[Rosyid] Mekanika Kuantum

359

description

.

Transcript of [Rosyid] Mekanika Kuantum

  • 2

  • MEKANIKA KUANTUMModel Matematis Gejala Alam Mikroskopis

    Tinjauan Takrelativistik

    Muhammad Farchani Rosyid

    :

    @@

    @@

    @@

    @@

    @@I

    QQQQQQQQQQs

    (t)

    lim0 (t1 + )= n

    2

    (t)

    lim0 (t2 + )= n

    (t2)

    CCCCCCCCCCCW

    (t)

    1

    (t1)

    (0) =

    9

    +R

    6

    66z

    Diterbitkan oleh

    Jurusan Fisika FMIPA UGM Yogyakarta

    ISBN 978-979-17263-0-6

  • ii

  • MEKANIKA KUANTUMModel Matematis Fenomena Alam Mikroskopis

    Tinjauan Nonrelativistik

    M. F. ROSYID

    Departemen FisikaInstitut untuk Sains di Yogyakarta (I-Es-Ye)

    danWorking Group on Mathematical Physics and Center for Differential

    Geometry (WGMPCDG)Laboratorium Fisika Atom dan Fisika Inti

    Jurusan Fisika FMIPA

    iii

  • iv

    Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

  • Diperuntukkan buat

    Ani Rosdiana,Amalia, Natsir, Ibrahim dan Aida

    v

  • vi

  • PENGANTAR

    Karena sesungguhnya bersama kesulitan adalah kemudahan.Sesungguhnya bersama kesulitan terdapat kemudahan.

    Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengansungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Rabbmu (Tuhanmu)

    sajalah hendaknya kamu berharap.(Alam Nasyrah : 5-8)

    Teori kuantum lahir pada tanggal 14 Desember 1900 ketika Max Planckmenyampaikan kuliah yang mashur dengan judul Zur Theorie des Gesetzesder Energieverteilung im Normalspektrum di depan Deutsche Physikalis-che Gesellschaft [vdW]. Tahap perkembangan pertama ini (sejak dari ku-liah Planck tersebut hingga keberhasilan Einstein menjelaskan gejala fo-tolistrik pada tahun 1905) di kemudian hari dikenal sebagai era primitif bagiteori kuantum. Pada tahap perkembangan selanjutnya, di bawah sentuhansekian banyak figur (de Broglie, Heisenberg, Bohr, Schrodinger, Dirac, Jor-dan, Born, dll.), teori ini berkembang menjadi the top of human intelec-tual triumph, yakni puncak kemenangan intelektual manusia. Oleh karenaitu, teori kuantum merupakan karya kolektif lintas bangsa, walaupun Paulidengan sinis mengatakan bahwa teori ini cenderung mengikuti selera kroniGottingen, dalam suratnya kepada Kronig dia katakan: noch etwas vomGottinger formalen Gelehrsamkeitsschwall befreiet werden must [vdW].

    Berdasarkan teori inilah kelakuan-kelakuan alam mikroskopis dapatdijelaskan secara memuaskan dan berbagai hasil eksperimen dapat dira-malkan dengan sangat akurat. Sesuai dengan yang telah digariskan olehadagium Sains adalah peretas jalan bagi teknologi, maka begitu sains mu-lai mampu merambah ranah (domain) mikroskopis, perkembangan teknolo-gi pun mulai menapaki ranah tersebut. Sebagai konsekuensi, pada gili-rannya muncullah teknologi-teknologi yang berbasiskan pengetahuan alammikroskopis ini. Sekedar untuk disebutkan, teknologi-teknologi itu di an-

    vii

  • viii

    taranya adalah teknologi zat padat (solid state technology), teknologi nuklir,teknologi laser dll. Inilah teknologi yang secara dominan mewarnai perike-hidupan manusia sejak pertengahan abad keduapuluh. Penemuan ScanningTunneling Microscopy (STM) oleh Rohrer dan Binnig tahun 1980-an pa-da gilirannya membuka cakrawala baru bagi penyelidikan alam berukurannanometer (1 sampai 100 nanometer) secara eksperimental. Sejak saat ituorang mulai menengok kemungkinan untuk mendapatkan peranti-perantiyang secara fungsional sama namun berukuran jauh lebih kecil (sampaiberukuran nano) dibanding yang telah ada. Maka sekarang ini terjadilahbooming nanoteknologi : quantum dots, peranti-peranti elektronik beruku-ran nano semacam nanotransistor, komputer nano, dll.

    Di mata sebagian besar mahasiswa teori kuantum dianggap sebagaisubjek yang sangat sulit, terlalu matematis, jauh dari jangkauan kemam-puan nalar umumnya mahasiswa dan sekian banyak anggapan yang seringdiungkapkan dengan nada-nada kekecewaan lainnya. Terus terang . . .persepsi itu banyak benarnya. Itu semua barangkali karena ia, sekali la-gi, merupakan the top of human intelectual triumph. Untuk memahaminyadibutuhkan komitmen, yakni komitmen untuk menggeser cara pandang dancara berpikir kita dari cara pandang dan cara berpikir klasik menuju ke carapandang dan cara berpikir kuantum.

    Ada ratusan buku mekanika kuantum yang telah ditulis orang. Masing-masing memiliki kekhasan dalam pendekatan maupun penyajian. Dalampendekatan historis gradual, proses kelahiran dan perkembangan mekanikakuantum dipaparkan sedemikian rupa seolah-olah dari satu perkembanganke perkembangan berikutnya berlangsung secara runtut dalam rangkaiankronologis yang rapi dalam satu kesatuan skenario. Hal ini tentu memberikesan bahwa mekanika kuantum dikembangkan dalam tahap-tahap yangsistematis. Padahal tidak demikian yang terjadi [vdW]. Yang mengam-bil pendekatan ini misalnya [Par], [HW] dan [Sch]. Pendekatan yang lainadalah shock method. Dalam pendekatan ini, pembaca langsung dihadap-kan dengan perilaku sistem fisis mikroskopis (yang sangat kontras denganperilaku sistem fisis makroskopis) dan diajak memahami perilaku sistemtersebut secara kuantum. Pendekatan semacam ini menafikan urgensi se-jarah perkembangan mekanika kuantum, oleh karena itu disebut juga pen-dekatan ahistoris. Yang mengambil pendekatan ini misalnya adalah [Sak],[Tow], [Che] dan [CDL2]. Dari aspek penyajian, ada yang cenderung bernu-ansakan filosofis (misalnya [Gos]), matematis (misalnya [CDL2], [Lud], [Pru]dan [Bus]), maupun secara grafis (misalnya [BraDa1]). Ada pula yang ap-

  • ix

    likatif (misalnya [Yar], [Kit], dan [Sla]) atau yang melibatkan teknologikomputer (misalnya [BraDa2] dan [Hor]).

    Hal ini sesungguhnya menunjukkan bahwa di samping subjek ini me-mang cukup penting, telah juga disadari bahwa ia merupakan subjek yangtidak mudah untuk dipahami. Pendekatan yang diambil dalam buku inimencoba mendudukkan mekanika kuantum dan mekanika klasik dalam ke-samaan struktur model. Kesamaan struktur model ini disarikan sebagaiprinsip umum mekanika yang akan disebut metamekanika. Diharap-kan dengan pendekatan semacam ini, para pembaca yang umumnya telahmemahami mekanika klasik tidak akan merasa asing dengan struktur yangada dalam mekanika kuantum.

    Satu hal lagi yang akan menambah novelty buku ini adalah peran uta-ma yang dimainkan oleh teori peluang dan statistika dalam perumusanbaik metamekanika, mekanika klasik maupun mekanika kuantum. Hal inidiharapkan dapat membuat para pembaca (khususnya mahasiswa) lebihmudah lagi untuk memahami mekanika kuantum mengingat mereka ten-tu telah terbiasa dengan seluk-beluk teori peluang dan statistika sejak disekolah lanjutan. Buku ini akan menunjukkan bahwa mekanika kuantum(juga mekanika klasik) dapat dipahami sebagaimana memahami pelem-paran dadu ataupun pelemparan coin. Artinya, belajar mekanika kuantum(juga mekanika klasik) sama mudahnya dengan bermain dadu ataupunmengundi dengan coin. Bagi mahasiswa ilmu matematika maupun statis-tika, buku ini dapat dirasakan sebagai apresiasi terhadap bidang-bidangilmu yang mereka dalami. Bagi mereka pula, semoga buku ini mampumenguak difragma lebih lebar ke bidang ilmu tempat sesuatu yang telahmereka tekuni selama beberapa semester mendapatkan peran yang begitumencolok.

    Kehadiran buku mekanika kuantum ini diharapkan pula mampu mengisikekurangan kalau tidak boleh dikatakan sebagai ketiadaan literaturberbahasa Indonesia dalam subjek ini.

    Menutup pengantar ini, penulis ingin mengucapkan banyak terimakasihkepada berbagai pihak yang telah terlibat baik langsung maupun tidaklangsung dalam penulisan buku ini. Terutama kepada para mahasiswa yangtelah menghidupkan berbagai diskusi di kelompok underground Work-ing Group on Mathematical Physics and Center for Differential Geometry(WGMPCDG) dan rekan-rekan di I-Es-Ye atas gagasan-gagasan segar yangkreatif dan menjanjikan. Khusus bagi saudara Joko Purwanto dan Romy

  • xHanang Setiabudi SSi diucapkan terimaksih sebanyak-banyaknya, jazaku-mullahukhoironkatsiro, atas keluangan waktunya untuk memeriksa naskahawal buku ini, terutama yang berkaitan dengan salah cetak serta inkon-sistensi kosakata dan berbagai kritik dan saran. Tentu saja, penulis jugamenyampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Fakultas MIPAUniversitas Gadjah Mada yang telah memberikan tambahan pendanaanpada saat penulisan naskah buku ini mendekati tahap akhir.

    Ambarketawang, 1 Muharram 1427 HM. F. R.

  • KHUSUS BAGI MAHASISWA

    Tentang Soal : Soal, pada hakekatnya, adalah alat ukur. Yakni alatuntuk mengukur seberapa jauh dan seberapa dalam pemahaman yang an-da miliki. Dalam kesempatan ini perlu diperingatkan Jangan men-jadikan penyelesaian soal sebagai tujuan akhir pembelajaran an-da. Buku ini tidak dimaksudkan untuk menjadikan anda sebagai se-buah mesin yang tangkas menyelesaikan soal-soal baku mekanika kuan-tum. Uraian-uraian yang disampaikan dalam buku ini dimaksudkan agaranda memahami perilaku alam mikroskopis sebagaimana yang telah di-pahami oleh para fisikawan. Dengan memahami perilaku alam semacamitu diharapkan anda memiliki bekal dan kompetensi untuk menyelesaikanpermasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan perilaku alam itu. Per-cayalah bahwa dengan memahami betul konsep-konsep dan fakta-faktailmiah yang diuraikan dalam buku ini anda akan memiliki bekal yangcukup untuk menyelesaikan soal-soal mekanika kuantum baik yang stan-dard maupun yang istimewa. Oleh karena itu kerjakan semua soal yangada dalam buku ini secara mandiri dengan menerapkan konsep-konsep yangtelah anda pahami dalam setiap babnya. Jika anda masih belum berhasiljangan tergesa-gesa menanyakannya kepada orang-orang yang anda anggaptahu, melainkan bacalah ulang uraian dalam bab yang bersangkutan den-gan soal yang anda kerjakan itu. Soal-soal yang ada dalam buku ini dimak-sudkan untuk menguji pemahaman anda.Tentang Notasi : Para mahasiswa atau pembaca umumnya diharapkantidak mensakralkan suatu notasi. Yang penting dari suatu notasi adalahapa yang diwakili oleh notasi itu. Sejak belajar fisika di SMP kita terbiasadengan huruf m sebagai massa suatu partikel. Tetapi apalah artinya se-buah huruf m, sebab pada kesempatan lain orang menggunakan huruf muntuk menyatakan bilangan kuantum magnetik. Jadi, tidaklah berdosabila pada suatu saat kita menggunakan simbol (misalnya) untuk mas-

    xi

  • xii

    sa suatu partikel. Sekali lagi yang penting adalah besaran yang diwakilioleh notasi tersebut. Yang penting adalah deklarasi notasi, yakni kali-mat yang menyatakan bahwa suatu notasi mewakili suatu besaran. Kitaakan lebih bebas, dalam arti, tidak terikat oleh hal-hal yang justru akanmenyulitkan kita.

  • Daftar Isi

    1 TEORI PELUANG DAN STATISTIKA 1

    1.1 Eksperimen dan Spektrum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

    1.2 Batasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3

    1.2.1 Ruang Peristiwa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

    1.2.2 Batasan Aksiomatik . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

    1.3 Peubah Acak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

    1.3.1 Komposisi, Penjumlahan dan Perkalian Peubah Acak 17

    1.3.2 Agihan dan Fungsi Agihan Suatu Peubah Acak . . . 18

    1.3.3 Agihan Diskret dan Agihan Kontinyu . . . . . . . . 20

    1.4 Nilai Harap dan Penyimpangan Baku . . . . . . . . . . . . 22

    1.4.1 Nilai Harap . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

    1.4.2 Penyimpangan Baku . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

    1.5 Beberapa Contoh Lagi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25

    1.6 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32

    2 METAMEKANIKA 37

    2.1 Semantika Matematika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38

    2.2 Dialektika Itu Keniscayaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39

    2.3 Principia Universalis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42

    xiii

  • xiv DAFTAR ISI

    2.3.1 Kinematika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42

    2.3.2 Dinamika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44

    3 PRINSIP PRINSIP MEKANIKA KLASIK 473.1 Ruang Keadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47

    3.2 Aljabar Observabel dan Aturan Akses . . . . . . . . . . . . 51

    3.2.1 Himpunan Lengkap . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52

    3.2.2 Spektrum dan Pengukuran Observabel Klasik . . . . 53

    3.3 Dinamika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 55

    3.4 Contoh 1 : Osilator Harmonis Satu Dimensi . . . . . . . . . 57

    3.5 Contoh 2 : Partikel bebas dalam ruang 3 dimensi . . . . . . 60

    3.6 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62

    4 PRINSIP PRINSIP MEKANIKA KUANTUM 654.1 Ruang Hilbert . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66

    4.1.1 Basis Eksternal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78

    4.2 Teori Operator dalam Ruang Hilbert . . . . . . . . . . . . . 81

    4.2.1 Masalah Swanilai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 85

    4.2.2 Spektrum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 89

    4.3 Prinsip-prinsip Mekanika Kuantum . . . . . . . . . . . . . . 91

    4.4 Beberapa Contoh : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100

    4.4.1 Partikel Dalam Suatu Potensial . . . . . . . . . . . . 100

    4.4.2 Partikel Dalam Sumur Potensial (Prelude) . . . . . . 105

    4.4.3 Spin Elektron . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110

    4.5 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 112

    5 PENGUKURAN DALAM MEKANIKA KUANTUM 115

  • DAFTAR ISI xv

    5.1 Teori Pengukuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 115

    5.1.1 Perilaku Nilai Harap Terhadap Waktu . . . . . . . . 116

    5.1.2 Ralat Pengukuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 116

    5.1.3 Contoh (lanjutan bagian 4.4.2) . . . . . . . . . . . . 118

    5.2 Pengukuran dan Kompatibilitas . . . . . . . . . . . . . . . . 120

    5.2.1 Ketidakpastian Heisenberg . . . . . . . . . . . . . . 123

    5.3 Himpunan observabel yang komutatif danlengkap . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 125

    5.4 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 127

    6 WAKILAN MATRIKS MEKANIKA KUANTUM 129

    6.1 Wakilan Matriks Persamaan Schrodinger . . . . . . . . . . . 130

    6.1.1 Spektrum Diskret Tak Merosot . . . . . . . . . . . . 133

    6.1.2 Spektrum Diskret Merosot . . . . . . . . . . . . . . 136

    6.2 Wakilan Matriks Masalah Swanilai . . . . . . . . . . . . . . 138

    6.3 Wakilan Matriks Secara Umum . . . . . . . . . . . . . . . . 141

    6.3.1 Masalah Swanilai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 141

    6.3.2 Masalah Swanilai Pendiagonalan Wakilan Matriks 1436.4 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 145

    7 PENGKUANTUMAN 147

    7.1 Pengkuantuman Geometrik . . . . . . . . . . . . . . . . . . 149

    7.2 Wakilan Schrodinger . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 153

    7.2.1 Wakilan posisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 153

    7.2.2 Wakilan momentum . . . . . . . . . . . . . . . . . . 155

    7.2.3 Dinamika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 156

    7.3 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 157

  • xvi DAFTAR ISI

    8 WAKILAN SCHROEDINGER LEBIH JAUH 159

    8.1 Wakilan Posisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 162

    8.1.1 Operator dalam wakilan posisi . . . . . . . . . . . . 165

    8.1.2 Nilai harap Suatu Observabel . . . . . . . . . . . . . 168

    8.1.3 Pemisahan Variabel Ruang dan Waktu . . . . . . . . 171

    8.1.4 Pertikel bebas dalam koordinat kartesius . . . . . . . 173

    8.2 Mekanika Gelombang Dan Mekanika Kuantum . . . . . . . 177

    8.2.1 Wakilan Momentum . . . . . . . . . . . . . . . . . . 179

    8.3 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 181

    9 SISTEM SISTEM FISIS BERDIMENSI SATU 1839.1 Partikel Bebas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 184

    9.2 Sumur Potensial Takterhingga . . . . . . . . . . . . . . . . . 186

    9.3 Potensial Undak Sederhana . . . . . . . . . . . . . . . . . . 190

    9.4 Getaran Selaras . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 193

    9.4.1 Cara Rekursi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 195

    9.4.2 Cara Aljabar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 200

    9.5 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 205

    10 KESETANGKUPAN 207

    10.1 Transformasi Keadaan dan Konsep Grup . . . . . . . . . . . 208

    10.2 Transformasi Keruangan dan Temporal . . . . . . . . . . . 209

    10.2.1 Pergeseran keruangan . . . . . . . . . . . . . . . . . 210

    10.2.2 Perputaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 211

    10.2.3 Campuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 215

    10.3 Kesetangkupan dan Teorema Noether . . . . . . . . . . . . 216

  • DAFTAR ISI xvii

    10.3.1 Kesetangkupan dalam mekanika klasik . . . . . . . . 216

    10.3.2 Kesetangkupan dalam mekanika kuantum . . . . . . 219

    10.4 Grup Lie, Aljabar Lie dan Maknanya . . . . . . . . . . . . . 226

    10.4.1 Grup Lie . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 226

    10.4.2 Aljabar Lie . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 227

    10.4.3 Teori Wakilan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 233

    10.4.4 Grup Setangkup dan Teorema Noether . . . . . . . . 238

    10.5 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 239

    11 MOMENTUM SUDUT 241

    11.1 Batasan Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 241

    11.1.1 Macam-macam Momentum Sudut . . . . . . . . . . 242

    11.2 Swanilai dan Swakeadaan Momentum Sudut . . . . . . . . . 242

    11.3 Wakilan Matriks Bagi Momentum Sudut . . . . . . . . . . . 246

    11.4 Momentum Sudut Orbital . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 252

    11.5 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 255

    12 PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT 261

    12.1 Hasilkali Tensor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 263

    12.1.1 Sebuah contoh awal . . . . . . . . . . . . . . . . . . 263

    12.1.2 Produk Tensor dua ruang Hilbert . . . . . . . . . . . 265

    12.1.3 Produk tensor dua operator . . . . . . . . . . . . . . 266

    12.2 Penjumlahan Momentum Sudut . . . . . . . . . . . . . . . . 267

    12.3 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 274

    13 DINAMIKA KUANTUM 277

    13.1 Operator Translasi Waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 278

  • xviii DAFTAR ISI

    13.2 Contoh : Presesi spin dalam medan magnet . . . . . . . . . 281

    13.3 Contoh : Resonansi Magnetik . . . . . . . . . . . . . . . . . 286

    13.4 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 290

    14 SISTEM SISTEM FISIS BERDIMENSI TIGA 29314.1 Mekanika Kuantum Dalam Koordinat Bola . . . . . . . . . 293

    14.2 Partikel Bebas Dalam Koordinat Bola . . . . . . . . . . . . 296

    14.3 Zarah dalam potensial terpusat . . . . . . . . . . . . . . . . 298

    14.3.1 Contoh : Sumur Potensial . . . . . . . . . . . . . . . 301

    14.4 Medan Magnet Dan Potensial Terpusat . . . . . . . . . . . 302

    14.5 Aras-Aras Landau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 306

    14.5.1 Manakah yang lebih fisis B ataukah A? . . . . . . . 308

    14.6 Soal-soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 308

    15 MASALAH DUA ZARAH 311

    15.1 Bagian Pusat Massa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 313

    15.2 Bagian Tereduksi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 314

    15.3 Contoh : Atom Bak-Hidrogen . . . . . . . . . . . . . . . . . 315

    A Ruang Vektor 323

    B Fungsi -Dirac 335

  • Bab 1

    TEORI PELUANG DANSTATISTIKA

    Probability is the degree of certainty,which is to the certainty as a part is to a whole

    (James Bernoulli)

    Dalam bab paling awal ini, hendak disajikan seperlunya saja pernik-pernikteori peluang dengan harapan agar tercapai kesamaan pemahaman dan no-tasi mengingat keberagaman konsep dan notasi yang telah dipakai secaraluas dalam berbagai literatur teori peluang. Bagi pembaca yang menghen-daki perinciannya dapat menengok [PaPi, Bil, Pit, Gne]. Bagi yang telahterbiasa atau familier dengan teori peluang dapat mengabaikan bab initanpa mengganggu pemahaman bab-bab selanjutnya.

    1.1 Eksperimen dan Spektrum

    Terma eksperimen dalam buku ini selalu diartikan sebagai kegiatan pema-paran (exposing, subjecting) suatu barang (objek) dalam suatu situasi dankondisi tertentu yang telah diatur dilanjutkan dengan pengamatan (ob-serving) apa yang terjadi dengan objek tersebut. Pelemparan sekali sebuahdadu merupakan contoh sebuah eksperimen. Pelemparan dua kali sebuahdadu merupakan eksperimen yang lain lagi. Dalam suatu eksperimen selaluterdapat apa yang disebut sebagai hasil eksperimen atau keluaran atau

    1

  • 2 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    outcome. Didapatkannya muka nomor enam dalam pelemparan sekali se-buah dadu merupakan sebuah outcome bagi eksperimen pelemparan sekalisebuah dadu. Himpunan yang beranggotakan semua hal yang mungkin(potensial) untuk keluar sebagai outcome dalam suatu eksperimen disebutruang sampel. Himpunan yang beranggotakan semua muka dadu meru-pakan ruang sampel bagi eksperimen pelemparan sekali sebuah dadu. Him-punan yang beranggotakan semua pasangan dua muka dadu merupakan ru-ang sampel bagi pelemparan dua kali sebuah dadu. Ruang sampel disebutjuga spektrum. Perhatikanlah bahwa terdapat korespondensi satu-satuantara eksperimen dengan ruang sampel :

    Satu eksperimen Satu ruang sampel. (1.1)

    Suatu peristiwa adalah suatu himpunan tertentu yang memuat be-berapa anggota ruang sampel. Satu contoh peristiwa yang khas adalahruang sampel itu sendiri yang dikenal sebagai peristiwa pasti. Peristiwalain yang juga khas adalah himpunan kosong. Peristiwa ini disebut peris-tiwa mustahil. Jika dalam suatu eksperimen salah satu anggota peristiwamuncul sebagai keluaran, maka dikatakan bahwa peristiwa itu terjadi. Ru-ang sampel sebagai peristiwa akan selalu terjadi dalam setiap eksperimen,sebab setiap keluaran adalah anggota ruang sampel. Himpunan kosong se-bagai peristiwa tidak akan pernah terjadi dalam eksperimen manapun, se-bab tidak satupun anggota ruang sampel yang menjadi anggota himpunankosong. Maka, jelaslah sekarang mengapa ruang sampel disebut peristiwapasti sedang himpunan kosong disebut peristiwa mustahil. Peristiwa yanghanya memuat satu anggota ruang sampel disebut peristiwa keunsuran.

    Untuk lebih memahami istilah-istilah di atas perhatikanlah beberapacontoh berikut.

    Contoh :

    Dilempar dua buah dadu bersamaan. Maka spektrum bagi eksperimenini adalah himpunan { (muka i,muka j) |i, j = 1, 2, , 6} yang berang-gotakan semua pasangan dua muka dadu. Jadi, terdapat 36 pasangan se-bagai anggota spektrum atau ruang sampel. Ketigapuluhenam pasanganitulah yang potensial atau mungkin akan muncul dalam eksperimen pelem-paran dua buah dadu itu. Himpunan semua pasangan dua muka dadu yang

  • 1.2. BATASAN 3

    jumlahan nomornya 7 adalah himpunan

    T := { (muka 1,muka 6), (muka 6,muka 1), (muka 2,muka 5),(muka 5,muka 2), (muka 3,muka 4), (muka 4,muka 3) }. (1.2)

    Ini adalah contoh sebuah peristiwa. Jumlah anggota peristiwa tersebutadalah 6. Peristiwa tersebut dikatakan terjadi jika salah satu dari keenamanggotanya muncul sebagai keluaran dalam eksperimen pelemparan duabuah dadu itu. Contoh peristiwa lain adalah himpunan

    S := { (muka 1,muka 1), (muka 1,muka 2), (muka 1,muka 3),(muka 1,muka 4), (muka 1,muka 5), (muka 1,muka 6) }. (1.3)

    Ini adalah peristiwa munculnya muka nomor 1 pada dadu pertama. Irisankedua peristiwa di atas adalah peristiwa keunsuran { (muka 1,muka 6) }.Oleh karena itu, pasangan (muka 1,muka 6) adalah satu-satunya pasanganyang muncul sebagai keluaran bila kedua peristiwa di atas terjadi sekaligus.

    Contoh :

    Dilempar tiga buah koin bersamaan. Ruang sampel bagi eksperimen iniadalah

    {(A,A,A), (G,G,G), (A,A,G), (A,G,A), (G,A,A),(G,A,G), (G,G,A), (A,G,G)}, (1.4)

    dengan A berarti angka dan G gambar. Himpunan

    {(A,A,A), (A,A,G)} (1.5)merupakan peristiwa munculnya angka pada pelemparan koin pertama dankedua.

    1.2 Batasan

    Terdapat paling tidak tiga cara dalam pendefinisian peluang. Yang perta-ma adalah batasan klasik : dalam hal ini peluang terjadinya peristiwa Adalam suatu eksperimen, ditulis sebagai P(A), didefinisikan sebagai nisbah

    P(A) = NAN, (1.6)

  • 4 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    dengan N adalah bilangan yang menyatakan jumlah keluaran (outcomes)yang dimungkinkan muncul dalam eksperimen tersebut dan NA adalahbilangan yang menyatakan jumlah anggota ruang sampel yang termasukdalam peristiwa A.

    Contoh :

    Kembali ke contoh pelemparan dua dadu di atas. Peluang untuk ter-jadinya peristiwa T , yakni munculnya pasangan muka dadu yang jumlahannomornya 7, diberikan oleh

    P(T ) = 636

    =16. (1.7)

    Sedangkan peluang terjadinya peristiwa S, yakni munculnya muka nomorsatu untuk pelemparan dadu yang pertama, diberikan oleh

    P(S) = 636

    =16. (1.8)

    Peluang untuk terjadinya peristiwa { (muka 1,muka 6) }, yakni terjadinyaperistiwa T dan peristiwa S, diberikan oleh

    P(T S) = 136. (1.9)

    Kevalidan penerapan batasan ini sangat tergantung pada kevalidan angga-pan bahwa semua anggota ruang sampel memiliki kemungkinan yang sama.

    Yang kedua adalah batasan frekuensi relatif : peluang terjadinyasuatu peristiwa A diberikan oleh

    P(A) = limn

    nAn, (1.10)

    dengan nA jumlah terjadinya peristiwa A dan n adalah jumlah eksperimen.Dengan batasan seperti ini, peluang diperoleh dari pengamatan terhadaphasil eksperimen yang dilakukan berulang-ulang. Peluang yang dihitungdengan cara seperti ini, tentu saja, sangat tergantung pada reprodusibili-tas eksperimen yang dilakukan, yakni seberapa jauh eksperimen tersebutdapat diulang-ulang sedemikian rupa sehingga tak terbedakan satu dariyang lain. Dalam situasi yang riil, jumlah eksperimen yang dapat di-lakukan (walaupun sangat banyak) tidak dapat disamakan dengan ketak-terhinggaan. Bila persamaan (1.10) digunakan untuk menentukan peluang

  • 1.2. BATASAN 5

    terjadinya suatu peristiwa, maka limit dalam persamaan tersebut harusditerima sebagai suatu hipotesa, bukan sebagai sebuah angka yang dapatditentukan secara eksperimen.

    Yang ketiga adalah batasan aksiomatik. Batasan yang diperkenalkanoleh A. N. Kolmogorov ini dikatakan sebagai batasan yang paling baikdalam teori peluang. Akan tetapi untuk memahaminya diperlukan be-berapa konsep lagi yang berkaitan dengan ruang sampel dan himpunan-himpunan bagiannya.

    Gambar 1.1: A.N. Kolmogorov (1903-1987), matematikawan Rusia. Ia berjasadalam penyusunan teori peluang secara rinci dan ketat mulai dari aksioma-aksiomamendasar. Hasilnya adalah apa yang kita pelajari dalam bab ini. (Foto diambildari situs www.-groups.dcs.st-and.ac.uk.)

    1.2.1 Ruang Peristiwa

    Seperti yang telah disinggung pada beberapa bagian yang lalu, ada bebera-pa subhimpunan dari ruang sampel yang disebut peristiwa. Dalam batasanberikut ini ditentukan subhimpunan-subhimpunan yang mana saja dari ru-ang sampel yang akan dipilih sebagai peristiwa.

    Definisi 1.2.1 Andaikan ruang sampel dari suatu eksperimen. Suatuhimpunan E yang beranggotakan subhimpunan-subhimpunan dari disebutruang peristiwa dari bila syarat-syarat berikut dipenuhi

  • 6 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    1. E memuat sebagai salah satu anggotanya;2. Jika E E, maka E juga termuat di E;3. Jika E1, E2, E3, E sembarang barisan unsur-unsur dari E, maka

    E1 E2 E3 E.

    Suatu ruang peristiwa dari disebut juga -aljabar dari . Setiap anggotaruang peristiwa disebut peristiwa.

    Syarat pertama dalam batasan di atas menyatakan bahwa ruang sampeladalah peristiwa. Syarat kedua menyatakan bahwa komplemen dari su-atu peristiwa juga merupakan peristiwa. Sedang syarat ketiga menyatakanbahwa gabungan dua peristiwa atau lebih merupakan peristiwa.

    Dari batasan tersebut dapat disimpulkan sifat-sifat berikut

    1. Himpunan kosong merupakan peristiwa, sebab dari syarat pertamadan kedua didapat = .

    2. Jika E1, E2, merupakan barisan peristiwa, maka E1E2 jugamerupakan peristiwa. Ini adalah konsekuensi dari syarat kedua danketiga serta berlakunya dalil de Morgan.

    3. Jika E dan E peristiwa, maka gabungannya E E, irisannya E Eserta selisihnya E E dan E E juga merupakan peristiwa.

    4. Jika E dan E peristiwa, maka (E E) (E E) juga merupakanperistiwa.

    Contoh :

    Power set P dari suatu ruang sampel adalah himpunan yang berang-gotakan semua subhimpunan dari . Power set P merupakan suatu ruangperistiwa dari .

    Himpunan-himpunan Borel pada Garis Riil

    Misalkan suatu eksperimen memiliki ruang sampel R, yakni himpunanyang beranggotakan semua bilangan riil. Jadi, dalam eksperimen itu yang

  • 1.2. BATASAN 7

    akan muncul sebagai keluaran adalah suatu bilangan riil. Ruang peristi-wa yang lazim dipakai dalam eksperimen semacam ini adalah himpunanB(R), yakni himpunan yang beranggotakan semua himpunan Borel padagaris riil R. Himpunan B(R) didefinisikan sebagai suatu subhimpunan daripower set PR sedemikian rupa sehingga B(R) merupakan himpunan terkecilyang memuat semua interval terbuka dan memenuhi kesemua syarat dalamDefinisi 1.2.1 di atas. Himpunan-himpunan Borel oleh karena itu meliputimisalnya

    semua interval terbuka beserta semua gabungan-gabungannya, semua interval tertutup beserta semua gabungan-gabungannya, semua himpunan yang beranggotakan bilangan riil tunggal (atau sin-gleton) beserta gabungan-gabungannya,

    semua interval setengah terbuka beserta gabungan-gabungannya.

    Himpunan-himpunan Borel pada Bidang

    Sebuah eksperimen bisa saja memiliki ruang sampel R2, semisal eksperi-men mengukur posisi sebuah partikel yang hidup pada bidang-XY. Dalameskperimen semacam itu, yang akan muncul sebagai keluaran adalah titik-titik pada bidang. Bila pada bidang tersebut dipasang koordinat kartesiussedemikian rupa sehingga setiap titik pada bidang tersebut dapat dicirikanoleh sepasang bilangan riil (x, y), maka sebagai keluaran adalah pasangan-pasangan bilangan seperti itu. Ruang peristiwa untuk spektrum semacamini adalah himpunan B(R2) yang beranggotakan semua wilayah Borel pa-da bidang tersebut. Himpunan B(R2) didefinisikan sebagai suatu subhim-punan dari power set PR

    2sedemikian rupa sehingga B(R2) merupakan him-

    punan terkecil yang memuat semua cakram terbuka dan memenuhi kesemuasyarat dalam Definisi 1.2.1. Himpunan-himpunan Borel pada R2 oleh kare-na itu meliputi misalnya

    semua cakram terbuka beserta semua gabungan-gabungannya, semua cakram tertutup beserta semua gabungan-gabungannya, semua himpunan yang hanya beranggotakan sebuah titik tunggal pa-da R2 (atau singleton) beserta gabungan-gabungannya,

  • 8 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    semua cakram tidak terbuka dan tidak tertutup beserta gabungan-gabungannya.

    Sebuah garis ataupun kurva pada bidang-XY merupakan wilayah Borelkarena merupakan gabungan dari singleton-singleton. Wilayah A yangdidefinisikan menurut

    A = {(x, y) R2|a < x < b, c < y < d} (1.11)

    merupakan wilayah Borel pada R2 karenaAmerupakan gabungan-gabungandari cakram-cakram terbuka. Wilayah A yang didefinisikan menurut

    A = {(x, y) R2|a x b, c y d} (1.12)

    merupakan wilayah Borel karena Amerupakan gabungan dari wilayah BorelA di atas dengan garis-garis batas {(x, y) R2|x = a, c y d}, {(x, y) R2|x = b, c y d}, {(x, y) R2|a x b, y = c} dan {(x, y) R2|a x b, y = d}.

    Teorema 1.2.1 Andaikan suatu ruang sampel, suatu subhim-punan dari dan E ruang peristiwa pada . Maka himpunan

    E = {E |E E}, (1.13)

    yakni himpunan yang beranggotakan semua irisan E (E E), meru-pakan suatu ruang peristiwa pada . Ruang peristiwa ini disebut ruangperistiwa yang diwarisi oleh dari E.

    Bukti : jelas ada di E sebab = . Jika E E , maka terdapatE E sedemikian rupa sehingga E = E . Oleh karena itu, dengandalil de Morgan diperoleh

    E = (E ) = ( E) ( ) = E.

    Tetapi, E = ( E) . Berhubung E E , E juga ada diE . Hal ini menunjukkan bahwa ada F := E sedemikian rupa sehinggaE = F , yakni bahwa E ada di E . Andaikan E1, E2, E .Maka terdapat E1, E2, E sedemikian rupa sehingga E1 = E1, E2 =E2, dst. Oleh karena itu, E1E2 = (E1) (E2) .Dari distributivitas, didapatkan E1 E2 = (E1 E2 ) .

  • 1.2. BATASAN 9

    Karena E E2 ada di E , maka, dari persamaan terakhir, didapatlahE1 E2 E . Oleh karenanya bukti lengkap.

    Teorema terakhir ini misalnya memberitahu kita bagaimana menen-tukan wilayah-wilayah Borel pada suatu ruang sampel yang berupa sebuahwilayah tertentu yang merupakan bagian dari bidang-XY atau bagian darisumbu-x.

    1.2.2 Batasan Aksiomatik

    Definisi 1.2.2 Andaikan suatu ruang sampel atau spektrum dan E su-atu ruang peristiwa dari . Peluang dari peristiwa-peristiwa di E adalahpemetaan P : E R yang memenuhi syarat-syarat berikut

    1. P() = 1,

    2. P(E) 0 untuk setiap E E,

    3. jika E1, E2, E dan Ei Ej = untuk i 6= j, maka

    P(E1 E2 ) = P(E1) + P(E2) +

    Bilangan P(E) untuk setiap E E dibaca peluang terjadinya peristiwa E.

    Dari batasan tersebut dengan mudah dapat diturunkan sifat-sifat berikut :

    1. P() = 0.Bukti : Dimaklumi bahwa E = dan E = E. Oleh karenaitu dari syarat 2 didapatkan P(E) = P(E) = P(E)+P(). Jadi,P() = 0.

    2. P(E E) = P(E) + P(E) jika E E = .Bukti : Ambil barisan E,E,,, . Ini adalah barisan dariperistiwa-peristiwa yang saling asing. Oleh karena itu dari syaratketiga Definisi 1.2.2 dan sifat 1 didapatkan

    P(E E) = P(E E ) =P(E) + P(E) + 0 + 0 + = P(E) + P(E) (1.14)

  • 10 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    3. P(E) = 1 P( E).Bukti : Karena E(E) = dan E(E) = , maka menurutsyarat pertama dan kedua dari Definisi 1.2.2 serta sifat 2 yang telahkita buktikan didapat

    1 = P() = P(E ( E)) = P(E) + P( E). (1.15)

    4. Untuk sembarang peristiwa E dan F berlaku

    P(E F ) = P(E) + P(F ) P(E F ) P(E) + P(F ). (1.16)Bukti : Peristiwa E F dan F dapat dituliskan sebagai gabungandari dua peristiwa yang saling asing

    E F = E (( E) F ) dan F = (E F ) (( E) F ).Dari syarat ketiga Definisi 1.2.2.

    P(E F ) = P(E) + P((( E) F ))dan

    P(F ) = P((E F )) + P(( E) F )).Dengan eliminasi suku P(( E) F )) diperoleh pers.(1.16).

    5. Jika E dan E dua peristiwa sedemikian rupa sehingga F E, makaberlaku P(F ) P(E).Bukti : Sebab E = F (( F ) E) dan F (( F ) E) = ,maka P(E) = P(F ) + P(( F ) E) P(F ).

    6. Untuk setiap peristiwa, berlaku 0 P(E) 1Bukti : Sebab untuk setiap peristiwa E, berlaku E . Jadi, darisifat sebelumnya didapatkan P(E) P() = 1.

    Contoh :

    Dua orang pebisnis, katakanlah A dan B, membuat janji untuk datang kesuatu tempat antara jam 12.00 w.i.b. sampai 13.00 w.i.b. tanpa menye-but titik waktu secara pasti. Diperjanjikan pula bahwa siapa yang datangduluan harus berada di tempat tersebut selama 20 menit dan setelah ituharus pergi. Andaikan semua titik waktu sejak jam 12.00 sampai jam 13.00memiliki peluang yang sama bagi kedatangan kedua orang tersebut. Be-rapakah peluang bagi kedua orang pebisnis itu dapat bertemu di tempatyang telah diperjanjikan?

  • 1.2. BATASAN 11

    Sketsa 1.1 Ruang sampel bagi masalah pertemuan pebisnis A dan B.

    Untuk menjawab pertanyaan di atas, langkah pertama yang dilakukanadalah mencari ruang sampel atau spektrum bagi masalah tersebut, yaknikumpulan outcomes yang dimungkinkan terjadi. Outcomes yang mungkinterjadi adalah bahwa A datang pada pukul tA, dengan 12.00 w.i.b. tA 13.00 w.i.b., dan B datang pada pukul tB, dengan 12.00 w.i.b. tB 13.00 w.i.b. Jadi, setiap outcomes dapat dituliskan sebagai pasangan bi-langan (tA, tB), dengan tA adalah waktu kedatangan pebisnis A dan tBwaktu kedatangan pebisnis B serta 12.00 w.i.b. tA, tB 13.00 w.i.b.Ruang sampel untuk masalah tersebut oleh karena itu merupakan him-punan yang beranggotkan semua pasangan (tA, tB) yang memenuhi syaratdi atas. Himpunan ini ditampilkan secara grafis oleh Sketsa 1.1. Jadi,ruang sampelnya berupa bidang. Oleh karena itu peristiwa-peristiwanyaadalah semua himpunan Borel pada bidang tersebut tersebut :

    semua himpunan yang beranggotakan hanya sebuah titik tunggal pa-da bidang tersebut,

    wilayah-wilayah terbuka1 pada bidang tersebut,1Suatu wilayah pada suatu bidang dikatakan terbuka bila wilayah itu tidak memiliki

    batas. Suatu wilayah pada suatu bidang dikatakan tertutup bila wilayah itu dilingkupioleh batas.

  • 12 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    gabungan-gabungan dan irisan-irisan wilayah-wilayah terbuka itu, wilayah-wilayah tertutup pada bidang itu, gabungan-gabungan dan irisan-irisan wilayah tertutup itu, gabungan-gabungan dan irisan-irisan semua jenis wilayah yang barusaja disebutkan, dlsb.

    Andaikan I suatu wilayah/himpunan Borel dari ruang sampel (lihatSketsa 1.2). Karena tiap titik pada ruang sampel sama peluangnya untukkeluar sebagai outcome, maka peluang terjadinya peristiwa I diberikan oleh

    P(I) = luas wilayah Iluas ruang sampel

    . (1.17)

    Sketsa 1.2 Himpunan Borel I dari ruang sampel.

    Mudah untuk dipahami bahwa pebisnis A dan pebisnis B sempat berte-mu manakala selisih kedatangan A dan B tidak lebih dari 20 menit. Jadi

    |tA tB| 20 menit. (1.18)

    Titik-titik (tA, tB) pada ruang (bidang) sampel yang memenuhi per-tidaksamaan terakhir merupakan titik-titik yang berada pada wilayah Jyang diperlihatkan oleh Sketsa 1.3. Wilayah J merupakan wilayah Borel

  • 1.2. BATASAN 13

    (lihat Teorema 1.2.1). Oleh karena itu peluang terjadinya pertemuan an-tara pebisnis A dan B merupakan peluang terjadinya peristiwa J, yakni

    P(J) = luas wilayah Jluas ruang sampel

    =602 402

    602= 0, 56. (1.19)

    Sketsa 1.3 Titik-titik pada himpunan Borel J menggambarkan pasangan(tA, tB) sedemikian rupa sehingga A dan B sempat bertemu. (Sketsa inidirancang dan digambar oleh M.F. Rosyid)

    Contoh :

    Ditinjau sebuah fungsi f yang kontinyu pada garis riil R sedemikian rupasehingga +

    f(x)dx = 1 (1.20)

    dan f(x) 0 untuk setiap x R (f tidak pernah negatif). PemetaanPf : B(R) R yang didefinisikan oleh

    Pf (E) =Ef(x)dx E B(R), (1.21)

  • 14 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    merupakan peluang dari peristiwa-peristiwa di B(R), denganEf(x)dx =

    baf(x)dx+

    dcf(x)dx+ ,

    bila E dapat ditulis sebagai gabungan dari interval-interval dengan batas-batas bawah a, c, dst. dan batas atas b, d, dst.

    Contoh :

    Suatu partikel bermassa m hidup dalam ruang satu dimensi. Andaikanpartikel tersebut berada dalam keadaan yang diwakili oleh fungsi gelom-bang (lihat Bab 8) yang diberikan oleh

    (x) =[

    12pi2

    ] 14

    ex2

    42 , < x

  • 1.3. PEUBAH ACAK 15

    Definisi 1.2.3 Andaikan suatu ruang sampel dan E suatu ruang peristi-wa dari serta P suatu peluang pada E. Dua peristiwa E,F E dikatakantidak gayut menurut peluang P jika berlaku P(E F ) = P(E)P(F ).

    1.3 Peubah Acak

    Peubah acak atau random variable adalah penyematan suatu nilai bagitiap anggota ruang sampel. Jika, suatu anggota ruang sampel munculsebagai keluaran dalam suatu eksperimen, maka muncul pula nilai yangdisematkan padanya. Jadi, muncul tidaknya nilai yang disematkan padasuatu anggota ruang sampel tergantung pada muncul tidaknya anggotaruang sampel itu sebagai keluaran. Karena kemunculan anggota-anggotaruang sampel sebagai keluaran dari suatu eksperimen bersifat probabilistik(acak), maka nilai-nilai yang disematkan itupun muncul secara acak pula.Inilah sebabnya disebut peubah acak.

    Definisi 1.3.1 Andaikan ruang sampel dan E ruang peristiwa pada .Suatu peubah acak riil X pada ruang sampel relatif terhadap ruangperistiwa E adalah pemetaan X : R sedemikian rupa sehingga berlakuX1(E) E untuk setiap E B(R).

    Dalam definisi terakhir, X1(E) adalah inverse image dari E terhadapX, yakni himpunan yang didefinisikan oleh

    X1(E) := { |X() E}. (1.26)

    Jadi, suatu peubah acak riil pada ruang sampel relatif terhadap ruangperistiwa E adalah fungsi bernilai riil yang didefinisikan pada sedemikianrupa sehingga inverse image dari setiap himpunan Borel pada Rmerupakananggota ruang peristiwa E .

    Contoh :

    Andaikan suatu ruang sampel dan E suatu ruang peristiwa dari . Bila R suatu tetapan riil, maka pemetaan X : R dengan X() = untuk setiap merupakan peubah acak riil.

  • 16 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    Contoh :

    Dalam eksperimen melempar koin, bila untuk gambar G diberi nilai 1 danuntuk angka A diberi nilai 0, maka diperoleh peubah acak berikut

    X : {A,G} R dengan X(x) ={

    0 x = A1 x = G

    (1.27)

    Contoh :

    Andaikan sebagai ruang sampel adalah himpunan R disertai dengan ru-ang peristiwa B(R). Setiap fungsi kontinyu bernilai riil yang didefinisikanpada = R merupakan peubah acah pada R relatif terhadap B(R). Hal inimudah dimaklumi mengingat definisi kekontinyuan suatu fungsi bernilai riilyang didefinisikan pada garis riil. Suatu fungsi bernilai riil dikatakan kon-tinyu pada garis riil jika inverse image setiap interval terbuka merupakangabungan dari interval-interval terbuka. Dari sifat ini dapat ditunjukkanbahwa suatu fungsi riil kontinyu pada garis riil jika dan hanya jika inverseimage setiap interval tertutup merupakan gabungan interval-interval ter-tutup. Demikian juga berlaku untuk himpunan Borel yang lain [Mun].

    Definisi 1.3.2 Peubah acak Xe pada ruang sampel yang didefinisikanmenurut

    Xe() = , (1.28)

    untuk setiap disebut peubah acak netral pada .

    Dalil berikut di samping mempermudah kita dalam penentuan apakahsuatu fungsi bernilai riil yang didefinisikan pada suatu ruang sampel meru-pakan peubah acak atau bukan, juga memberi petunjuk kepada kita caramengkonstruksi suatu peubah acak.

    Teorema 1.3.1 Andaikan X suatu fungsi bernilai riil yang didefinisikanpada suatu ruang sampel dan E suatu ruang peristiwa dari . JikaX1(E) E untuk setiap interval terbuka E R, maka X merupakanpeubah acak riil pada relatif terhadap E.

  • 1.3. PEUBAH ACAK 17

    Bukti : Teorema ini merupakan implementasi dari Teorema 13.1 dari [Bil].

    Teorema tersebut mengatakan bahwa untuk menentukan apakah suatufungsi bernilai riil yang didefinisikan pada suatu ruang sampel merupakanpeubah acak atau bukan cukup dengan menguji apakah inverse image darisetiap interval terbuka dari garis riil berada dalam ruang peristiwa atautidak. Jadi, orang tidak perlu menguji semua jenis subhimpunan yang adadi B(R).

    1.3.1 Komposisi, Penjumlahan dan Perkalian Peubah Acak

    Andaikan X peubah acak riil pada suatu ruang sampel relatif terhadapruang peristiwa E . Karena X merupakan fungsi riil pada , maka him-punan X() = {X()| }, yakni bayangan dari terhadap pemetaanX, merupakan subhimpunan dari R. Himpunan X() dalam beberapabuku juga ditulis sebagai Jm(X). Berdasarkan Teorema 1.2.1 himpunanEX yang didefinisikan oleh

    EX = {X() A|A B(R)} (1.29)merupakan suatu ruang peristiwa dari X(). Bila Y suatu peubah acakpada X() relativ terhadap ruang peristiwa EX , maka komposisi Y Xjuga merupakan peubah acak riil pada relatif terhadap E .

    Bila Y adalah peubah acak riil pada ruang sampel relatif terhadapruang peristiwa E , maka jumlahan X + Y sedemikian rupa sehingga

    (X + Y )() = X() + Y (), , (1.30)merupakan peubah acak riil pada ruang sampel relatif terhadap ruangperistiwa E .

    Perkalian XY sedemikian rupa sehingga

    (XY )() = X()Y (), , (1.31)juga merupakan peubah acak riil pada ruang sampel relatif terhadapruang peristiwa E .

    Contoh :

    Andaikan sebuah bilangan riil yang tetap dan X peubah acak riil padasuatu ruang sampel . Selanjutnya, andaikan pula bahwa Y : R R

  • 18 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    peubah acak riil pada X() R dengan Y (x) = x untuk setiap x X(). Komposisi Y X merupakan peubah acak pada dan diberikanoleh (Y X)() = Y (X()) = X() = (X)() untuk setiap .Jadi, X juga merupakan peubah acak riil pada .

    Contoh :

    Andaikan X peubah acak riil pada suatu ruang sampel relatif terhadapruang peristiwa E dan n suatu bilangan asli. Definisikan fungsi Xn : Rsebagai

    Xn() = X()X() X() (n buah faktor), (1.32)untuk setiap . Dapat ditunjukkan dengan induksi bahwa Xn meru-pakan peubah acak riil pada relatif terhadap ruang peristiwa E .

    1.3.2 Agihan dan Fungsi Agihan Suatu Peubah Acak

    Andaikan X peubah acak riil pada suatu ruang sampel relatif terhadapruang peristiwa E dan P peluang yang didefinisikan pada E . Untuk setiaphimpunan Borel E X(), himpunan X1(E) = { |X() E}merupakan sebuah peristiwa pada . Bilangan P(X1(E)) oleh karena itumerupakan peluang terjadinya peristiwa X1(E) . Tetapi, bilangantersebut dapat pula dimaknai sebagai peluang terjadinya peristiwa E X(). Jadi, peluang P pada E mengimbas adanya suatu peluang X padaruang peristiwa B(X()) yang beranggotakan semua subhimpunan Boreldari X(). Peluang ini diberikan oleh

    X(E) = P(X1(E)). (1.33)Peluang X ini disebut agihan atau hukum dari peubah acak X.

    Fungsi agihan F dari peubah acak X relatif terhadap peluang Padalah fungsi yang didefinisikan pada R oleh

    F (x) = P(X1(, x]), < x

  • 1.3. PEUBAH ACAK 19

    Sifat-sifat Fungsi Agihan

    Berikut adalah sifat-sifat fungsi agihan (yang tidak dibuktikan dapat digu-nakan untuk latihan bagi para pembaca) :

    1. limx F (x) = 1 dan limx F (x) = 0.

    2. Fungsi F merupakan fungsi yang tidak menurun : jika x1 < x2, makaF (x1) F (x2).Bukti : Peristiwa (, x1] merupakan subhimpunan dari peristiwa(, x2] jika x1 < x2. Oleh karena itu, berdasarkan sifat 5 dari pelu-ang yang disebutkan setelah Def. 1.2.2, didapat P(X1(, x1]) P(X1(, x2]). Ketidaksamaan terakhir ini telah cukup membuk-tikan sifat tak menurun tersebut.

    3. Jika F (x0) = 0, maka F (x) = 0 untuk seluruh x yang kurang dariatau sama dengan x0.

    4. Fungsi agihan F merupakan fungsi yang kontinyu dari kanan padasetiap titik x R.

    5. 1 F (x) = P(X1((x,)) untuk setiap bilangan riil x.6. P(X1(x1, x2]) = F (x2) F (x1) untuk setiap interval (x1, x2].7. Untuk setiap bilangan riil x, berlaku

    P(X1(x)) = F (x) lim0

    F (x ), (1.35)

    dengan > 0 .Bukti : Dari sifat 6, dengan x1 = x dan x2 = x didapatkan

    P(X1(x , x]) = F (x) F (x )Jika diambil limit dengan 0, maka didapatkanlah pers.(1.35).

    8. Untuk setiap interval terbuka (x1, x2) berlaku

    P(X1(x1, x2)) = lim0

    F (x2 ) F (x1), (1.36)

    dengan dengan > 0.Bukti : Karena (x1, x2] = (x1, x2){x2}, maka didapatkanlah ungka-pan X1(x1, x2] = X1(x1, x2) X1({x2}). Dalam hal ini berlaku

  • 20 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    X1(x1, x2) X1({x2}) = . Jadi, dengan sifat aditivitas peluangdidapatkan

    P(X1(x1, x2]) = P(X1(x1, x2)) + P(X1({x2})

    atauP(X1(x1, x2)) = P(X1(x1, x2]) P(X1({x2}).

    Dari sifat 6 dan 7 didapatkan

    P(X1(x1, x2)) = lim0

    F (x2 ) F (x1).

    Dari sifat-sifat 5, 6, 7 dan 8, tampak bahwa orang dapat mengkonstruksisuatu agihan atau hukum dari suatu peubah acak bila diberikan suatufungsi agihan.

    1.3.3 Agihan Diskret dan Agihan Kontinyu

    Agihan Diskret

    Suatu peubah acakX pada ruang sampel relatif terhadap ruang peristiwaE dikatakan memiliki agihan diskret jika himpunan X() := {X()| } merupakan himpunan yang anggotanya diskret. Bila X memiliki agihandiskret, maka terdapat apa yang dikenal sebagai fungsi peluang. Jika Ppeluang yang didefinisikan pada E , maka fungsi peluang fP dari X yangdiimbas oleh P adalah pemetaan fP : X() R yang didefinisikan olehfP (x) = P(X1(x)).

    Bila X() = {x1, x2, x3, }, maka dengan mudah dapat dibuktikanbahwa

    seluruh i

    fP (xi) = 1. (1.37)

    Dengan asumsi nilai-nilai X yang sama, didapatkan

    P(A) =xiA

    fP (xi)

    untuk sembarang subhimpunan A dari X().

  • 1.3. PEUBAH ACAK 21

    Contoh :

    Ditinjau suatu mesin yang mampu menghasilkan suatu jenis barang terten-tu. Andaikan mesin tersebut memiliki kemungkinan menghasilkan produkyang cacat dengan peluang p dan kemungkinan menghasilkan produk yangsempurna dengan peluang q = 1 p. Andaikan kita menguji n buah pro-duk dari mesin tersebut. Bila X menyatakan jumlah yang cacat, makaterdapat n+ 1 buah nilai X yang mungkin, yakni 0, 1, 2, , n. Masalahini termasuk ke dalam apa yang disebut undian Bernoulli. Ruang sam-pel dari masalah ini adalah seluruh pola barisan dari n buah item yangmasing-masing sukunya memiliki dua kemungkinan : cacat atau sempur-na. Jumlah anggota ruang sampel oleh karena itu ada 2n. Jadi, X, sebagaipeubah acak, memiliki distribusi yang diskret. Peluang terjadinya x buahproduk yang cacat diberikan oleh

    P(X1(x)) = n!(n x)!x!p

    xqnx. (1.38)

    Fungsi peluangnya diberikan oleh

    fP (x) =

    {n!

    (nx)!x!pxqnx untuk x = 0, 1, 2, , n

    0 untuk x yang lain. (1.39)

    Agihan diskret semacam ini dikenal sebagai agihan binomial dengan pa-rameter n dan p [Pit].

    Agihan Kontinyu

    Suatu peubah acakX pada ruang sampel relatif terhadap ruang peristiwaE dikatakan memiliki agihan kontinyu relatif terhadap peluang P yangdidefinisikan pada E jika terdapat fungsi X yang nilainya tidak pernahnegatif pada garis riil R sedemikian rupa sehingga

    P(X1(A)) =AX(x)dx, (1.40)

    untuk setiap interval A R. Fungsi X : X() R disebut fungsikerapatan peluang dari X relatif terhadap peluang P. Fungsi kerapatanpeluang X memenuhi persamaan

    X()X(x)dx = 1 (1.41)

  • 22 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    1.4 Nilai Harap dan Penyimpangan Baku

    Dari fungsi agihan ataupun kerapatan agihan dapat diperoleh suatu nilaiyang merupakann rerata hasil eksperimen-eksperimen dan rerata penyim-pangan terhadap nilai tersebut. Rerata hasil eksperimen-eksperimen dise-but nilai harap sedangkan rerata penyimpangan terhadap nilai itu disebutpenyimpangan baku.

    1.4.1 Nilai Harap

    Nilai Harap untuk Agihan Diskret

    Andaikan X suatu peubah acak riil yang diskret pada ruang sampel relatif terhadap ruang peristiwa E dan fP fungsi peluang dari X relatifterhadap peluang P yang didefinisikan pada E . Nilai rata-rata atau nilaiharap (X) dari X diberikan oleh

    (X) =x

    xfP (x). (1.42)

    Jika bayangan dari X, yakni X(), memiliki anggota yang jumlahnya finit,maka tidak ada masalah dengan jumlahan pers.(1.42). Jika X() memilikianggota yang jumlahnya infinit, maka jumlahan pers.(1.42) mungkin tidakmengerucut (konvergen). Bila ini terjadi, maka X dikatakan tidak memilikinilai harap. Nilai harap (X) ada jika dan hanya jika

    x

    |x|fP (x)

  • 1.4. NILAI HARAP DAN PENYIMPANGAN BAKU 23

    Nilai harap (X) untuk agihan kontinyu dikatakan ada jika dan hanya jika

    (X) =X()

    |x|X(x)dx

  • 24 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    Sifat-sifat Nilai Harap

    1. Jika X suatu peubah acak riil pada ruang sampel relatif terhadapruang peristiwa E sedemikian rupa sehingga X() = b, b suatu teta-pan, maka (X) = b relatif terhadap sembarang peluang.

    2. Andaikan X suatu peubah acak riil pada ruang sampel relatif ter-hadap ruang peristiwa E dan Y peubah acak riil pada X() relatifterhadap EX dari X() (lihat bagian 1.3.1). Jika P peluang pada E ,maka nilai harap (Y X) dari peubah acak Y X relatif terhadappeluang P diberikan oleh

    (Y X) = +

    Y (X(x))X(x)dx, (1.48)

    dengan X adalah fungsi kerapatan agihan dari X relatif terhadapruang peristiwa E .

    3. Andaikan X suatu peubah acak riil pada ruang sampel relatif ter-hadap ruang peristiwa E dan P suatu peluang pada E . Bila , Rsembarang dua bilangan riil, maka (X + ) = (X) + .

    4. Andaikan X1, X2, , Xn n buah peubah acak riil pada ruang sampel relatif terhadap ruang peristiwa E . Jika masing-masing nilai harap(Xi) (i = 1, 2, , n) ada, maka

    (ni=1

    Xi) =ni=1

    (Xi). (1.49)

    1.4.2 Penyimpangan Baku

    Andaikan X suatu peubah acak riil pada ruang sampel relatif terhadapruang peristiwa E . Bila (X) nilai harap peubah acak X relatif terhadappeluang P yang didefinisikan pada E , maka fungsi X (X) menurutbagian 1.3.1 merupakan peubah acak riil pada . Demikian pula halnyafungsi (X(X))2. Selanjutnya, varian dariX (selanjutnya ditulis sebagaiVar(X)) didefinisikan sebagai nilai harap dari peubah acak riil (X(X))2,yakni

    Var(X) = [(X (X))2]. (1.50)

  • 1.5. BEBERAPA CONTOH LAGI 25

    Karena Var(X) merupakan nilai rata-rata dari peubah acak positif, yakni(X(X))2, maka Var(X) selalu positif. Varian merupakan ukuran penye-baran nilai-nilai peubah acah X di sekitar nilai harapnya. Varian yangkecil menandakan bahwa agihan peluang terkonsentrasi penuh di sekitarnilai harap (X). Di lain pihak, varian yang besar menunjukkan bahwaagihan peluang menyebar landai di sekitar (X). Penyimpangan baku(standard deviation) dari peubah acak X didefinisikan sebagai akar positifdari varian Var(X). Di kalangan eksperimentator, penyimpangan baku inidikenal sebagai ralat.

    Sifat-sifat Varian

    Berikut adalah sifat-sifat varian :

    1. Var(X) = 0 jika dan hanya jika terdapat bilangan nyata c dalam rangeX sedemikian rupa sehingga peluang munculnya X = c besarnya100%.

    2. Untuk sembarang tetapan a dan b serta peubah acak X berlakuVar(aX + b) = a2Var(X).

    3. Untuk sembarang peubah acak X, Var(X) = (X2) ((X))2.

    1.5 Beberapa Contoh Lagi

    1. Dalam mekanika kuantum, pengukuran posisi suatu partikel yanghidup pada bidang datar merupakan sebuah eksperimen. Ruangsampel bagi eksperimen ini tidak lain adalah bidang datar tersebut.Andaikan bidang datar tersebut adalah bidang-XY, yakni bidangdatar yang dibentang oleh sumbu-x dan sumbu-y, sedemikian rupasehingga masing-masing titik pada bidang tersebut dapat dicirikandengan pasangan (x, y). Karena ruang sampelnya berupa bidang,yaitu bidang-XY, maka ruang peristiwa E() adalah himpunan semuawilayah atau subhimpunan Borel pada bidang-XY. Suatu peluangpada eksperimen ini ditentukan oleh sebuah fungsi gelombang yangtergantung dari keadaan partikel yang bersangkutan. Andaikanlahbahwa partikel tersebut berada pada suatu keadaan sedemikian rupa

  • 26 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    sehingga fungsi gelombang yang terkait diberikan oleh

    (x, y) =[

    12pi2

    ]1/2exp

    (x

    2 + y2

    42

    ), (1.51)

    untuk semua (x, y) di bidang-XY.

    (a) Fungsi gelombang menentukan pemetaan

    P : E() R (1.52)yang didefinisikan oleh

    P(E) =E|(x, y)|2dxdy = 1

    2pi2

    Eexp

    (x

    2 + y2

    22

    )dxdy,

    (1.53)

    untuk setiap wilayah Borel E pada bidang-XY. Akan ditunjukkanbahwa P merupakan sebuah peluang pada ruang sampel = bidang-XY.

    Pertama, harus ditunjukkan bahwa P() = 1. Tetapi, hal ini jelasdari persamaan yang mendefinisikan P, yaitu :

    P() = 12pi2exp

    (x

    2 + y2

    22

    )dxdy,

    =1

    2pi2

    ex2

    22 ey2

    22 dxdy,

    =[

    12pi2

    ex2

    22 dx

    ] [12pi2

    ey2

    22 dy

    ],

    = 1. (1.54)

    Kedua, harus ditunjukkan bahwa P(E) 0 untuk setiap wilayahBorel E pada bidang-XY. Sifat ini dijamin oleh kenyataan bahwaintegrand pada pers.(1.53) tidak pernah negatif pada bidang-XY.

    Ketiga, harus ditunjukkan bahwa

    P(E1 E2 E3 ) = P(E1) + P(E2) + P(E3) + ,(1.55)

    untuk setiap barisan E1, E2, E3, ... dari wilayah-wilayah Borel yangsaling asing. Berlakunya sifat ini dijamin oleh sifat integral bahwa

  • 1.5. BEBERAPA CONTOH LAGI 27

    hasil integrasi meliputi gabungan wilayah-wilayah yang saling asingsama nilainya dengan jumlahan aljabar dari hasil integrasi meliputimasing-masing wilayah tersebut.

    (b) Pengukuran posisi berarti menentukan absis dan ordinat darititik pada bidang-XY tempat partikel tersebut berada. Untuk itudidefinisikan dua fungsi X dan Y sebagai berikut :

    X : R: (x, y) 7 X(x, y) = x (1.56)

    dan

    Y : R: (x, y) 7 Y (x, y) = y. (1.57)

    Jadi, fungsi X tidak lain adalah proyeksi dari bidan-XY ke sumbu-xdan fungsi Y proyeksi dari bidang-XY ke sumbu-y. Fungsi X danY merupakan fungsi kontinyu yang didefinisikan pada ruang sampel. Oleh karena itu, fungsi X dan Y merupakan peubah acak (lihatcontoh sebelum Teorema 1.3.1).

    Andaikan E subhimpunan Borel pada garis riil R, yakni E B(R).Maka mudah dipahami bahwa

    X1(E) = {(x, y) |X(x, y) = x E} . (1.58)

    Jadi, X1(E) merupakan wilayah pada bidang-XY (= ) yang be-ranggotakan titik-titik (x, y) dengan absis x E. Oleh karena itu2,

    X1(E) = {(x, y) |x E, y R} = E R. (1.60)

    Demikian juga

    Y 1(E) = {(x, y) |Y (x, y) = y E} , (1.61)2Andaikan A dan B sembarang dua himpunan, maka produk kartesius antara him-

    punan A dan B adalah himpunan AB yang didefinisikan sebagai

    AB = {(a, b)|a A, b B}. (1.59)

    Jadi, AB merupakan himpunan yang beranggotakan semua pasangan (a, b) dengan aanggota A dan b anggota B.

  • 28 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    merupakan wilayah pada bidang-XY yang beranggotakan titik-titik(x, y) dengan ordinat y E, yaitu

    Y 1(E) = {(x, y) |x R, y E} = R E. (1.62)

    Selanjutnya didefinisikan pemetaan X dan Y menurut

    X : B(R) R: E 7 X(E) = P(X1(E)) (1.63)

    dan

    Y : B(R) R: E 7 Y (E) = P(Y 1(E)). (1.64)

    Dari definisi peluang P diperolehX(E) = P(X1(E)) = P(E R)

    =1

    2pi2

    ER

    exp(x

    2 + y2

    22

    )dxdy

    =[

    12pi2

    Ee

    x2

    22 dx

    ] [12pi2

    Re

    y2

    22 dy

    ],

    =[

    12pi2

    Ee

    x2

    22 dx

    ] [12pi2

    ey2

    22 dy

    ],

    =12pi2

    Ee

    x2

    22 dx (1.65)

    Dengan cara yang serupa didapatkan

    Y (E) =12pi2

    Ee

    y2

    22 dy. (1.66)

    Dari dua persamaan terakhir ini diperoleh fungsi kerapatan peluanguntuk peubah acak X dan Y berturut-turut sebagai

    X(x) =12pi2

    ex2

    22 (1.67)

    dan

    Y (y) =12pi2

    ey2

    22 . (1.68)

  • 1.5. BEBERAPA CONTOH LAGI 29

    Nilai rerata peubah acak X dan Y dihitung menurut

    (X) =

    xX(x)dx =12pi2

    xex2

    22 dx = 0. (1.69)

    dan

    (Y ) =

    yY (y)dy =12pi2

    yey2

    22 dy = 0. (1.70)

    Jadi, rata-rata posisi partikel tersebut ialah titik (0, 0). Varian bagikedua peubah acak itu dapat dihitung dengan menggunakan sifatnomor 3 dari varian, yakni

    Var(X) = (X2) ((X))2 = (X2) (1.71)dan

    Var(Y ) = (Y 2) ((Y ))2 = (Y 2) (1.72)berhubung (X) = (Y ) = 0. Dengan bantuan sifat nomor 2 nilaiharap didapatkanlah

    Var(X) = (X2)

    =

    x2X(x)dx

    =12pi2

    x2ex2

    22 dx

    = 2 (1.73)

    dan

    Var(Y ) = (Y 2)

    =

    y2Y (y)dy

    =12pi2

    y2ey2

    22 dy

    = 2. (1.74)

    Dengan demikian penyimpangan baku pengukuran absis dan ordinatpartikel di atas diberikan oleh

    x =V ar(X) = (1.75)

  • 30 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    dan

    y =V ar(Y ) = . (1.76)

    Dengan demikian, bila dilakukan pengukuran posisi partikel, makaakan didapatkan hasil

    ((X)x, (Y )y) = (0 , 0 ). (1.77)

    2. Suatu eksperimen memiliki ruang sampel diskret berikut :

    ={

    2,32,52,72, , (2n+ 1)

    2,

    }, (1.78)

    dengan > 0 sembarang bilangan positif. Andaikan eksperimen terse-but berlangsung sedemikian rupa sehingga peluang munculnya nilai(2n+ 1)/2 sebagai outcome diberikan oleh

    P (n) =N

    (2n+ 1)6, (n = 0, 1, 2, )

    dengan N suatu tetapan yang harus ditentukan kemudian.

    (a) Carilah tetapan N !

    N ditentukan dari syarat P () = 1. Padahal

    P () = P ({ 2} {3

    2} {5

    2} {(2n+ 1)

    2} )

    = P ({ 2}) + P ({3

    2}) + + P ({(2n+ 1)

    2}) +

    = P (

    2) + P (

    32) + P (

    52) + +

    = N(1 +

    136

    +156

    +176

    + + 1(2n+ 1)6

    + )

    = Npi6

    960. (1.79)

    Jadi, karena

    P () = Npi6

    960= 1 (1.80)

    maka

    N =960pi6

    . (1.81)

  • 1.5. BEBERAPA CONTOH LAGI 31

    (b) Bila didefinisikan fungsi X1 : R menurut X1() = 2untuk setiap , maka X1 adalah peubah acak pada . Tentukannilai harap (X1) dan varian serta penyimpangan bakunya!

    Karena ruang sampel diskret, maka ruang peristiwa bagi eksperi-men ini adalah himpunan P, yakni himpunan yang beranggotakansemua subhimpunan dari . Andaikan

    n =(2n+ 1)

    2. (1.82)

    Maka = {0, 1, 2, } dan

    X1() = {X1()| } = {20, 21, 22, }. (1.83)

    Jadi, peubah acakX1 beragihan diskret. Fungsi peluang fP diberikanoleh

    fP (2n) = P (X11 (

    2n)) = P (n) =

    960pi6(2n+ 1)6

    . (1.84)

    Nilai harap pengukuran X1 adalah

    (X1) =n=0

    2nfP (2n)

    =n=0

    (2n+ 1)22

    4960

    pi6(2n+ 1)6

    =9602

    4pi6

    n=0

    1(2n+ 1)4

    =9602

    4pi6

    (1 +

    134

    +154

    +174

    + + 1(2n+ 1)4

    + )

    =52

    2pi2. (1.85)

    Varian dari X1, sebagaimana sebelumnya, diperoleh berdasarkan

    Var(X1) = (X21 ) ((X1))2. (1.86)

  • 32 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    Padahal

    (X21 ) =n=0

    4nfP (2n)

    =n=0

    (2n+ 1)44

    16960

    pi6(2n+ 1)6

    =9604

    16pi6

    n=0

    1(2n+ 1)2

    =9604

    16pi6

    (1 +

    132

    +152

    +172

    + + 1(2n+ 1)2

    + )

    =9604

    16pi6pi2

    8

    =304

    4pi4. (1.87)

    Oleh karena itu, dari pers.(1.86) Var(X1) diberikan oleh

    Var(X1) =304

    4pi4 25

    4

    4pi4=

    54

    4pi4(1.88)

    dan, tentu saja, penyimpangan baku pengukuran X1 adalah

    X1 =Var(X1) =

    52

    2pi2. (1.89)

    Catatan : Bila bilangan positif pada contoh ini sama dengan h,dengan h tetapan Planck dan suatu tetapan berdimensi [T ]1, makapermasalahan di atas tidak lain adalah permasalahan getaran selaraskuantum (lihat subbab 9.4).

    1.6 Soal-soal

    1. Andaikan a, b dan c sembarang bilangan riil. Tunjukkan bahwahimpunan-himpunan {a} dan {a, b, c}merupakan subhimpunan Boreldari garis riil R!

    2. Konstruksilah wilayah-wilayah Borel pada ruang tiga dimensi!

  • 1.6. SOAL-SOAL 33

    3. Ditinjau sebuah fungsi f yang didefinisikan menurut

    f(x) =

    pi(x2 + 2)untuk < x

  • 34 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

    (b) Berapakah peluang bahwa titik yang dipilih berada di dalamwilayah A S?

    (c) Didefinisikan pemetaan X menurut X : S R, denganX(x, y) = x untuk setiap (x, y) S. Apakah X merupakan sebuahpeubah acak yang didefinisikan pada spektrum?

    (d) Carilah fungsi kerapatan peluang yang terkait dengan peubahacak X!

    9. Perhatikan wilayah D = {(x, y) R2|x2 + y2 4} (yakni cakramyang berpusat di titik (0, 0) R2). Akan dipilih sebuah titik padawilayah D tersebut secara acak.

    (a) Sebutkan ruang sampel dan ruang peristiwa untuk eksperi-men ini!

    (b) Didefinisikan fungsi d pada wilayah D sebagai jarak sebuahtitik pada D diukur dari titik pusat cakram (0, 0). Jadi,

    d : D R, (1.95)

    dengan d(x, y) =x2 + y2 untuk setiap (x, y) D. Hitunglah pelu-

    ang bahwa titik yang terpilih terletak pada radius tidak kurang dari1 satuan!

    (c) Hitunglah fungsi kerapatan peluang d dari d relatif terhadappeluang tersebut!

    (d) Hitunglah nilai harap (d)!

    10. Akan dipilih secara acak seorang mahasiswa yang pernah mengikutikuliah Fisika Kuantum A.

    (a) Sebutkanlah spektrum dan ruang peristiwa untuk eksperimenini!

    (b) Sebutkanlah contoh peubah acak untuk eksperimen ini se-banyak mungkin!

    11. Ditinjau suatu eksperimen dengan ruang sampel

    = {4E, 9E, 16E, 25E, 36E , n2E, }, (1.96)

    dengan E suatu bilangan positif sembarang.

    (a) Konstruksilah ruang peristiwa E() dari !

  • 1.6. SOAL-SOAL 35

    (b) Didefinisikan pemetaan

    P : E() R (1.97)

    sedemikian rupa sehingga

    P ({n2E}) = 43(n2 1) , untuk n = 2, 3, 4, . (1.98)

    Jika P merupakan peluang pada E(), hitunglah P ({9E, 16E, 25E})!(c) Hitung pula P ({7E, 9E, 25E})!(d) Bila pemetaan T : R, dengan T () = untuk setiap

    merupakan sebuah peubah acak hitunglah nilai harap (T )dari T !

  • 36 BAB 1. TEORI PELUANG DAN STATISTIKA

  • Bab 2

    METAMEKANIKA

    Seseorang tidak harus menjadi filsuf yanglebih baik dengan jalan mengetahui fakta-fakta ilmiah yang lebih banyak;

    Azas-azas serta metode-metode dan konsep-konsep yang umumlahyang harus ia pelajari dari ilmu, . . . (Bertrand Russel)

    Alam ini diciptakan sehingga maujud dalam kesetimbangan, mengikutipola-pola keteraturan. Walaupun gejala-gejala alamiah sering terlihat ter-jadi secara acak, namun tetap saja sesungguhnya adalah keacakan yangteratur. Ilmu fisika berusaha menemukan pola-pola keteraturantersebut dan membingkainya dalam satu rumusan.

    Walaupun tidak ada kesepakatan secara formal namun telah berkem-bang keyakinan secara luas bahwa pola-pola keteraturan alam itu palinglayak dimodelkan dengan pola-pola matematis. Bahkan ada yang memili-ki keyakinan bahwa alam ini memang matematis. Bagi kaum eksternalis(disebut juga kaum Platonik karena pandangan semacam ini dipeloporioleh Plato) pandangan ini tidak bermasalah. Kaum eksternalis meyakinibahwa matematika maujud dalam alam eksternal (alam gagasan atau alamidea), yang berada di luar alam kita (yakni alam internal). Oleh karena itubagi mereka, matematika bebas dari alam internal ini. Tetapi, bagi kauminternalis (disebut juga kaum Aristotelian karena pandangan ini dipelo-pori oleh Aristoteles, murid Plato sendiri), apa yang telah ditunjukkanoleh Kurt Godel tentang ketiadaan matematika yang konsisten dan kom-

    37

  • 38 BAB 2. METAMEKANIKA

    plit1 telah cukup meyakinkan mereka akan ketiadaan matematika yang be-sarnya melebihi (atau setidak-tidaknya menyamai) alam ini. Karena alamlebih besar dari matematika manapun, maka bagi kaum internalis keyak-inan bahwa alam itu matematis perlu ditinggalkan. Akan tetapi, keyaki-nan bahwa deskripsi terbaik pola-pola keteraturan alam adalah deskripsimatematis tetap harus dipertahankan. Yang diupayakan adalah deskripsimatematis maksimal bagi keteraturan alam ini.

    Gambar 2.1: Acak yang teratur : cabang-cabang pohon yang tumbuh mendatardari batang (kiri) dan sebuah galaksi yang berbentuk spiral (kanan).

    2.1 Semantika Matematika

    Telah disebutkan bahwa pola-pola keteraturan alam hendak dimodelkandengan pola-pola matematis. Dalam hal ini matematika berperan sebagaimedia, sebagaimana batu atau kayu bagi para pemahat atau kanvas dan catminyak bagi para pelukis. Pola-pola keteraturan alam adalah konsep yangberada di balik dan menentukan wujud fenomena-fenomena alam. Ketikaseseorang memahat patung seekor kambing pada sebongkah batu, makasesungguhnya ia sedang berusaha memindahkan konsep tentang binatangyang namanya kambing dari seekor kambing ke sebongkah batu itu. Ketikapatung kambing telah selesai dikerjakan, tentu saja tidak seluruh konseptentang kambing dapat dipindahkan secara utuh ke dalam sebongkah batu

    1Yang konsisten tidak komplit, sedang yang komplit tidak konsisten. Untuk lebihrinci dapat dilihat misalnya dalam [Hein]

  • 2.2. DIALEKTIKA ITU KENISCAYAAN 39

    itu, malahan lebih banyak bagian konsep tentang kambing yang tidak da-pat dipindahkan oleh pemahat tadi. Banyak tidaknya bagian konsep ten-tang kambing yang dapat dipindahkan oleh pemahat tersebut tergantungpada beberapa hal. Pertama, seberapa dalam pemahaman sang pema-hat akan konsep tentang kambing. Semakin dalam pemahamannya ten-tang anatomi kambing misalnya, maka patung kambing yang ia selesaikansemakin mendekati realitas seekor kambing. Kedua, media yang dipakaiuntuk menampung konsep tentang kambing itu. Bahan yang terlalu lem-bek dan tidak pernah bisa mengeras tentu sulit untuk dipakai membuatpatung. Ketiga, kemampuan memahat sang pemahat. Patung kambingyang dipahat oleh seorang pemahat berbakat yang telah berpengalamantentu akan lebih baik dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh seorangyang sedang belajar memahat. Seorang fisikawan yang sedang menyusunmodel matematik bagi suatu fenomena alam, sesungguhnya sedang me-mindahkan konsep yang berada dibalik fenomena alam itu ke dalam re-alitas matematis. Sayangnya, untuk dapat menampung konsep yang adadibalik fenomena alam secara utuh dibutuhkan matematika yang semakinrumit. Bahkan seringkali bahwa matematika yang diperlukan bagi peru-musan suatu kaidah belum dikonstruksi oleh para matematikawan. Dalamhal ini fisika menunjukkan perannya menentukan arah pengembangan il-mu matematika. Pengembangan aljabar operator, geometri nonkomutatifdan grup kuantum menegaskan fitur semacam ini. Sekali lagi, seandainyamatematika berperan sebagai film, maka kualitas gambar yang dihasilkanselain tergantung pada cara pengambilan dan kecanggihan kamera yangdipakai juga sangat tergantung pada kualitas film yang digunakan. Ma-ka janganlah berharap banyak bila matematika yang anda gunakan untukmenangkap bayangan alam hanya merupakan film bermutu rendah.

    2.2 Dialektika Itu Keniscayaan

    Untuk mewujudkan obsesi tersebut sebagian fisikawan yang dikenal se-bagai teoriwan atau fisikawan teori berusaha menyusun model-modelhukum alam dengan memanfaatkan matematika sebagai media untuk mere-alisasikannya. Penyusunan model-model ini harus dipandu oleh data-datayang digali oleh sebagian fisikawan yang lain dikenal sebagai eksperi-mentator melalui serangkaian eksperimen. Model hukum alam yangdiusulkan, tentu saja, tidak mungkin identik dengan hukum alam yang

  • 40 BAB 2. METAMEKANIKA

    sesungguhnya (yakni yang dimodelkannya), melainkan hanya sekedar pen-dekatan semata. Oleh karena itu diperlukan ukuran apakah model-modelyang diusulkan diterima atau ditolak. Ukuran tersebut haruslah terkaitdengan kesesuaian model-model tersebut dengan perilaku alam yang yangdiwakilinya. Model yang paling sesuai dengan perilaku alam merupakanmodel yang paling diterima. Dominasi kaum empiris dalam Fisika (danjuga sains secara umum) ketimbang kaum rasionalis membawa kecenderun-gan untuk mengambil eksperimen sebagai penentu kesesuaian suatu modeldengan perilaku alam yang diwakilinya. Selain dituntut mampu menje-laskan hasil-hasil eksperimen yang telah dilakukan, model yang diusulkandituntut pula mampu meramalkan hasil-hasil eksperimen yang akan di-lakukan. Jadi, semakin banyak hasil eksperimen yang dapat dijelaskandan diramalkan oleh suatu model secara tepat, maka model tersebut se-makin diterima. Maka dapatlah dikatakan bahwa para eksperimentatormerupakan hakim dalam fisika (sains), yakni menentukan apakah suatumodel diterima ataukah ditolak (tentu saja melalui eksperimen). Akantetapi, walaupun suatu model telah mampu memainkan peran tersebut se-cara memuaskan, ia terpaksa harus pula ditinggalkan atau paling tidakdirevisi bila terdapat paling sedikit sebuah eksperimen yang tidak mam-pu dijelaskannya atau diramalkannya. Jadi, tidak ada model hukum alamyang diterima secara langgeng. Kata Einstein, No number of experimentscan prove me right; a single experiment can prove me wrong.

    Gambar 2.2: Albert Einstein, (1879-1955) fisikawan paling populer kelahiranUlm, Jerman. (Foto diambil dari situs www.-groups.dcs.st-and.ac.uk.)

  • 2.2. DIALEKTIKA ITU KENISCAYAAN 41

    Seribu macam eksperimen yang mendukung kebenaran suatu teori ataumodel belumlah cukup untuk menyatakan bahwa teori atau model itu be-nar, tetapi sebuah eksperimen saja (sekali lagi, hanya sebuah eksperimensaja) telah mencukupi untuk menggugurkan suatu teori atau model man-akala hasil-hasil eksperimen tersebut sama sekali tidak mampu dijelaskanoleh teori atau model itu. Maka dalam ilmu fisika orang tidak mengenalkalimat suatu model telah lolos uji. Tidak pernah ada teori atau modelyang telah lolos uji. Kalimat yang dikenal adalah suatu model masih lolosuji dan suatu model tidak lolos uji. Sekali lagi, tidak ada model yangtelah lolos uji. Yang ada adalah model yang masih lolos uji dan model yangtidak lolos uji.

    Jadi, model-model yang lolos uji terus bertahan, sedangkan yang ga-gal perlu direvisi atau ditinggalkan sama sekali. Model-model yang lolosuji perlu disintesa sehingga didapat model-model yang memiliki domainkeberlakuan yang lebih luas. Contoh yang mashur adalah sintesa antaramekanika kuantum dengan teori relativitas khusus. Seperti kita ketahui,mekanika kuantum pada awalnya dirumuskan berdasarkan asumsi bahwapartikel-pertikel yang ditinjau memiliki kelajuan cukup rendah sehinggaefek relativitas tidak begitu signifikan. Oleh karenanya mekanika kuan-tum (saat itu) hanya berlaku untuk partikel-partikel dengan kelajuan ren-dah. Tetapi ketika, kelajuan partikel yang ditinjau dalam laboratorium-laboratorium semakin tinggi, maka diperlukan untuk memperhitungkanefek relativitas. Tuntutan ini pada akhirnya menelorkan mekanika kuan-tum relativistik yang memiliki domain keberlakuan lebih luas. Contohlain adalah usaha mendapatkan sintesa teori kuantum dan teori relativi-tas umum, yakni cita-cita untuk memperoleh suatu model matematis yangmensubordinasi (merangkum) kedua teori itu. Sayang, sintesa antara ke-dua teori tersebut sejauh ini belum berhasil secara tuntas. Selanjutnya,model-model hasil sintesa kemudian harus diuji lagi dengan eksperimen-eksperimen. Sekali lagi, yang lolos akan bertahan, yang gagal harus direvisiatau ditinggalkan. Proses ini berlangsung terus-menerus ... tiada berakhir.

    Gejala alamiah memiliki struktur yang tidak sederhana. Oleh kare-nanya, siapapun orangnya tidak mungkin mampu menyuguhkan modelmatematis bagi gejala alamiah secara utuh. Orang harus mengeliminasihal-hal yang tidak penting atau tidak relevan. Langkah semacam ini dike-nal sebagai idealisasi. Idealisasi terhadap suatu gejala alamiah meng-hasilkan sistem fisis. Jadi, suatu sistem fisis adalah suatu gejala alamiahyang telah direduksi. Model matematis merupakan hasil penafsiran (atau

  • 42 BAB 2. METAMEKANIKA

    tafsiran) terhadap suatu sistem fisis secara matematis. Inilah semantikamatematis terhadap gejala-gejala alamiah. Maka perlulah kiranya untuksecara tegas membedakan gejala-gejala alamiah dari model-model (tafsiran-tafsiran) matematisnya.

    2.3 Principia Universalis

    Sekarang adalah saatnya untuk menyajikan prinsip-prinsip umum mekani-ka, yakni struktur essensial bersama (common essential structure) yangdimiliki oleh entah itu mekanika klasik atau mekanika kuantum maupunmekanika-mekanika yang lain (kalau ada). Sesuai dengan namanya, prinsip-prinsip yang hendak disebutkan ini berlaku untuk setiap model mekanikayang manapun. Prinsip-prinsip tersebut merupakan saripati, oleh kare-na itu bersifat minimal. Artinya, prinsip-prinsip tersebut setidak-tidaknyaharus ada dalam setiap model mekanika.

    2.3.1 Kinematika

    Secara umum model (penafsiran) matematis dari (terhadap) suatu sistemfisis pada tataran kinematik selalu mengandung tiga hal :

    1. Suatu himpunan S yang disebut ruang keadaan (state space). Seti-ap anggota himpunan S merupakan model matematis yang mewakilisuatu keadaan (state) dari sistem fisis yang ditinjau. Setiap unsur diS (secara implisit) memuat semua informasi fisis2 tentang sistem fisisyang ditinjau. Bila suatu sistem fisis berada pada keadaan yang di-wakili atau dimodelkan oleh S, maka dikatakan bahwa sistem fisistersebut berada pada keadaan (atau menghuni keadaan ). Bilasistem fisis yang ditinjau berada pada keadaan , maka semua infor-masi fisis tentang sistem tersebut dimuat oleh dan dapat diperolehdarinya. Ruang keadaan dikenal pula sebagai ruang fase.

    2. Suatu himpunan terstruktur O yang disebut aljabar observabel(observable algebra). Setiap unsur A di O disebut observable

    2misalnya, nilai besaran-besaran fisis yang relevan

  • 2.3. PRINCIPIA UNIVERSALIS 43

    merupakan model matematis bagi sebuah besaran fisis. Setiap un-sur di O mewakili sebuah besaran fisis yang informasi tentangnyadimuat oleh keadaan di mana sistem tersebut sedang berada.

    3. Prosedur (Aturan) Akses. Andaikan suatu sistem fisis beradapada keadaan . Prosedur akses mengatur bagaimana orang dap-at meng-akses informasi (terutama nilai besaran-besaran fisis yangrelevan dengan sistem fisis itu) tentang sistem fisis itu yang dimuatoleh keadaan . Prosedur ini menuntun kita untuk dapat menge-tahui, misalnya, nilai-nilai yang akan keluar sebagai hasil ukur bi-la suatu besaran fisis (observabel) tersebut diukur dan berapa pelu-ang bagi masing-masing nilai itu untuk keluar sebagai hasil ukur bi-la sistem yang ditinjau berada pada suatu keadaan tertentu. Him-punan nilai-nilai ini disebut spektrum dari observabel yang akandiukur. Termasuk ke dalam spektrum adalah nilai-nilai yang dise-but swanilai dari observabel tersebut. Spektrum suatu observabelberperan sebagai spektrum atau ruang sampel suatu eksperimen se-bagaimana dalam teori peluang. Pengukuran suatu observabel olehkarena itu merupakan suatu eksperimen dalam pengertian yang telahdibeberkan dalam bagian 1.1 : sebagai outcome adalah salah satudari anggota spektrum observabel tersebut.

    Secara teknis matematis3 prosedur ini dimodelkan dengan peluangP,A yang berparameterkan anggota-anggota himpunan S dan O.P,B(U), misalnya, merupakan nilai peluang berlakunya pernyataan

    Besaran fisis B O memiliki suatu nilai yang terletak pada him-punan U R bila sistem berada pada keadaan .Jika a anggota spektrum dari suatu observabel A, maka keadaana yang mengakibatkan P,A({a}) = 1, yakni keadaan pada manapeluang memperoleh nilai a sebagai hasil ukur besarnya 100% dise-but swakeadaan kepunyaan a. Korespondensi antara nilai ukurdengan swakeadaan semacam ini bukanlah korespondensi satu-satu,melainkan korespondensi satu-banyak. Artinya, terdapat anggota-anggota spektrum yang memiliki lebih dari satu swakeadaan yangberbeda4. Bilamana suatu anggota spektrum mempunyai g buah

    3Bagi yang kurang suka dengan formalisme matematis bagian ini sebenarnya dapatdilompati walaupun akan sedikit mengganggu keutuhan pemahaman.

    4Dalam hal ini, kata berbeda memiliki pengertian yang sangat khusus. Pengertiankhusus ini bervariasi dari satu mekanika ke mekanika yang lain.

  • 44 BAB 2. METAMEKANIKA

    swakeadaan yang berbeda, maka anggota spektrum yang semacamini dikatakan merosot sejauh g derajad. Jika sistem yang ditin-jau dipersiapkan berada pada swakeadaan kepunyaan suatu anggotaspektrum suatu observabel, maka pengukuran observabel tersebutakan menghasilkan anggota spektrum itu sebagai hasil ukur yangakurat (yakni, dengan ralat nol) dan sistem tidak akan tergangguoleh proses pengukuran itu, yakni sesaat setelah pengukuran sistemtetap berada pada swakeadaan sebagaimana sebelum pengukuran.

    Peluang-peluang tersebut pada gilirannya dimanfaatkan untuk meng-gali informasi-informasi yang tersimpan dalam kedaan-keadaan sis-tem (yakni anggota-anggota ruang keadaan S) sehingga diperolehsesuatu yang dapat dihubungkan dengan hasil-hasil eksperimen yangakan dilakukan. Informasi-informasi ini, misalnya, adalah predik-si nilai harap dan ralat pengukuran besaran-besaran fisis bilamanabesaran-besaran tersebut diukur.

    2.3.2 Dinamika

    Dinamika suatu sistem fisis merupakan perkembangan keadaan sistem ituseiring dengan bertambahnya waktu. Secara matematis, dinamika suatusistem fisis dimodelkan dengan kurva-kurva berparameterkan waktu padaruang keadaan. Kurva-kurva tersebut merupakan penyelesaian dari suatupersamaan differensial yang khas untuk setiap model. Persamaan differen-sial ini disebut persamaan gerak bagi sistem fisis yang ditinjau. Jadi,dinamika mengambarkan lintasan perjalanan suatu sistem fisis dalam ru-ang keadaan. Dalam ruang keadaannya, lintasan-lintasan setiap sistemfisis bersifat deterministik. Artinya, bila pada suatu saat tertentu dike-tahui keadaannya, maka keadaan sistem tersebut setiap saat dapat puladiketahui.

    Dari sudut pandang teori grup, dinamika dapat pula diartikan sebagairealisasi (representasi) grup dinamik (yakni himpunan yang beranggotakansemua bilangan riil disertai dengan operasi penjumlahan biasa) pada ruangkeadaan. Oleh karena itu dinamika suatu sistem fisis dapat diturunkanmelalui mekanisme-mekanisme teori grup.

  • 2.3. PRINCIPIA UNIVERSALIS 45

    Gambar 2.3: Bagaimana menggali berbagai informasi tentang observable A padasuatu sistem yang berada pada keadaan ?

  • 46 BAB 2. METAMEKANIKA

  • Bab 3

    PRINSIP PRINSIPMEKANIKA KLASIK

    It is not that they can not see the solution.It is that they can not see the problem.

    (G.K. Chesterton)

    Dalam bab ini disajikan pengejawantahan secara klasik kerangka umummekanika sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab 2. Diharapkanpara pembaca telah terbiasa dengan seluk-beluk A-sampai-Z-nya mekanikaklasik. Bagi yang masih merasa kurang percaya diri dengan penguasaanmekanika klasik dianjurkan untuk membuka kembali sumber-sumber pus-taka yang memadai, misalnya [Gol], bahkan buku-buku semacam [MaRa]yang agak lanjut dengan modern seting yang formal. Di sini kita hanyaakan merekapitulasi hal-hal yang relevan dengan sudut pandang bab 2.

    3.1 Ruang Keadaan

    Dalam mekanika klasik, yang bertindak sebagai ruang keadaan adalah ru-ang fase klasik M , yakni suatu ruang yang secara lokal1 memiliki sistemkoordinat kanonis (q, p) := (q1, , qn, p1, , pn), dengan q1, , qn dise-but koordinat umum dan p1, , pn disebut momentum umum. Jadi, ruang

    1yakni bahwa sistem koordinat ini hanya terdefinisikan pada wilayah tertentu sajapada ruang itu.

    47

  • 48 BAB 3. PRINSIP PRINSIP MEKANIKA KLASIK

    fase klasik adalah ruang yang berdimensi genap2 2n, dengan n bilangan asli.

    6

    ?

    Sketsa 3.1 Torus (kiri) dan silinder tak terhingga (kanan) sebagai ruang faseklasik (Sketsa ini dirancang dan digambar oleh M.F. Rosyid)

    Sekedar untuk mendapatkan prespektif kekinian tentang ruang faseklasik, perlu kiranya di sini disajikan pula definisi yang lebih umum ten-tang ruang fase klasik. Definisi tersebut menyatakan bahwa ruang faseklasik adalah manifold simplektik, yaitu suatu manifold3 berdimensi genap

    2Dalam mekanika Nambu [Nam] ruang fase klasik tidak mesti berdimensi genap.3Begitu mendengar istilah teknis dalam geometri diferensial ini, para pembaca dimo-

    hon tidak lantas skeptis dengan apa yang akan segera dipaparkan. Manifold, mudahnyaberbicara, adalah suatu wilayah dalam ruang Rn yang secara lokal mirip potongan ru-ang Rn

    , dengan n n. Bilangan n disebut dimensi dari manifold yang bersangkutan.

    Garis lurus yang panjangnya tak terhingga, bidang datar yang luasnya tak terhingga danruang riil tiga dimensi adalah tiga contoh manifold sederhana yang sering bersinggungandengan kita dalam kehidupan keseharian. Permukaan bola dan lingkaran adalah duacontoh manifold berikutnya. Seandainya kulit bola itu kita kelupas sedikit saja, maka

  • 3.1. RUANG KEADAAN 49

    yang padanya dapat ditemukan suatu objek matematis yang dikenal sebagaistruktur simplektik [MaRa]. Struktur simplektik ini berupa tensor kovarianantisimetrik berderajad dua yang tertutup dan tak merosot. Tidak padasetiap manifold dapat ditemukan sebuah struktur simplektik. Tetapi adapula manifold yang memiliki lebih dari satu struktur smplektik. Struktursimplektik yang telah dipilih inilah yang nantinya menentukan persamaangerak dalam mekanika klasik (persamaan gerak Hamilton) sekaligus menen-tukan juga apa yang dikenal sebagai kurung Poisson. Manifold simplektikini pun secara lokal memiliki koordinat kanonis.

    Sketsa 3.2 Tidak pada setiap manifold terdapat struktur symplektik. PitaMobius ini adalah contoh manifold semacam itu. (Sketsa ini dirancang dan digam-bar oleh M.F. Rosyid)

    Sebuah manik-manik yang diuntai pada sebuah gelang akan terbatasiposisinya pada gelang tersebut. Ini adalah contoh sistem fisis yang memilikilingkaran sebagai ruang konfigurasinya. Ruang keadaan klasik bagi manik-manik tersebut dapat digambarkan sebagai sebuah silinder yang jejarinyasama dengan jejari gelang tersebut dan panjangnya tak terhingga. (lihatSketsa 3.1!). Hal ini dikarenakan manik-manik tersebut dapat memilikimomentum linier p yang besarnya sembarang, yakni p (,).

    kelupasan yang kita dapatkan merupakan bagian dari bidang dua dimensi. Jadi, per-mukaan bola adalah manifold berdimensi dua. Bagaimana dengan permukaan kue donatatau torus dan silinder?

  • 50 BAB 3. PRINSIP PRINSIP MEKANIKA KLASIK

    ibSketsa 3.3 Manik-manik yang diuntai pada sebuah gelang sebagai sistem fisis(Sketsa ini dirancang dan digambar oleh M.F. Rosyid)

    Contoh berikutnya, ditinjau sebuah partikel yang berada dalam ruangkonfigurasi tiga dimensi R3 dengan koordinat (x, y, z). Ruang keadaanbagi sistem fisis semacam ini adalah R6, yaitu ruang yang memiliki enamkoordinat (x, y, z, px, py, pz). Struktur simplektik dalam ruang ini dapatdisajikan dalam bentuk matriks oleh matriks berikut (lihat [Gol])

    J =

    0 0 0 1 0 00 0 0 0 1 00 0 0 0 0 11 0 0 0 0 00 1 0 0 0 00 0 1 0 0 0

    . (3.1)

    Jika H fungsi Hamiltonan system mekanik yang ditinjau, maka persamaangerak Hamiltonan secara singkat dapat dituliskan sebagai

    d

    dt = J5r,p H, (3.2)

    dengan

    :=

    xyzpxpypz

    dan 5r,p H :=

    HxHyHzHpxHpyHpz

    . (3.3)

    Persamaan (3.2) ekivalen dengan

    dx

    dt=H

    px,

    dy

    dt=H

    py,

    dz

    dt=H

    pz(3.4)

  • 3.2. ALJABAR OBSERVABEL DAN ATURAN AKSES 51

    dan

    dpxdt

    = Hx

    ,dpydt

    = Hy

    ,dpzdt

    = Hz

    . (3.5)

    Tiap titik pada ruang fase klasikM berkorespondensi satu-satu dengankeadaan yang mungkin dimiliki oleh sisten fisis yang ditinjau. Jadi, bila kitamempersiapkan suatu sistem fisis untuk berada pada suatu keadaan yangdiwakili oleh sebuah titik (q, p) := (q1, , qn, p1, , pn) dalam ruang faseklasik, maka hal itu sama artinya dengan mempersiapkan sistem fisis ituuntuk berada di posisi umum (q1, , qn) dan memiliki momentum umum(p1, , pn). Oleh karena itu, sesuai cara pandang bab 2, bila suatu sistemfisis berada pada suatu kedaan yang diwakili sebuah titik dalam ruang faseklasik, maka berbagai macam informasi penting tentang sistem fisis yangditinjau dapat digali dari titik itu. Jelasnya, bila suatu sistem fisis diketahuiposisi dan momentum umumnya, maka segala informasi tentang sistemfisis itu segera dapat diperoleh. Bagaimana informasi-informasi tersebutdiperoleh akan dijelaskan kemudian.

    Karena ruang keadaan untuk mekanika klasik berupa ruang fase klasik,maka pada umumnya ruang keadaan dalam mekanika klasik tidak memili-ki struktur sebagai ruang vektor. Oleh karenanya dalam mekanika klasiktidak dikenal prinsip superposisi keadaan. Bandingkan nanti pada bab men-datang dengan ruang keadaan dalam mekanika kuantum yang berupa ruangHilbert yaitu suatu ruang vektor kompleks yang memiliki konsep produkskalar.

    3.2 Aljabar Observabel dan Aturan Akses

    Andaikan M suatu ruang fase klasik berdimensi 2n, dengan sistem koor-dinat kanonis (q, p) := (q1, , qn, p1, , pn). Fungsi f yang didefinisikanpada M dikatakan differensiabel jika fungsi f itu dapat diturunkan secaraterus-menerus tanpa batas terhadap koordinat-koordinat kanonis pada M .Suatu fungsi yang didefinisikan pada M disebut fungsi riil jika nilai fungsiitu di berbagai tempat padaM bernilai riil. Selanjutnya, aljabar observabeluntuk mekanika klasik adalah himpunan C(M,R) yang beranggotakan se-mua fungsi riil pada M yang diferensiabel disertai dengan kurung Poisson

  • 52 BAB 3. PRINSIP PRINSIP MEKANIKA KLASIK

    {, }KP . Kurung Poisson secara lokal didefinisikan oleh

    {f, g}KP :=ni=1

    [f

    qig

    pi fpi

    g

    qi

    ], (3.6)

    untuk setiap f, g C(M,R). Jadi, besaran-besaran fisis pada mekanikaklasik dimodelkan dengan fungsi-fungsi bernilai riil yang diferensiabel padaruang fase klasik.

    Kurung Poisson {, }KP memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

    1. Antisimetri, yakni {f, g}KP = {g, f}KP , f, g C(M,R),2. Linier pada kedua faktor, yakni

    {f, g + h}KP = {f, g}KP + {f, h}KP (3.7)dan

    {g + h, f}KP = {g, f}KP + {h, f}KP , (3.8)untuk setiap f, g, h C(M,R),

    3. Identitas Jacobi, yakni

    {f, {g, h}KP }KP + {g, {h, f}KP }KP + {h, {f, g}KP }KP = 0. (3.9)

    Seandainya kurung Poisson {f, g}KP antara f dan g ditulis sebagai f g,maka kurung Poisson dapat dipandang sebagai perkalian yang didefinisikanpada himpunan C(M,R). Karena perkalian ini memenuhi syarat anti-simetri, linier pada kedua faktor dan identitas Jacobi, maka perkalian inidisebut perkalian Lie (Lihat bagian 10.4!).

    3.2.1 Himpunan Lengkap