengawetkan dan mengeraskan jaringan. Jaringan
hepar difiksasi dengan formalin buffer 10% selama 18-24 jam.
b. Dehidrasi
Dehidrasi adalah proses pengeluaran air dari dalam jaringan yang difiksasi.
Jaringan dimasukkan dalam aquades selama 1 jam kemudian didehidrasi dengan
alkohol bertingkat 30%, 50%, 70%, 80%, 90% sampai alkohol absolute.
c. Penjernihan (cleaning)
Penjernihan (cleaning) merupakan proses mengeluarkan alkohol dari
jaringan dan menggantikannya dengan suatu larutan yang dapat berikatan dengan
parafin. Jaringan dimasukkan ke larutan alkohol xylol selama 1 jam, larutan xylol
murni selama 2 x 2 jam, parafin cair 2 x 2 jam.
d. Embedding
Embedding merupakan proses untuk mengeluarkan cairan cleaning agent
dari jaringan dan diganti dengan parafin. Jaringan hepar dicelup ke dalam parafin
cair yang telah dituang ke dalam wadah hingga parafin memadat.
e. Pemotongan (Sectioning) dan penempelan pada objek glass
Jaringan dipotong dengan blog parafin dengan mikrotom serebal 4 mikron,
irisan diletakkan pada poly-1-lysisn slide. Potongan terpilih dikeringkan dan
diletakkan di atas hot plate 38-40OC sampai kering dan siap diwarnai dengan
39
pewarna Hematokilin-Eosin (HE) yang akan dianalisis dan disajikan secara
deskriptif untuk melihat histopatologi hepar menggunakan mikroskop Olympus
BX51 dengan perbesaran 400x.
4.4.7 Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran ekspresi TNF-α organ hati dengan
suatu program SPSS versi 21.0 dengan melakukan uji analisis varian (ANOVA)
dan dilakukan analisis lebih dengan uji Tukey (p<0,01), apabila terdapat perbedaan
yang sangat nyata. Data kualitatif yang digunakan yaitu gambaran histopatologi
hepar dengan pewarnaan HE, yang akan dianalisis dan disajikan secara deskriptif.
40
40
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Preventif Arang Aktif Terhadap Ekspresi TNF-α Organ
Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) merupakan sitokin utama pada
respon inflamasi akut (Ishartadiati, 2010). Sumber utama TNF-α ialah fagosit
mononuklear dan sel T yang diaktifkan antigen, sel NK dan sel mast
(Baratawidjaya, 2010). Tumor Necrosis Factor-Alpha dapat digunakan sebagai
indikator bahwa sel mengalami stres oksidatif, apoptosis atau nekrosis. Kerusakan
jaringan lokal akan memicu aktivasi makrofag dan respon inflamasinya,
selanjutnya akan memicu respon sistemik yang awalnya merupakan pelindung
tubuh agar kerusakan meluas (Pangestika, 2014).
Pengaruh pemberian preventif arang aktif diamati setelah tikus kelompok B
(kontrol (+)) mengalami hiperkolesterolemia. Pada hari ke-22 diambil darah tikus
untuk diperiksa dengan tes kit kolesterol kemudian dilanjutkan dengan analisa
kolesterol total menggunakan spektrofotometri (Lampiran 10). Pengaruh
pemberian preventif arang aktif terhadap ekspresi TNF-α organ hepar tikus putih
(Rattus norvegicus) diamati dengan menggunakan metode immunohistokimia
(IHK). Hasil gambaran IHK hepar ditandai dengan adanya produksi TNF-α pada
tikus putih yang diberikan arang aktif . Pengamatan dilakukan dengan 5 lapang
pandang menggunakan perbesaran 400x kemudian dianalisa menggunakan
software web Immunoratio. Produksi TNF-α ditandai dengan adanya warna coklat
pada jaringan akibat adanya ikatan antigen dan antibody pada jaringan yaitu
41
antibodi primer anti-rat TNF-α dan antibody skunder IgG antimouse biotin
sehingga dengan penambahan substrat kromagen akan menimbulkan warna
kecoklatan.
Hasil ekspresi TNF-α kemudian diolah menggunakan software SPSS 21.0.
Hasil uji normalitas data dan uji homogenitas varian menunjukkan nilai signifikansi
(p<0,01), dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan mempunyai distribusi dan
homogenitas yang normal, sehingga dilanjutkan dengan uji one way ANOVA. Uji
one way ANOVA menunjukkan bahwa (p<0,01), berarti bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antar perlakuan dan arang aktif dapat menghambat kenaikan
ekspresi TNF-α secara signifikan (Lampiran 13). Hasil uji post hoc tukey
(Lampiran 13) menunjukkan kelompok perlakuan arang aktif memiliki perbedaan
yang nyata dengan kontrol negatif maupun kontrol positif, yang ditandai dengan
notasi yang berbeda (Tabel 5.1).
Tabel 5.1 Rata-rata ekspresi TNF-α organ hati pada kelompok perlakuan
Perlakuan Rata-rata
ekspresi
TNF-α ± sd
Peningkatan
(%)
Penurunan
(%)
Kontrol (-) (A) 13,27 ± 1,2ab - -
Kontrol (+) (hiperkolesterol) (B) 84,93 ± 2,2e 84.38% -
Perlakuan 1
(hiperkolesterol + arang aktif 340
mg/ekor) (C)
44,17 ± 1,95d - 47,99%
Perlakuan 2
(hiperkolesterol + arang aktif 680
mg/ekor) (D)
17,67 ± 1,19b - 79,19%
Perlakuan 3
(hiperkolesterol + arang aktif
1020 mg/ekor) (E)
27,90 ± 1,55c - 67,93%
Perlakuan 4 (arang aktif 680
mg/ekor) (F)
11,70 ± 0,60a - -
Keterangan : perbedaan notasi a, b, c dan d menunjukkan adanya perbedaan yang
sangat signifikan (p<0,01) antara kelompok perlakuan
42
Gambar 5.1 Hasil imunohistokimia organ Hepar
Keterangan : A = Kontrol negatif (tikus sehat), B = Kontrol positif (tikus
yang diberi diet hiperkolesterol), C = hiperkolesterol +
terapi arang aktif 340 mg/ekor/hari, D = hiperkolesterol +
terapi arang aktif 680 mg/ekor/hari, E = hiperkolesterol +
terapi arang aktif 1020 mg/ekor/hari, F = terapi arang aktif
680 mg/ekor/hari. = produksi TNF-α, VS = vena sentralis
E
VS
C
VS
D
VS
A
VS
VS
B
VS
F
43
Hasil ANOVA ekspresi TNF-α pada tikus perlakuan menunjukkan adanya
perbedaan yang sangat nyata (p<0,01). Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa
ekspresi TNF-α organ hati kelompok A memiliki ekspresi TNF-α organ hati paling
rendah yaitu 13,72 ± 1,2 dan pada kelompok B adalah 84,93 ± 2,2. Pemberian terapi
preventif arang aktif dengan dosis 340 mg/ekor, 680 mg/ekor dan 1020 mg/ekor
dapat menurunkan ekspresi TNF-α organ hati bertururt-turut 47,99%, 79,19% dan
67,93%.
Produksi TNF-α pada organ hepar tikus kelompok A dalam kadar yang
rendah pada keadaan normal, ditandai dengan sedikitnya area berwarna cokelat
pada jaringan (Gambar 5.1.A). Nilai rata-rata produksi TNF-α pada kelompok A
digunakan sebagai standart untuk mengetahui adanya peningkatan produksi TNF-
α. Tikus kelompok A pada Tabel 5.1 menunjukkan produksi TNF-α yang paling
rendah dibandingkan kelompok perlakuan yang lain yaitu sebesar (13,27 ± 1,2). Hal
ini dikarenakan tikus Kelompok A merupakan tikus sehat, tanpa diberi diet
hiperkolesterol. Ekspresi TNF-α pada tikus kelompok A paling rendah karena tikus
kelompok A tidak diberi diet hiperkolesterol sehingga radikal bebas yang
dihasilkan sebagai hasil sampingan sintesa kolesterol berlebih menjadi asam
empedu masih bisa ditangkap oleh antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas yang
terbentuk sebagai hasil sampingan sintesis asam empedu sebagian besar termasuk
dalam kelompok reactive oxygen species (ROS). Tingginya ROS dan LDL dalam
tubuh akibat diet hiperkolesterol akan membentuk LDL-oks yang menyebabkan
reaksi oksidatif sehingga menginduksi produksi TNF-α sebagai penyebab reaksi
inflamasi sehingga hati mengalami kerusakan. Menurut Wedhasari (2014)
44
Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah
kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada dengan jumlah
antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan senyawa yang mengandung
satu atau lebih elektron tidak berpasangan dalam orbitalnya, sehingga bersifat
sangat reaktif dan mampu mengoksidasi molekul di sekitarnya (lipid, protein, DNA,
dan karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi, sehingga radikal
bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul lain dalam sel dari
kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen reaktif
Menurut Irawati (2014), adanya peran ganda dari sitokin terutama TNF- α
yaitu pada kadar yang tepat akan memberikan perlindungan dan penyembuhan,
sedangkan pada kadar berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan yang
sangat berat dan fatal. Larasathi (2014), menjelaskan Tumor Necrosis Factor-α
memiliki efek yang menguntungkan pada konsentrasi rendah tetapi pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan inflamasi yang berlebih dan kerusakan
organ. Suatu penelitian pada tikus menunjukkan bahwa ekspresi TNF-α meningkat
secara signifikan pada kelompok yang diberi diet tinggi lemak dan kelompok yang
diberi diet tinggi karbohidrat dibandingkan kelompok yang diberi diet normal.
Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) merupakan sitokin penting dalam
perkembangan berbagai penyakit hati. TNF-α merangsang sel-sel inflamasi dan
memicu produksi sitokin lain, memulai proses penyembuhan hingga fibrogenesis.
TNF-α merupakan penghambat lipoprotein lipase yang poten. Sitokin ini
melakukan perannya melalui 2 reseptor spesifik [TNFR1 (p55) dan TNFR2 (p75)]
45
pada permukaan sel. TNF-α membunuh sel dengan mengaktifkan caspases (protein
yang menginduksi apoptosis) yang menyebabkan apoptosis. Namun, hepatosit yang
sehat biasanya tidak dibunuh oleh TNF-α karena saat dipaparkan TNF-α mereka
mengaktifkan faktor transkripsi antiapoptotik, seperti Nuklear Factor Kappa Beta
(NF-κB). Peningkatan kadar TNF-α juga menyebabkan peningkatan sintesis dan
akumulasi trigliserida di hati dengan menghambat lypolisis pada jaringan perifer.
Selain itu, TNF-α mempercepat sintesis sitokin lain pada hepar, meningkatkan
kemotaksis neutrophil, dan menyebabkan respons inflamasi parah yang
menyebabkan hepatosteatosis dan nekrosis di hati. Faktor-faktor seperti IL-12 dan
-18 dan interferon (IFN) yang meningkatkan aktivitas TNF-α umumnya
memperburuk cedera hati LPS, sedangkan yang menghambat TNF-α, seperti IL-10,
bersifat hepatoprotective (Tuncer et al, 2003).
Produksi TNF-α pada tikus kelompok B (Gambar 5.1.B) mengalami
peningkatan yang signifikan, ditandai dengan banyaknya area berwarna cokelat
pada jaringan dan nampak lebih banyak dibandingkan dengan tikus kelompok A.
Rata-rata kelompok B digunakan sebagai standart untuk mengetahui adanya
penurunan produksi TNF-α. Tikus kelompok B mengalami peningkatan produksi
TNF-α sebesar 84.38% menjadi (84,93 ± 2,2) (Tabel 5.1). Peningkatan produksi
TNF-α ini karena tikus kelompok B merupakan tikus model hiperkolesterolemia
yang diberi diet hiperkolesterol. Hal tersebut menunjukkan bahwa TNF-α
diproduksi lebih banyak saat terdapat stres oksidatif akibat produksi ROS
meningkat karena metabolisme asam empedu yang berlebihan untuk
menyeimbankan kadar kolesterol dalam tubuh tikus yang diberi diet hiperolesterol.
46
Peningkatan kadar kolesterol berbanding lurus dengan jumlah radikal bebas
yang dihasilkan dari sintesa asam empedu. Peningkatan sintesa asam empedu akan
menghasilkan radikal bebas sebagai hasil sampingan sehingga radikal bebas
terbentuk secara berlebihan pada kondisi hiperkolesterolemia. Radikal bebas yang
terbentuk sebagian besar termasuk ke dalam kelompok reactive oxygen species
(ROS) (Larasathi, 2014). Diet hiperkolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia
yang dapat mengganggu fungsi endotel pembuluh darah akibat LDL menumpuk di
dinding vaskuler. Infiltrasi LDL pada pembuluh darah dan tingginya ROS
menyebabkan terbentuknya LDL teroksidasi (LDL-oks) yang akan mengaktigkan
NF-κB yang akan menginduksi terbentuknya molekul-molekul adhesi dan sitokin-
sitokin proinflamasi salah satunya TNF-α. Monosit semula berada di sepanjang
lumen pembuluh darah dan akan mengikat molekul adhesi, kemudian penetrasi ke
lapisan lebih dalam di bawahl intima dan berdeferensiasi menjadi makrofag.
Makrofag akan memfagosit LDL-oks yang masuk ke dalam pembuluh darah.
Aktivasi makrofag juga mempengaruhi pelepasan sitokin proinflamasi TNF-α.
Tumor Necrosis Factor-Alpha akan menyebabkan reaksi inflamasi sehingga hati
mengalami kerusakan yang semakin parah (Pangestika, 2014).
Pada Gambar 5.1.C (arang aktif 340 mg), Gambar 5.1.D (arang aktif 680
mg) dan Gambar 5.1.E (arang aktif 1020 mg) intensitas penyebaran warna coklat
pada hepar tampak lebih sedikit dibandingkan dengan Gambar 5.1.B (tikus
kelompok B). Hal tersebut dikarenakan terjadi penghambatan kenaikan produksi
TNF-α pada hepar tikus yang diberikan terapi arang aktif. Penghambatan kenaikan
ekspresi TNF-α terjadi pada tikus kelompok C, D dan E. Pemberian arang aktif pada
47
tikus kelompok C, D dan E menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,01)
terhadap kelompok A dan B. Penurunan ekspresi TNF-α pada kelompok D mampu
menghambat kenaikan ekspresi TNF-α hingga mendekati kelompok A (Tabel 5.1.),
sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian preventif arang aktif dapat mencegah
peningkatan ekspresi TNF-α pada organ hati tikus hiperkolesterolemia dengan
dosis pemberian 680 mg/ekor/hari adalah volume pemberian yang paling efektif
untuk mencegah terjadinya hiperkolesterolemia. Menurut Ibrahim (2014), arang
aktif yang saat ini banyak dikenal sebagai adsorben juga memiliki kemampuan
menurunkan kadar kolesterol, penyakit jantung koroner, dan aterosklerosis.
Pemberian arang aktif kepada manusia penderita hiperkolesterolemia sebanyak 8 g
dan tiga kali sehari selama 4 minggu menurunkan total plasma kolesterol sebesar
25% dan kolesterol LDL sebesar 41%. Selain itu, kolesterol HDL meningkat
sebesar 8%, dan dalam penelitian tersebut juga tidak ditemukan efek samping yang
berarti.
Tikus kelompok C mampu menurunkan ekspresi TNF-α sebesar 47,99%
menjadi (44,17 ± 1,95). Hal ini membuktikan arang aktif dengan dosis 340
mg/ekor/hari sudah mampu mencegah peningkatan ekspresi TNF-α organ hati tikus
diberi diet hiperkolesterol. Tikus kelompok D mampu menurunkan 79,19% menjadi
(17,67 ± 1,19). Arang aktif dengan dosis 680 mg/ekor/hari merupakan dosis paling
efektif pada penelitian ini. Sedangkan pada tikus kelompok E mampu menurunkan
67,93% menjadi (27,90 ± 1,55). Arang aktif dengan dosis 1020 mg/ekor/hari tidak
menjadi dosis efektif, hal ini dikarenakan 1020 mg arang aktif sulit diencerkan
dalam 3 ml akuades, sehingga mempersulit sonde arang aktif yang menyebabkan
48
stres pada tikus kelompok E. Eddleston (2008) menganjurkan pemberian arang aktif
diatas 50 gr diberikan secara bertahap, dua kali pemberian dengan selang waktu 4
jam, 50 gr untuk manusia sama dengan 68 mg untuk tikus. Lapus (2007)
menjelaskan mekanisme penyerapan arang aktif melalui metode pemberian
bertahap yaitu arang aktif kedua akan menyerap molekul yang mengalami difusi
pasif apabila kosentrasi pada usus lebih rendah dari kosentrasi pada darah. Pada
pemberian pertama, arang aktif akan menyerap kolesterol yang berada dalam
lambung dan usus, kemudian kolesterol dalam darah akan berdifusi pasif menuju
usus saat kosentrasi kolesterol di usus lebih rendah dan akan diserap oleh arang
aktif pemberian kedua. Menurut Dekker (1999) pemberian arang aktif secara
bertahap untuk meningkatkan kemampuan eleminasi zat yang terserap arang aktif.
Pemberian secara bertahap mampu mengurangi peristaltik usus akibat pemberian
arang aktif, sehingga mencegah terjadinya obstruksi pada usus. Lowry (2008) juga
mengatakan konstipasi dan obstruksi usus jarang terjadi pada arang aktif yang
diberikan secara bertahap.
Pada tikus kelompok perlakuan F adalah tikus yang hanya diberi terapi
arang aktif dengan dosis 680 mg/ekor/hari tanpa diberi diet hiperkolesterol.
Perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian arang aktif pada tikus
coba sehat tanpa diberi diet hiperkolesterol. Pada gambar hasil IHK menunjukkan
tidak banyak warna coklat yang terdapat pada jaringan hepar tikus kelompok F
(Gambar 5.1.F). Rata-rata ekspresi TNF-α pada kelompok F sebesar (11,70 ±
0,60). Rata-rata ekspresi TNF-α organ hati tikus kelompok F tidak beda signifikan
dengan ekspresi TNF-α organ hati tikus kelompok A. Hal ini membuktikan bahwa
49
pemberian arang aktif dengan dosis 680 mg/ekor/hari pada tikus sehat tidak
memberikan efek samping yang berarti ditinjau dari ekspresi TNF-α organ hepar
tikus. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ibrahim (2014) bahwa rang aktif mampu
menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh tanpa memberikan efeksamping yang
berarti.
Arang aktif yang digunakan pada penelitian ini dianalisis SEM untuk
mengetahui ukuran pori-pori dan kandungan arang aktif. Hasil analisis SEM
(Lampiran 6) menunjukkan rata-rata ukuran pori-pori arang aktif sebesar 4.23 µm
atau sebesar 42.300 Angstrom (Gambar 5.5). Ukuran pori-pori arang aktif
termasuk besar dan masuk dalam jenis arang aktif makropori. Menurut Kurniati
(2008) terdapat dua jenis arang aktif berdasarkan ukuran pori-pori yaitu mikropori
dengan ukuran pori-pori 10 – 1000 Angstrom dan makropori dengan ukuran pori-
pori lebih dari 1000 Angstrom. Dari hasil SEM diketahui arang aktif yang
digunakan pada penelitian mengandung karbon 93,66%, oksigen 5,56% dan
potassium 0,78% (Tabel 5.2). Menurut Pujiyanto (2010) karbon aktif terdiri dari
87-97% karbon dan sisanya berupa hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen serta
senyawa-senyawa lain yang terbentuk dari proses pembuatan. Dari hasil analisa
SEM dapat diketahui bahwa arang aktuf yang digunakan pada penelitian ini sesuai
dengan SNI dan dapat digunakan dalam dunia medis.
50
Tabel 5.2 Kandungan Arang Aktif Hasil SEM
Element Weight % Weight % σ Atomic %
Carbon 93.658 0.381 95.498
Oxygen 5.561 0.379 4.257
Potassium 0.781 0.055 0.245
Gambar 5.3 Ukuran pori-pori arang aktif hasil analisis SEM
5.2. Pengaruh Preventif Arang Aktif Terhadap Histopatologi Organ Hepar
Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Hasil penelitian pengaruh preventif arang aktif terhadap gambaran histopatologi
hepar dengan pewarnaan hematoxyline-eosin (HE) dianalisa secara deskriptif
menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Gambaran histopatologi
hepar tikus masing-masing perlakuan disajikakan pada Gambar 5.2.
51
Gambar 5.2 Histopatologi hepar tikus dengan pewarnaan HE (Perbesaran 400x);
A. Kontrol negatif (tikus sehat), sel normal dan sinusoid beraturan
B. Kontrol positif (tikus yang diberi diet hiperkolesterol), adanya degenerasi
melemak dan sinusoid tidak beraturan
C. Hiperkolesterol + terapi arang aktif 340 mg/ekor, degenerasi melemak
berkurang, sinusoid lebih beraturan.
D. Hiperkolesterol + terapi arang aktif 680 mg/ekor, degenerasi lemak berkurang
dan sinusoid beraturan mendekati normal.
E. Hiperkolesterol + terapi arang aktif 1020 mg/ekor, adanya degenerasi melemak
dan sinusoid lebih beraturan.
F. Terapi arang aktif 680 mg/ekor/hari, sel normal dan sinusoid beraturan
1 = sel hepar normal, 2 = sinusoid, 3 = sel hepar mengalami perlemakan, VS = vena
sentralis, huruf I (insert) menunjukkan perlemakan pada sekitar sel hepar yang
diperbesar.
A
1
2
VS
i
B
1
VS 2
3
i
D
1
2 VS
3 i
C
1
2
3
VS
i
E
1
3 2
VS
i
F
1
2 VS
i
52
Gambaran histologi hepar normal memiliki inti sel hepatosit yang berada di
tengah sel dan sinusoid terlihat beraturan (Gambar 5.3 A). Menurut Wulandari
(2012), secara normal hepar terdiri dari bagian hepar yang disebut lobulus hepar,
yang dipisahkan oleh jaringan ikat interstitial. Pada jaringan interstitial terdapat
area yang dilewati oleh tiga macam pembuluh, yaitu cabang arteri hepatika, cabang
vena porta, dan duktus biliaris. Area tersebut disebut dengan area porta, atau
segitiga portalis, atau trigonum kiernan. Struktur potongan melintang lobulus hepar
akan terlihat sebagai struktur yang berderet dan radier, dengan vena sentralis
sebagai pusat dan celah-celah pembuluh diantara sel-sel hepatosit yang disebut
sinusoid hepar.
Pada gambaran histopatologi hepar kelompok tikus B terlihat banyak sel
hepatosit yang mengalami perlemakan ditandai dengan inti sel hepatosit berada di
tepi sel karena adanya desakan vakuola-vakuola lemak di sitoplasma. Sel hepatosit
yang mengalami perlemakan banyak ditemukan sekitar vena sentralis. Sinusoid
terlihat tidak beraturan. Menurut Rolizawaty, dkk (2016) pada hepar tikus
hiperkolesterolemia terdapat banyak degenerasi lemak yang ditandai dengan
pembentukan vakuola-vakuola lemak yang memenuhi bagian sitoplasma sel hati
sehingga mendesak inti sel hepatosit ke tepi. Sinusoid tampak tidak beraturan akibat
sitoplasma sel hepatosit yang membesar dan sinusoid dipenuhi oleh sel-sel radang.
Selain itu, juga terlihat banyaknya infiltrasi lemak yang membentuk ruang-ruang
kosong akibat dari penimbunan lemak di luar sel hepatosit. Degenerasi dan infiltrasi
lemak terjadi karena pemberian perlakuan dengan pakan tinggi kolesterol.
Perlakuan pakan tinggi kolesterol pada tikus dapat menyebabkan peningkatan
53
aktivitas lipogenesis, dan pembentukan free fatty acid (FFA). Perubahan tersebut
juga dipengaruhi oleh perubahan sintesis asam lemak dan oksidasi lemak terutama
pada hati dan lipolisis. Perubahan sintesis FFA ini akan mengakibatkan kadar
trigliserida meningkat, sehingga semakin tinggi konsumsi lemak maka semakin
tinggi sintesis trigliserida yang menyebabkan degenerasi lemak dan infiltrasi lemak
pada hati.
Akumulasi lemak umumnya dimulai dari daerah portal yang meluas menuju
vena sentralis. Hal ini disebabkan karena suplai darah dari usus menuju ke hati
melalui vena porta. Jika darah yang berasal dari usus mengandung toksin maka
kerusakan awal akan ditemukan pada hepatosit daerah vena porta. Selanjutnya
aliran darah akan melewati sinusoid menuju vena sentralis. Terdapat beberapa zat
toksin akan dimetabolisme oleh hati. Hasil metabolisme akan dibawa aliran darah
sinusoid menuju vena sentralis. Dalam hal ini maka, kerusakan hepatosit berupa
perlemakan akan banyak dijumpai pada daerah vensentralis (Paderi, 2007).
Pemberian terapi preventif arang aktif memperlihatkan adanya penurunan
jumlah sel hepatosit yang mengalami perlemakan pada gambaran histopatologi
tikus kelompok C, D dan E. Penurunan yang sangat signifikan ditunjukkan oleh
gambaran histopatologi hepar tikus kelompok D dengan perlakuan diberikan diet
hiperkolesterol dan arang akdif dosis 680 mg/ekor/hari. Pada Gambar 5.3 D dapat
dilihat bahwa semakin sedikit sel hepar yang mengalami perlemakan dan sinusoid
semakin jelas jika dibandingkan gambaran histopatologi kelompok C (Gambar 5.3
C) dan kelompok E (Gambar 5.3 E). Terapi preventif arang aktif mampu
54
mengabsorbsi kolesterol berlebih di usus sehingga kadar kolesterol darah tidak
meningkat. Kadar kolesterol darah normal mampu mencegah terjadinya
perlemakan pada hepar.
Arang aktif sering digunakan sebagai obat oral untuk menurunkan kadar
kolesterol, mengobati keracunan dan mengurangi gas dalam usus. Secara umum,
arang aktif tidak beracun dan aman digunakan dalam administrasi langsung karena
tidak dicerna saluran pencernaan (Ahmad Zaini and Mohamad, 2015). Menurut
Evika (2011) interaksi antara asam lemak bebas dengan karbon aktif terjadi
adsorpsi secara fisika karena setiap partikel-partikel adsorbat yang mendekati ke
permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau ikatan hidrogen.
Pada gambaran histopatologi hepar tikus kelompok F yang hanya diberi
terapi arang aktif 680 mg/ekor/hari (Gambar 5.3.F) dapat dilihat hampir seluruh
sel hepatosit normal dan sinusoid terlihat beraturan. Gambar 5.3.F menunjukkan
arang aktif tidak menyebabkan efek samping pada gambaran histopatologi hepar.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa arang aktif dapat mencegah
akumulasi lemak pada sel hepatosit tikus coba. Gambaran histopatilogi tikus
kelompok D paling sedikit mengalami perlemakan dibandingkan dengan gambaran
histopatologi hepar tikus kelompok C dan kelompok E, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terapi preventif arang aktif dapat mencegah terjadinya
perlekmakan hepar tanpa menimbulkan efek samping pada histologi hepar.
55
55
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan
dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pemberian preventif arang aktif dapat menghambat kenaikan ekspresi TNF-
α organ hepar pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi diet
hiperkoelsterol dengan dosis pemberian paling efektif yaitu 680
mg/ekor/hari mampu menurunkan ekspresi TNF-α sebesar 79,19%.
2. Pemberian preventif arang aktif dapat mencegah kerusakan histopatologi
hepar yang ditandai dengan penghambatan akumulasi lemak pada
sitoplasma hepatosit dan sinusoid telihat beraturan pada hepar tikus putih
(Rattus norvegicus) yang diberi diet hiperkoelsterol dengan dosis pemberian
paling efektif yaitu 680 mg/ekor/hari.
6.2 Saran
1. Dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui toksisitas arang aktif.
2. Diharapkan arang aktif dapat diaplikasikan pada hewan lain untuk
mencegah terjadinya hiperkolesterolemia.
56
56
DAFTAR PUSTAKA
Arauna, Yosia; Aulanni’am; dan Dyah Ayu Oktavianie. 2012. Studi Kadar
Trigliserida dan Gambaran Histopatologi Hepar Hewan Model Tikus
(Rattus norvegicus) Hiperkolesterolemia yang diterapi Dengan Ekstrak
Air Benalu Mangga (Dendrophthoe petandra) [Skripsi]. Program Studi
Pendidikan Dokter Hewan Universitas Brawijaya. Malang.
Azhar, Lailaturrizqiyah Aninda. 2015. Yoghurt Susu Kambing Sebagai Tindakan
Preventif Hiperkolesterolemia Melalui Pengukuran Kadar
Malondialdehyde (MDA) dan Ekspresi Tumor Necrosis Factor Alpha
(TNF-α) Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) [Skripsi]. Program Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya. Malang.
Baratawidjaya KG, Rengganis I. 2010. Imunologi Dasar (Edisi ke 9). Jakarta:
FKUI,; p. 226
Chapman, M.J and A, Kontush. 2006. Functionally defective high – density
lipoprotein : a new therapeutic target at the crossroads of dyslipidemia,
inflammation, and atherosclerosis.<
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16968945> Paris.
Diyanti, Sumawar. 2015. Hubungan Antara Hiperkolesterolemia Dengan
Penderitaacute Coronary Syndrome Di RSUP Haji Adam Malik Medan
Tahun 2014 [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Eddleston, Michael et al. “Multiple-Dose Activated Charcoal in Acute Self-
Poisoning: A Randomised Controlled Trial.” Lancet 371.9612 (2008):
579–587. PMC. Web. 17 May 2017.
Evika. 2011. Penggunaan Adsorben Arang Aktif Tempurung Kelapa Pada
Pemurnian Minyak Goreng Bekas [Skripsi]. Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau. Pekanbaru.
Gani, N., L.I. Momuat, dan M.M. Pitoi. 2013. Profil Lipida Serum Tikus Wistar
yang Hiperkolesterolemia pada Pemberian Gedi Merah Abelmoschus
manihot L. J. MIPA UNSRAT Online. 2: 44-49
Hendarsyah, Faddly. 2014. Perbandingan Pengaruh Pemberian Extra Virgin Olive
Oil, Madu Dan Kombinasi Extra Virgin Olive Oil Dan Madu Terhadap
Kadar High Density Lipoprotein Darah Pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Yang Diinduksi Diet Tinggi
Kolesterol [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Lampung.
Hussein FN. 2008. Anesthesia and Euthanasiain Laboratory Animals. Workshop
on the Care and Use of Lab An Res. Collaboration Fac.Vet.Med. Airlangga
Univ. and Fac.Vet. Med. UPM. Surabaya.
57
Ibrahim, Agus Malik. 2014. Peran Glukomanan-Arang Aktif Sebagai
Hipokolesterolemik Pada Tikus Sprague Dawley. Institute Pertanian
Bogor. Bogor.
Irawati, Lili. 2014. Hubungan Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-A) dengan Kadar
Hemoglobin dan Parasitemia pada Infeksi Malaria Falciparum. Jurnal
Kesehatan Andalas
Ishartadiati, Kartika. 2010. Peranan TNF, IL-1, dan IL-6 Pada Respon Imun
Terhadap Protozoa. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
Surabaya.
Jamilatun, Siti dan Martomo Setyawan. 2014. Pembuatan Arang Aktif dari
Tempurung Kelapa dan Aplikasinya untuk Penjernihan Asap Cair.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Yogyakarta. Spektrum Industri Vol.12 No.1.
Kurniati, Elly. 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif.
Teknik Kimia FTI – UPN ”Veteran”. Jawa Timur. Jurnal Penelitian Ilmu
Teknik, Vol.8, No.2.
Kusumaningtyas, Anindya Nurrachmi; Aulanni’am, Dyah Ayu Oktavianie 2012.
Pengaruh Terapi Yoghurt Susu Kambing Terhadap Kadar
Malondialdehid (MDA) dan Ekspresi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-
α) pada Ginjal Tikus (Rattus norvegicus) Model Hiperkolesterolemia
[Skripsi]. Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya. Malang.
Larasathi, Anggun Sasnita. 2014. Pengaruh Terapi Yoghurt Susu Kambing
Terhadap Kadar Malondialdehida (MDA) dan Ekspresi Tumor Necrosis
Factor Alpha (TNF-α) Organ Hati Hewan Model Tikus (Rattus
norvegicus) Hiperkolesterolemia [Skripsi]. Program Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya. Malang
Lapus, Robert Michael. 2007. Activated charcoal for pediatric poisonings:the
universal antidote? Curr Opin Pediatr 19:216–222. Lippincott Williams &
Wilkins.
Laurance, B., Keith, P., Donald, B., dan Iain, B. 2008. Goodman and Gildman’s
Manual of Farmacology and Therapeutics. Boston: McGraw-Hill. Hal.
620.
Lempang, Mody. 2014. Pembuatan Dan Kegunaan Arang Aktif. Balai Penelitian
Kehutanan Makassar. Makassar.
Lichtenstein AH. 2006. Diet and lifestyle recommendations revisition 2006: A
scientific statement from the American heart association nutrition
committee. Circulation 114: 82-96.
Lowry, Jennyfer A. 2008. Use Of Activated Charcoal In Pediatric Populations.
Division of Clinical Pharmacology and Medical Toxicology. The
Children’s Mercy Hospitals and Clinics Kansas City.
58
Mahley, R.W., and Bersot, T.P. 2008. Terapi Obat Untuk Hiperkolesterolemia dan
Dislipidemia. Dalam: Gilman, A.G., Hardman, J.G., dan Limbird, L.E.
2008. Goodman dan Gilman Dasar Farmakologi dan Terapi. Edisi 10,
Volume I. Terjemahan Oleh: Cucu Aisyah, Ella Elviana, Winny Syarief,
Amalia Hanif, dan July Manurung. Jakarta: EGC. Hal. 962-968.
Napitupulu, Albert. 2009. Impregnasi Karbon Aktif Dengan Sulfida Untuk
Mengikat Ion Tembaga (II) Dan Kadmium (II) Di Dalam Air [Tesis].
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Paderi A.Z. 2007. Kajian Perubahan Jaringan Uji Khasiat Buah Merah (Pandanus
conoideus) sebagai Bahan Penghambat Kerusakan Hati. Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pangestika, Andhika. 2014. Efek Terapi Yoghurt Susu Kambing Terhadap Ekspresi
Tumur Necrosis Factor Alpha (TNF-α) dan Gambaran Histopatologi
Aorta Pada Tikus (Rattus norvegicus) Model Hiperkolesterolemia
[Skripsi]. Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya. Malang.
Prasetyo, Muhammad Edi. 2011. Gambaran Histopatologis Hepar Tikus Putih
(Rattus norvegicus) Terpapar Asap Rokok secara Aktif dan Gel Lidah
Buaya (Aloe vera) [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu sehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yograkarta.
Pujiyanto. 2010. Pembuatan Karbon Aktif Siper Dari Batu Bara dan Tempurung
Kelapa [Tesis]. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Jakarta.
Putri, Asyifa Zulinanda Eka. 2013. Hubungan Kadar Kolesterol Dengan Sindrom
Koroner Akut Di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan.
Roslizawaty, Rusli, Nazaruddin, Syafruddin, Indahlia Syahfitri Bangun, Dan
Jumaidar. Peningkatan Aktivitas Enzim Lipoprotein Lipase (LPL) Dan
Perubahan Histopatologis Hati Tikus (Rattus norvegicus)
Hiperkolesterolemia Yang Diberi Ekstrak Sarang Semut (Myrmecodia
sp.). Jurnal Kedokteran Hewan P-ISSN : 1978-225X; E-ISSN : 2502-5600.
Siregar, Arif Siddiq. 2015. Uji Klinis Pendahuluan Pengaruh Pemberian
Kombinasi Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata (Burm F)
Ness) Dan Ekstrak Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight) Walp)
Pada Pasien Hiperkolesterolemia [Skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Supit, Ivander A; Damajanty H. C. Pangemanan dan Sylvia R. Marunduh. 2015.
Profil Tumor Necrosis Factor (TNF-α) Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsrat Angkatan 2014.
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-
Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 2.
59
Susanti, Elvi. 2015. Gambaran Histopatologi Hati Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Yang Diberi Insektisida Golongan Piretroid (Sipermetrin) [Skripsi].
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.
Suyatna, F.D. 2007. Hipolipidemik. Dalam: Gan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdy,
dan Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Jakarta: EGC.
Hal. 373-388.
Tapan , E. 2005. Penyakit Degeneratif. Alex Media Komputindo. Jakarta
Tuncer, Ilyas; Hanefi Özbek; Cevat Topal; Ismail Uygan. 2003. The Serum Levels
of IL-1β, IL-6, IL-8 and TNF-α in Nonalcoholic Fatty Liver. Turk J Med
Sci 33 (2003) 381-386 © TÜBITAK
Usman, Meutia. 2014. Pengaruh Konsumsi Buah Alpukat (Persea Americana Mill.)
Terhadap Kadar Kolesterol Total Pada Pasien Hiperkolesterol Di
Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang Tahun 2013
[Skripsi]. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Padang.
Vanessa, Rebecca. 2014. Pemanfaatan Minuman Serbuk Instan Kayu Manis
(Cinnamomum burmanii BI.) Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Total
Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) [Skripsi]. Fakultas Teknobiologi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
Wahyudi, A. 2009. Metabolisme Kolesterol Hati: Khasiat Ramuan Jati Belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk.) dalam Mengatur Konsentrasi Kolesterol
Selular. Program Studi Biokimia. Fakultas MIPA. Institut Pertanian
Bagor.
Wedhasari, Asri. 2014. Peran Antioksidan Bagi Kesehatan. Pusat Biomedis dan
Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes, Kemenkes RI.
Wulandari, Debin Yuniar; Masdiana C. P; dan Herawati. 2012. Kadar
Malondialdehida ( MDA ) Dan Gambaran Histopatologi Organ Hati Pada
Hewan Model Tikus (Rattus norvegicus) Hiperkolesterolemia Setelah
Terapi Ekstrak Air Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra L. Miq)
[Skripsi]. Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Universitas
Brawijaya. Malang.
Xenoulis P. G. and J. M. Steiner. 2008. Lipid Metabolism and Hyperlipidemia In
Dogs. Gastrointestinal Laboratory, Department of Small Animal Clinical
Sciences, College of Veterinary Medicine and Biomedical Sciences, Texas
A&M University, College Station, TX 77843-4474, USA
Zaini, Ahmad and Mohamad. 2015. Activated Charcoal For Oral Medicinal
Purposes: Is It Really Activated?. Journal of Applied Pharmaceutical
Science Vol. 5 (10), pp. 157-159.