PUFA Omega-3

26
Bab I Mekanisme yang dapat Terjadi dari Omega-3 PUFA dalam Aktivitas Anti-Tumor Michael B.Sawyer dan Catherine J.Field Abstrak Kanker merupakan sebuah penyakit yang ditandai dengan ketidakseimbangan antara pembelahan sel dan kematian sel. Walaupun mekanisme molekuler yang bertanggungjawab dalam efek biologis dari rantai panjang asam lemak rantai ganda tak jenuh Omega-3 (ω-3 PUFAs) tidak sepenuhnya dimengerti, terdapat bukti yang cukup dari tumor pada binatang dan jaringan sel manusia yang menyediakan asam docosaheksanoat (DHA) dan/atau asam eikosapentanoat (EPA) keduanya akan meningkatkan apoptosis dan jalur kematian lainnya dan menurunkan pertumbuhan sel. ω-3 PUFAs muncul sebagai perantara pada efek yang menguntungkan ini dengan mempengaruhi ekspresi dan/atau fungsi dari lipid, protein, dan gen yang mengatur proses tersebut. Bukti saat ini mendukung sebuah hipotesis yang menyatakan efek efek anti-tumor yang diinisiasi oleh kemampuan DHA dan EPA dalam mengubah lingkungan lipid pada sel dan sehingga terjadi modulasi reseptor, protein, dan sinyal yang diturunkan dari lipid yang berasal dari membran sel. Bukti terhadap mekanisme yang dapat terjadi pada efek yang menguntungkan dari ω-3 PUFA pada kematian dan/atau proliferasi sel tumor dikaji ulang pada bab ini.

description

Oncologic

Transcript of PUFA Omega-3

Page 1: PUFA Omega-3

Bab I

Mekanisme yang dapat Terjadi dari Omega-3 PUFA dalam Aktivitas Anti-Tumor

Michael B.Sawyer dan Catherine J.Field

Abstrak

Kanker merupakan sebuah penyakit yang ditandai dengan ketidakseimbangan antara pembelahan

sel dan kematian sel. Walaupun mekanisme molekuler yang bertanggungjawab dalam efek

biologis dari rantai panjang asam lemak rantai ganda tak jenuh Omega-3 (ω-3 PUFAs) tidak

sepenuhnya dimengerti, terdapat bukti yang cukup dari tumor pada binatang dan jaringan sel

manusia yang menyediakan asam docosaheksanoat (DHA) dan/atau asam eikosapentanoat (EPA)

keduanya akan meningkatkan apoptosis dan jalur kematian lainnya dan menurunkan

pertumbuhan sel. ω-3 PUFAs muncul sebagai perantara pada efek yang menguntungkan ini

dengan mempengaruhi ekspresi dan/atau fungsi dari lipid, protein, dan gen yang mengatur proses

tersebut. Bukti saat ini mendukung sebuah hipotesis yang menyatakan efek efek anti-tumor yang

diinisiasi oleh kemampuan DHA dan EPA dalam mengubah lingkungan lipid pada sel dan

sehingga terjadi modulasi reseptor, protein, dan sinyal yang diturunkan dari lipid yang berasal

dari membran sel. Bukti terhadap mekanisme yang dapat terjadi pada efek yang menguntungkan

dari ω-3 PUFA pada kematian dan/atau proliferasi sel tumor dikaji ulang pada bab ini.

Kata kunci

Apoptosis. Proliferasi. Docosahexanoic acid. Eicosapentaenoic acid. Kanker.

Singkatan

PUFA Asam Lemak tak jenuh rantai ganda (Polyunsaturated Fatty Acid)

AA Arachidonic acid

ALA Alpha Linolenic Acid

AOM Azoxymethane

Apaf-1 Apoptotic peptidase activating factor 1

Bid Bcl-2 interacting domain

CDK Cyclin-dependent kinase

CDKI CDK Inhibitor

Page 2: PUFA Omega-3

COX-1 dan 2 Cyclooxygenase 1 dan 2

DAG Diasilgliserol

DHA Docosahexanoic acid

DISC Death-inducing signaling complex

DR Death receptors

EGF Epidermal Growth Factor

EGFR Epidermal Growth Factor Receptor

EPA Eicosapentaenoic acid

FLIP FLICE-inhibitory protein

GRB2 Growth factor receptor-bound protein

IAP Inhibitor of apoptosis protein

IGF Insulin-like growth factor

IGFBP IGF-binding protein

IP3 Inositol (1,4,5) trifosfat

IRS Insulin receptor substrat

LA Linoleic acid

LOX Lipooksigenase

MAPK Mitogen-activated protein kinase

MMPs Matrix metalloproteinase

NFkB Nuclear factor kappa B

PGE2 Prostaglandin E2

PI3K Fosfatidilinositol-3-kinase

PIP2 Fosfatidilinositol (4,5) bifosfat

PIP3 Fosfatidilinositol (3,4,5) trifosfat

PKC Protein kinase C

Page 3: PUFA Omega-3

PLA2 dan C fosfolipase 2 dan C

PLC fosfolipase C

PPAR Peroxisome proliferator-activated receptors

PRB Phosphorylated RB

RB Retinoblastoma protei

ROS Reactive oxygen species

SHC Src homology and collagen domain

SMase Sfingomielinase

SREBP Sterol regulatory element-binding protein

TNF Tumor necrosis factor

TNFR1 TNF receptor 1

TRAIL-R1 dan 2 TNF-related apoptosis-inducing ligand receptor 1 dan 2

1.1. Pendahuluan

Kanker merupakan sebuah penyakit yang ditandai dengan ketidakseimbangan antara

pembelahan sel dan kematian sek. Terdapat beberapa mekanisme yang dapat terjadi untuk

efek yang menguntungkan dari rantai panjang asam lemak rantai ganda tak jenuh Omega-3

(ω-3 PUFAs) pada kanker. ω-3 PUFAs dalam konteks pada bab ini akan diartikan sebagai

rantai panjang dari ω-3 PUFAs, asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat

(DHA), kecuali jika diindikasikan berbeda. Pada bab ini akan difokuskan pada mekanisme

pada tingkat sel tumor, yang secara spesifik, efek terhadap jalur yang mengatur kematian dan

proliferasi sel. Golongan dari asam lemak ini telah menunjukkan kemampuan dalam

meningkatkan imunitas anti-tumor dan menghambat inisiasi kanker, angiogenesis tumor, dan

metastasis. Pengkajian ulang yang baik terdapat pada mekanisme ini (1-5) tetapi di luar

lingkup bab ini. Karena homeostasis jaringan merupakan hasil dari keseimbangan antara

proliferasi dan kematian sel, baik dalam proliferasi sel yang tidak teratur maupun penurunan

kematian sel yang dapat menyebabkan pembentukan dan progresi tumor. Mekanisme yang

dapat terjadi yang mana asam lemak omega-3 dapat menghambat pertumbuhan sel tumor,

Page 4: PUFA Omega-3

dapat melibatkan kerusakan dalam proliferasi sel, peningkatan dalam kematian sel, atau

kombinasi dari keduanya. Proliferasi sel dan kematian sel bukanlah merupakan proses yang

eksklusif, karena banyak terdapat jalur sinyal yang terlibat baik dalam kelangsungan hidup

sel dan kematian sel. Pada bab ini, kami akan membahas secara singkat jalur yang terlibat

dalam pengaturan kemarian sel tumor dan pertumbuhan sel tumor dan menggambarkan

bagaimana merka dihancurkan pada sel tumor. Hal ini juga akan dilanjutkan dengan

pengkajian ulang terhadap bukti dari efek yang menguntungkan dari ω-3 PUFAs pada jalur

kematian sel dan pertumbuhan sel.

1.2 Kematian Sel

1.2.1 Bentuk Kematian Sel Non-Apoptosis

Kematian sel terjadi melalui proses nekrosis (termasuk kematian mitotik dan autofagi)

yang paling sering adalah hasil dari sebuah ancaman atau toksisitas yang memicu proses

inflamasi (6). Sel-sel nekrotik ditandai dengan deplesi dari ATP yang menyebabkan

pelepuhan dari membran plasma, perubahan sitoskeletal, kehilangan pengendalian volume,

permeabilisasi mitokondria, pembengkakan sel, dan kebocoran dari molekul yang kecil, yang

secara bertahap menyebabkan luruhnya memban plasma dan pelepasan enzim sitosolik

(misalnya laktat dehidrogenase dan aminotransferase) (7). Akan tetapi, penelitian terkini

mengindikasikan nekrosis dan apoptosis (dijelaskan di bawah) tidak terlalu berbeda dan

merupakan kesatuan yang independen (dikaji oleh (7)). Pada pengkajian ini, dikatakan

bahwa alur dari kematian sel ditentukan oleh perubahan dari pasokan ATP dari sel. Sebagai

contoh, ketika ATP berkurang, apoptosis dihambat, dan sinyal pro-apoptosis menginduksi

kematian sel nekrotik (7). Hal ini muncul bahkan setelah proses inisiasi apoptosis, nekrosis

dapat terjadi kemudian, jika kadar ATP jatuh atau perubahan yang terjadi bersama-sama

yang menyebabkan pemecahan dari barrier membran plasma. Di sisi lain, pemulihan

sebagian dari ATP dapat mencegah kematian sel nekrotik, dengan perkembangan apoptosis.

Lebih terbaru, istilah “autophagy” telah diciptakan untuk menggambarkan degradasi seluler

yang berbasis lisosom, dan hal ini tampak berhubungan erat dengan apoptosis (kematian sel

terprogram berbasis protease). Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa apoptosis dan

nekrosis terjadi dalam jumlah banyak secara berkelanjutan, dan sel-sel mengalami kematian

Page 5: PUFA Omega-3

dimana terlihat pola apoptotis dan nekrotik dari kerusakan sel (7). Paradigma ini dikenal

sebagai nekroapoptosis.

1.2.3 Apoptosis

Mekanisme intrinsik yang terlah berlangsung lama secara evolusioner yang paling umum

dan banyak dipelajari pada kebanyakan jaringan dari organisme multiseluler adalah apoptosis

(8). Apoptosis dikendalikan secara ketat dan merupakan proses yang sangat efisien dalam

mengatur pertumbuhan sel dan homeostasis. Hal ini ditandai dengan adanya morfologi yang khas

dan perubahan biokimia pada sel, yang termasuk penyusutan sel, fragmentasi DNA inti sel, dan

pelepuhan membran (9). Berbeda dengan nekrosis, dinding sel masih dipertahankan secara utuh

dan sel tidak mengeluarkan isinya selama proses tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi sel-sel

disekitarnya atau menginisiasi terjadinya proses inflamasi (10). Kejadian molekuler seperti

apoptosis ini terbagi menjadi 3 tahap : (1) inisiasi / pemicuan oleh agen penginduksi apoptosis;

(2) aktivitas kelompok protease sistein, yang dikenal dengan caspase, yang mengaktivasi

kaskade transduksi sinyal; (3) pembelahan komponen seluler proteolysis (9). Proses apoptosis

yang kompleks diatur oleh sinyal eksternal maupun gen. Walaupun tidak saling terpisah, terdapat

dua jalur sinyal apoptosis : jalur reseptor kematian sel (ekstrinsik) dan jalur mitokondrial

(intrinsik).

Penelitian yang menggunakan kultur sel menunjukkan bahwa DNA dan EPA, secara

tersendiri maupun kombinasi, dapat meningkatkan proses apoptosis (paling sedikit secara in

vitro) pada berbagai jenis sel kanker, termasuk payudara (11-14), kolon (15-20), paru-paru

(21,22), prostat (23,24), limfoma (25), leukemia (26,27), hepar (28), pancreas (29-32), dan laring

(33). Penelitian ini memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi beberapa mekanisme

yang menggunakan ω-3 PUFA telah dipastikan dengan berbagai jenis model binatang dengan

kanker dan telah dikaji ulang baru-baru ini (34). Baik penelitian secara in vitro maupun pada

binatang, secara konsisten menunjukkan beberapa bukti penelitian pada manusia, dimana asupan

ω-3 PUFA (EPA 100 mg/hari dan DHA 400 mg/hari selama 2 tahun) menunjukkan peningkatan

apoptosis dari mukosa kolon pada manusia (35), dan dengan suplementasi EPA (2 g/hari selama

3 bulan) secara signifikan meningkatkan apoptosis pada mukosa kolon normal pada subjek

dengan riwayat adenoma kolorektal (36). Walaupun belum sepenuhnya dipelajari, terdapat

beberapa bukti bahwa asam linolenat, precursor makanan dari EPA, memiliki efek pro-apoptosis

Page 6: PUFA Omega-3

pada beberapa jalur sel kanker (dikaji oleh (34)). Yang menarik, kebanyakan penelitian

mengungkapkan bahwa asam lemak omega-3 bersifat pro-apoptosis pada konsentrasi 50-25- μM,

konsentrasi serum bisa didapatkan melalui suplementasi in vivo.

Beberapa penelitian meneliti kemampuan ω-3 PUFA dalam mengatur proses apoptosis

pada sel normal, dengan kesimpulan yang mereka dapat adalah efek kesehatan yang

menguntungkan (37,38). Pada kenyataannya ω-3 PUFA telah menunjukkan kemampuannya

dalam mencegah apoptosis pada jantung, sistem saraf, dan jaringan retina (dikaji oleh (39)). Pada

organ-organ tersebut, ω-3 PUFA tampak melindungi fungsi dan menunjukkan kemampuan anti-

apoptosisnya melalui jalur sinyal seluler yang serupa yang dapat menginduksi apoptosis pada

organ-organ yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa efek pro-apoptosis dari ω-3 PUFA pada sel

kanker berhubungan untuk mengubah pengaturan jalur tersebut pada sel kanker.

1.2.2.1 Jalur Apoptosis Ekstrinsik

Jalur ekstrinsik apoptosis diaktivasi oleh pengikatan reseptor kematian sel (DR) pada

permukaan sel. DR merupakan bagian dari superfamily gen reseptor tumor necrosis factor

(TNF). Mereka memiliki jangkauan fungsi biologis normal yang luas, termasuk dalam mengatur

kelangsungan hidup sel dan kematian sel (40). Bagian pemicu dari golongan DR dengan ligan

kematian sel menyebabkan transduksi baik dalam apoptosis ataupun sinyal kelangsungan hidup

sel (8). Reseptor kematian sel yang diidentifasikan secara baik termasuk CD95 (APO-1/Fas),

TNF receptor 1 (TNFR1), TNF-related apoptosis-inducing ligand-receptor 1 (TRAIL-R1) dan -2

(TARIL-R2) (dikaji oleh (40)). Pengikatan dengan reseptor TRAIL menghasilkan pengambilan

molekul adaptor terkait dengan Fas domain kematian sel untuk membentuk kompleks sinyal

terinduksi kematian sel (DISCs) (8) yang mengaktivasi kaspase-8. Caspase-8 baik secara

langsung menstimulasi eksekutor kaspase, seperti caspase-3, atau mengaktivasi jalur kematian

reseptor mitokondria (jalur intrinsic) dengan perombakan Bcl-2 interacting domain (Bid) dan

meningkatkan permeabilitas luar mitokondria. Pada akhirnya menyebabkan pelepasan sitokrom c

(41). Terdapat beberapa inhibitor pada jalur ini, termasuk protein penghambat FLICE (FLIP)

(yang mengikat TRAIL< tetapi tidak mentransmisikan sinyal kematian sel) (8). Lebih lanjut,

aktivasi inhibitor protein apoptosis (IAPs) menghambat aktivasi caspase efektor (18).

Pengikatan terhadap CD95, TNFR, atau DR5/TRAIL (dan beberapa yang lain)

menyebabkan aktivasi asam sfingomielinase (SMase) yang menghidrolisis sfingomyelin

Page 7: PUFA Omega-3

membran untuk menghasilkan ceramide (dikaji oleh (41)). Sfingomielin merupakan sfingolipid

yang terdapat pada membrean sel, terutama di domain kecil yang disebut lipid raft (41).

Pembentukan ceramid pada membran sel telah menunjukkan perubahan struktur ikatan membran

(41) yang dapat dijelaskan pada pengamatan bahwa ceramid dapat memicu apoptosis pada sel

manapun, termasus sel-sel tumor. Akhir-akhir ini, hal ini telah ditunjukkan melalui penambahan

dalam pengubahan terhadap struktur membran, ceramid mengaktivasi beberapa protein kunci

yang terlibat dalam proses apoptosis, termasuk katepsin D, yang dapat memicu kematian sel

emlalui Bid, Bax, dan Bak (dikaji oleh (41)).

1.2.2.2 Jalur Apoptosis Intrinsik

Jalur kedua, jalur intrinsik atau jalur mitokondria, dipicu oleh beberapa stress

ekstraseluler dan intraseluler yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dari membran luar

mitokondria melalui aktivasi bagian pro-apoptosis dari golongan Bcl-2 (10). Golongan Bcl-2

terdiri atas 30 protein yang dapat bersifat anti-apoptosis (misalnya Bcl-2, Bcl-XL) ataupun pro-

apoptosis (misalnya Bax, Bcl-XS, Bak, Bad, Bid). Aktivitas dari protein-protein ini diatur oleh

homo- dan heterodimerisasi, proteolysis, dan fosforilasi. Keseimbangan protein-protein tersebut

mengatur proses apoptosis (39). Pada gangguan membran luar mitokondria, beberapa protein

yang ditemukan pada ruang di antara membran luar dan dalam mitokondria, dilepaskan,

termasuk sitokrom c, activator caspase kedua yang dirunkan dari mitokondria (Smac), inhibitor

langsung terhadap protein pengikat IAP (DIABLO), Omi/HtrA2, faktor penginduksi apoptosis

(AIF), dan endonuclease G(42). Pelepasan dari sitokrom c ke dalam sitosol berinteraksi dengan

faktor pengaktivasi peptidase apoptosis (Apaf-1) dan dATP, yang menyebabkan aktivasi

caspase-9 dan sehingga menurunkan aktivasi kaskade caspase-3 (39). Sekali teraktivasi, caspase-

3 membelah substrat kunci pada sel untuk menghasilkan proses apoptosis secara selular dan

biokimia. Protein lain yang dilepaskan memfasilitasi aktivasi caspase dengan inaktivasi dari

inhibitor caspase endogen dan IAP (10). Ketika caspase eksekusioner diaktivasi dapat

menginduksi kematian sel melalui apoptosis, penghambatan terhadap proteinase tersebut secara

melindungi sel. Ketika permeabilitas membran mitokondria meningkat, kematian sel akan terus

berlanjut tanpa aktivasi caspase, menunjukkan mediator toksik lainnya dilepaskan dari

mitokondria yang berperan sebagai efektor kematian yang bebas caspase (10).

Page 8: PUFA Omega-3

1.2.2.3 Aktivasi Caspase

Caspase merupakan kelompok dari protease sistein yang diaktivasi oleh fosfatase protein

(43). Protein tersebut memiliki peran yang penting pada jalur apoptosis dan bertanggung jawab

pada bebrbagai macam perubahan biokimia dan morfologi yang berhubungan dengan apoptosis

(dikaji oelh (39)). Keseluruhan proses, mulai dari pencetus awal sampai dengan penghancuran

sel, dapat berlangsung selama beberapa jam atau bahkan hari; akan tetapi, aktivasi dari caspase

terjadi dalam 10 menit dari stimulasi. Dipercayai bahwa jalur ini diaktivasi oleh kematian sel

(10). Aktivasi caspase diinisiasi pada membran plasma sejak pengikan DR (jalur reseptor) atau

pada mitokondria (jalur mitokondria) (7). Mereka dikategorikan sebagai caspase inisiator

(caspase-8, caspase-9, caspase-10 dan 12), yang membelah caspase, atau caspase eksekusioner

(caspase-3, caspase-6, dan caspase-7) yang membelah sejumlah substrat yang berbeda pada

sitoplasma dan inti sel, yang menyebabkan beberapa gambaran morfologi dari kematian sel

apoptosis (6,43). Sinyal di jalur intrinsik dan ekstrinsik menggabungkan pada tingkat caspase

efektor, yang menyebabkan aktivasi nuclear factor κB (NFκB) (43). Caspase eksekusioner

menginisiasi proteolysis dari protein seperti aktin atau fodrin. Hal ini menyebabkan penurunan

dari lamin yang menyebabkan peyusutan sel yang khas yang berhubungan dengan kematian

apoptosis (43). Sel mengatur penghambatan caspase baik pada tingkat reseptor oleh FLIP, yang

menghambat aktivasi caspase-8, ataupun pada mitokondria dengan aktivasi dari kelompok

protein Bcl-2 anti-apoptosis atau IAP (dikaji oleh (40)).

1.2.2.4 Kekacauan Jalur Ekstrinsik dan Intrinsik pada Sel-Sel Kanker

Tanda dari kanker pada manusia adalah kemampuan sel-sel tumor untuk menyingkirkan

apoptosis (6). Sel-sel kanker mengembangkan kemampuan untuk bertahan dari induksi kematian

sel dengan menurunkan molekul anti-apoptotis dan/atau dengan menurunkan jumlah atau

menurunkan fungsi dari protein pro-apoptosis (dikaji oleh (44)). Sebagai contoh, mutasi pada

gen penekan tumor p53, kerusakan genetic yang paling sering pada kanker pada manusia,

menurunkan kemampuan sel untuk mengaktivasi jalur kematian sel mitokondria (44). Mutasi

pada gen-gen lainnya secara langsung yang terlibat dalam pengaturan jalur mitokondria yang

juga sering ditemukan pada sel-sel kanker. Pola ekspresi dari kelompok Bcl-2 berbeda-beda

tergantung dari tipe sel atau derajat diferensiasi dan penurunan ekspresi dari protein-protein

tersebut dapat menyebabkan deregulasi dari jalur intrinsic (45). Selain itu pada kanker ovarium,

Page 9: PUFA Omega-3

melanoma, dan leukemia menurunkan atau meniadakan aktivitas dari Apaf-1 (40). Walaupun,

terdapat bukti bahwa pertumbuhan tubuh pada sel kanker yang memiliki jalur intrinsik seperti

yang dilaporkan memiliki kadar caspase-3 dan caspase-8 yang tinggi. Akan tetapi, protein-

protein tersebut ditahan oleh ekspresi IAO yang tinggi atau berlebihan (44) dan/atau pembetukan

ceramid dengan kadar yang rendah (46). Perubahan anti-apoptosis juga telah dilaporkan pada

jalur ekstrinsik (dikaji oleh (40)). Mutasi atau ekspresi yang lebih rendah dari gen CD95 dan DR

lainnya terjadi pada berbagai macam tumor hematologi atau tumor padat (47-50). Transportasi

intraseluler yang terganggu atau bahkan tidak ada, serta ekspresi dan/atau fungsi pengaturan anti-

apoptosis seperti reseptor penangkap dan FLIP, juga telah dilaporkan pada beberapa tumor

(40,44,48).

1.2.3 Asam Lemak Omega-3 dan Efeknya terhadap Apoptosis

Sebagian besar dari intervensi anti-kanker (kemoterapim irradiasi, imunoterapi)

mengaktivasi apoptosis melalui menargetkan berbagai macam molekul yang terlibat pada

apoptosis (dikaji oleh (40)). Beberapa di antaranya juga merupakan target dari ω-3 PUFAs(dikaji

oleh (51)). Walaupun mekanisme molekuler yang terlibat pada efek biologis dari ω-3

PUFAsbelum sepenuhnya dimengerti, terdapat bukti dari model in vitro dimana ω-3 PUFAs

dapat memodulasi jalur apoptosis dan mempengaruhi ekspresi dan/atau fungsi protein dan lipid

pengatur apoptosis. Terdapat hipotesis pada beberapa penelitian terkini bahwa efek dari EPA

dan/atau DHA pada apoptosis sel tumor tampaknya diakibatkan oleh kemampuannya dalam

mengubah lingkungan lipid dan memodulasi reseptor, protein, sinyal yang diturunkan dari lipid

yang berasal dari membran sel (1,5,34,52). Pada bahasan selanjutnya, kami akan menggunakan

hipotesis ini sebagai kerangka untuk mengkaji ulang bukti dari efek ω-3 PUFAs terhadap

pengaturan kematian sel kanker.

1.2.3.1 ω-3 PUFAs menginduksi Perubahan pada Ketidakstabilan Membran, Struktur, dan

Komposisi pada Sel-Sel Tumor

Saat ini telah diungkapkan secara jelas bahwa perubahan pada penambahan ω-3 PUFAs

dapat mengubah komposisi dan fungsi dari membran lipid (53). Selain itu, ω-3 PUFAs juga

bekerja pada fosfolipid membran sel dari sel tumor yang terkandung dalam makanan atau media

kultur sel (13, 54-58). Sebagai pendukung dari perubahan membran lipid, penurunan

Page 10: PUFA Omega-3

kemampuan sel tumor untuk bekerjasama dengan EPA pada membran lipid menurunkan efek

yang menginduksi apoptosis dari ω-3 PUFAs (32,59). Terdapatnya ω-3 PUFAs pada membran

plasma menyebabkan terbentuknya zat fisiokimia yang unik yang dapat mempengaruhi sejumlah

karakteristik membran, termasuk permeabilitas (60), ketidakstabilan membran (61), lipid packing

(60), fusi (61), deformabilitas (60) dan yang paling sering adalah pembentukan microdomain

lipid (58, 62, 63). Omega-3 tersebut menginduksi perubahan pada fungsi membran, yangdapat

mengubah sinyal dan proses kematian sel secara signifikan.

Efek ω-3 PUFAs pada Stres Oksidatif Seluler dan Sinyal Molekuler yang Terkait

Peroksidasi lipid diinisiasi oleh abstraksi hidrogen dari asam lemak tidak jenuh melalui

spesies reaktif oksigen (ROS). Radikal lipid yang dihasilkan bereaksi dengan oksigen untuk

membentuk radikal asam lemak peroksil, yang dapat melawan rantai asam lemak pada membran

sel, dan sehingga menggandakan peroksidasi lipid (64). Mekanisme dimana hasil peroksidasi

lipid menghambat pertumbuhan tumor, belum sepenuhnya diketahui. Peroksidasi lipid

dilaporkan dapat meningkatkan ekspresi DR dan menekan ekspresi Bcl-2, mungkin dapat

menjelaskan beberapa penelitian mengenai apoptosis kematian sel yang diinduksi oleh

peroksidasi (65). ROS dapat menginduksi nekrosis melalui modifikasi asam basa inti sel

oksidatif dan penghancuran rantai DNA (39). ROS juga menunjukkan transmisi sinyal apoptosis

secara langsung dengan mengganggu permeabilitas mitokondria dan dengan mencetuskan

pelepasan protein inter-membran yang mudah larut (57, 66-69). Terlebih lagi, ROS juga dapat

mengubah ekspresi gen, termasuk pengaturan peningkatan gen penginduksi oleh p53 (Bax,

p21Cip1/Waf1) dan pengaturan penurunan dari Bcl-2 yang dapat menyebabkan aktivasi dari

mitokondria dan jalur reseptor dari apoptosis (dikaji oleh (1)). Yang menarik, sel tumor yang

tidak terdiferensiasi memiliki derajat peroksidasi lipid yang sangat rendah yang tampaknya

berhubungan dengan kecepatan pertumbuhannya, seperti saat sintesis DNA, peroksidasi lipid

ditekan, dan sebaliknya (70). Lebih lanjut lagi, pertumbuhan jaringan normal secara cepat

(misalnya pada testis, sumsum tulang, dan epitel intestinal) bersifat resisten terhadap peroksidasi,

dengan kadar hasil peroksidasi yang rendah, mungkin dapat menjelaskan alasan Ω-3 PUFAs

secara umum tidak merusak sel-sel yang normal.

ω-3 PUFAs bersifat mudah teroksidasi dan diduga bahwa penggabungannya ke dalam

plasma dan fosfolipid membran mitokondria dapat meningkatkan sensitivitas sel terhadap ROS,

Page 11: PUFA Omega-3

menginduksi stres oksidatif (56, 72). Hasil peroksidasi dari Ω-3 PUFAs dianggap penting dalam

menjelaskan efek lipid tersebut dalam kematian sel-sel tumor pada beberapa model kanker (57,

73, 74). Hasil oksidasi turunan DHA dapat menurunkan kadar protein membran fosfolipid anti-

oksidan glutation hidroperoksida peroksidase (75). Untuk mendukung hal tersebut, penambahan

pro-oksidan meningkatkan efek anti-kanker pada asam lemak Omega-3 (70, 76-78). Dan

penambahan anti-oksidan menurunkan atau menghilangkan efek sitotoksik dari DHA (18, 75).

Tumor kolon pada umumnya rentan terhadap stres oksidatif dan akhir-akhir ini ditunjukkan

bahwa pemberian makanan mengandung DHA dapat bekerja ke dalam membran fosfolipid

mitokondria dari sel-sel kanker kolon, yang mensensitisasi membran untuk meningkatkan stres

oksidatif (diinduksi oleh metabolisme butirat) (20). Terlebih lagi, DHA mampu meningkatkan

peroksidasi lipid yang berhubungan dengan perubahan jalur molekuler yang terlibat dalam

apoptosis dan invasi ke jaringan (misalnya matriks metaloproteinase (MMPs), caspase-3, dan -9,

Mcl-1 protein anti-apoptosis) pada adenokarsinoma kolon (79). Efek ini dibalik dengan

memberikan terapi pada sel dengan anti-oksidan (79). Akan tetapi, mekanisme kematian sel

dapat bersifat lebih spesifik terhadap tumor yang tahan terhadap stres oksidatif, kami (13) dan

yang lainnya (80) tidak mengubah efek pro-apoptosis dari Ω-3 PUFAs pada MCF-7 atau MDA-

MB-21 pada sel-sel kanker payudara dengan penambahan anti-oksidan.

DHA dilaporkan terakumulasi pada fosfolipid Cardiolipin (20, 821). Cardiolipin hanya

ditemukan di mitokondria, dimana muncul pada membran dalam dan lokasi kontak inter-

membran. Hal ini membutuhkan integritas struktur mitokondria dan fungsi yang sesuai dari

rantai transpor elektron (82). Cardiolipin pada umumnya terikat pada kompleks enzim transpor

elektron dan sintesis ATP (misalnya sitokrom c oksidase) (82), menunjukkan bahwa fungsi

mitokondria sangat tergantung pada jumlah cardiolipin yang sesuai. Ω-3 PUFAs yang kaya akan

cardiolipin lebih rentan terhadap ROS, dan peroksidasi yang menyebabkan perumahan

komposisi dan penurunan integritas membran mitokondria (81). Hal ini kemudian meningkatkan

metabolisme energi yang sebagai timbal baliknya menginduksi apoptosis (83). Terlebih lagi,

cardiolipin hidroperoksidase menunjukkan pencetus langsung terhadap pelepasan faktor pro-

apoptosis dari mitokondria (84).

Walaupun terdapat bukti bahwa membran yang kaya akan Ω-3 PUFAs menyebabkan sel

menjadi lebih rentan terhadap pembentukan ROS pro-apoptosis, masih terdapat beberapa

pertanyaan yang masih belum terjawab. Yang terpenting, terdapat bukti yang menunjukkan

Page 12: PUFA Omega-3

bahwa Ω-3 PUFAs menurunkan pertumbuhan sel tumor dengan menurunkan (tidak

meningkatkan) stres oksidatif intraseluler (85). Terlebih lagi, ditunjukkan bahwa DHA juga

merupakan prekursor terhadap substrat yang dikenal dengan dokosanoat yang telah menunjukkan

tidak hanya menurunkan proses inflamasi, tetapi juga menghambat apoptosis yang diinduksi

stres oksidatif (86).

Perubahan Ω-3 PUFAs pada Komposisi Lipid dan Fungsi Membran Mikrodomain

Akhir-akhir ini, perhatian telah difokuskan pada lipid raft, domain membran kaya

glikolipid yang muncul pada membran fosfolipid bilayer (87). Kolesterol, sfingolipid, adan

fosfolipid dengan rantai asam asil jenuh yang kaya akan lipid-lipid tersebut (dikaji oleh (62)).

Lipid rafts merupakan lingkungan mikro yang dinamis pada lapisan eksoplasmik dari fosfolipid

bilayer membran plasma, yang dianggap kelompok protein trans-membran menurut fungsinya

(88). Lingkungan lipid raft yang unik ini menarik beberapa reseptor membran yang penting dan

sinyal protein dan lipid (dikaji oleh (62)), beberapa terlibat pada apoptosis (termasuk DR dan

ceramid). Lipid raft dapat memasukkan atau mengeluarkan protein ke variabel lanjutan,

menyebabkan dugaan bahwa raft memiliki peranan yang penting dalam transduksi sinyal, yang

mungkin berfungsi sebagai platform dalam memusatkan protein sinyal (88). Secara kuat, raft

tersendiri dapat mengelompok bersama untuk menghubungkan kompleks sinyal dari enzim non-

raft seperti fosfatase, yang dapar mempengaruhi proses sinyal (88). Sebuah subset dari raft

tertentu membentuk caveola yang tampak sebagai struktur berbentuk tabung pada membran yang

kaya akan proten caveolin-1 dan memerantarai fungsi membran termasuk endositosis, transpor

kolesterol, dan transduksi sinyal (dikaji oleh (62)).

Inkubasi dari Ω-3 PUFAs mengubah komposis/struktur dari sel leukimia Jurkat (39),

MDA-MB-231 sel kanker payudara (58), dan sel kanker kolon (62, 89). Terdapat bukti mengenai

keterlibatan Ω-3 PUFAs dalam mengubah pengaturan dari protein terkait raft (90-92). Pada sel-

sel kanker kolon, dilaporkan bahwa pemberikan makanan pada tikus dengan Ω-3 PUFAs dapat

meningkatkan kandungan Omega-3 caveola fosfolipid kolon, menurunkan kadar caveolin dan

kolesterol, dan menurunkan aktivitas molekul sinyal anti-apoptosis H-Ras (90). Pada sel-sel

kanker payudara MDA-MB-231, kami mengamati keterlibatan Ω-3 PUFAs menyebabkan

peningkatan molekul ceramid lipid pro-apoptosis dan menurunkan reseptor faktor pertumbuhan

Page 13: PUFA Omega-3

epidermal yang terkait raft (58). Bersama-sama, pengamatan tersebut menawarkan penjelasan

bagaimana Ω-3 PUFAs dapat menengahi proses apoptosis.

1.2.3.2 Efek dari Ω-3 PUFAs terhadap Aktivitas dan Lokasi Enzim dan Reseptor

Perubahan struktur dan komposisi membran telah menunjukkan perubahan aktivitas pada

protein membran spesifik yang berperan sebagai kanal ion, transporter, reseptor, transduser

sinyal, dan enzim (dikaji oleh (53,93, 94)). Komposisi makanan berlemak juga dilaporkan dapat

mengubah profil asam lemak fosfolipid pada membran inti sel, mengubah fungsinya. Fosfolipid

pada membran tersebut, terutama jika mengandung asam lemak tak jenuh, dapat mengatur

aktivitas in vitro beberapa protein pengikat DNA yang berhubungan. Pengaruh ini berfungsi

antara lain replikasi DNA, transkripsi, dan modifikasi protein pasca translasi (95, 96). Efek dari

Ω-3 PUFAs terhadap beberapa protein kunci yang terlibat dalam pengaturan apoptosis dijelaskan

sebagai berikut.

Bcl-2 : terdapat bukti yang menunjukkan bahwa kelompok protein Bcl-2 berperan

penting dalam kematian sel yang diinduksi Ω-3 PUFAs. Pemberian minyak ikan secara

signifikan dapat menurunkan ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan apoptosis pada kolon distal pada

contoh kanker kolon (5). Microarray menunjukkan bahwa hal ini mungkin dapat disebabkan oleh

penurunan ekspresi gen yang terlibat dalam kelompok Bcl-2 anti-apoptosis (16, 97, 98) dan

sebuah pengaturan peningkatan apoptosis yang meningkatkan Bad (98). Untuk mendukung hal

ini, penurunan dari Bad menghilangkan kematian sel yang diinduksi Omega-3, dan pengenalan

Bad eksogen mengembalikan sensitivitas terhadap asam lemak Omega-3 (98).

Ras ; Ω-3 PUFAs menurunkan aktivasi protein Ras, yang merupakan pengatur yang

penring pada fungsi sel tumor (99). Sebuah penelitian menunjukkan bukti bahwa hal ini terjadi

karena gangguan pada proses modifikasi pasca-translasi protein (99), ketika yang lain dilakukan

pada sel-sel kanker kolon, menunjukkan bahwa hal ini terjadi dengan penurunan membran Ras

pada rasio sitosol (100).

Caspase : pengaturan peningkatan dari caspase pro-apoptosis (caspase-3, caspase-8,

dan/atau caspase-9) dilaporkan pada sel-sel kanker kolon yang diinkubasi terdapat DHA atau

EPA (16, 101, 102)

Page 14: PUFA Omega-3

Sitokrom C : analisis microarray cDNA menghasilkan CaCo-2 pada sel kanker kolon

manusia yang dikultur dengan DHA, membukrikan adanya pengaturan peningkatan gen yang

terlibat dalam aktivasi sitokrom C (16).

Catenin-B : hampir sebagian besar sel kanker kolorektal pada manusia mengekspresikan

protein Catenin-B secara berlebihan (103). Catenin-B memiliki dua fungsi yang berbeda : untuk

mempertahankan adhesi antar sel, dan untuh memerantarai jalur transduksi sinyal Wnt/Catenin-

B. Pada beberapa sel tumor, sinyal Wnt/catenin-B menyebabkan relokasi dari Catenin-B dari

membran sel ke inti sel, dimana ia berikatan dengan faktor sel T dan memfasilitasi transkripsi

gen target yang mengkode efektor dalam aktivasi proliferasi sel, invasi, dan penghambatan

apoptosis (103). Inkubasi selanjutnya dengan DHA menunjukkan terdapatnya penurunan kadar

protein Catenin-B (terutama pada inti sel) tergantung oleh konsentrasinya. Selain itu, terdapat

peningkatan hasil gen target faktor sel T, seperti reseptor yang diaktivasi proliferator peroksisom

(PPAR), yang terlibat dalam pengaturan apoptosis pada HCT116 dan SW480 pada sel kanker

kolon manusia (15).

1.2.3.3 Efek Ω-3 PUFAs terhadap Network dari Messenger molekul lipid kedua

Ceramid : ceramid sfingolipid diturunkan dari proses hidrolisis sfingomielin oleh enzim

SMase. Perubahan pada konsentrasi ceramid (setelah aktivasi asam SMase) dapat mengubah raft

primer yang kecil menjadi platform membran besar yang kaya akan ceramid (104). Platform

membran yang kaya akan ceramid mengelompokkan dan mengatur ulang reseptor dan molekul

sinyal, yang menyebabkan amplifikasi sinyal untuk proses apoptosis. Peningkatan konsentrasi

ceramid intraseluler memodulasi proses apoptosis (melalui aktivasi CD95 dan CD40 (104))

dengan stimulasi melalui protease kunci, fosfatase, dan kinase (41). Peran dari ceramid dalam

induksi p21 melalui aktivasi NFkB dan p53 telah dipublikasikan (105, 106). Beberapa penelitian

terkini menunjukkan bahwa ceramid juga terdapat mitokondria dan juga dapat berhubungan

dengan procaspase-3 (41). Peningkatan konsentrasi ceramid pada sel merupakan target dari

beberapa penanganan anti-tumor terkini (40). Inkubasi dengan menggunakan Ω-3 PUFAs

meningkatkan kadar ceramid pada raft membran, indikasi aktivasi dari jalur sfingomielin-

ceremid pada sel-sel kanker payudara (58, 107) dan sel leukimia Jurkat (108). Berkebalikan

dengan hal tersebut, penurunan kadar ceramid pada limfosit T normal yang diberikan Ω-3

PUFAs (109-111) menunjukkan bahwa efek ini bersifat spesifik tumor.

Page 15: PUFA Omega-3

1.2.3.4 Molekul dan Gen yang Terlibat dalam Pengaturan Proses Inflamasi

Eikosanoat dan dokosanoat : kemampuan dari Ω-3 PUFAs adalah kemampuannya untuk

mengubah sinyal yang diturunkan dari asam arakidonat (AA) dengan menghambat pembentukan

mediator lipid inflamasi yang diturunkan dari asam lemak ini (112). AA merupakan salah satu

PUFA Omega-6 yang diesterifikasi pada fosfolipid membran dan, mengikuti stimulasi,

dilepaskan oleh kemampuan fosfolipase A2 (PLA2) dan C dan menjadi substrat dari enzim

siklooksigenase (COX-1 dan COX-2) dan lipooksigenase (LOX-5, LOX-12, dan LOX-15), dan

enzim untuk membentuk eikosanoat (prostaglandin, leukotrien, asam hidroksieikosatetrenoat,

dan tromboksan) (113). Bioaktif kerja singkat ini bekerja secara lokal untuk mengatur kejadian

utama dari proses inflamasi dan menunjukkan peningkatan pengaturan anti-apoptosis Bcl-2 dan

Bcl-Xl dan menurunkan ekspresi Bax (114). Proporsi relatif dari PUFA pada membran sel,

sebagaimana tipe sel, merupakan faktor utama dalam pengaturan dimana eikosanoat akan

dibentuk. Ω-3 PUFAs akan bersaing dengan proses asilasi dari fosfolipid sn-2, menurunkan

ketersediaan AA untuk PLA (115, 116). Dibandingkan dengan AA, EPA merupakan substrat

yang lebih istimewa, baik pada COX-2 maupun LOX, walaupun peningkatan ketersediaan EPA

menghasilkan hasil lipooksigenase turunan EPA pada pengeluaran hasil lipooksigenase turunan

AA (117). Eikosanoat yang dihasilkan EPA (prostanoid 3 series dan leukotrien 5 series) kurang

bersifat pro-inflamasi daripada yang merupakan turunan AA (74).

Ekspresi yang berlebihan dari COX-2 (suatu isoform enzim yang mudah diinduksi) telah

terdeteksi pada beberapa jenis kanker, termasuk kanker payudara, kanker kolon, dan prostat

(dikaji oleh (1, 2, 34, 74)), dan muncul untuk memberikan resistensi terhadap apoptosis (118).

Pada sebuah jenis tumor, Ω-3 PUFAs tidak hanya mengubah ketersediaan substrat, tetapi juga

menurunkan jumlah dan aktivitas dari COX-2 (119, 120). Penelitian terkini menunjukkan bahwa

hal ini mungkin saja dapat terjadi melalui reduksi yang diperantarai oleh Omega-3 pada Ras

membran, sebuah pemicu aktivitas COX-2 (5). Akan tetapi, perubahan pada aktivitas COX-2

mungkin hanya menjelaskan sebagian efek anti-apoptosis dari Ω-3 PUFAs sebagaimana DHA

menunjukkan kemampuan efek pro-apoptosis nya pada COX-2-negatif sel kanker kolon dan

pada jaringan binatang (15, 80).

Baik EPA maupun DHA akhir-akhir ini dikenali sebagai prekursor dari kelompok lipid

yang lain (resolvin, docosatrien, dan protektin) yang memiliki sifat anti-inflamasi dan protektif,

yang sebagian terjadi pada fase resolusi dari proses inflamasi (86). Peran dari EPA dan DHA

Page 16: PUFA Omega-3

turunan docosanoat pada aktivitas anti-kanker masih perlu diteliti lebih lanjut. Akan tetapi,

beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa apoptosis yang diinduksi DHA pada sel kanker

kolorektal pada manusia tidak mengekspresikan COX-2 yanh diproduksi lebih sedikit dari

survivin lipin anti-apoptosis (15). Pada sel-sel tersebut, perubahan dalam ekspresi survivin

berhubungan dengan perubahan yang diinduksi oleh DHA pada apoptosis, menyimpulkan bahwa

protein ini mungkin mempunyai peran dalan apoptosis yang diinduksi DHA yang diteliti pada

HCT116 dan SW480 pada sel kanker kolon (15).

Reseptor Peroksisom yang diaktivasi Proliferator : Ω-3 PUFAs mungkin dapat mengubah sinyal

apoptosis melalui bekerja secara langsung pada ligan dari reseptor inti sel, termasuk PPAR (23,

98). Kelompok PPAR memiliki sedikitnya 3 bagian yang berkaitan erat, PPARα (diekspresikan

di hepar, ginjal, jantung, dan otot), PPARγ (βγ1, βγ2, dan βγ3, diekspresikan di sel lemak, usus

besar, sel monosit, dan akhir-akhir ini ditemukan pada sejumlah sel kanker payudara), dan

PPARβ/delta (diekspresikan pada hampir seluruh jaringan (121). PPARs memiliki cara kerja

yang bermacam-macam, termasuk pengaturan proliferasi sel, diferensiasi sel, dan respons

inflamasi (96, 122, 123). Jumlah yang substantial dari data telah acrues, sebagian besar dari

penelitian in vitro, yang menunjukkan bahwa Ω-3 PUFAs merupakan pengatur yang penting dari

seluruh PPARs (dikaji oleh (96)). EPA berikatan secara langsung pada PPARs sehingga

menyebabkan konformasi perubahan yang berhubungan dengan...