sistem peradilan

36
Ξ August 4th, 2008 | → 18 Comments | ∇ Info | Sistem peradilan di suatu negara masing-masing dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh negara tersebut. Menurut Eric L. Richard, sistem hukum utama di dunia adalah sebagai berikut : 1. Civil Law, hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi. Sistem ini berasal dari hukum Romawi (Roman Law) yang dipraktekkan oleh negara-negara Eropa Kontinental, termasuk bekas jajahannya. 2. Common Law, hukum yang berdasarkan custom.kebiasaaan berdasarkan preseden atau judge made law. Sistem ini dipraktekkan di negara-negara Anglo Saxon, seeprti Inggris dan Amerika Serikat. 3. Islamic Law, hukum yang berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits. 4. Socialist Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara- negara sosialis. 5. Sub-Saharan Africa Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara Afrika yang berada di sebelah selatan Gunung Sahara. 6. Far Fast Law, sistem hukum Timur jauh – merupakan sistem hukum uang kompleks yang merupakan perpaduan antara sistem Civil Law, Common Law, dan Hukum Islam sebagai basis fundamental masyarakat. Pada dasarnya sistem hukum nasional Indonesia terbentuk atau dipengaruhi oleh 3 sub-sistem hukum, yaitu : 1. Sistem Hukum Barat, yang merupakan warisan para penjajah kolonial Belanda, yang mempunyai sifat individualistik. Peninggalan produk Belanda sampai saat ini masih banyak yang berlaku, seperti KUHP, KUHPerdata, dsb. 2. Sistem Hukum Adat, yang bersifat komunal. Adat merupakan cermin kepribadiansuatu bangsa dan penjelmaan jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad (Soerojo Wigdjodipuro, 1995 : 13). 3. Sistem Hukum Islam, sifatnya religius. Menurut seharahnya sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia, Islam telah diterima oleh Bangsa Indonesia.

Transcript of sistem peradilan

Page 1: sistem peradilan

Ξ August 4th, 2008 | → 18 Comments | ∇ Info |

Sistem peradilan di suatu negara masing-masing dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh negara tersebut. Menurut Eric L. Richard, sistem hukum utama di dunia adalah sebagai berikut :

1. Civil Law, hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi. Sistem ini berasal dari hukum Romawi (Roman Law) yang dipraktekkan oleh negara-negara Eropa Kontinental, termasuk bekas jajahannya.2. Common Law, hukum yang berdasarkan custom.kebiasaaan berdasarkan preseden atau judge made law. Sistem ini dipraktekkan di negara-negara Anglo Saxon, seeprti Inggris dan Amerika Serikat.3. Islamic Law, hukum yang berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits.4. Socialist Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara-negara sosialis.5. Sub-Saharan Africa Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara Afrika yang berada di sebelah selatan Gunung Sahara.6. Far Fast Law, sistem hukum Timur jauh – merupakan sistem hukum uang kompleks yang merupakan perpaduan antara sistem Civil Law, Common Law, dan Hukum Islam sebagai basis fundamental masyarakat.

Pada dasarnya sistem hukum nasional Indonesia terbentuk atau dipengaruhi oleh 3 sub-sistem hukum, yaitu :1. Sistem Hukum Barat, yang merupakan warisan para penjajah kolonial Belanda, yang mempunyai sifat individualistik. Peninggalan produk Belanda sampai saat ini masih banyak yang berlaku, seperti KUHP, KUHPerdata, dsb.2. Sistem Hukum Adat, yang bersifat komunal. Adat merupakan cermin kepribadiansuatu bangsa dan penjelmaan jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad (Soerojo Wigdjodipuro, 1995 : 13).3. Sistem Hukum Islam, sifatnya religius. Menurut seharahnya sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia, Islam telah diterima oleh Bangsa Indonesia.

Adanya pengakuan hukum Islam seperti Regeling Reglement, mulai tahun 1855, membuktikan bahwa keberadaan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum Indonesia nerdasarkan teori “Receptie” (H. Muchsin, 2004)

Sistem Peradilan Indonesia dapat diartikan sebagai “suatu susunan yang teratur dan saling berhubungan, yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan dan pemutusan perkara yang dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan tata usaha negara, yang didasari oleh pandanganm, teori, dan asas-asas di bidang peradilan yang berlaku di Indonesia”.

Oleh karena itu dapat diketahui bahwa Peradilan yang diselenggarakan di Indonesia merupakan suatu sistem yang ada hubungannya satu sama lain, peradilan/pengadilan yang lain tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling berhubungan dan berpuncak pada

Page 2: sistem peradilan

Mahkamah Agung. Bukti adanya hubungan antara satu lembaga pengadilan dengan lembaga pengadilan yang lainnya salah satu diantaranya adalah adanya “Perkara Koneksitas”. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Sistem Peradilan Indonesia dapat diketahui dari ketentuan Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.Dalam Pasal 15 UU Kekuasaan Kehakiman diatur mengenai Pengadilan Khusus sebagai berikut :1. Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-Undang.2. Pengadilan Syariah Islam di Provinsi Nangro Aceh Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan paradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut peradilan umum.

Berdasarkan uraian tersebut, maka sistem peradilan yang ada di Indonesia sebagai berikut:

A. MAHKAMAH AGUNGUU No. 14 Tahun 1985 jo UU No. 5 Tahun 2005

I. PERADILAN UMUMa. Pengadilan Anak (UU No. 3 Tahun 1997)b. Pengadilan Niaga (Perpu No. 1 Tahun 1989)c. Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000)d. Pengadilan TPK (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2002)e. Pengadilan Hubungan Industrial (UU No. 2 Tahun 2004)f. Mahkamah Syariah NAD (UU No. 18 Tahun 2001)g. Pengadilan Lalu Lintas (UU No. 14 Tahun 1992)

II. PERADILAN AGAMAMahkamah Syariah di Nangro Aceh Darussalam apabila menyangkut peradilan Agama.

III. PERADILAN MILITER– Pengadilan Militer untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat prajurit.– Pengadilan Militer Tinggi, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat perwira s.d kolonel– Pengadilan Militer Utama, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat Jenderal.– Pengadilan Militer Pertempuran, untuk mengadili anggota TNI ketika terjadi perang.

IV. PERADILAN TATA USAHA NEGARA– Pengadilan Pajak (UU No. 14 Tahun 2002)

Page 3: sistem peradilan

V. PERADILAN LAIN-LAINa. Mahkamah Pelayaranb. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)

B. MAHKAMAH KONSTITUSI(UU No. 24 Tahun 2003)

Tugas Mahkamah Konstitusi adalah :1. Menguji Undang-Undang terhadap UUD 19452. Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberi oleh UUD 1945.3. Memutus Pembubaran Partai Politik.4. Memutus perselisihan tentang PEMILU.5. Memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan Presiden/Wakil Presiden melanggar hukum, berupa : mengkhianati negara, korupsi, suap, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela lainnya.

 

18 Responses to ' Sistem Peradilan Di Indonesia '

HUKUM PIDANA DAN SISTEM PERADILAN DI INDONESIA:

Tinjauan dan studi banding tentang sistem peradilan negara Kesemakmuran Australia dan Republik Indonesia (RI)

Untuk memenuhi sebagian persyaratanUntuk program tingkat 8 Bahasa Indonesia

Pusat Bahasa, Universitas Mataram

Oleh: Adam J. Fenton

Page 4: sistem peradilan

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan teori dan proses peradilan hukum pidana yang dilaksanakan di Republik Indonesia, dari tahap pertama dimana sebuah berkas diserahkan kepada lembaga penuntan (kejaksaan) dari lembaga penyidikan (kepolisian) sehingga diputuskan oleh hakim/pengadilan. Penulis juga bertujuan untuk menggambarkan beberapa perbedaan antara sistem peradilan yang dilaksanakan di Australia dibanding dengan Indonesia.

Page 5: sistem peradilan

Pendahuluan

Setelah melakukan wawancara dengan beberapa pihak yang terlibat dalam sistem peradilan di RI, misalnya dosen hukum, hakim, jaksa dan pengacara, data-data dan hasil observasi di Pengadilan Negeri, Lembaga Permasyarakatan dan sumber lainnya, penulis bertujuan untuk menulis laporan yang menjelaskan dasar-dasar hukum pidana Indonesia, baik hukum acara pidana maupun hukum pidana materiil, dan gambaran beberapa perbedaan antara sistem peradilan yang dilaksanakan di Australia dan RI.

Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia

Sistem peradilan Indonesia berdasarkan sistem-sistem, undang-undang dan lembaga-lembaga yang diwarisi dari negara Belanda yang pernah menjajah bangsa Indonesia selama kurang lebih tiga ratus tahun.

Seperti dikatakan oleh Andi Hamzah:1

Misalnya Indonesia dan Malaysia dua bangsa serumpun, tetapi dipisahkan dalam sistem hukumnya oleh masing-masing penjajah, yaitu Belanda dan Inggris. Akibatnya, meskipun kita telah mempunyai KUHAP hasil ciptaan bangsa Indonesia sendiri, namun sistem dan asasnya tetap bertumpu pada sistem Eropa Kontinental (Belanda), sedangkan Malaysia, Brunei, Singapura bertumpu kepada sistem Anglo Saxon.

Walaupun bertumpu pada sistem Belanda, hukum pidana Indonesia modern dapat dipisahkan dalam dua kategori, yaitu hukum pidana acara dan hukum pidana materiil. Hukum pidana acara dapat disebut dalam Bahasa Inggris sebagai “procedural law” dan hukum pidana materiil sebagai “substantive law”. Kedua kategori tersebut dapat kita temui dalam Kitab masing-masing yaitu, KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) berturut-turut.

Apalagi, hasil wawancara yang dilakukan dengan dosen-dosen di Fakultas Hukum Universitas Mataram (UNRAM)2 menyatakan bahwa keadaanya Rancangan Undang Undang (RUU) yang sedang dibahas dan dipertimbangkan oleh anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tingkat nasional, akan tetapi RUU tersebut belum dapat disahkan. Menurut M. Lubis:3

“’The new draft laws’, atau RUU KUHP baru itu telah disesuaikan dengan pandangan hidup bangsa Indonesia termasuk nilai-nilai agama, nilai adat dan lagi pula disesuaikan dengan Pancasila.”

1 Prof. Dr. jur Andi Hamzah Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua Sinar Grafika, Jakarta 2008) Hal 332 Wawancara terpisah dengan Dosen-dosen Fakultas Hukum UNRAM: Lalu Parman dan M. Lubis, SH.,M.Hum pada tanggal 27 Januari 2009.3 Ibid.

Page 6: sistem peradilan

Namun RUU KUHP baru memunculkan beberapa hal yang sangat menarik terkait dengan perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada sistem hukum pidana dan patut didiskusikan, kenyataannya adalah sampai sekarang RUU tersebut belum dilaksanakan. Menurut keterangan dari beberapa sumber, RUU tersebut telah diajukan kepada DPR Jakarta selama kurang lebih dua puluh tahun dan belum dapat disepakati apalagi disahkan.

Maka dari itu, untuk sementara KUHAP dan KUHP merupakan undang-undang yang berlaku dan digunakan oleh lembaga lembaga penegak hukum untuk melaksanakan urusan sehari-hari dalam menerapkan hukum pidana di Indonesia.

KUHAP (dibedakan dari KUHP), menentukan prosedur-prosedur yang harus dianut oleh berbagai lembaga yang terlibat dalam sistem peradilan misalnya hakim, jaksa, polisi dan lain-lainnya, sedangkan KUHP menentukan pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan yang berlaku dan dapat diselidiki ataupun dituntut oleh lembaga-lembaga tersebut.

Sebagai contoh hendaklah kita membaca Pasal 340 dari KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa orang, sebagai berikut:4

Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.5

Dari Pasal tersebut dapat kita lihat bahwa isi KUHP adalah persyaratan dan ancaman (sanksi) substantif yang dapat diterapkan oleh penegak hukum. Sebaliknya KUHAP menentukan hal-hal yang terkait dengan prosedur; sebagai contoh Pasal 110 tentang peranan polisi dan jaksa:6

“Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum”.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Dedy Koesnomo dari Kejaksaan Tinggi, Propinsi Nusa Tenggara Barat7 dapat kita lihat bahwa dalam kenyataan, sebuah hasil penyidikan dalam bentuk berkas dari pihak kepolisian didahului dengan sebuah

4 R. Sugandhi, SH, KUHP dan Penjelasannya (Usaha Nasional, Surabaya 1981) Hal 3575 Dengan pemakaian kata “selama-lamanya” maka kita memahami bahwa itu adalah ancaman hukuman yang paling maksimal yang dapat hakim jatuhkan kepada terdakwa – sedangkan hukuman minimal tak ada sekalipun. Ialah merupakan salah satu perbedaan penting yang disampaikan oleh dosen hukum ketika diwawancarai, sebab RUU KUHP akan menentukan ancaman baik minimal maupun maksimal untuk setiap kejahatan masing masing. Menurut Bapak Lubis sesuai dengan KUHP sekarang “baik mencuri sapi maupun ayam, ancamannya sama. Minimalnya satu hari saja! Itu adalah kebebasan yang sangat besar. Para Hakim harus dikasih batas minimalnya. Kecuali dalam undang-undang khusus misalnya korupsi, narkotika ataupun money laundering dimana sudah tercatat ada minimal dan maksimalnya.”6 Andi Hamzah Op. Cit. Hal 797 Wawancara dengan Dedy Koesnomo SH, MH, Kepala Bagian Tata Usaha Kejaksaan Tinggi NTB pada tanggal 5 Februari 2009.

Page 7: sistem peradilan

Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atau SPDP. Itulah langkah pertama dari kepolisian untuk menjalankan sebuah perkara pidana. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) adalah berkas lengkap yang mengandung semua fakta dan bukti terkait dengan kasusnya. BAP tersebut akan menyusul SPDP biasanya dalam waktu kurang lebih tiga minggu. Setelah diterima oleh pihak kejaksaan, (untuk tindak pidana ringan biasanya pada tingkat kejaksaan negeri) barulah kejaksaan dapat meneliti berkasnya dan menyatakan jika BAPnya lengkap dan patut dilimpahkan kepada pengadilan, atau dikembalikan kepada kepolisian disertai petunjuk-petunjuk supaya dapat diperbaiki dan diserahkan lagi.

Jika sebuah BAP telah diteliti oleh jaksa dan dinyatakan cukup bukti untuk melimpahkan perkaranya kepada pengadilan maka pertanggungjawaban untuk kasus tersebut beralih dari pihak kejaksaan kepada pihak kehakiman dan pengadilan.

Acara Persidangan Pidana

Ketika sebuah perkara sudah sampai di pengadilan negeri proses persidangannya adalah sebagai berikut: Penentuan hari sidang dilakukan oleh hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk menyidangkan perkara.8 Kejaksaan bertanggungjawab untuk meyakinkan terdakwa berada di pengadilan pada saat persidangan akan dimulai. Maka kejaksaan wajib mengurus semua hal terkait dengan mengangkut terdakwa dari Lembaga Permasyarakatan (penjara) ke pengadilan, dan sebaliknya pada saat persidangan selesai. Di Pengadilan Negeri diadakan beberapa ruang tahanan khususnya untuk menahan tahanan sebelum dan sesudah perkaranya disidang.

Surat dakwaan yang menyatakan tuntutan-tuntutan dari kejaksaan terhadap terdakwa dibaca oleh jaksa. Pada saat itu terdakwa didudukkan di bagian tengah ruang persidangan berhadapan dengan hakim. Kedua belah pihak, yaitu Penuntut Umum (jaksa) dan Penasehat Hukum (pengacara pembela) duduk berhadapan di sisi kanan dan kiri. Setelah dakwaan dibaca, barulah mulai tahap pemeriksaan saksi. Terdakwa berpindah dari posisinya di tengah ruangan dan duduk di sebelah penasehat hukumnya, jika memang dia mempunyai penasehat hukum. Jika tidak ada, dialah yang menduduki kursi penasehat hukum itu.9

8 Ketika diwawancarai oleh penulis Ketua Pengadilan Mataram Suryanto SH, MHum, mengatakan di Pengadilan Negeri Mataram pada saat wawancara ada 11 hakim yang tersedia untuk ditugaskan menyidangkan perkara, padahal seharusnya paling sedikit ada 15 hakim. Ketersediaan hakim ditentukan oleh Departemen Kehakiman kantor pusat Jakarta, sehingga kebanyakan hakim yang ditugaskan ke suatu lokasi biasanya tidak berasal dari lokasi tersebut, dan ditugaskan selama 3 tahun kemudian dimutasi ke tempat lain. Suryanto juga mengatakan bahwa terkadang jika ada saksi atau terdakwa dari desa terpencil yang tidak dapat berbicara bahasa Indonesia, maka diperlukan juru bahasa untuk menerjemahkan dari bahasa suku daerah ke bahasa Indonesia.9 Sebetulnya ada banyak perbedaan secara fisik diantara sebuah ruang sidang di RI dan Australia, baik letakan saksi, penuntut umum, pengacara maupun suasananya secara umum. Misalnya pada awal persidangan Ketua Majelis menyuruh semua orang untuk mematikan atau mendiamkan telfon genggamnya. Padahal sering terdengar suara telfon berbunyi dari bagian umum dan orang cepat keluar untuk mengangkat telfonnya! Di Australia setiap kali orang ingin keluar atau masuk ruang sidang diharuskan menunduk kepada Hakim sebagai tanda kehormatan. Di Indonesia, orang keluar-masuk ruangannya dengan sangat bebas tanpa memberi hormat kepada para hakim. Apalagi, sering dilihat orang-orang yang ‘nongkrong’ diluar pintu terbuka ruang sidang, berbicara dengan teman, bahkan tertawa iseng-iseng.

Page 8: sistem peradilan

Penuntut Umum akan ditanyai oleh hakim, apakah ada saksi dan berapa saksi yang akan dipanggil dalam sidang hari itu.10 Jika, misalnya ada tiga saksi yang akan dipanggil, mereka bertiga dipanggil oleh jaksa dan duduk di bangku atau kursi berhadapan dengan hakim; kursi yang sama tadi diduduki oleh terdakwa. Kemudian hakim akan menyampaikan beberapa pertanyaan kepada saksi masing masing. Yaitu adalah; nama, tempat kelahiran, umur, bangsa, agama, pekerjaan dan apakah mereka ada hubungan dengan si terdakwa. Kemudian si saksi sambil berdiri, bersumpah sekalian dengan kata pengantar sesuai dengan agamanya, kemudian kata-kata berikut:

“Demi Tuhan saya bersumpah sebagai saksi saya akan menerangkan dalam perkara ini yang benar dan tidak lain daripada yang sebenarnya.”

Sambil saksi bersumpah salah satu Panitera Pengganti akan mengangkat sebuah Al Quoran atau Kitab Suci lainnya sesuai dengan agama mereka, di atas kepalanya. Menarik juga bahwa orang Hindu diberikan dupa yang dipegang sambil bersumpah.

Salah satu perbedaan terkait dengan hal ini adalah, semua saksi bersumpah pada saat bersamaan, sedangkan di Australia setiap saksi akan bersumpah justru sebelum dia akan memberikan keterangan.

Setelah saksinya bersumpah, maka saksi pertama duduk di bangku di depan hakim, sedangkan yang lain disuruh untuk keluar dari ruang persidangan. Itulah saatnya pemeriksaan saksi dimulai oleh Ketua Hakim. Ini juga merupakan salah satu perbedaan besar di antara sistem persidangan di Australian dan RI. Di Australia peranan hakim dapat disebut pasif. Padahal hakim di persidangan di Australia agak jarang akan bertanya langsung kepada saksi. Sebaliknya di RI peranan hakim adalah sangat aktif. Dialah yang mulai dengan pertanyaannya terhadap saksi. Bolehlah dia berlanjut dengan proses interogasinya sehingga dia puas dan pertanyaanya habis-habisan.11 Setelah hakim selesai dengan pertanyaannya dia memberikan kesempatan kepada jaksa untuk memeriksa saksi, disusul oleh penasehat hukum.

Pada akhir pemberian keterangan dari saksi masing masing, si terdakwa akan diberikan kesempatan untuk menanggapi keterangan tersebut. Dalam perkara yang ditonton oleh penulis, Hakim akan menyimpulkan keterangan yang telah diberikan dengan mengatakan misalnya:

“Kita semua telah mendengar saksi mengatakan bahwa pada tanggal 23 November kemarin dia membeli narkotika dari anda dalam bentuk dua ‘pocket’

10 Dari observasi penulis di Pengadilan Negeri Mataram dapat dikatakan bahwa dalam kasus yang lebih berat, atau rumit bisa terjadi banyak saksi yang dipanggil sehingga suatu perkara akan berlanjut pada beberapa hari. Beda dari proses di Australia, sering terjadi persidangan terpisah tersebut tidak dipersidangkan pada hari-hari berurutan, tetapi beberapa saksi pada hari tertentu kemudian perkaranya ditunda selama beberapa hari sebelum mulai lagi. Biasanya di Australia kalau bisa persidangan dilanjutkan pada hari berikutnya. 11 Di salah satu kasus korupsi dimana terdakwa adalah mantan Gubernur NTB proses interogasi ini dari pihak hakim (tiga hakim – Ketua Majelis didampingi oleh dua Anggota Hakim) berlanjut selama lebih dari tiga jam untuk satu saksi. Barulah setelah itu pihak jaksa ataupun penasehat hukum diberikan kesempatan untuk memeriksa saksinya.

Page 9: sistem peradilan

ganja di rumah anda dan anda menerima uang sebanyak Rp40,000. Bagaimana anda menganggap keterangan itu? Benar atau tidak benar, setuju atau tidak setuju?”

Kemudian terdakwa diperbolehkan untuk menyampaikan tanggapannya terhadap keterangan tersebut. Setelah itu, saksi diminta untuk turun dari kursinya dan duduk di bagian umum di belakang.

Proses ini berlanjut sehingga semua saksi dari kejaksaan telah memberikan keterangannya. Kemudian penasehat hukum juga diberi kesempatan untuk memanggil saksi yang mendukung atau membela terdakwa, dengan proses yang sama sebagaimana digambarkan di atas. Setelah semua saksi memberikan keterangan, tahap pemeriksaan saksi selesai dan perkara akan ditunda supaya jaksa dapat mempersiapkan tuntutannya. Tuntutan adalah sebuah rekomendasi dari jaksa mengenai sanksi yang dimintai dari hakim. “Setelah itu giliran terdakwa atau penasehat hukumnya membacakan pembelaanya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya mendapat giliran terakhir.”12

Jika acara tersebut sudah selesai, ketua majelis menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup. Setelah itu para hakim harus mengambil keputusan. Keputusannya dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau hari lain, setelah dilakukan musyawarah terakhir diantara para hakim. Jika dalam musyawarah tersebut para hakim tidak dapat mencapai kesepakatan, keputusan dapat diambil dengan cara suara terbanyak. Oleh sebab itu selalu diharuskan jumlah hakim yang ganjil, yaitu tiga, lima ataupun tujuh hakim. Keputusan para hakim ada tiga alternatif: 13

1. Perkara terbukti – terdakwa dihukum2. Perkara tidak terbukti – terdakwa dibebaskan3. Perbuatan terbukti tetapi tidak perbuatan pidana – terdakwa dilepas dari segala

tuntutan (Onslag).

Berdasarkan teori pembuktian undang undang secara negatif, keputusan para hakim dalam suatu perkara harus didasarkan keyakinan hakim sendiri serta dua dari lima alat bukti. Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Lima kategori alat bukti tersebut adalah:

a. keterangan saksib. keterangan ahli

12 Andi Hamzah Op. Cit. Hal 28213 Wawancara dengan Dedy Koesnomo Op.Cit.

Page 10: sistem peradilan

c. suratd. petunjuke. keterangan terdakwa

Setelah memutuskan hal bersalah tidaknya, hakim harus menentukan soal sanksinya, berdasarkan tuntutan dari jaksa dan anggapannya sendiri terhadap terdakwa. Tergantung pendapatnya, hakim dapat menjatuhkan pidana yang lebih ringan ataupun lebih berat daripada tuntutan jaksa.

“Hakim harus menilai semua fakta-fakta. Misalnya dalam perkara pencurian, perbuatannya mungkin terbukti, tetapi hakim berpendapat bahwa terdakwa tidak melakukannya untuk berfoya-foya, melainkan untuk anaknya yang sakit. Kalau begitu, dapat dia ringankan tuntutan dari Jaksa, misalnya dari sepuluh bulan, menjadi delapan bulan. Lagi pula hakim dapat melebihi tuntutan dari jaksa...semuanya tergantung perbedaan persepsi.” 14

Demikianlah prosesnya hukum acara pidana secara garis besar sehingga terdakwa dibuktikan bersalah atau tidak bersalah. Jika memang ia terbukti bersalah, apalagi dijatuhkan hukuman penjara15 maka ia akan dibawa ke Lembaga Permasyarakatan untuk menjalani hukumannya.

Proses Pelaksanaan Sanksi Pidana

Setelah melakukan kunjungan ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) di Mataram penulis dapat melihat secara langsung keberadaan para napi di dalam penjara Indonesia, suatu pengalaman yang sangat menarik. Ketika diwawancarai oleh penulis Kepala Lembaga Permasyarakatan (Kalapas) Purwadi menegaskan bahwa orang orang yang ditahan dalam Lapas dipisah dalam dua kategori yaitu:

1. Tahanan – dimana perkaranya masih berlanjut pada tahap persidangan dan belum ada keputusan dari hakim

2. Narapidana (Napi) – terpidana yang sudah dijatuhkan keputusan dan hukuman penjara oleh pengadilan

Purwadi menerangkan bahwa di Lapas Mataram pada saat diwawancarai ada 571 orang dalam penahanan. Sebagai berikut:

Pria Wanita Total14. Ibid.15 Seperti dikatakan oleh Pak Mion Ginting SH MH Hakim Pengadilan Negeri Mataram, dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 30 Januari 2009, memang ada hukuman yang tersedia untuk hakim selain hukuman penjara. Pasal 10 KUHP menjelaskan jenis jenis hukuman termasuk; hukuman mati, seumur hidup, penjara, denda dan hukuman ringan, seperti pidana bersyarat dimana hukuman penjaranya tidak harus dijalankan terlebih dahulu bilamana selama waktu yang disyaratkan oleh hakim dia tidak melakukan kejahatan apapun, maka hukuman tersebut akan dihapus (di bahasa Inggris hukuman macam ini disebut “suspended sentence”). Kemudian ada hukuman kurungan dimana terpidana masuk ke penjara pagi tetapi diperbolehkan untuk pulang pada waktu malam hari, di Australia sama sekali tidak ada hukuman sejenis ini.

Page 11: sistem peradilan

Tahanan 238 17 225Narapidana 296 20 316Total 534 37 571

Narapidana pria yang ditahan di Lapas Mataram kemudian dipisahkan dua kategori lain berdasarkan kriminalitasnya; yaitu narapidana yang dihukum untuk kejahatan narkotika, dan yang lain misalnya pencurian, lalu lintas, penipuan, pembunuhan, ‘togel’ (‘toto gelap’, judi) dan sebagainya. Purwadi mengatakan bahwa ini merupakan salah satu upaya untuk “memotong jaringannya” penjahat narkotika, yang diduga akan mendorong napi lain untuk mencoba narkotika dan oleh sebab itu memperluas jaringannya. Kalapas tersebut juga menegaskan bahwa penjahat narkoba merupakan 35% dari jumlah narapidana laki-laki. Penulis dapat melihat secara langsung bahwa penjahat narkotika tersebut ditahan dalam lima buah kamar dengan jumlah orang sehingga lebih dari 30 orang per kamar, apalagi kamar mandi dan WC terletak di dalam kamar tersebut. Untuk tempat tidurnya, narapidana dapat memakai sebuah tikar yang terbentang di atas lantai yang terbuat dari beton.

Salah satu petugas, Kusnan, menjelaskan bahwa setiap kamar ada wali; salah satu petugas yang bertanggung jawab atas kamar tersebut. Wali tersebut ditugaskan untuk mendengar keluhan keluhan dari narapidana, menetapkan aturan tata-tertib di dalam kamar dan mengurus semua hal terkait dengan jangka penahanan untuk narapidana masing masing, baik cuti bersyarat, pelepasan bersyarat maupun remisi.

Petugas Lapas menerangkan bahwa setiap hari para narapidana dapat keluar dari kamar untuk dua jam di sore hari untuk berolahraga di halaman tengah. Kemudian untuk para narapidana setiap Selasa, Kamis dan Minggu, ada jam kunjungan untuk keluarga dari jam 09:00 s/d 13:30. Keluarga para narapidana dapat memberikan makanan dan barang barang lain misalnya kue kue, sikat gigi dan lain lainnya, setelah diperiksa di ruang geledah.

Purwadi menegaskan bahwa Lapas Mataram sebetulnya dirancang untuk menahan 350 orang, akan tetapi pada saat kunjungan ada hampir 600 orang yang ditahan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa Lapas Mataram sedang “over capacity” (melebihi kapasitasnya). Kalapas juga mengatakan bahwa fasilitas-fasilitas di lapas sangat terbatas maka program-program pembinaan ataupun rehabilitasi berkurang. Walaupun begitu, Lapas Mataram dilengkapi dengan suatu bengkel dimana para narapidana dapat bekerja, misalnya memperbaiki atau mencuci baik sepeda motor maupun mobil.

Kesimpulan

Secara garis besar, proses peradilan antara Australia dan Republik Indonesia agak mirip. Ada Lembaga Penyidikan (Kepolisian) yang bertanggungjawab mendeteksi dan menyelidiki kejahatan, kemudian ada Lembaga Penuntutan (di Australia sejajar dengan “Department of Public Prosecutions”) yang bertanggungjawab atas memeriksa berkas-berkas yang diajukan dari Lembaga Penyidikan sebelum perkaranya dapat dilimpahkan ke pengadilan. Ada juga Lembaga Pemutus Perkara, atau pengadilan yang

Page 12: sistem peradilan

bertanggungjawab memutuskan bersalah tidaknya seorang terdakwa. Meskipun demikian ada pula cukup banyak perbedaan dalam rincian teknis pada setiap tahap dari proses peradilan di dua negara tersebut. Penulis berharap bahwa laporan ini berhasil untuk menggambarkan dan menjelaskan beberapa perbedaan tersebut.

Page 13: sistem peradilan

Daftar Pustaka

Prof. Dr. jur Andi Hamzah Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Kedua Sinar Grafika, Jakarta 2008)

R. Sugandhi, SH, KUHP dan Penjelasannya (Usaha Nasional, Surabaya 1981) Drs. P.A.F Lamintang, S.H. Dasar Dasar Hukum Pidana Indonesia (PT Citra

Aditya Bakti, Bandung 1997) Wawancara dengan:

o Lalu Parman SH. MH. Staf Pengajar Fakultas Hukum UNRAM, 27 Januari 2009

o M. Lubis, SH. M.Hum Staf Pengajar Fakultas Hukum UNRAM 27 Januari 2009

o Suryanto SH. M.Hum Ketua Pengadilan, Pengadilan Negeri 1A Mataram 28 Januari 2009

o Mion Ginting SH. MH. Hakim Pengadilan Negeri 1A Mataram 30 Januari 2009

o Dedy Koesnomo SH. MH. Kepala Bagian Tata Usaha Kejaksaan Tinggi NTB 5 Februari 2009

o Purwadi Kepala Lembaga Permasyarakatan (Kalapas) Lembaga Permasyarakatan Negeri Mataram 2 Februari 2009

SISTEM PERADILAN HUKUM DI INDONESIA

Sistem Peradilan Hukum Di ndonesiaTidak ada negara yang tidak menginginkan adanya ketertiban tatanan di dalam masyarakat. Setiap Negara mendambakan adanya ketenteraman dan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat, yang sekarang lebih popular disebut "stabilitas nasional'. Kepentingan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, karena selalu terancam oleh bahaya-bahaya disekelilingnya, memerlukan perlindungan dan harus dilindungi. Kepentingan manusia akan terlindungi apabila masyarakatnya tertib dan masyarakatnya akan tertib apabila terdapat keseimbangan tatanan di dalam masyarakat. Setiap saat keseimbangan tatanan dalam masyarakat dapat terganggu oleh bahaya-bahaya disekelilingnya. Masyarakat berkepentingan bahwa keseimbangan yang terganggu itu dipulihkan kembali.Salah satu unsur untuk menciptakan atau memulihkan keseimbangan tatanan di dalam masyarakat adalah penegakan hukum atau peradilan yang bebas/mandiri, adil dan konsisten dalam melaksanakan atau menerapkan peraturan hukum yang ada dan dalam menghadapi pelanggaran hukum, oleh suatu badan yang mandiri, yaitu pengadilan. Bebas/mandiri dalam mengadili dan bebas/mandiri dari campur tangan pihak ekstra yudisiil. Kebebasan pengadilan, hakim atau peradilan merupakan asas universal yang terdapat di mana-mana. Kebebasan peradilan merupakan dambaan setiap bangsa atau negara. Di manamana pada dasarnya dikenal asas kebebasan peradilan, hanya isi atau nilai kebebasannya yang berbeda. Isi atau nilai kebebasan peradilan di negara-negara Eropa Tirnur dengan Amerika berbeda, isi dan nilai kebebasan peradilan di Belanda

Page 14: sistem peradilan

dengan di Indonesia tidak sama, walaupun, semuanya mengenal asas kebebasan peradilan; tidak ada Negara yang rela dikatakan bahwa negaranya tidak mengenal kebebasan peradilan atau tidak ada kebebasan peradilan di negaranya. Tidak ada bedanya dengan pengertian hak asasi manusia, yang sekarang sedang banyak disoroti; hak asasi bersifat universal, semua negara "mengklaim"menghormati hak-hak asasi manusia, tetapi nilai dan pelaksanaannya berbeda satu sama lain (Masyhur Effendi 1994). Adil, tidak hanya bagi pencari keadilan saja tetapi juga bagi masyarakat, tidak memihak, objektif, tidak a priori serta konsisten, ajeg dalarn memutuskan, dalarn arti perkara yang sarna (serupa, sejenis) harus diputus sarna (serupa, sejenis) pula. Tidak ada dua perkara yang sama. Setiap perkara harus ditangani secara individual ("to each his own'), secara kasuistis dengan mengingat bahwa motivasi, situasi, kondisi dan waktu terjadinya tidak sama. Akan tetapi kalau ada dua perkara yang sejenis atau serupa maka harus diputus sejenis atau serupa pula. Ini merupakan "postulaat keadilan": perkara yang serupa diputus sama (Nieuwenhuis dalam Themis, 1976/6). Kalau perkara yang serupa diputus berbeda maka akan dipertanyakan: dimanakah kepastian hukumnya, apa yang lalu dapat dijadikan pegangan bagi para pencari keadilan, dimana keadilannya?.Negara dan bangsa Indonesia pun menghendaki adanya tatanan masyarakat yang tertib, tenteram, damai dan seimbang, sehingga setiap konflik, sengketa atau pelanggaran diharapkan untuk dipecahkan atau diselesaikan: hukum harus ditegakkan, setiap pelanggaran hukum harus secara konsisten ditindak, dikenai sanksi. Kalau setiap pelanggaran hukum ditindak secara konsisten maka akan timbul rasa aman dan damai, karena ada jaminan kepastian hukum. Untuk itu diperlukan peradilan, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, fungsi mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah " eigenrichting" (Sudikno Mertokusumo 1973).untuk lengkapnya silahkan download di sini

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL

A. Sistem Hukum Nasional

Ketentuan yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum termuat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat(3) dan Pasal 27ayat (1).

1. Pengertian Hukum

a. Prof. E. M Meyers

Page 15: sistem peradilan

Hukum adalah aturan yang mengadung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.

b. Drs. E. Utrres, S.H.

Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib masyarakat, oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat

c. J. C. T. Simorangkir

Hukum adalah peraturan – peraturan yang bersifat memeaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan – badan resmi yang berwajib dan pelanggaran terhadap pereturan tadi berakibat diambilnya tindakan dengan hukum tertentu.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hokum adalah “ sekumpulan peraturan yamg terdiri dari perintah dan larangan yang bersifat memaksa dan mengikat dengan disertai sangsi bagi pelanggarnya.

2. Ciri – Ciri Negara Hukum

a. Fridrich Julius Sthal

1. Adanya hak asasi manusia

2. Adanya trias politika

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan – peraturan.

b. A. V. Dicey

1. Supremasi hokum dalam arti tidak boleh ada kesewenang – wenangan sehingga seseorang bisa dihukum jika melanggar hukum.

2. Kedudukan yang sama di depan hokum baik bagi masyarakat biasa ataupun pejabat.

3. Terjaminya hak – hak manusia oleh undang – undang dan keputusan – keputusan pengadilan.

3. Asas Hukum

a. Asas Hukum Umum

Asas Hukum Umum Adalah Asas yang berlaku pada seluruh bidang hukum, Misalnya :

1. Asas lex spesialis derogate generalis

2. Asas lex superior gerogat legi inferior

3. Asas lex posteriore derogate lex priori

4. Asas restitio in tintegrum

Page 16: sistem peradilan

Seholten berpendapat mengenai lima asas hukum umum yang berlaku universal pada seluruh system hukum yaitu asas kepribadian<>

b. Asas Hukum Khusus

Hukum kushus adalah hukum yang hanya berlaku pada lapangan hukum tertentu, misalnya :

1. asas Pacta Sunt Servanda, abus de droit, dan konsesualisme, berlaku pada hukum perdata.

2. Asas praduga tak bersalah dean nebis in idem berlaku pada hukum pidana.

Seorang ahli filsafat Jerman bernama Gustav Radbruch mengemukakan bahwa suatu hukum memiliki ide dasar hukum yang mencakup unsure keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.

4. Tujuan Hukum

a. Prof . Soebekti, S. H.

Tujuan hukum adalah menyelenggarakan keadilan dan ketertiban untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.

b. Prof. I. J. Apeldron

Hukum bertujuan untuk mengatur pergaulan hidup secara damai.

c. Prof. Notohamidjoyo

Hukum memiliki tiga tujuan yaitu :

1. Mendatangkan tata dan damai dalam masyarakat

2. Mewujutkan keadilan

3. Menjaga agar manusia diperlakukan, sebagai manusia.

Tujuan yang penting dan hakiki dari hukum adalah memamusiakan manusia, dalam hukum terdapat teori tujuan hukum sebagai berikut :

a. Teori Etis, meneurut teori ini tujuan hukum adalah untuk mencapai keadilan.

b. Teori Utilitas, menurut teori ini tujuan hukum adalah memberikan faedah sebanyak – banyaknya bagi masyarakat.

c. Campuran dari teori etis dan utilitas, menerut teori ini hukum bertujuan untuk memjaga ketertiban dan untuk mencapai keadilan dalam masyarakat.

5. Penggolongan Hukum

a. Berdasarkan Bentuknya

1. Hukum Tertulis

2. Hukum Tidak Tertulis

b. Berdasarkan Wilayah Berlaku

Page 17: sistem peradilan

1. Hukum Lokal

2. Hukum Nasional

3. Hukum Internasional

c. Berdasarkan Fiungsinya

1. Hukum Marerial

2. Hukum Formal

d. Berdasarkan Waktu Berlakunya

1. hukum Positif atau hukum yang berlaku sekarang

2. hukum yang berlaku pada masa yang akan datang

3. hukum antar waktu ( hukum trasitor )

e.Berdasarkan Isi Masalah

1. Hukum Privat ( hukum sipil )

2. hukum Publik ( hukum Negara )

f. Berdasarkan Sumbernya

1. Undang – undang

2. Kebiasaan

3. Traktat

4. Yurisprudensi.

# Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara satu orang dengan orang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan bersama.

Ciri – cirri hukum perdata :

1. Mengatur hubungan antara orang satu dengan yang lainnya

2. Mengatur hukum keluarga, hukum harta kekeyaaan, dan hukum waris.

3. Proses pengadilan didasarkan pada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan

4. Korban berlaku sebagai penggugat

5. Tersangka berlaku sebagai tergugat

# Hukum Dagang / Perniagaan adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang satu dengan yang lain maupun antara orang dengan badan – badan hukum dalam bidang perdaganggan.

# Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan – perbuatan yang dilarang / melanggar hukum dengan diseretai sanksi – sanksi hukum yang tegas dan jelas terhadap pelanggarnya.

Ciri – cirri hukum pidana :

Page 18: sistem peradilan

1. Mengatur hubungan antar warga negara dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat Indonesia.

2. Mengatur hal – hal yang berupa pelanggaran dan kejahatan.

3. Pelanggaran terhadap hukum pidana segera diambil tindakan oleh pengadilan walaupun tanpa adanya pengadilan dari pihak yang dirugikan.

4. Pihak yang dirugikan cukup melapor kepada yang berwajib dan akan menjadi saksi.

5. Penggugat adalah penuntut umum.

# Hukum Administrasi Negara / Hukum Tata Usaha Negara adalah hukum yang mengatur segala tuhas atau hak dan kewajiban pejabat – pejabat pemerintah dari pusat sampai daerah.

# Hukum Internasioanal terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Hukum Perdata Internasional

2. Hukum Pidana International

6. Tata Urutan Perundang – undangan Negara Republic Indonesia

Tata Urutan Perundang – undangan Negara republic Indonesia diatur dalam ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang – Undangan yang meliputi :

a. UUD 45

b. Tap. MPR RI

c. Undang – undang

d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang

e. Peraturan Pemerintah

f. Keputusan Presiden

g. Peraturan Daerah

7. Pengertian Sistim Hukum Nasional

Sistim hukum nasioanal adalah keseluruhan unsur – unsur hukum nasional

yang saling berkait guna mencapai tatanan sosial yang berkeadilan. Adapun sistim hukum meliputi dua bagian yaitu :

a. Stuktur Kelembagan Hukum

Sistim berserta mekanisme kelembagaan yang menopang Pembentukan dan Penyelenggaraan hukum di Indonesia.

Sistim Kelembaggan Hukum meliputi :

1. Lembaga – lembaga peradilan

2. Apatatur penyelenggaraan Hukum

Page 19: sistem peradilan

3. Mekanisme penyelenggaraan hukum

4. Pengawasan pelaksanaan hukum

b. Materi Hukum yaitu

Kaidah – kaidah yang dsituangkan dan dibakukan dalam persatuan hukum baik yang tertulis ataupun yang tidak tertulis.

c. Budaya Hukum yaitu:

Pembahasan mengenai budaya hukum meniti beratkan pada pembahasan mengenai kesadaran hukum masyarakat.

B. Sistim Peradilan Nasional

Sistim Peradilan Nasioanl diartikan sebagai suatu keseluruhan kompenen Peradilan Nasioanal yang meliputi pihak – pihak dalam proses peradilan, Hirerki Peradilan, maupun aspek – aspek yang bersifat procedural dan saling berkaitan sedenikian rupa, sehingga terwujut kwadilan hukum.

Untuk mewujutkan tujuanya, seluruh komponen dalam system peradilan harus berfungsi dengan baik , adapun komponen tersebut meliputi :

1. Materi Hukum Marterial dan Formal ( Hukum Acara )

Hukum material adalah hukum yang berisi tentang perintah dan larangan,. Sedangkan hukum formal adalah hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan mempertahankan hukum material.

2. Prosedur Peradilan ( Komponen yang bersifat Prosedural )

Yaitu bagaimana proses pengajuan perkara mulai dari penyelidikan – penyelidikan penuntutan sampai pada pemeriksaan di siding pengadilan. Prosedur pengadilan yang berlaku meliputi :

a. Penyelidikan

b. Penyidikan

c. Penuntutan

d. Mengadili

Apabila digambarkan dalam bentuk skema maka prosedur peradilan adalah sebagai berikut :

Penyelidikan oleh Penyidikan oleh Penuntutan oleh Persidanganpenyelidik penyidik penuntut umum (Jaksa) oleh hakim

Page 20: sistem peradilan

Secara umum peranan lembaga peradilan adalah mkenerima, memaksa, dan sekaligus memutuskan suatu perkara di siding pengadilan dalam rangka unutuk menegakkan hukum dan keadilan.

3. Budaya Hukum

Komponen yang sangat penting dan menentukan tegaknya keadilan adalah kesadaran hukum

4. Hierarki Kelembagaan Peradilan

Susunan lembaga perradilan yang secara hierarki memiliki fungsi dan kewenangan peradilan masing – masing.

C. Peranan Lembaga – Lembaga Peradilan

Lembaga – lembaga kekuasaan kehakiman yang berada di Indonesia

1.Mahkamah Agung

MA adalah lembaga Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan pengadilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah atau pengaruh – pengauruh lain.

Susunam MA terdiri dari Pimpinan, Hakikm Anggota ( hakim agung) panitera dan seorang sekretaris.

MA berwenang memeriksa dan memutuskan :

a. Permohonan kasasi.

b. Sengketa tenyang kewenangan mengadili.

c. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memeperoleh kekuatan hokum yang tetap.

2. Mahkamah Konstitusi ( MK )

MK adalah salah satu badan negara yang melakukan kekuassan kehakiman yang merdeka, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan kedilan. Kedudukan MK adalah di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

Wewenang MK menurut UU No. 24 Tahun 2003 adalah :

1. Menguji Undang – Undang terhadap undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Memutus sengketa kewenagan lembaga negara yang kewenanganya diberikan oleh Undang – Undang Dasar Republik Indonsia Tahun 1945

3. Memutus pembubaran partai politik

4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

5. Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan / Wakil Prtesiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum.

Prinsip dari kewenangan Makamah Konstitusi adalah cheks and balances yang menempatkan semua lembaga dalam kedudukan setara.

Page 21: sistem peradilan

3. Komisi Yudisial ( KY )

Tujuan dari pembentukan komisi Yudiasial adalah dalam rangka mewujudkan lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum dan lainya yang mandiri, bebeas dari pengaruh penguasa ataupun pihak lain, KY berkedudukan di Ibu Kota Negara RI.

Wewenang Komisi Yudistira adalah :

1. Memngusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR

2.Menegakkan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim diseluruh lingkungan peradilan.

KY mempunyai tugas melekukan pengawasan terhadap perilaku hakim. Tugas pengawasan tersebut meliputi :

a. Menerima laporan masyarakat mengenai perilaku hakim

b. Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan tentang perilaku hakim.

c. Memeriksa pelanggaran perilaku hakim yang diduga melangggar kode etik perilaku hakim.

d. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim.

e. Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi yang akan disampaikan kepada MA dan / MK yang terdasar disampaikan kepada presiden dan DPR.

4. Peradilan Umum

Peradilan umum adalah salah satu pelaku penguasaan bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Adapun kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan sebagai berikut :

a. Pengadilan Negeri

Pengadilan negeri kedudukanya di kota madya atau di ibu kota kabupaten, adapun susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita,. Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingakat pertama.

b. Pengadilan Tinggi

Merupakan pengadilan tinggi banding yang berkedudukan di ibu kota provinsi, dan daerah yang hukumnya meliputi wilayah provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi meliputi Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris, Adapun tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi adalah :

1. Mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding.

2. Mengadili di tingkat pertama terahkir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan negeri di wilayah hukumnya.

Page 22: sistem peradilan

3. menjaga jalanya pengadilan di tingkat Pengadilan Negeri agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.

4. memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi pemerintah bil;a diminta.

5. Tugas atau kewenangan berdasarkan undang – undang.

Ketua Pengadilan juga bertugas mengadakan pengawasan pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakm, panitera, sekretaris dan jurusita di daerah hukumya.

5.Peradilan Agama

Yang dimaksud Peradilan Agama adalah pengadilan agama Islam. Pengadilan Agama terdapat di setiap ibu kota Kabupaten. Pengadilan TInggi Agama berkedudukan di setiap ibu kota Propinsi. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita. Sedangkan susunan PENGADILAN Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

a. Perkawinan

b. Kewarisan,wasiat dan hibah yang di lakukan berdasarkan hokum Islam

c. Wakaf dan sodakoh

Tugas dan wewenang Pengadilan Tinggi Agama adalah :

a. Mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.

b. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.

c. Pengadilan Tinggi Agama dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.

d. Serta tugas dan kewenangan lain yang di tetapkan berdasarkan undang-undang.

6. Peradilan Militer

Dalam peradilan militer pengadilan adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer. Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkata Bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentinga penyelenggara pertahanan keamanan Negara.

7. Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam tata usaha negara antara orang /badan

Page 23: sistem peradilan

hukum perdata dengan badan / pejabat tata usaha negara baik di pusat maupun daerah. Dan yang dimaksud dengan tata usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah.Pengadilan tata usaha Negara merupakan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat banding.

Berikut ini adalah skema yang menggambarkan system kelembagaan peradilan Indonesia.

UUD 1945

Kekuasaan Kehakiman

Mahkamah Konstitusi Mahkamah Agung Komisi Yudisial

Lingkungan Peradilan Lingkungan Peradilan Lingkungan Peradilan Lingkungan Peradilan Umum Agama Militer Tata Usaha Negara

Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Pengadilan Militer Utama Tata Usaha Negara

Page 24: sistem peradilan

Pengadilan Negeri Pengadilan Agama Pengadilan Militer Pengadilann TataPengadilan Pertempuran Usaha Negara

KesimpulanHukum adalah sekumpulan peraturan yang terdiri dari perintah dan larangan yang bersifat memaksa dan mengikat dengan disertai sanksi bagi pelanggarnya yang bertujuan untuk mengatur ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Untuk mencapai ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat dibutuhkan sikap masyarakat yang sadar hokum. Selain masyarakat pemerintahpun juga harus sadar hokum. Maka tercapailah ketentraman dan ketertiban itu. Untuk mengantisipasi berbagai pelanggaran hokum yang terjadi maka di Indonesia telah ada berbagai macam Pengadilan. Dari yang mengadili masyarakat sampai dengan pemerintah dan para pejaba

Septina Damayanti, SPd. dan Siti Nurjanah, SPd.Kreatif, Jawa Tengah :Viva PakarindoAbdulkarim Aim, Pendidikan Kewarganegaraan untuk kelas X SMA, Bandung :

Grafindo Media Pratama, 2006.

Tujuan Sistem Peradilan Pidana

Dalam suatu proses penegakan hukum termasuk juga tindak pidana korupsi, selain dibutuhkan seperangkat peraturan perundang-undangan, dibutuhkan juga instrumen penggeraknya, yaitu institusi-institusi penegak hukum dan implementasinya melalui mekanisme kerja dalam sebuah sistem, yaitu sistem peradilan pidana (criminal justice system). Lebih lanjut Muladi menyatakan sistem peradilan pidana mempunyai dimensi ganda. Di satu pihak berfungsi sebagai sarana masyarakat untuk menahan dan mengendalikan kejahatan pada tingkat tertentu (crime containment system). Di lain pihak juga berfungsi untuk pencegahan skunder (secondary prevention), yakni mencoba mengurangi kriminalitas di kalangan mereka yang pernah melakukan tindak pidana dan mereka yang bermaksud melakukan kejahatan, melalui proses deteksi, pemidanaan dan pelaksanaan pidana.

Berkaitan dengan sistem hukum, Fuller mengajukan suatu pendapat untuk mengukur apakah kita pada suatu saat dapat berbicara mengenai adanya suatu sistem hukum. Ukuran tersebut diletakannya pada delapan asas yang dinamakannya principles of legality, yaitu :

1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, yang dimaksud di sini adalah bahwa ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc.

Page 25: sistem peradilan

2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.

3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yang demikian itu tidak ditolak, maka peraturan itu tidak bisa dipakai untuk menjamin pedoman tingkah laku. Membolehkan peraturan secara berlaku surut berarti merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang.

4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti.

5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain.

6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.

7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan sehingga menyebabkan seorang akan kehilangan orientasinya.

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari.

Lebih lanjut Fuller menyatakan, bahwa kegagalan untuk menciptakan sistem yang demikian itu bukan hanya melahirkan sistem hukum yang jelek, melainkan juga suatu yang tidak bisa disebut sistem hukum sama sekali. Sebagai sebuah sistem, maka sistem peradilan pidana bekerja dalam satu unit kerja atau bagian yang menyatu. Oleh karena itu sistem peradilan pidana memerlukan kombinasi yang serasi antar subsistem untuk mencapai satu tujuan.

Sistem peradilan pidana dilihat dari segi tujuan sistem itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu jaringan kerja yang ada dalam masyarakat atau negara yang dibentuk secara sadar dalam rangka untuk mengendalikan kejahatan, agar kejahatan yang ada dalam masyarakat masih berada dalam tingkat yang dapat diterima.

Menurut Yahya Harahap, tujuan sistem peradilan pidana dapat dirumuskan : pertama, mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan ; kedua, menyelesaikan kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakan dan yang bersalah dipidana ; dan ketiga, berusaha agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Robert D. Pursley, membedakan tujuan sistem peradilan pidana atas tujuan utama dan tujuan penting lainnya, yaitu :

1. Tujuan utama, diantaranya untuk melindungi warga masyarakat dan untuk memelihara ketertiban masyarakat.

Page 26: sistem peradilan

2. Tujuan penting lainnya adalah sebagai berikut :

a. mencegah kejahatan ;

b. menekan prilaku yang jahat dengan cara menahan para pelanggar dengan mana mencegah mereka untuk melakukan kejahatan sudah tidak mempan (tidak efektif) lagi ;

c. meninjau keabsahan dari tindakan atau langkah yang telah dilakukan di dalam mencegah dan menekan kejahatan ;

d. menempatkan secara sah apakah bersalah mereka yang ditahan, atau tidak ;

e. menempatkan secara pantas atau layak mereka yang secara sah telah dinyatakan bersalah ;

f. membina atau memperbaiki para pelanggar hukum.

Bertitik tolak dari pendapat tersebut di atas, dapatlah dikatakan tujuan dalam sistem peradilan pidana merupakan hal yang menentukan keberhasilan sistem tersebut. Masing-masing subsistem peradilan pidana harus memiliki persepsi yang sama terhadap tujuan tersebut. Selain itu, setiap kewenangan dan tindakan yang dilakukan masing-masing subsistem harus mengarah kepada tujuan tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kenet J. Peak :

”Each system component police, court and correction have vary degree of responsibility and discretion dealing with crime. However, there is a failure of each system component to engage ini any coordinated planning effort, hence relations among and between these components are often characterized by friction, conflict, and deficient communication. Role conflicts also serve to ensure that planning and communication are stified”.

Artinya, masing-masing komponen sistem harus mempunyai kesamaan tingkat tanggung jawab dan pertimbangan dalam menangani suatu perkara kejahatan. Perlu adanya koordinasi dan perencanaan, karena dalam hubungan dengan subsistem lain sering terjadi adanya konflik oleh karena itu komunikasi saja tidak cukup. Pembagian kewenangan harus jelas agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar subsistem.

Meskipun masing-masing komponen subsistem memiliki fungsi dan kewenangan yang berbeda tetapi dalam kerangka sistem peradilan pidana masing-masing subsistem mempunyai tujuan yang sama. Keterkaitan keberhasilan kerja masing-masing subsistem satu dengan yang lainnya akan berdampak pada hasil kerja subsistem yang lain dalam menegakan hukum dan keadilan. Kebutuhan akan aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas memerlukan wewenang atau otoritas untuk menjalankannya. Dengan kewenangan yang ada diharapkan dapat digunakan untuk memerangi kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat.

Jadi pada hakekatnya dibentuknya sistem peradilan pidana mempunyai dua tujuan, yaitu

Page 27: sistem peradilan

tujuan internal sistem dan tujuan eksternal. Tujuan internal, agar terciptanya keterpaduan atau sinkronisasi antar subsistem-subsistem dalam tugas menegakkan hukum. Sedangkan tujuan eksternal untuk melindungi hak-hak asasi tersangka, terdakwa dan terpidana sejak proses penyelidikan sampai proses pemidanaan. Dengan demikian, sebenarnya tujuan dari sistem peradilan pidana baru selesai apabila pelaku kejahatan telah kembali terintegrasi ke dalam masyarakat, hidup sebagai anggota masyarakat umumnya yang taat pada hukum.

Published: July 20, 2010Please Rate this Summary : 12345     Rating : 1 2 3 4 5      

More About : tujuan sistem peradilan di indonesia Ads by Google