PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELE …repository.utu.ac.id/1394/1/BAB I-V.pdf · 1) Students...
Transcript of PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELE …repository.utu.ac.id/1394/1/BAB I-V.pdf · 1) Students...
PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELESANGKURIANG (Clarias sp) PADA UMUR BERBEDA
DENGAN PERENDAMAN HORMON17α-METILTESTOSTERON
SKRIPSI
BUDI IRWANSYAH09C10432046
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2015
PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELESANGKURIANG (Clarias sp) PADA UMUR BERBEDA
DENGAN PERENDAMAN HORMON17α-METILTESTOSTERON
SKRIPSI
BUDI IRWANSYAH09C10432046
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2015
PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELESANGKURIANG (Clarias sp) PADA UMUR BERBEDA
DENGAN PERENDAMAN HORMON17α-METILTESTOSTERON
SKRIPSI
BUDI IRWANSYAH09C10432046
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2015
PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELESANGKURIANG (Clarias sp) PADA UMUR BERBEDA
DENGAN PERENDAMAN HORMON17α-METILTESTOSTERON
SKRIPSI
BUDI IRWANSYAH09C10432046
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SarjanaPada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2015
PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELESANGKURIANG (Clarias sp) PADA UMUR BERBEDA
DENGAN PERENDAMAN HORMON17α-METILTESTOSTERON
SKRIPSI
BUDI IRWANSYAH09C10432046
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SarjanaPada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2015
PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELESANGKURIANG (Clarias sp) PADA UMUR BERBEDA
DENGAN PERENDAMAN HORMON17α-METILTESTOSTERON
SKRIPSI
BUDI IRWANSYAH09C10432046
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SarjanaPada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Perubahan Kelamin Jantan Benih Lele Sangkuriang
(Clarias sp) pada Umur Berbeda dengan Perendaman
Hormon 17α-Metiltestoteron
Nama : Budi Irwansyah
NIM : 09C10432046
Program Studi : Perikanan
Disetujui,Ketua Komisi Pembimbing
Ketua
Yuli Erina, S.Si., M.SiNIDN : 9901006379
Anggota
Erlita, S.Pi
Diketahui,Dekan
Dr. Edwarsyah, SP., MPNIP : 19690211 199603 1 002
Ketua Prodi Perikanan
Syarifah Zuraidah, S.Pi., M.SiNIDN : 0102098301
Tanggal Sidang : 20 Maret 2015
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH LELE SANGKURIANG(Clarias sp) PADA UMUR BERBEDA DENGAN PERENDAMAN
HORMON 17Α-METILTESTOTERON
Yang disusun oleh :
Nama : Budi Irwansyah
Nim : 09C10432046
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Program Studi : Perikanan
Telah diuji didepan dewan penguji pada tanggal 20 Maret 2015 dan dinyatakan
memenuhi syarat untuk diterima.
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. Yuli Erina, S,Si., M.Si
(Dosen Penguji I) (………………….)
2. Erlita, S.Pi
(Dosen Penguji II) (…………………..)
3. Farah Diana, S.Pi., M.Si
(Dosen Penguji III) (………………….)
4. Sufal Diansyah, S.Kel., M.Si
(Dosen Penguji IV) (………………….)
DekanFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Edwarsyah, SP., MPNIP : 19690211 199603 1 002
¹) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar²) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
PERUBAHAN KELAMIN JANTAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG(Clarias sp) PADA UMUR BERBEDA DENGAN PERENDAMAN
HORMON 17α-METILTESTOSTERON
Oleh
Budi Irwansyah1) Yuli Erina2) Erlita2)
ABSTRAK
Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutanteratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Selama ini ikan lele menyumbanglebih dari 10 persen produksi perikanan budidaya nasional dengan tingkatpertumbuhan mencapai 17 hingga 18 persen. Departemen Kelautan danPerikanan (DKP), menetapkan ikan lele sebagai salah satu komoditas budidayaikan air tawar unggulan di Indonesia. Tujuan Penelitian adalah mengetahuiperubahan kelamin jantan benih lele sangkuriang (Clarias sp) pada umur berbedadengan perendaman hormone 17α-Metiltestoteron, laju pertumbuhan ikan leleSangkuriang dan kelangsungan hidup. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulanJuni sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan Universitas Teuku Umar. Penelitian ini menggunakan Rancangan AcakLengkap (RAL) , dengan 4 perlakuan dan tiga ulangan, yaitu : umur ikan 10 hari,15 hari, 25 hari serta 20 hari sebagai control. Sehingga dihasilkan 12 unitpercobaan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perubahan ikan lelesangkuriang (Clarias Sp) pada umur yang berbeda dengan perendaman hormon17a-metiltestosteron, pada umur 10 hari mendapatkan rata-rata 88,88% tingkatpersentase jantan, umur 15 hari mendapatkan rata-rata 78,88% tingkat persentasejantan, umur 20 hari mendapatkan rata-rata 72,22% tingkat persentase jantan danumur 25 hari mendapatkan rata-rata 62,22% tingkat persentase jantan. Persentasekelamin jantan menunjukkan bahwa umur 10 hari lebih baik dibandingkan umur15, 20 dan 25, sehingga dapat disimpulkan bahwa hormon 17a-metiltestosteronmampu mengubah jenis kelamin ikan lele sangkuriang optimalnya pada umur 10hari.
Kata kunci : ikan lele, 17a-metiltestosteron, kelamin jantan.
1) Students of the Faculty of Fishery and Marine Sciences of Teuku Umar University2) Lecturer at the Faculty of Fishery and Marine Sciences of Teuku Umar University
MALE SEX CHANGE OF FISH FRY SANGKURIANG CATFISH(Clarias sp) IN DIFFERENT AGE WITH HORMONE IMMERSION
17α –METHYLTESTOSTERONE
by The
Budi Irwansyah1) Yuli Erina2) Erlita2)
ABSTRACT
Catfish is one of the results of aquaculture that ranks top in production quantitiesproduced. During this catfish accounted for more than ten percent of nationalaquaculture production growth rate reached seventeen to eighteen percent.Department of Marine and Fisheries (DMF), define catfish as one commodityfreshwater fish farming in Indonesia this. The study goal was to determine the malesex change sangkuriang seed catfish (Clarias sp) at different ages by immersionhormone 17α-Metiltestoteron, Sangkuriang catfish growth rate and survival. Thisstudy will be conducted in June to July two thousand fourteen in the Laboratory ofthe Faculty of Fisheries and Marine Science Teuku Umar. This study used acompletely randomized design (CRD), with four treatments and three replications,yes it is : fish age of ten days, fifteen days, twenty-five days and twenty days ascontrol. Thus produced twelve units trial. Results of this study can be concluded thatthe change sangkuriang catfish (Clarias sp) at different ages with immersionhormone 17a-methyltestosterone. At the age of ten days to get an average percentagerate of 88.88% male, aged of fifteen days to get an average percentage rate of 78.88%male, aged twenty days to get an average of 72.22% percentage rates of male andaged twenty-five days to get 62.22% average percentage rate of male. The percentageof male sex showed that the age of ten days is better than the age of fifteen, twentyand twenty-five, so it can be concluded that the hormone 17a-methyltestosteronecapable of changing gender catfish sangkuriang optimal at the age of ten days.
Keywords: catfish, 17α-methyltestosterone, male sex.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Meulaboh, pada tanggal 20 Juni 1990.
Penulis merupakan anak ke delapan dari delapan orang
bersaudara. Buah hati dari pasangan M. Ali Mahmud dan
Naimah. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan
dasar di SD Negeri 3 Meulaboh, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di
sekolah SMP Negeri 3 Meulaboh dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2008
penulis menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Muhammadyah
Meulaboh Aceh Barat. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas penulis
mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru di Universitas Teuku Umar
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta lulus sebagai mahasiswa Universitas
Teuku Umar Angkatan 2009.
Penulis juga pernah terlibat sebagai salah satu panitia dalam kegiatan
Seminar Nasional Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar.
Di bidang organisasi penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) masa
kepengurusan 2011-2012 penulis berperan di bidang Humas, dan pada tahun
2013-2014 penulis menjabat sebagai Bendahara di Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar.
Sebagai penambah wawasan pendidikan perikanan penulis mengikuti
Praktek Kerja Lapang pada tahun 2012 di Balai Besar Pengembangan Budidaya
Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Jawa Barat dengan judul “ Teknik Pembenihan
Ikan Koi (Cyprinus carpio) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi Jawa Barat”. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan
kegiatan Kuliah Kerja Nyata Program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Pinto
Angeen Kecamatan Beutong Banggala Kabupaten Nagan Raya. Untuk
memperoleh gelar sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Teuku Umar penulis menyelesaikan tugas akhir/Skripsi yang berjudul
“Perubahan Kelamin Jantan Benih Lele Sangkuriang (Clarias sp) Pada
Umur Berbeda Dengan Perendaman Hormon 17α-Metiltestoteron”.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSIDAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan skripsi “Perubahan Kelamin Jantan Benih Lele
Sangkuriang (Clarias sp) Pada Umur Berbeda Dengan Perendaman Hormon
17α-Metiltestoteron” adalah karya saya sendiri dengan arahan semua
pembimbing dan belum pernah di ajukan dalam bentuk karya ilmiah apapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan
maupun tidak, diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Meulaboh, April 2015
Penulis
xii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga dengan semangat yang ada penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perubahan Kelamin Jantan Benih
Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) Pada Umur Berbeda Dengan
Perendaman Hormon 17α-Metiltestoteron.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Edwarsyah, SP., MP selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Teuku Umar
2. Ibu Yuli Erina, S.Si., M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing I
3. Ibu Erlita, S.Pi selaku Anggota Komisi Pembimbing II
4. Ibu Farah Diana, S.Pi., M.Si selaku Penguji I dan Bapak Sufal Diansyah,
S.Kel., M.Si selaku Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan
kepada penulis.
5. Ibu Syarifah Zuraidah, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi pada yang
telah memberikan bantuan dalam pengurusan administratif.
6. Ayahanda tercinta dan Ibunda tercinta yang telah bekerja keras dan tak
henti-henti berdoa demi kesuksesan anaknya dan segenap keluarga besar
yang juga telah memberikan dukungan dan doa serta perhatian kepada
penulis.
7. Teman-teman angkatan 2009 serta rekan-rekan yang telah banyak
membantu dalam setiap proses penyelesaian skripsi ini.
xiii
8. Serta seluruh Civitas Akademik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
yang telah memberikan dukungan serta motivasi sehingga penulisan
Skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan, untuk itulah kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan.
Meulaboh, April 2015
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................... viiiABSTRACT........................................................................................ ixRINGKASAN ..................................................................................... xKATA PENGANTAR........................................................................ xiiDAFTAR ISI....................................................................................... xivDAFTAR TABEL ............................................................................. xviDAFTAR GAMBAR.......................................................................... xviiDAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xviii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ..................................................... 11.2. Tujuan Penelitian ................................................................. 21.3. Rumusan Masalah ............................................................... 21.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 31.5. Hipotesis Penelitian ............................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Biologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) ....................... 42.2. Habitat.................................................................................. 42.3. Kebiasaan Makanan............................................................. 52.4. Reproduksi Lele Sangkuriang.............................................. 52.5. Sex Reversal ........................................................................ 62.6. Hormon 17α-metiltestosteron .............................................. 92.7. Efek Perendaman Hormon .................................................. 112.8. Kualitas Air.......................................................................... 12
III. METODOLOGI PENELITIAN3.1. Waktu dan Tempat .............................................................. 143.2. Alat dan Bahan ................................................................... 143.3. Prosedur Penelitian ............................................................. 143.4. Parameter yang Diamati ...................................................... 163.5. Rancangan Penelitian........................................................... 173.6. Analisis Data ....................................................................... 18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Persentase Kelamin Jantan .................................................. 204.2. Tingkat Kelangsungan Hidup .............................................. 224.3. Laju Pertumbuhan Spesifik.................................................. 244.4. Parameter Kualitas Air ........................................................ 26
xv
V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan .......................................................................... 275.2. Saran .................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 28
LAMPIRAN........................................................................................ 30
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Alat yang digunakan dalam penelitian....................................................... 14
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.................................................... 14
3. Penerapan perlakuan .................................................................................. 18
4. Persentasi jantan (%) benih ika lele sangkuriang ( Clarias sp) ................. 20
5. Kelangsungan hidup (%) benih ika lele sangkuriang ( Clarias sp) .......... 22
6. Laju pertumbuhan (%) benih ika lele sangkuriang ( Clarias sp) ............... 24
7. Data kualitas air selama penelitian............................................................. 26
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Rumus bangun 17a – Metiltestosteron......................................................... 11
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Alur Penelitian ........................................................................................... 30
2. Skema pembuatan larutan hormon ............................................................ 31
3. Persentase Jumlah Ikan Jantan ................................................................... 32
4. Tingkat Kelangsungan Hidup .................................................................... 33
5. Laju Pertumbuhan Spesifik ........................................................................ 34
6. Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 35
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati
urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Selama ini ikan lele
menyumbang lebih dari 10 persen produksi perikanan budidaya nasional dengan
tingkat pertumbuhan mencapai 17 hingga 18 persen. Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP), menetapkan ikan lele sebagai salah satu komoditas budidaya
ikan air tawar unggulan di Indonesia. Tingginya angka konsumsi dalam
negeri dan terbukanya pangsa pasar ekspor, memastikan komoditas ikan air
tawar ini menjadi penyumbang devisa negara yang sangat menjanjikan.
Ikan lele merupakan komoditas perikanan budidaya air tawar yang
mempunyai tingkat serapan pasar cukup tinggi, baik di pasar dalam negeri
maupun ekspor.
Peningkatan produksi ikan lele di Indonesia didorong oleh tingginya
permintaan terhadap ikan lele, baik ukuran benih maupun ikan lele ukuran
konsumsi. Tingginya permintaan terhadap ikan lele baik benih maupun ikan
lele konsumsi tidak terlepas dari program pemerintah yang mencanangkan
Indonesia sebagai produsen terbesar ikan konsumsi atau hasil budidaya dunia
tahun 2015 (Lukito, 2002).
Lele Sangkuriang merupakan salah satu jenis lele yang sangat diminati
oleh masyarakat. Dalam usaha pembenihan ikan lele saat ini banyak
menggunakan teknik pemijahan buatan yang banyak membutuhkan induk jantan.
Sedangkan pada keadaan normal rasio ikan betina lebih tinggi jika dibandingkan
2
dengan ikan jantan. Untuk itu kebutuhan induk jantan ikan lele ini harus
ditingkatkan agar proses pembenihan berjalan lancar.
Oleh karena itu perlu dilakukan maskulinisasi atau jantanisasi ikan lele
Sangkuriang untuk mempertahankan stok induk dalam usaha pembenihan ikan
lele. Selain itu, ikan jantan juga memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat
daripada ikan betina. Manipulasi dengan hormon 17α-Metiltestosteron merupakan
salah satu cara untuk menjantankan ikan lele sangkuriang secara massal.
1.2. Perumusan Masalah
Secara alami rasio ikan betina lebih tinggi dibanding jantan, dilain pihak
induk jantan sangat diperlukan dalam pemijahan buatan ikan lele Sangkuriang.
Ikan jantan juga memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dari pada ikan
betina, hal ini dapat mendukung percepatan panen para petani ikan. Oleh karena
itu, diperlukan suatu metode untuk menghasilkan ikan lele Sangkuriang jantan,
teknik yang akan dikembangkan adalah dengan menggunakan manipulasi hormon
17α-Metiltestosteron.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kelamin jantan benih
lele sangkuriang (Clarias sp) pada umur berbeda dengan perendaman hormon
17α-Metiltestoteron, laju pertumbuhan ikan lele Sangkuriang dan kelangsungan
hidup.
3
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat
tentang maskulinisasi ikan lele Sangkuriang (Clarias sp).
2. Hasil Penelitian ini dapat diaplikasikan oleh petani ikan khususnya ikan lele
Sangkuriang untuk menambah produksi dan meningkatkan perekonomian.
1.5. Hipotesis Penelitian
Umur ikan lele sangkuriang (Clarias sp) yang berbeda dengan perendaman
hormon 17α-Metiltestosteron dapat terjadi perubahan kelamin ikan lele
sangkuriang menjadi jantan.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp)
Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya ikan lele dapat
diklasifikasikan dalam suatu tata nama sehingga memudahkan dalam identifikasi.
Menurut Lukito (2002), sistematika ikan lele sangkuriang adalah sebagai
berikut: Philum Chordata, Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Ostariophysi,
Sub Ordo Silaroidae, Famili Clariidae, Genus Clarias, Spesies Clarias sp.
Ikan lele Sangkuriang memiliki tubuh yang licin berlendir, dan tidak
bersisik. Jika terkena matahari, warna tubuh lele berubah menjadi pucat dan
terkejut warna tubuhnya otomatis berubah menjadi loreng seperti mozaik hitam
putih. Mulut ikan lele berukuran besar yaitu seperempat dari panjang tubuhnya.
Tanda lainnya adalah adanya kumis sekitar mulut sebanyak delapan buah yang
berfungsi sebagai alat peraba saat bergerak atau ketika mencari makan (Wijaya,
2011).
Alat bantu untuk berenang, lele sangkuriang memiliki tiga buah sirip
tunggal, yakni sirip punggung sirip ekor, dan sirip dubur. Lele sangkuriang juga
memiliki sirp dada dan sirip perut yang berpasangan. Sirip dada dilengkapi
dengan sirip yang keras dan runcing yang disebut dengan patil. Patil ini berfungsi
sebagai senjata dan alat bantu untuk bergerak (Khairuman dan Amri, 2008).
2.2. Habitat
Menurut Zadi (2010), ikan lele Sangkuriang tidak pernah ditemukan di air
payau atau air asin, kecuali ikan lele laut yang tergolong ke dalam marga dan suku
yang berbeda. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga,
5
waduk, sawah yang tergenang air, bahkan ikan lele sangkuriang bisa juga hidup
pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan pembuangan (Wijaya,
2011). Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada
malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-
tempat gelap.
2.3. Kebiasaan Makan
Saluran pencernaan lele sangkuriang terdiri dari mulut, rongga mulut,
eksofagus, lambung, usus dan dubur, usus yang dimiliki ikan lele lebih pendek
dari pada panjang badannya. Perencanaan bahan makanan secara fisik atau
mekanik dimulai dari bagian rongga mulut, yaitu dengan berperannya gigi dalam
proses pemotongan dan penggerusan makanan. Selanjutnya bahan makanan
dicerna lambung dan usus dengan adanya gerakan atau kontraksi otot. Pencernaan
secara fisik pada segmen ini terjadi secara efektif karena adanya aktifitas cairan
disgetif. Proses pencernaan makanan dipercepat oleh kelenjar pencernaan
(Wijaya, 2011).
Lele sangkuriang mempunyai kebiasaan makan didasar perairan kolam.
Berdasarkan jenis pakannya, lele digolongkan ikan karnivora (pemakan daging).
Pakan ikan lele sangkuriang banyak mengandung protein. Pemberian pakan pada
ikan ikan lele sangkuriang sehari 3 kali (Sutrisno, 2006).
2.4. Reproduksi Lele Sangkuriang
Menurut Hardinata (2010), beberapa literature menyatakan bahwa lele
sangkuriang merupakan hasil persilangan lele lokal yang berasal dari Afrika
dengan lele lokal dari Taiwan. Lele sangkuriang pertama kali di datangkan ke
6
Indonesia oleh sebuah perusaan swasta pada tahun 1986. selanjutnya ikan jenis ini
berkembang dan menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia, sehingga sampai
tahun 2002 ini disetiap daerah di Indonesia sudah dapat dijumpai ikan lele
sangkuriang, secara morfologi ikan lele sangkuriang jantan dan betina dapat
dibedakan dari urogenital papilla yang terletak dibelakang anus. Ikan lele
sangkuriang jantan memiliki alat urogenital lebih panjang dan menonjol (lampiran
4), induk jantan tidak dapat diambil spermanya dengan cara pengurutan
(stripping), sehingga induk jantan harus dibunuh terlebih dahulu kemudian
testisnya diambil (Wijaya, 2011).
2.5. Sex Reversal
Sex reversal merupakan cara pembalikan arah perkembangan kelamin ikan
yang seharusnya berkelamin jantan diarahkan perkembangan gonadnya menjadi
betina atau sebaliknya. Teknik ini dilakukan pada saat belum terdiferensiasinya
gonad ikan secara jelas antara jantan dan betina pada waktu menetas. Sex reversal
merubah fenotif ikan tetapi tidak merubah genotifnya. Teknik sex reversal mulai
dikenal pada tahun 1937 ketika estradiol 17 disintesis untuk pertama kalinya di
Amerika Serikat. Pada mulanya teknik ini diterapkan pada ikan guppy
(Poeciliareticulata). Kemudian dikembangkan oleh Yamamato di Jepang pada
ikan medaka (Oryzias latipes). Ikan medaka betina yang diberi metiltestosteron
akan berubah menjadi jantan. Setelah melalui berbagai penelitian teknik ini
menyebar kerberbagai negara lain dan diterapkan pada berbagai jenis ikan.
Awalnya di yakini bahwa saat yang baik untuk melakukan sex reversal adalah
beberapa hari sebelum menetas (gonad belum didiferensiasikan). Teori ini pun
7
berkembang karena adanya fakta yang menunjukkan bahwa sex reversal dapat
diterapkan melalui embrio dan induk yang sedang bunting (Masduki, 2010).
Menurut Adria, 2011, menyatakan bahwa larva direndam 18-24 jam dan di
ganti air rendaman dalam akuarium selanjutnya pindahkan ikan ke kolam
tampung setelah berusia dua minggu mengalami pertumbuhan yanga sangat cepat,
sehingga dalam waktu panen hanya 2-3 bulan ikan sudah bisa dipanenkan serbuk
yang digunakan adalah hormon metiltestosteron buatan Badan Tenaga Nuklir
Nasional (Batan), yang berfungsi mengubah kelamin (sex reversal) ikan menjadi
jantan dan persentase alih kelamin mencapai 94 persen.
Penerapan sex reversal dapat menghasilkan populasi monosex (kelamin
tunggal). Kegiatan budidaya secara monosex (monoculture) akan bermanfaat
dalam mempercepat pertumbuhan ikan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan
tingkat pertumbuhan antara ikan berjenis jantan dengan betina. Beberapa ikan
yang berjenis jantan dapat tumbuh lebih cepat dari pada jenis betina misalkan ikan
nila dan ikan lele Amerika (Zairin, 2002). Untuk mencegah pemijahan liar dapat
dilakukan melalui teknik ini. Pemijahan liar yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan kolam cepat penuh dengan berbagai ukuran ikan. Total biomass
ikan tinggi namun kualitasnya rendah. Pemeliharaan ikan monoseks akan
mencegah perkawinan dan pemijahan liar sehingga kolam tidak cepat dipenuhi
ikan. Selain itu ikan yang dihasilkan akan berukuran besar dan seragam. Contoh
ikan yang cepat berkembangbiak yaitu ikan nila dan mujair (Zairin et al, 2002).
Sex reversal juga dapat dimanfaatkan untuk teknik pemurnian ras ikan.
Telah lama diketahui ikan dapat dimurnikan dengan teknik ginogenesis yang
produknya adalah semua betina. Menjelang diferensiasi gonad sebagian dari
8
populasi betina tersebut diambil dan diberi hormon androgen berupa
metiltestosteron sehingga menjadi ikan jantan. Selanjutnya ikan ini dikawinkan
dengan saudaranya dan diulangi beberapa kali sampai diperoleh ikan dengan ras
murni (Masduki, 2010).
Jenis kelamin pada ikan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu genetik
dan lingkungan. Secara genetik jenis kelamin ditentukan oleh pasangan
kromosom yang diturunkan oleh induknya. Namun secara fungsional jenis
kelamin ikan ditentukan oleh lingkungan selama perkembangan gonad ikan
berlangsung. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan gonad
diantaranya adalah temperatur, pH dan eksogenus steroid (Devlin dan Nagahama,
2002 ; Safrizal, 2011).
Maskulinisasi dengan rangsangan hormon perlu memperhatikan umur
ikan. Shapiro (1987) menyatakan bahwa semakin muda umur ikan, peluang
terbentuknya kelamin jantan semakin besar, dan semakin tua umur ikan peluang
perubahan kelamin betina ke jantan makin berkurang. Oleh karena itu,
maskulininasi sebaiknya dilakukan pada umur 7–10 hari setelah telur menetas dan
maksimal pada umur 17−19 hari (Suyanto 1994; Irfan1996).
Menurut Masduki, 2010, sex reversal dapat dilakukan melalui terapi
hormon (cara langsung) dan melalui rekayasa kromosom (cara tidak langsung).
Pada terapi langsung hormon androgen dan estrogen mempengaruhi fenotif tetapi
tidak mempengaruhi genotif. Metode langsung dapat diterapkan pada semua jenis
ikan apapun sek kromosomnya. Cara langsung dapat meminimalkan jumlah
kematian ikan. Kelemahan dari cara ini adalah hasilnya tidak bisa seragam
dikarenakan perbandingan alamiah kelamin yang tidak selalu sama. Misalkan
9
pada ikan hias, nisbah kelamin anakan tidak selalu 1:1 tetapi 50% jantan : 50%
betina pada pemijahan pertama, dan 30% jantan : 50% betina pada pemijahan
berikutnya.
Menurut Murni, 2011, proses penjantanan ikan penting untuk
meningkatkan kesejahteraan peternak dan produksi ikan nasional. Selain ongkos
produksi yang murah, “Jantanisasi” ikan memiliki nilai ekonomi tinggi, karena
masa tumbuhnya cepat dan panen pun lebih sering. Karena seluruh energi ikan
pejantan digunakan untuk tumbuh, tidak seperti betina yang sebagian energinya
digunakan untuk pematangan telur. Bentuk, ukuran, dan warna ikan jantan pun
jauh lebih unggul dibanding si betina.
2.6. Hormon 17α-Metiltestosteron
Menurut Turner dan Bagnara (1976), hormon adalah suatu zat kimia
organik yang dihasilkan oleh bagian tertentu, umumnya berupa saluran kelenjar
yang dibawa langsung melalui peredaran darah ke bagian tubuh lain untuk
mencapai organ dan jaringan tubuh. Hormon steroid merupakan hormon yang
dapat mempengaruhi reproduksi hewan, merangsang pertumbuhan dan
diferensiasi kelamin serta mempengaruhi tingkah laku ikan (DonaJdson et al.,
1978). Menurut Hunter dan Donaldson (1983), hormon steroid yang digunakan
untuk perubahan jenis kelamin ikan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
a. Androgen, misalnya metiltestosteron dan testosterone. Hormon mi
memberikan efek perubahan dari betina rnenjadi jantan (maskulinisasi).
b. Estrogen, misalnya estrone, estradiol dan stilbestroi. Hormon ini
memberikan efek perubahan dari jantan menjadi betina (feminisasi).
10
Hormon steroid yang digunakan untuk diferensiasi kelamin, pertama kali
akan merangsang fenomena reproduksi yaitu merangsang diferensiasi gonad,
gametogenesis, ovulasi, spermatogenesis, pemijahan dan tingkah laku kawinnya
(Yamazaki; 1983). Selanjutnya hormon tersebut kemudian akan merangsang ciri-
ciri kelarain eksternal, perubahan morfologi atau fisiologi saat memijah dan
produksi feromon. Jadi yang pertama kali diiangsang adalah diferensiasi gonad
kemudian diikuti oleh ciri-ciri ekstemal lainnya.
Keberhasilan pemberian hormon steroid untuk mengubah jenis kelamin
ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis dan urnur ikan,
dosis hormon, lama waktu pemberian hormon, cara pemberian hormon serta
temperatur selama perlakuan (Nagy et al., 1981). Awal dan lamanya perlakuan
tergantung pada masing-masing spesies ikan. Menurut Yamamoto (1969) dalam
Hunter dan Donaldson (1983), pcmberian hormon dapat efektif bila diberikan
rnulai dari fase labil kelamin sampai saat diferensiasi morfologi. Data hasil
percobaan pengubahan seks menunjukkan bahwa diferensiasi seks dimulai setelah
penetasan, sebelum atau setelah mulai makan makanan dari luar (Yamazaki,
1983).
Salah satu jenis hormon androgen yang banyak digunakan pada proses
seks reversal adalah 17a - metiltestosteron. Hormon ini memiliki rumus bangun
seperti berikut :
11
Gambar 1. Rumus bangun 17a - metiltestosteron ( Sumber: Martin, 1979)
Proses pengarahan jenis kelamin pada ikan Channel catfish dilakukan
dengan menggunakan hormon 17ct- metiltestosteron (Simone, 1990). Pada ikan
Gapi, hormon 17a- metittestosteron berhasil mengarahkan kelamin ikan menjadi
100% jantan pada temperatur 26 °C dengan metode perendaman pada fase embrio
(Arfah, 1997). Metode pemberian hormon yang paling baik adalah melalui
perendaman karena disamping waktu perlakuannya sangat singkat, hormon yang
digunakan juga sedikit(Arfah, 1997).
2.7. Efek Perendaman Hormon
Salah satu teknik sex reversal adalah dengan memberikan hormon steroid
pada fase labil kelamin. Pada beberapa spesies ikan jenis teleost gonochoristic,
fisiologi kelamin dapat dengan mudah dimanipulasi melalui pemberian hormon
steroid (Piferrer et al. 1994). Nagy et al. (1981) menjelaskan bahwa keberhasilan
manipulasi kelamin pada ikan menggunakan hormon dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama waktu dan cara
pemberian hormon serta lingkungan tempat pemberian hormon dilakukan.
12
Ditekankan oleh Hunter dan Donaldson (1983), bahwa keberhasilan
pemberian hormon sangat tergantung pada interval waktu perkembangan gonad,
yaitu pada saat gonad dalam keadaan labil sehingga mudah dipengaruhi oleh
hormon. Hormon steroid yang dihasilkan oleh jaringan steroidogenik pada gonad
terdiri atas hormon androgen untuk maskulinisasi, estrogen untuk feminisasi dan
progestin yang berhubungan dengan proses kehamilan (Hadley 1992). Namun,
pada tahap perkembangan gonad belum terdiferensiasi menjadi jantan atau betina,
hormon steroid belum terbentuk sehingga pembentukan gonad dapat diarahkan
dengan menggunakan hormon steroid sintetik (Hunter & Donaldson 1983). Salah
satu jenis hormon steroid sintetik yang banyak digunakan untuk proses sex
reversal pada ikan, khususnya ikan nila, adalah hormon 17a-methyltestosterone
(mt). Hormon 17a-mt merupakan hormon androgen yang bersifat stabil dan
mudah dalam penanganan (Yamazaki 1983). Pemberiannya dapat dilakukan
secara oral (Misnawati 1997), perendaman embrio alevin maupun larva (Laining
1995) maupun implantasi dan injeksi (Mirza & Shelton 1988).
2.8. Kualitas air
Ikan lele dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya kurang baik.
Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan lele yaitu kandungan oksigen terlarut
(DO) >3 ppm, CO2 kurang dari 15 ppm, suhu 25-30 oC, pH (6-7) dan kecerahan
air 15-30 cm (Lukito, 2002).
Salah satu parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi rasio seks
ikan adalah temperatur (Zairin, 2003; Devlin dan Nagahama, 2002; Goto-Kazeto,
2006). Pada temperatur yang tinggi akan menyebabkan arah kelamin menjadi
13
jantan sedangkan pada temperatur rendah umumnya akan mengarah menjadi
betina (Goto-Kazeto, 2006). Sejak stadia embrio temperatur telah mempengaruhi
seks rasio maupun perkembangan ikan (Devlin dan Nagahama, 2002). Pada suhu
15oC populasi ikan mas (Carassius auratus) betina dapat mencapai 94,6%, pada
suhu 23oC populasi betina berada pada kisaran normal, berjumlah 46,6% dan pada
suhu dan pada temperatur 30oC populasi jantan dapat mencapai 92,3% (Goto-
Kazeto, 2006). Menurut Pillay (1981), peningkatan temperatur dapat
meningkatkan jumlah ikan jantan dan pada fase dewasa dapat meningkatkan
hormon testesteron dan 11-ketotestesteron.
14
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2014 di
Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar,
Meulaboh.
3.2. Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitianNo Nama Alat Fungsi1 Akuarium Untuk wadah penelitian2 Heater Untuk pengatur suhu air3 Serok Untuk mengambil ikan4 Aerator Untuk oksigen5 Testube Untuk mengaduk hormon6 Timbangan Digital Untuk menimbang berat ikan7 Rol Jangkar Untuk mengukur panjang ikan8 DO Meter Untuk mengukur oksigen9 pH Meter Untuk mengukur kadar pH10 Thermometer Untuk mengukur suhu
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitianNo Nama Bahan Fungsi1 ikan lele sangkuriang Untuk objek penelitian
2Hormon 17-Metiltestosteron
Sebagai campuran dalam mediaperendaman
3 Alkohol 70% Untuk pencucian alat penelitian4 Pakan Untuk makanan benih5 Air tawar Untuk media pemeliharaan
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1 Populasi, sampel, besar sampel dan teknik pengambilan sampel
Hewan yang diuji benih ikan lele sangkuriang, selanjutnya di ambil secara
acak dalam bak pemeliharaan dan jumlah masing-masing media perendaman
adalah 30 ekor.
15
Ikan sampel adalah benih ikan lele sangkuriang yang berumur 10 hari, 15
hari, 25 hari dan control 20 hari, jumlah sampel per media perendaman sebanyak
30 ekor ikan lele sangkuriang dan total keseluruhanya adalah 360 ekor untuk
semua wadah penelitian.
Proses perendaman sampel hewan uji adalah dengan cara pengambilan
dalam bak secara acak dan diberok terlebih dahulu. Selanjutnya hawan uji
diaklimatisasi ditempat penelitian sebelum digunakan untuk proses perendaman
dengan hormon.
3.3.2 Persiapan wadah media
Wadah perendaman digunakan adalah stoples plastik volume 15 liter
sebanyak 12 buah, dan digunakan wadah pemeliharaan adalah stoples dengan
ukuran volume 15 liter sebanyak 12 buah. Semua wadah penelitian sebelum
digunakan terlebih dahulu disuci hamakan dengan cara di cuci dan dijemur
dibawah sinar matahari selama 24 jam.
Wadah untuk perendaman diisi air sebanyak masing-masing 1 liter,
sedangkan wadah pemeliharaan diisi air sebanyak 10 liter. Semua wadah telah
berisi air delengkapi dengan aerasi untuk mensuplai oksigen di dalam air dan
heater untuk menjaga suhu tetap stabil.
Air yang digunakan untuk perendaman hormon dan pemeriharaan benih
adalah air tawar yang telah diendapkan selama 48 jam, kemudian dimasukkan
kedalam media percobaan tersebut.
3.3.3 Persiapan Larutan Hormon
Serbuk hormon 17-Metiltestoteron ditimbang dengan dosis 0,08 gram,
dengan menggunakan timbangan analitik, lalu dilarutkan kedalam 0,5 ml alkohol
16
70%, selanjutnya dikocok sampai larut, baru setelah hormon larut dimasukkan
kedalam wadah 1 liter air, kemudian dimasukan benih ikan lele sangkuriang.
3.3.4 Proses Perendaman
Setelah diaklamatisasi, masing-masing sebanyak 30 ekor benih diambil
secara acak dan ditimbang beratnya. Selanjutnya benih ikan lele sangkuriang yang
berumuran sesuai dengan perlakuan penelitian ke dalam larutan hormon, benih
dibiarkan selama 8 jam.
3.3.5 Proses Pemeliharaan
Setelah diremdam dengan hormon, benih dikeluarkan dari larutan selajutnya
dimasukkan dalam wadah pemeliharaan dan dipelihara selama 3 minggu atau
samapai kelaminya bisa dilihat. Selama pemelihara diberi makan pakan merk CP
901. Pakan diberikan secara adlibitung dengan frekueansi pemberian 2 x sehari
pada pukul 08.00 WIB dan 17.00 WIB .
3.3.6 Alur Penelitian
Untuk dapat lebih mengarahkan alur penelitian dan dapat menghasilkan
hasil penelitian yang cermat dan teliti, maka yang dibutuhkan adalah adanya
bagan alur penelitian sebagai pedoman dalam pelaksanaanya. Bagan alur meliputi
langkah dan hal yang sangat perlu dipersiapkan dan dilengkapi sebagai dasar
dalam pelaksanaan. Alur penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.
3.4. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah persentase kelamin
jantan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan.
1. Persentase jumlah ikan jantan, Fauzan (2006).
J(%) = Jumlah ikan jantanJumlah sampel x 100%
17
2. Tingkat kelangsungan hidup
Menurut Zairin (2002), bahwa tingkat kelangsungan hidup (Survival rate)
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
SR(%) = Jumlah ikan yang hidup akhir penelitianJumlah ikan awal penelitian x 100%3. Laju Pertumbuhan Spesifik
Berdasarkan data bobot ikan dilakukan penghitungan laju pertumbuhan
bobot harian menggunakan rumus Busacker et al. (1990):
α = lnWt – lnWot x 100%Keterangan:
α = Laju pertumbuhan harian (%)
W0 = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram)
Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram)
t = Lama pemeliharaan (hari)
3.5. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) , dengan 4
perlakuan dan tiga ulangan, yaitu : umur ikan 10 hari, 15 hari, 25 hari serta 20
hari sebagai kontrol. Sehingga dihasilkan 12 unit percobaan.
Untuk analisis data yang dilakukan dari setiap percobaan, dapat dilihat pada
tabel 3 dibawah ini :
18
Tabel 3. Penerapan perlakuan
UlanganPerlakuan
TotalP1 P2 P3 P0
1 P1.1 P2.1 P3.1 P0.12 P1.2 P2.2 P3.2 P0.23 P1.3 P2.3 P3.3 P0.3
Total P1.. P2.. P3.. P0.. P…Rata-rata P1/n P2/n P3/n P0/n P…/(i.j)
Keterangan perlakuan:P1 : umur ikan 10 hari
P2 : umur ikan 15 hari
P3 : umur ikan 25 hari
Control : umur ikan 20 hari
Model rancangan acak lengkap yang digunakan adalah model tetap dengan
merujuk pada Kemas (2000) yaitu :
Yij =µ+π +Ɛ
Dimana :
i = 1,2,3 … (perlakuan)
j = 1,2,3 …. (ulangan)
Yij = Variabel yang akan di analisis dari perlakuan ke 1 dan ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata umum
π = Efek perlakuan
Ɛ = Kesalahan percobaan dari perlakuan ke-1 dan ulangan ke-1
3.6. Analisis Data
Data yang diperoleh adalah data persentase jumlah ikan jantan, tingkat
kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian ikan dan data pengukuran
kualitas air. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis ragam dengan
19
menggunakan Analysis Of Varience (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh
perlakuan yang diberikan terhadap persentase jumlah ikan jantan, tingkat
kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian. Data-data tersebut disajikan
dalam bentuk grafik dan tabel. Jika dari analisis ragam diketahui bahwa perlakuan
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata atau berbeda sangat nyata maka untuk
menentukan perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) (Rochiman, 1989). Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut :
BNT5% = t(0,05.dbG)Ulangan
GalatKT2
BNT1% = t(0,01.dbG)Ulangan
GalatKT2
Sumber : Rochiman, (1989)
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Persentase Kelamin Jantan
Hasil penelitian maskulinisasi lele sangkuriang dengan perendaman
hormon 17a-metiltestosteron diperoleh data persentase jantan dan tingkat
kelangsungan hidup.
Hasil perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan pada umur
yang berbeda berpengaruh nyata terhadap persentase jantan benih ikan lele
sangkuriang, sehingga harus dilakukan uji Beda Nyata Terkecil. Data rata-rata
persentase ikan jantan dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :
Tabel 4. Persentase jantan (%) benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp)
UlanganPerlakuan
TotalP1 P2 P3 P4
1 90 80 73.33 63.33 306.662 86.66 80 66.66 66.66 3003 90 76.66 76.66 56.66 300
Total 266.66 236.66 216.66 186.66 906.66Rata-rata 88.88 78.88 72.22 62.22 302.22
Keterangan :
P1 : Umur 10 Hari
P2 : Umur 15 Hari
P3 : Umur 20 Hari (Kontrol)
P4 : Umur 25 Hari
Perendaman dengan hormon 17a-metiltestosteron berpengaruh nyata
terhadap persentase jumlah ikan jantan yang dihasilkan. Hal ini dilihat dari hasil
uji statistik yang menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan 95% (Ftabel 0,05)
lebih kecil daripada Fhitung, sehingga harus dilanjutkan dengan uji Beda Nyata
21
Terkecil dengan hasil P1 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P0 serta hasil P2
berbeda sangat nyata dengan P3 (lampiran 2).
Gambar 1. Persentase rata-rata jenis kelamin benih lele sangkuriang (Clarias sp)dengan perendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umur yang berbeda.
Dengan demikian, perlakuan terbaik untuk menghasilkan tingkat
persentase jantan yang tinggi yaitu P1 umur 10 hari mendapatkan rata-rata
88,88%, diikuti P2 umur 15 hari yang mendapatkan rata-rata 78,88% selanjutnya
P3 umur 20 hari (kontrol) yaitu 72,22% dan P4 umur 25 hari sebesar 62,22%. Uji
BNT menunjukkan bahwa antar perlakuan terdapat perbedaan yang sangat nyata.
Pada persentase kelamin jatan menunjukkan bahwa umur 10 hari lebih
baik dibandingkan umur 15, 20 dan 25, semakin rendah umur ikan yang dilakukan
untuk perendaman maka tingkat perubahan jenis kelamin jantan semakin tinggi.
Tingkat keberhasilan teknik alih kelamin akan sangat ditentukan oleh
jumlah hormon yang diberikan, lama waktu perlakuan, dan frekuensi perlakuan
baik melalui pemberian hormon melalui pakan maupun dengan teknik
perendaman (Piferrer, 2001; Devlin danNagahama, 2002).
88.88
11.11
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
10
Pers
enta
se K
elam
in Ja
ntan
(%)
21
Terkecil dengan hasil P1 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P0 serta hasil P2
berbeda sangat nyata dengan P3 (lampiran 2).
Gambar 1. Persentase rata-rata jenis kelamin benih lele sangkuriang (Clarias sp)dengan perendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umur yang berbeda.
Dengan demikian, perlakuan terbaik untuk menghasilkan tingkat
persentase jantan yang tinggi yaitu P1 umur 10 hari mendapatkan rata-rata
88,88%, diikuti P2 umur 15 hari yang mendapatkan rata-rata 78,88% selanjutnya
P3 umur 20 hari (kontrol) yaitu 72,22% dan P4 umur 25 hari sebesar 62,22%. Uji
BNT menunjukkan bahwa antar perlakuan terdapat perbedaan yang sangat nyata.
Pada persentase kelamin jatan menunjukkan bahwa umur 10 hari lebih
baik dibandingkan umur 15, 20 dan 25, semakin rendah umur ikan yang dilakukan
untuk perendaman maka tingkat perubahan jenis kelamin jantan semakin tinggi.
Tingkat keberhasilan teknik alih kelamin akan sangat ditentukan oleh
jumlah hormon yang diberikan, lama waktu perlakuan, dan frekuensi perlakuan
baik melalui pemberian hormon melalui pakan maupun dengan teknik
perendaman (Piferrer, 2001; Devlin danNagahama, 2002).
78.8872.22
62.22
11.11
21.1127.77
37.77
10 15 20 25
Umur yang Berbeda (Hari)
21
Terkecil dengan hasil P1 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P0 serta hasil P2
berbeda sangat nyata dengan P3 (lampiran 2).
Gambar 1. Persentase rata-rata jenis kelamin benih lele sangkuriang (Clarias sp)dengan perendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umur yang berbeda.
Dengan demikian, perlakuan terbaik untuk menghasilkan tingkat
persentase jantan yang tinggi yaitu P1 umur 10 hari mendapatkan rata-rata
88,88%, diikuti P2 umur 15 hari yang mendapatkan rata-rata 78,88% selanjutnya
P3 umur 20 hari (kontrol) yaitu 72,22% dan P4 umur 25 hari sebesar 62,22%. Uji
BNT menunjukkan bahwa antar perlakuan terdapat perbedaan yang sangat nyata.
Pada persentase kelamin jatan menunjukkan bahwa umur 10 hari lebih
baik dibandingkan umur 15, 20 dan 25, semakin rendah umur ikan yang dilakukan
untuk perendaman maka tingkat perubahan jenis kelamin jantan semakin tinggi.
Tingkat keberhasilan teknik alih kelamin akan sangat ditentukan oleh
jumlah hormon yang diberikan, lama waktu perlakuan, dan frekuensi perlakuan
baik melalui pemberian hormon melalui pakan maupun dengan teknik
perendaman (Piferrer, 2001; Devlin danNagahama, 2002).
37.77 Jantan
Betina
22
Secara genetik dalam keadaan normal ikan akan menghasilkan keturunan
dengan rasio seks jantan dan betina 50% : 50% (Tave, 1993; Pandian 1999). Rasio
seks tersebut dapat diarahkan menjadi mayoritas jantan maupun betina sesuai
kepentingan dengan teknik alih kelamin (Tave, 1993; Bearmore et al, 2000;
Preferrer, 2001; Zairin, 2003; Desprez et al, 2003). Persentase ikan jantan yang
lebih tinggi merupakan indikator keberhasilan dari teknik maskulinisasi pada ikan
nila (Zairin, 2003).
4.2. Tingkat Kelangsungan Hidup
Hasil perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa umur yang berbeda
berpengaruh sangat nyata terhadap kelangsungan hidup benih lele sangkuriang,
sehingga harus dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (lampiran 4).
Tabel 5. Kelangsungan hidup (%) benih lele sangkuriang (Clarias sp)
UlanganPerlakuan
TotalP1 P2 P3 P4
1 46.66 70 80 86.66 283.332 50 66.66 76.66 90 283.333 46.66 60 70 90 266.66
Total 143.33 196.66 226.66 266.66 833.33Rata-rata 47.77 65.55 75.55 88.88 277.77
Perendaman dengan hormon 17a-metiltestosteron berpengaruh nyata
terhadap kelangsungan hidup benih lele sangkuriang, hal ini dilihat dari hasil uji
statistik yang menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan 99% (Ftabel 0,01) lebih
kecil daripada Fhitung.
23
Gambar 2. Persentase rata-rata kelangsungan hidup benih lele sangkuriang(Clarias sp) dengan perendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umur yang
berbeda.
Berdasarkan grafik diatas dapat kita lihat bahwa kelangsungan hidup
tertinggi terdapat pada P4 yaitu 88,88%, selanjutnya P3 yaitu 75,55%, P2 yaitu
65,55% dan P1 yaitu 47,77%.
Pada kelangsungan hidup benih lele sangkuriang yang umur 25 hari lebih
tinggi tingkat kelangsung hidupnya di bandingkan dengan umur 10, 15 dan 20
hari, karena semakin tingginya umur ikan yang dilakukan perendaman maka
tingkat kelangsungan hidupnya lebih tinggi
Kematian benih ikan sebagian besar terjadi pada saat pemeliharaan, benih
ikan lele sangkuriang diduga tidak dapat menyesuaikan diri dengan larutan
hormon, sehingga banyak benih yang tidak dapat bertahan dan mati. Semakin
rendah umur ikan yang dilakukan perendaman maka tingkat kematiannya semakin
tinggi, hal ini dapat kita lihat pada P4 umur 25 hari dengan angka bertahan hidup
sebesar 88,88%, P3 umur 20 hari (kontrol) memperoleh angka sebesar 75,55% ,
47.77
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
10
Ting
kat K
elan
gsun
gan
Hidu
p (%
)
23
Gambar 2. Persentase rata-rata kelangsungan hidup benih lele sangkuriang(Clarias sp) dengan perendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umur yang
berbeda.
Berdasarkan grafik diatas dapat kita lihat bahwa kelangsungan hidup
tertinggi terdapat pada P4 yaitu 88,88%, selanjutnya P3 yaitu 75,55%, P2 yaitu
65,55% dan P1 yaitu 47,77%.
Pada kelangsungan hidup benih lele sangkuriang yang umur 25 hari lebih
tinggi tingkat kelangsung hidupnya di bandingkan dengan umur 10, 15 dan 20
hari, karena semakin tingginya umur ikan yang dilakukan perendaman maka
tingkat kelangsungan hidupnya lebih tinggi
Kematian benih ikan sebagian besar terjadi pada saat pemeliharaan, benih
ikan lele sangkuriang diduga tidak dapat menyesuaikan diri dengan larutan
hormon, sehingga banyak benih yang tidak dapat bertahan dan mati. Semakin
rendah umur ikan yang dilakukan perendaman maka tingkat kematiannya semakin
tinggi, hal ini dapat kita lihat pada P4 umur 25 hari dengan angka bertahan hidup
sebesar 88,88%, P3 umur 20 hari (kontrol) memperoleh angka sebesar 75,55% ,
47.77
65.55
75.55
88.88
10 15 20 25
Umur yang Berbeda (Hari)
23
Gambar 2. Persentase rata-rata kelangsungan hidup benih lele sangkuriang(Clarias sp) dengan perendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umur yang
berbeda.
Berdasarkan grafik diatas dapat kita lihat bahwa kelangsungan hidup
tertinggi terdapat pada P4 yaitu 88,88%, selanjutnya P3 yaitu 75,55%, P2 yaitu
65,55% dan P1 yaitu 47,77%.
Pada kelangsungan hidup benih lele sangkuriang yang umur 25 hari lebih
tinggi tingkat kelangsung hidupnya di bandingkan dengan umur 10, 15 dan 20
hari, karena semakin tingginya umur ikan yang dilakukan perendaman maka
tingkat kelangsungan hidupnya lebih tinggi
Kematian benih ikan sebagian besar terjadi pada saat pemeliharaan, benih
ikan lele sangkuriang diduga tidak dapat menyesuaikan diri dengan larutan
hormon, sehingga banyak benih yang tidak dapat bertahan dan mati. Semakin
rendah umur ikan yang dilakukan perendaman maka tingkat kematiannya semakin
tinggi, hal ini dapat kita lihat pada P4 umur 25 hari dengan angka bertahan hidup
sebesar 88,88%, P3 umur 20 hari (kontrol) memperoleh angka sebesar 75,55% ,
88.88
25
SR
24
P2 umur 15 hari yang bertahan hidup sebesar 65,55% dan P1 umur 10 hari yang
bertahan hidup hanya 47,77%. Semakin rendah umur ikan yang dilakukan
perendaman maka tingkat kematiannya semakin tinggi, hal ini dapat kita lihat
pada P4 umur 25 hari dengan angka bertahan hidup sebesar 88,88%, P3 umur 20
hari (kontrol) memperoleh angka sebesar 75,55% , P2 umur 15 hari yang bertahan
hidup sebesar 65,55% dan P1 umur 10 hari yang bertahan hidup hanya 47,77%.
Kelangsungan hidup ikan lele sangkuriang pada saat pemeliharaan sangat
ditentukan oleh kualitas air yang optimal bagi ikan lele sangkuriang, selain itu
kualitas kuantitas pakan yang diberikan juga akan menentukan kelangsungan
hidup ikan. Pakan yang diberikan berkualitas baik, pakan yang diberikan
secukupnya.
4.3. Laju Pertumbuhan Spesifik
Pertumbuhan merupakan salah satu parameter penting untuk mengetahui
fisiologi ikan setelah perlakuan perendaman hormon. Hasil perhitungan ANOVA
menunjukkan bahwa perbedaan umur pada ikan berpengaruh nyata terhadap laju
pertumbuhan benih lele sangkuriang, hal ini dilihat dari hasil uji statistik yang
menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan 95% (Ftabel 0,05) lebih kecil daripada
Fhitung- sehingga perlu dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (lampiran 5).
Tabel 6. Laju pertumbuhan (%) benih lele sangkuriang (Clarias sp)
UlanganPerlakuan
TotalP1 P2 P3 P4
1 3.03 3.81 4.65 3.14 14.652 2.23 3.58 4.43 3.04 13.293 2.92 3.34 4.38 3.18 13.84
Total 8.19 10.74 13.47 9.38 41.79Rata-rata 2.73 3.58 4.49 3.12 13.93
25
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa laju pertumbuhan tertinggi
yaitu pada perlakuan P3 (kontrol) sebesar 4,49% dan yang terendah diperoleh
pada perlakuan P1 umur 10 hari sebesar 2,73%.
Bobot ikan bertambah pada semua perlakuan jika dibandingkan dengan
berat awal. Tingginya pertumbuhan pada P3 (kontrol) daripada P2, P4 dan P1
diduga karena ikan mengalami stres pada saat perendaman dan mengkibatkan ikan
kurang nafsu makan. Selain itu, media penelitian toples yang sempit juga menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.
Gambar 3. Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang (Glorias sp) denganperendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umu yang berbeda.
Uji BNT menunjukkan bahwa antar perlakuan terdapat perbedaan sangat
nyata. P3 berbeda sangat nyata terhadap P1 dengan selisih 1,761, P3 berbeda
sangat nyata dengan P4 dengan selisih 1,365 dan begitu juga dengan P2 yang
berbeda sangat nyata dengan P1 dengan selisih 0,851.
2.73
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
10
Laju
Per
tum
buha
n Sp
esifi
k (%
)
25
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa laju pertumbuhan tertinggi
yaitu pada perlakuan P3 (kontrol) sebesar 4,49% dan yang terendah diperoleh
pada perlakuan P1 umur 10 hari sebesar 2,73%.
Bobot ikan bertambah pada semua perlakuan jika dibandingkan dengan
berat awal. Tingginya pertumbuhan pada P3 (kontrol) daripada P2, P4 dan P1
diduga karena ikan mengalami stres pada saat perendaman dan mengkibatkan ikan
kurang nafsu makan. Selain itu, media penelitian toples yang sempit juga menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.
Gambar 3. Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang (Glorias sp) denganperendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umu yang berbeda.
Uji BNT menunjukkan bahwa antar perlakuan terdapat perbedaan sangat
nyata. P3 berbeda sangat nyata terhadap P1 dengan selisih 1,761, P3 berbeda
sangat nyata dengan P4 dengan selisih 1,365 dan begitu juga dengan P2 yang
berbeda sangat nyata dengan P1 dengan selisih 0,851.
2.73
3.58
4.49
3.12
10 15 20 25
Umur yang Berbeda (Hari)
25
Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa laju pertumbuhan tertinggi
yaitu pada perlakuan P3 (kontrol) sebesar 4,49% dan yang terendah diperoleh
pada perlakuan P1 umur 10 hari sebesar 2,73%.
Bobot ikan bertambah pada semua perlakuan jika dibandingkan dengan
berat awal. Tingginya pertumbuhan pada P3 (kontrol) daripada P2, P4 dan P1
diduga karena ikan mengalami stres pada saat perendaman dan mengkibatkan ikan
kurang nafsu makan. Selain itu, media penelitian toples yang sempit juga menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.
Gambar 3. Grafik Laju Pertumbuhan Ikan Lele Sangkuriang (Glorias sp) denganperendaman hormon 17a-metiltestosteron pada umu yang berbeda.
Uji BNT menunjukkan bahwa antar perlakuan terdapat perbedaan sangat
nyata. P3 berbeda sangat nyata terhadap P1 dengan selisih 1,761, P3 berbeda
sangat nyata dengan P4 dengan selisih 1,365 dan begitu juga dengan P2 yang
berbeda sangat nyata dengan P1 dengan selisih 0,851.
3.12
25
SGR
26
4.4. Parameter Kualitas Air
Parameter yang dilihat pada penelitian ini meliputi suhu, dan pH. Hasil
pengukuran kualitas air masing-masing parameter kualitas air tersaji pada tabel
dibawah ini:
Tabel 7. Data kualitas air selama penelitian
Parameter Awal Penelitian Akhir PenelitianSuhu 27oC 27oCpH 6,7 6,3
Air sebagai media tempat hidup organisme perairan merupakan faktor
yang paling utama harus diperhatikan dalam usaha budidaya baik dilapangan
terbuka maupun pada wadah terkontrol. Dari tabel 7 diatas dapat kita lihat kondisi
kualitas air pada saat pemeliharaan benih lele sangkuriang yaitu suhu stabil 27°C,
pH 6,7-6,3. Suhu tetap stabil karena menggunakan alat bantu heater yang
dipasang pada setiap wadah dari awal hingga akhir penelitian, hal ini dilakukan
mengingat fluktuasi suhu yang tinggi dikhawatirkan ikan akan mudah stres
bahkan mati. Hal ini didukung oleh pernyataan Lovell dalam Syahputra (2013)
yang menyatakan bahwa kualitas air yang baik untuk pertumbuhan ikan clarias
berkisar antara 26-32 °C, pH kisaran 6,5-9,0 dan oksigen terlarut (DO) > 3 mg/1.
Salah satu parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi rasio seks
ikan adalah temperatur (Zairin, 2003; Devlin dan Nagahama, 2002; Goto-Kazeto,
2006). Pada temperatur yang tinggi akan menyebabkan arah kelamin menjadi
jantan sedangkan pada temperatur rendah umumnya akan mengarah menjadi
betina (Goto-Kazeto, 2006). Sejak stadia embrio temperatur telah mempengaruhi
seks rasio maupun perkembangan ikan (Devlin dan Nagahama, 2002).
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perubahan ikan lele
sangkuriang (Clarias Sp) pada umur yang berbeda dengan peremdaman hormon
17a-metiltestosteron.
1. Persentase kelamin jantan menunjukkan bahwa umur 10 hari lebih baik
dibandingkan umur 15, 20 dan 25, semakin rendah umur ikan yang
dilakukan untuk perendaman maka tingkat keberhasilan perubahan jenis
kelamin jantan semakin tinggi.
2. Kelangsungan hidup benih lele sangkuriang pada umur 25 hari lebih tinggi
dan pada umur 10 hari paling rendah dibandingkan pada umur 15 dan 20
hari, karena semakin tingginya umur ikan yang dilakukan untuk
perendaman maka tingkat kelangsungan hidupnya lebih tinggi.
3. Pertumbuhan ikan lele sangkuriang pada umur 20 hari tertinggi dan pada
umur 10 hari terendah.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh hormon 17a-
Metiltestosteron dengan media pemeliharaan dan padat tebar yang berbeda pada
ikan lele sangkuriang (Clarias sp) dan ikan lainnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arfah, H. 1997. Efektifltas Hormon 17a - MT dengan Metode Perendaman IndukTerhadap Nisbah Kelamin & Fertilitas Keturunan pada Ikan Guppy(Poeciliareticulatd).Thesis. Fakultas Pasca sarjana. Institut PertanianBogor. Bogor
Amri, K., dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. AgroMedia Pustaka. Jakarta
Andrian, P.M. 2011.Terapi Hormon Untuk Ganti Kelamin Ikan DitemukanBATAN Demi Tingkatkan Produktivitas Peternak Ikan. JawaTimur
Devlin, R.H. dan Nagahama, Y. 2002.Sex Determination and sex Differentiationin Fish: an Overview of Genetics, Physiological, and EnvironmentalInfluences aquaculture 208: 191-364.
Donaldson, EM., UH.M. Fagerlund, D.A. Higgs and J.R. Bride. 1978. HormonalEnhancement of Growth, p: 456-597. In Fish Physiology (W.S. Hoar, D.J.Randall and J.R. Brett, eds.), Vol. VIII.Academic Press New York.
Hadley, M.E. 1992. Endocrinology. 3rd ed. Prentice Hall.Englewood Cliffs.NewJersey.
Hunter. G. A and E.M. Donaldson. 1983. Hormonal Sex Control and ItsApplication to Fish Culture.In. W.S. Randall and E. M. Donaldson (eds).Fish Phisiology.Vol.IXB. Academic Press. New York. USA
Irfan, M. 1996. Penggunaan hormon testosterone dengan dosis berbeda terhadappembentukan individu jantan, mortalitas, dan pertambahan berat benihikan nila (Oreochromis niloticus). Skrpsi. Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Laining, A., N. Kabangnga, dan Usman. 2003. Pengaruh protein pakan yangberbeda terhadap koefisien kecernaan nutrient serta performansi biologiskerapu macan, Ephinephelus fuscoguttatus dalam keramba jarring apung.J. Penelitian Perikanan Indonesia, 9(2):29-34.
Lukito. 2002. Budidaya Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) .Erlanga. Jakarta
Martin, C.R. 1979. Textbook of Endocrine Physiology. Oxford University PressNew York.462 p.
Mirza & W.L. Shelton. 1988. Induction of gynogenesis and sex reversal in silvercarp. Aquaculture, 68: 1-14. Nagy,
Nagy, A., K. Rajki. L. Horvartdan V. Csanyi. 1981. Investigation on carp(Cyprinus carpio L) ginogenesis. Jour. Fish. Biol. 13 : 215 – 224.
29
Piferrer F. and Donaldson, EM. 1990. Dosage-dependent differensces in theeffect of aromatizable and nonaromatizableandogens on resultingphenotype of coho salmon (Oncorhynchuskisuthch). Fish physiology andbiochemistry`
Rindhira, H dan Erlita. 2011. Pengaruh Perendaman Dengan HormonMetiltestoteron Pada Ikan Nila Dengan Umur Yang Berbeda. ProsidingSeminar hasil Penelitian Budidaya Perairan. Universitas Almuslim BandaAceh. Provinsi Aceh.
Safrizal, P. 2011. Maskulinisas iIkan Nila (Oreochromis niloticus) MelaluiPerendaman Dalam Ekstrak Purwoceng (Pimpinella alpine). Tesis,Sekolah Pasca sarjana Intitut Pertanian Bogor, Bogor.
Shapiro, Y.D. 1987. Differentiation and evolution of sex change in fishes. Biosci.Ser. 37(7): 490−496.
Simone, D.A. 1990. The Effect of The Sythetic Steroid 17a-MT on Growth andOrgan Morphology on The Channel catfish (Ictaluruspimctafus)Aquaculture, 8; 81 - 83.
Suyanto, S.R. 1994. Nila. PT Penebar Swadaya, Jakarta
Wijaya, B. 2011. Panduan Praktis dan Lengkap Budidaya Lele Sangkuriang.Galmas Publisher. Klaten
Yamazaki, F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Jour. Aquac. 33 : 329 –354.
Zairin, 2002. Sex Reversal. Penebar Swadaya. Jakarta
Zairin, 2003. Endokrinologi dan peranannya bagi masa depan perikananIndonesia. Orasi ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Reproduksi danEndokrinologi Hewan Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. InstitutPertanian Bogor. Bogor. 71 halaman
30
Lampiran 1. Alur Penelitian
Pemeliharaan selama 3 minggu
Pengamatan
Kelamin Jantan Laju Pertumbuhan Kelangsungan Hidup
Lele Sangkuriang
Umur: 10,15, 25 dan 20 (hari)
Direndam dalam wadah yang berisi 1 liter air selama 8 jam dengandosis 8mg hormon 17α-Metiltestosteron
31
Lampiran 2. Skema pembuatan larutan hormon untuk perendaman benih sesuaidengan umur ikan
Serbor Hormon 17α-Metiltestosteron sebanyak 0,08 gram
Di masukkan ke tabung polietilen 5 ml
Di tambah 0,5 ml alcohol 70%, dan ditutup
Kocok hingga larut
Dituangkan ke dalam wadah berisi 1 liter air yang dilengkapi dengan aerasi
Siap untuk perendaman
32
Lampiran 3. Persentase jumlah ikan jantan
UlanganPerlakuan
TotalP1 P2 P3 P4
190 80 73.33 63.33 306.66
286.66 80 66.66 66.66 300
390 76.66 76.66 56.66 300
Total266.66 236.66 216.66 186.66 906.66
Rata-rata88.88 78.88 72.22 62.22 302.22
ANOVA – Uji F satu arah
Tabel Sidik Ragam
SumberKeragaman
DB JK KT F HitF Tab
0.05 0.01Perlakuan 3 5.15 1.71 25.22** 4.06 7.59
Galat 8 0.54 0.06Total 11 5.70
Keterangan :
*) Beda nyata
**) Beda Sangat Nyata
Uji Lanjut Beda NyataTerkecil (BNT)
BNT5%= 7.24
BNT1% = 10.54
Perlakuan Rerata Perlakuan Rerata PerbedaanBNT(0.05)
BNT(0.01)
P4 62.22 P3 72.22 10* 7.24 10.54P4 62.22 P2 78.88 16.66** 7.24 10.54P4 62.22 P1 88.88 26.66** 7.24 10.54P3 72.22 P2 78.88 6.66 7.24 10.54P3 72.22 P1 88.88 16.66** 7.24 10.54P2 78.88 P1 88.88 10* 7.24 10.54
33
Lampiran 4.Tingkat Kelangsungan Hidup
UlanganPerlakuan
TotalP1 P2 P3 P4
1 46.66 70 80 86.66 283.33
2 50 66.66 76.66 90 283.33
3 46.66 60 70 90 266.66
Total 143.33 196.66 226.66 266.66 833.33
Rata-rata 47.77 65.55 75.55 88.88 277.77
ANOVA – Uji F satu arah
Tabel Sidik Ragam
SumberKeragaman
DB JK KT F HitF Tab
0.05 0.01Perlakuan 3 2700 900 60.75** 4.06 7.59
Galat 8 118.51 14.81Total 11 2818.51
Keterangan :
*) Beda nyata
**) Beda Sangat Nyata
Uji Lanjut Beda NyataTerkecil (BNT)
BNT5%= 7.24
BNT1% = 10.54
Perlakuan Rerata Perlakuan Rerata PerbedaanBNT(0.05)
BNT(0.01)
P4 62.22 P3 72.22 10 7.24 10.54P4 62.22 P2 78.88 16.66** 7.24 10.54P4 62.22 P1 88.88 26.66** 7.24 10.54P3 72.22 P2 78.88 6.66 7.24 10.54P3 72.22 P1 88.88 16.66** 7.24 10.54P2 78.88 P1 88.88 10 7.24 10.54
34
Lampiran 5. Laju Pertumbuhan Spesifik
UlanganPerlakuan
TotalP1 P2 P3 P4
1 3.03 3.81 4.65 3.14 14.65
2 2.23 3.58 4.43 3.04 13.29
3 2.92 3.34 4.38 3.18 13.84
Total 8.19 10.74 13.47 9.38 41.79
Rata-rata 2.73 3.58 4.49 3.12 13.93
ANOVA – Uji F satuarah
Tabel Sidik Ragam
SumberKeragaman
DB JK KT F HitF Tab
0.05 0.01Perlakuan 3 5.15 1.71 25.22** 4.06 7.59
Galat 8 0.54 0.06Total 11 5.70
Keterangan :
*) Beda nyata
**) Beda Sangat Nyata
Uji Lanjut Beda NyataTerkecil (BNT)
BNT5%= 0.49
BNT1% = 0.71
Perlakuan Rerata Perlakuan Rerata PerbedaanBNT(0.05)
BNT(0.01)
P1 2.73 P4 3.12 0.39 0.49 0.71P1 2.73 P2 3.58 0.85** 0.49 0.71P1 2.73 P3 4.49 1.76** 0.49 0.71P4 3.12 P2 3.58 0.45 0.49 0.71P4 3.12 P3 4.49 1.36** 0.49 0.71P2 3.58 P3 4.49 0.91 0.49 0.71
35
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
(1) dan (2). PembersihanWadahAklimatisasiBenih
(2) dan (3). PeletakanWadahPenelitian
(5) dan (6). InstalasiAerasidan Heater
1 2
3 4
5 6
36
(7) dan (8). SeleksiBenihIkanLeleSangkuriang
(9) dan (10). PenimbanganHormon17α-Metiltestosteron
(11) dan (12). PerendamanIkandenganHormon17α-Metiltestosteron
7 8
9 10
11 12
37
(13) dan (14). PengukuranBenihdanPenimbanganBobotIkan
(15) dan (16). PengamatanNisbahKelaminIkan
(17). Hormon17α-Metiltestosteron, (18). Timbangan Digital, pH Tester,Thermometer, Alkohol, Penggaris, Pipet Tetes, Suntik
13 14
15 16
17 18