PERAN EKSTRAK METANOL MAKROALGA MERAH L.), GAMBIR …digilib.unila.ac.id/57594/2/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PERAN EKSTRAK METANOL MAKROALGA MERAH L.), GAMBIR …digilib.unila.ac.id/57594/2/TESIS TANPA BAB...
PERAN EKSTRAK METANOL MAKROALGA MERAH(Eucheuma cottonii L.), GAMBIR LAUT (Clerodendrum inerme L. Gaertn),
DAN TAURIN TERHADAP JARINGAN DARAH MENCIT(Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN
(Tesis)
Oleh
Rizka Arifianti
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
i
ABSTRACT
THE ROLE OF RED MACROALGA METHANOL EXTRACTS(Eucheuma cottonii L.), MARINE GAMBIER (Clerodendrum inerme L.
Gaertn), AND TAURINE TO BLOOD TISSUE OF MICE (Mus musculus L.)INDUCED BY BENZO (α) PYRENE
By
Rizka Arifianti
Carcinogens are dangerous radionuclide pollutants which are mixed with the airwe breathe, food and drinks. One of the strongest carcinogens is benzo (α) pyrenewhich is a polycyclic aromatic hydrocarbon with cancer-causing mutagenicproperties. Extracts from red macroalgae and sea gambir and taurine haveanticancer and antioxidant activity. The purpose of this research is to examine theeffect of methanol extract of red macroalgae (Eucheuma cottonii L.) and marinegambier (Clerodendrum inerme L. Gaertn) and taurine on the profile of bloodplasma protein in male mice (Mus musculus L.) due to benzo (α) pyrenecarcinogenic induction. This research used Completely Randomized Design. 25male mice were divided into 5 treatment groups, those were : K1 = (K-), K2 =induced by benzo (α) pyrene for 10 days, K3 = after induced by benzo (α) pyrenefor 10 days, were given red macroalgae extract (Eucheuma cottonii L.) orally witha dose of 14,7 mg / mice during 15 days, K4 = after induced by benzo (α ) pyrenefor 10 days, were given marine gambier extract (Clerodendrum inerme L. Gaertn)orally with a dose of 10,5 mg / mice during 15 days, K5 = after induced benzo (α)pyrene for 10 days, were given taurine orally with a dose 15,6 mg / mice during15 days. Data were analyzed by ANOVA at 5% significance level to seesignificant differences between treatment groups, if there were differences thencontinued with the LSD test (the Smallest Significant Difference) at the 5% reallevel. Data on mice blood plasma protein profiles were analyzed descriptivelywhich included the presence or absence of protein bands, molecular weightprotein bands, protein bands that were consistently present in all replications,protein bands that had relatively the same thickness, and thick thin protein bands.The results showed the administration of red macroalgae extract (Eucheumacottonii L.), marine gambier (Clerodendrum inerme L. Gaertn), and taurine hadnot been able to reduce the number of abnormal blood cells in the blood of miceinduced by benzo (α) pyrene. The administration of red macroalgae extract(Eucheuma cottonii L.), marine gambier (Clerodendrum inerme L. Gaertn), hasnot been able to repair the liver histopathological damage of mice (Mus musculus
ii
L.) that has been induced by benzo (α) pyrene, while taurine is able to repairdamage liver histopathology of mice (Mus musculus L.) which has beensignificantly induced by benzo (α) pyrene. There was no difference in the proteinprofile among all groups experimental.
Keywords: Mus musculus L., Eucheuma cottonii L.,Clerodendrum inerme L. Gaertn, taurine, benzo (α) pyrene, SDS
Page,blood plasma
iii
ABSTRAK
PERAN EKSTRAK METANOL MAKROALGA MERAH(Eucheuma cottonii L.), GAMBIR LAUT (Clerodendrum inerme L. Gaertn),
DAN TAURIN TERHADAP JARINGAN DARAH MENCIT(Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN
Oleh
Rizka Arifianti
Zat karsinogen merupakan pencemar berbahaya yang tercampur oleh udara,makanan, dan minuman. Salah satu prokarsinogen yaitu benzo(α)piren yangmemiliki sifat mutagenik penyebab kanker. Ekstrak dari makroalga merah dangambir laut serta taurin diduga memiliki aktivitas antikanker dan antioksidan.Tujuan penelitian ini adalah menguji efek pemberian ekstrak metanol makroalgamerah (Eucheuma cottonii L.) dan gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn)serta taurin terhadap profil protein plasma darah mencit jantan (Mus musculus L.)yang diinduksi senyawa karsinogen benzo(α)piren. Penelitian ini menggunakanRancangan Acak Lengkap. Sebanyak 25 mencit jantan dibagi menjadi 5kelompok perlakuan yaitu : K1= (kontrol negatif), K2= kelompok yang diinduksibenzo(α)piren selama 10 hari, K3= benzo(α)piren selama 10 hari, diberi ekstrakmakroalga merah (Eucheuma cottonii L.) dengan dosis 14,7 mg/ekor/hari selama15 hari, K4= benzo(α)piren selama 10 hari, diberi ekstrak gambir laut(Clerodendrum inerme L. Gaertn) dengan dosis 10,5 mg/ekor/hari selama 15 hari,K5= benzo(α)piren selama 10 hari, diberi taurin 15,6 mg/ekor/hari selama 15 hari.Parameter utama yang diamati adalah profil protein plasma darah mencit.Sedangkan parameter pendukung yaitu berat badan mencit, jumlah total selleukosit, jumlah total sel eritrosit, diferensiasi leukosit, berat basah organ hepardan gambaran histopatologi hepar mencit. Data dianalisis dengan ANOVA padataraf nyata 5% untuk melihat perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan,jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)pada taraf nyata 5%. Data profil protein plasma darah mencit dianalisis secaradeskriptif yang meliputi ada atau tidak kehadiran pita protein, berat molekul (BM)pita protein, pita protein yang konsisten hadir pada semua ulangan, pita proteinyang memiliki ketebalan relatif sama, dan tebal tipis pita protein. Hasil penelitianmenunjukkan pemberian ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottoniiL.), gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn), dan taurin belum mampumereduksi jumlah sel-sel darah abnormal pada darah mencit yang diinduksibenzo(α)piren. Pemberian ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottoniiL.), gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn), belum mampu memperbaiki
iv
kerusakan histopatologi hepar mencit (Mus musculus L.) yang telah diinduksibenzo(α)piren, sedangkan pemberian taurin mampu memperbaiki kerusakanhistopatologi hepar mencit (Mus musculus L.) yang telah diinduksi benzo(α)pirensecara signifikan. Tidak terdapat perbedaan karakterisasi profil protein padaplasma darah mencit kontrol, yang diinduksi senyawa karsinogen benzo(α)piren,dan yang diberi ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottoni L.) dangambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn) serta taurin.
Kata kunci: Mus musculus L., Eucheuma cottonii L.,Clerodendrum inerme L. Gaertn, taurin, benzo(α)piren, SDS-Page,plasma darah
PERAN EKSTRAK METANOL MAKROALGA MERAH(Eucheuma cottonii L.), GAMBIR LAUT (Clerodendrum inerme L. Gaertn),
DAN TAURIN TERHADAP JARINGAN DARAH MENCIT(Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN
(Tesis)
Oleh
Rizka Arifianti
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER SAINS
Pada
Program Studi Magister BiologiFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
ix
RIWAYAT HIDUP
Rizka Arifianti dilahirkan di Lampung Tengah,
pada tanggal 4 April 1991. Penulis merupakan
anak kedua dari empat bersaudara oleh pasangan
Thoha Arifin (alm) dan Suwarti.
Pendidikan penulis diawali dari Taman Kanak-
kanak Satya Dharma Sudjana, Gunung Madu,
Lampung Tengah pada tahun 1995, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar
Negeri 1 Gunung Madu, Lampung Tengah pada tahun 1997. Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Satya Dharma Sudjana, Gunung Madu,
Lampung Tengah pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan
pendidikannya di Sekolah Menengah Atas Negeri 09, Bandar Lampung.
Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai salah satu mahasiswa Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama
menjadi mahasiswa di Jurusan Biologi FMIPA Unila, penulis pernah menjadi
asisten praktikum mata kuliah Taksonomi Hewan 2, Zoologi Vertebrata,
Embriologi Tumbuhan, Biologi Umum, Sains Dasar, dan Biologi Medik. Penulis
x
juga aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila
sebagai anggota bidang Hubungan Masyarakat periode kepengurusan 2010-2012.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bandar Agung,
Kecamatan Banjit, Way Kanan pada tahun 2012 dan melaksanakan Kerja Praktik
di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Tanaman Pangan dan
Hortikultura (TPH) Lampung pada tahun 2012 dengan judul “Daya
Berkecambah Padi (Oryza sativa) Varietas Ciherang, Ciliwung, Mekongga
Setelah Masa Simpan Satu Tahun Di BPSB Tanaman Pangan Dan
Hortikultura Lampung”.
Penulis menyelesaikan kuliah strata satu (S1) pada tahun 2013. Pada tahun 2015
penulis mendapatkan pekerjaan sebagai quality control di PT Gunung Madu
Plantations, Lampung Tengah. Pada tahun 2017 penulis melanjutkan pendidikan
di Program Studi Magister Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Lampung dengan judul penelitian “Peran Ekstrak Metanol
Makroalga Merah (Eucheuma cottonii L.), Gambir Laut
(Clerodendrum inerme L. Gaertn), Dan Taurin Terhadap Jaringan Darah
Mencit (Mus musculus L.) Yang Diinduksi Benzo(α)Piren”. Penelitian ini
dibiayai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) Kementerian
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui Hibah Penelitian Tim Pasca
Sarjana 2017/2018. Tim Pembimbing penelitian ini adalah Ibu Endang Linirin
Widiastuti, Ph.D sebagai Pembimbing Utama sekaligus Pembimbing Akademik
penulis dan Ibu Dr. Endang Nurcahyani, M.Si sebagai Pembimbing II.
xi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT atas segalalimpahan Rahmat, Ridho, dan Karunia-Nya,Ku persembahkan karya kecilku ini untuk :
Ayahanda (alm. Thoha Arifin) dan Ibundaku tercinta (Suwarti), yangtiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan,
nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikanhingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku,
Kakak (Rizky Arintawati, S.P dan Achmad Fanani, S.P) dan keduaadikku tercinta (Reynanda Nabilla Putri dan M. Ridho Fariztanto)yang slalu memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih
sayang,
Bapak dan Ibu Dosen yang selalu memberiku ilmu yang bermanfaat,dan membantuku dalam menggapai kesuksesan.
Teman-teman, kakak-kakak, dan adik-adik yang selalu memberikankupengalaman berharga, motivasi, dan semangat,
Dan Almamater tercinta Universitas Lampung
xii
MOTTO
“Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kamu dan jugaorang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga beberapa
derajat”.( Q.S. Al-Mujadalah ayat 11 )
Engkau tak dapat meraih ilmu kecuali dengan enam hal yaitu cerdas,selalu ingin tahu, tabah, punya bekal dalam menuntut ilmu, bimbingan
dari guru dan dalam waktu yang lama.( Ali bin Abi Thalib )
“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah ( Nasib ) suatu kaumsampai mereka mengubah diri mereka sendiri “
(Q.S. Ar-Ra'd ayat 11)
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orangmu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikankepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata,lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
(Q.S. At-Taubah ayat 105)
xiii
SANWACANA
Puji Syukur Penulis kehadirat ALLAH SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat, anugerah serta kekuatan lahir dan
bathin kepada Penulis. Dengan berbekal keyakinan, ketabahan dan kemauan yang
keras, bimbingan dan ridho dari ALLAH SWT, serta bantuan dari berbagai pihak
jualah, maka Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul PERAN
EKSTRAK METANOL MAKROALGA MERAH (Eucheuma cottonii L.),
GAMBIR LAUT (Clerodendrum inerme L. Gaertn), DAN TAURIN
TERHADAP JARINGAN DARAH MENCIT (Mus musculus L.) YANG
DIINDUKSI BENZO(α)PIREN.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian dengan judul UJI
EFEKTIVITAS SENYAWA ANTIKANKER, ANTIDIABET, DAN
ANTIOKSIDAN PADA MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI
DENGAN BENZO(α)PIREN DAN ALOKSAN SECARA IN VIVO SERTA
EKSPLORASI SUMBER TAURINE PADA BIOTA LAUT, yang didanai oleh
Kemenristekdikti melalui skema Tim Pascasarjana tahun anggaran 2017-2018.
Melalui kesempatan ini, Penulis akan mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril, maupun
spiritual. Dengan teriring salam dan doa serta ucapan terimakasih yang tak
terhingga Penulis sampaikan kepada :
xiv
1. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D sebagai Pembimbing I sekaligus
Pembimbing Akademik atas semua ilmu, bantuan, bimbingan, nasehat
selama perkuliahan dan penelitian tesis ini.
2. Ibu Dr. Endang Nurcahyani, M.Si sebagai Pembimbing II atas semua
ilmu, bantuan, bimbingan, nasehat selama perkuliahan dan penelitian
tesis ini.
3. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc sebagai Pembahas I atas semua
ilmu, bantuan, bimbingan, nasehat selama perkuliahan dan penelitian
tesis ini.
4. Bapak Dr. Bambang Irawan, M.Sc sebagai Pembahas II atas semua
ilmu, bantuan, bimbingan, nasehat selama perkuliahan dan penelitian
tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. sebagai Rektor
Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Mustofa, M.A., Ph.D. sebagai Direktur Pascasarjana
Universitas Lampung.
7. Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D. sebagai Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si sebagai Ketua Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
9. Bapak Dr. Sumardi, M.Si sebagai Ketua Program Studi Magister
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung.
xv
10. Ibu Dr. Emantis Rosa, M.Biomed sebagai Kepala Laboratorium
Biologi Molekuler dan Mbak Nunung Cahyawati, A.Md. sebagai
Laboran yang telah mengizinkan dan membantu penulis dari awal
hingga akhir penelitian di laboratorium tersebut.
11. Keluarga besar penelitian mencit Iffa Afiqa Khairani, Noufallia Fikri
Arra, Lily Utami, Yonathan Christyanto, Sri Rahmaning Tyas, Winda
Yulia Ningtyas, Harnes Abrini, Wulan Ayu NF, Yogi Kurnia,
Yoharnes atas motivasi, bantuan selama penelitian.
12. Bapak drh. Didik Tulus Subekti atas bantuan, ilmu yang diberikan
selama proses penelitian di Balitvet Bogor.
13. Ketua dan staf jajaran lab. parasitologi dan lab. patologi atas ilmu
yang diberikan selama proses penelitian di Balai Veteriner Lampung.
14. Dosen dan Staf Jurusan Biologi FMIPA Unila atas ilmu pengetahuan
dan bantuannya dalam menyelesaikan perkuliahan serta administrasi
jurusan.
15. Seluruh teman jurusan magister biologi angkatan 2017 yaitu Novriadi,
Desfika Ardia Putri, Tika Lidia Sari, Evi Yunita Sari, Yogi Kurnia,
Yoharnes, Wulan Ayu NF atas kebersamaan selama kuliah dan
menjalani proses penelitian.
16. Seluruh kakak dan adik tingkat program S2 dan S1 Biologi FMIPA
Unila yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya
di Biologi FMIPA Unila.
xvi
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas
dukungan, kritik, dan saran.
18. Almamater Universitas Lampung yang tercinta.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah kalian
berikan. Demikianlah, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya.
Bandar Lampung, Januari 2019
Penulis,
Rizka Arifianti
xvii
DAFTAR ISI
HalamanABSTRACT ............................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................ iii
HALAMAN JUDUL DALAM ................................................................ v
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. vi
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. vii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................. xi
MOTTO .................................................................................................... xii
SANWACANA ......................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xvii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xxi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xxii
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1A. Latar Belakang ................................................................................ 1B. Tujuan Penelitian............................................................................. 8C. Manfaat Penelitian........................................................................... 9D. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 10E. Hipotesis.......................................................................................... 11
xviii
II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 12A. Karsinogenesis ................................................................................ 12B. Polycyclic Aromatic Hidrocarbon (benzo(α)piren) ........................ 16
1. Karakterisasi PAH..................................................................... 162. Karakterisasi benzo(α)piren...................................................... 16
C. Tanaman yang bersifat antikanker................................................... 191. Biologi Makroalga merah......................................................... 20
1.1 Klasifikasi........................................................................... 201.2 Deskripsi............................................................................. 201.3 Kandungan nutrisi................................................. ............. 211.4 Senyawa bioaktif................................................. ............... 22
2. Biologi daun gambir laut.......................................................... 232.1 Klasifikasi........................................................................... 232.2 Deskripsi............................................................................. 232.3 Senyawa bioaktif................................................. ............... 242.4 Efek farmakologis................................................. ............. 26
3. Biologi Taurin .......................................................................... 273.1 Fungsi secara umum........................................................... 273.2 Fungsi secara khusus (antikarsinogenik)............................ 29
D. Biologi Mencit .............................................................................. 291. Klasifikasi...................................................... .......................... 292. Deskripsi..................................... ............................................. 30
E. Darah ............................................................................................. 311. Sel darah merah........................................................................ 322. Sel darah putih.......................................................................... 333. Keping darah..................................... ....................................... 35
F. Plasma Darah ................................................................................. 36G. Hepar .............................................................................................. 37
1. Anatomi dan fisiologi hepar...................................................... 372. Histologi Hepar..................................... ................................... 393. Histopatologi Hepar..................................... ............................ 40
H. Elektroforesis SDS Page ................................................................ 421. Dasar Teori Elektroforesis...................................................... . 422. SDS-Page..................................... ............................................ 42
III. METODE PENELITIAN.................................................................. 45A. Tempat dan waktu penelitian .......................................................... 45B. Alat dan bahan................................................................................. 45C. Metode penelitian ............................................................................ 47
1. Rancangan Penelitian....... ......................................................... 472. Populasi Penelitian................................................ .................... 483. Sampel Penelitian...................................................................... 49
xix
D. Pelaksanaan Penelitian............................................................... ..... 491. Tahap persiapan ................................................................. ...... 49
1.1 Persiapan Hewan Uji...................................................... .... 491.2 Aklimatisasi Hewan Uji................................................. .... 491.3 Pemeliharaan Hewan Uji.................................................... 50
2. Persiapan Bahan Uji.................................................................. 502.1 Persiapan Ekstrak makroalga merah dan daun gambir laut 502.2 Persiapan Taurin................................................................. 51
3. Induksi zat karsinogenik ........................................................... 514. Pemberian Ekstrak makroalga merah dan daun gambir laut...... 525. Pemberian Taurin ...................................................................... 526. Pengamatan berat badan............................................................ 527. Analisis Penghitungan Jumlah Total Sel Darah Putih
(Leukosit) dan Sel Darah Merah (Eritrosit)...................... ........ 537.1 Sel darah merah....... ........................................................... 537.2 Sel darah putih.................................................................... 537.3 Diferensiasi leukosit................................................. .......... 54
8. Pembuatan preparat histopatologi hepar mencit.............. ......... 559. Uji Fitokimia................................................................... .......... 58
8.1 Pemeriksaan alkaloid.......................................................... 588.2 Pemeriksaan flavonoid................................................. ...... 598.3 Pemeriksaan terpenoid...... ................................................. 598.4 Pemeriksaan saponin................................................ .......... 59
10. Pengamatan Profil Protein Darah Mencit menggunakanElektroforesis SDS-PAGE......................................................... 59
E. Diagram Alir Penelitian.......................................... ........................ 63F. Parameter penelitian................................................................ ........ 64
1. Rerata berat badan mencit.......................................................... 642. Jumlah total sel darah putih dan sel darah merah............ ......... 64
2.1 Leukosit................................................................................ 642.2 Eritrosit................................................................................. 642.3 Diferensiasi Leukosit................. ......................................... 65
3. Rerata berat basah organ hepar mencit.................................. ... 654. Penilaian dan gambaran histopatologi hepar mencit................. 65
1. Hepar...................................................................................... 655. Analisis Berat Molekul Pita Protein Profil plasma darah
mencit........ ................................................................................ 66G. Analisis Data.............................................................................. ..... 67
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 68A. Hasil Uji Fitokimia.......................................................................... 68B. Perubahan Rerata Berat Badan Mencit............................................ 71
xx
C. Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit) ................................................ 74D. Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) ................................................. 79E. Rerata Jumlah Total Jenis Leukosit................................................. 83F. Rerata Berat Basah Organ Hepar Mencit........................................ 90
1. Pengamatan Histopatologi Organ Hepar Mencit......................... 922. Rerata Jumlah Kerusakan Sel Hepar Mencit............................... 923. Gambaran Histopatologi Organ Hepar........................................ 95
G. Profil Protein Plasma Darah Mencit ............................................... 113
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 117A. Kesimpulan...................................................................................... 117B. Saran................................................................................................ 118
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xxi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia makroalga merah ............................................... 21
Tabel 2. Data Biologi mencit ....................................................................... 31
Tabel 3. Skor Kerusakan Jaringan Hepar...................................................... 66
Tabel 4. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Metanol Gambir Laut dan MakroalgaMerah ............................................................................................. 68
Tabel 5. Rerata Jumlah Total Jenis Leukosit ............................................... 83
xxii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema Karsinogenesis................................................................. 14
Gambar 2. Hipotesis Etiologi Dan Patogenesis Neoplasia ........................... 15
Gambar 3. Cincin Aromatik Benzo (a) Piren................................................ 17
Gambar 4. Morfologi Makroalga Merah....................................................... 20
Gambar 5. Morfologi Tanaman Gambir Laut ............................................... 23
Gambar 6. Taurin .......................................................................................... 28
Gambar 7. Morfologi Mencit......................................................................... 30
Gambar 8. Sel Darah Merah Normal Mencit Secara Mikroskopis................ 33
Gambar 9. Diferensiasi Sel Darah Putih........................................................ 35
Gambar 10. Anatomi Hepar Normal Mencit................................................. 38
Gambar 11. Gambaran Mikroskopik Dengan Perbesaran 30 X HeparManusia...................................................................................... 40
Gambar 12. Aplikasi Metode SDS-PAGE..................................................... 44
Gambar 13. Diagram Alir Penelitian............................................................. 63
Gambar 14. Hasil Uji Flavonoid.................................................................... 69
Gambar 15. Hasil Uji Saponin....................................................................... 69
Gambar 16. Hasil Uji Steroid/Terpenoid....................................................... 70
Gambar 17. Hasil uji tannin........................................................................... 70
Gambar 18. Rerata Berat Badan Mencit (Mus musculus L.) yang DiinduksiBenzo(α)piren 10 hari dan Diberi Ekstrak Metanol MakroalgaMerah (E. cottonii), Gambir Laut (C. inerme), dan Taurin 15hari.............................................................................................. 71
xxiii
Gambar 19. Rerata Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit) Mencit(Mus musculus L.) yang Diinduksi Benzo(α)piren 10 hari danDiberi Ekstrak Metanol Makroalga Merah (E. cottonii),Gambir Laut (C. inerme), dan Taurin 15 hari......................... 74
Gambar 20. Rerata Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Mencit(Mus musculus L.) yang Diinduksi Benzo(α)piren 10 hari danDiberi Ekstrak Metanol Makroalga Merah (E. cottonii),Gambir Laut (C. inerme), dan Taurin 15 hari............................ 79
Gambar 21. Rerata Berat Basah Organ Hepar Mencit (Mus musculus L.)yang Diinduksi Benzo(α)piren 10 hari dan Diberi EkstrakMetanol Makroalga Merah (E. cottonii), Gambir Laut(C. inerme), dan Taurin 15 hari................................................ 90
Gambar 22. Rerata Kerusakan Organ Hepar Mencit (Mus musculus L.)yang Diinduksi Benzo(α)piren 10 hari dan Diberi EkstrakMetanol Makroalga Merah (E. cottonii), Gambir Laut(C. inerme), dan Taurin 15 hari................................................... 92
Gambar 23. Gambaran Histologi Hepar Mencit kelompok kontrol (K1)dengan metode pewarnaan Hematoxylin Eosin (H-E)............... 96
Gambar 24. Gambaran Histopatologi Hepar Mencit yang DiinduksiBenzo(α)piren (K2) dengan metode pewarnaan HematoxylinEosin.......................................................................................... 97
Gambar 25. Gambaran Histopatologi Hepar Mencit yang DiinduksiBenzo(α)piren + Taurin (K3) dengan metode pewarnaanHematoxylin Eosin (H-E).......................................................... 104
Gambar 26. Gambaran Histopatologi Hepar Mencit yang DiinduksiBenzo(α)piren + Ekstrak metanol E.cottonii (K4) denganmetode pewarnaan Hematoxylin Eosin (H-E)…....................... 107
Gambar 27. Gambaran Histopatologi Hepar Mencit yang DiinduksiBenzo(α)piren + Ekstrak metanol C. inerme (K5) denganmetode pewarnaan Hematoxylin Eosin (H-E)........................... 110
Gambar 28. Kurva Standar Protein Marker................................................... 113
Gambar 29. Profil protein plasma darah mencit pada gel SDS-Page 1-D..... 114
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses Modernisasi yang terjadi di era global menyebabkan naiknya harga
konsumsi dan produksi, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan
energi akan meningkat sehingga meningkatkan resiko toksikologis. Proses
industrialisasi sendiri memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang
akan menghasilkan limbah dalam bentuk gas, cair, dan padat. Limbah ini
tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang
mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan
meningkat. Hal ini menyebabkan manusia dan makhluk hidup lainnya dapat
terpapar toksik berupa polutan atau zat xenobiotik yang ada di lingkungan
(Casarett dan Doull, 2008).
Efek toksik akibat pemaparan zat xenobiotik dapat menginisiasi
karsinogenesis. Terdapat 2 faktor yang berperan dalam karsinogenesis yaitu
eksogen dan endogen. Faktor endogen berasal dari sistem imun, genetik,
usia, keseimbangan endokrin, kondisi psikis, dan respon inflamasi dari setiap
individu yang tidak dapat diubah, Sedangkan faktor eksogen berasal dari luar
individu seperti karsinogen kimia, fisika, biologis.
2
Salah satu agen kimia yang melimpah ruah di bumi adalah Polycyclic
Aromatic Hydrocarbon (PAH). PAH bersifat karsinogenik yang dapat
merusak sistem hormonal dan imunitas tubuh. Beberapa golongan PAH,
seperti Benzo(α)piren diketahui dapat ditemukan dalam makanan dan
minuman serta udara (Terzi, et al., 2008 dan Delaware Health and Social
Services, 2009). Benzo(α)piren yang terdapat di udara, air dan sedimen,
dapat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui cara dihirup (inhalated)
atau diserap (absorbed) melalui kulit, dan dimakan (ingested), sesuai dengan
habitat makhluk hidup (Faust dan Reno, 1994; Brown, et al., 2009). Senyawa
ini bersifat prokarsinogenik yang dapat dikonversi ke karsinogen aktif dengan
sitokrom P-450. Karsinogen aktif yang sangat reaktif dapat menyerang
dengan mudah untuk kelompok nukleofilik dalam DNA, RNA dan protein,
yang menyebabkan mutasi sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit
degeneratif, termasuk kanker (Murray dan Granner, 2003).
Kemampuan benzo(α)piren sebagai karsinogenesis maupun mutagenesis,
sangat berkaitan. Diawali dengan perubahan gen yang irreversible
(Walker, 2009). Perubahan genetik terutama mengenai onkogen yaitu protein
dari sel normal yg mengalami aktivasi secara abnormal. Tumor suppressor
genes yakni gen antiproliferasi atau produknya yang teraktivasi. Selanjutnya
DNA repair genes menjadi terinaktivasi sehingga menyebabkan akumulasi
mutasi yg secara potensial merusak.
3
Perubahan genetik yang terakhir yaitu regulator apoptosis, inaktivasi gen-gen
pro-apoptosis atau terjadi aktivasi gen apoptosis yang mempromosikan
ketahanan hidup sel (Aziz, 2006).
Pengobatan pada kanker umumnya meliputi pembedahan, radioterapi, dan
kemoterapi. Radiokemoterapi memiliki kelemahan yaitu meningkatkan efek
samping seperti mukositis, leukopeni, dan infeksi berat. Pada pengobatan
kemoterapi, senyawa kimia yang diberikan tidak hanya menyerang sel kanker
tetapi juga menyerang sel sehat sehingga menimbulkan efek samping seperti
mual, muntah, tenggorokan kering, sulit menelan, tangan gemetar, kulit
kering, rambut rontok, lelah, perdarahan, resiko infeksi, diare, maupun
konstipasi (Siregar, 2007).
Oleh karena itu, berbagai penelitian penting dikembangkan sebagai upaya
mengeksplorasi potensi senyawa-senyawa bioaktif alami yang dapat berperan
sebagai antikanker. Potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai antikanker
adalah keanekaragaman hayati laut dan pesisir di Indonesia
(Gudbjarnason, 1999).
Salah satu sumber agen kemoterapi alami berupa mangrove yaitu gambir laut
(Clerodendrum inerme L. Gaertn) yang termasuk keluarga Verbenaceae,
mengandung banyak metabolit aktif biologis, termasuk glikosida jantung,
antrakuinon, protein, fenolik, flavonoid, saponin, tanin, iridoid, diterpenes,
triterpen, sterol, steroid, karbohidrat, minyak tetap, minyak atsiri dan lignin.
4
Adapun efek farmakologisnya seperti anti-inflamasi, analgesik, antipiretik,
saraf dan otot polos efek, antimikroba, antidiabetes, antioksidan, antiparasit,
insektisida, anti alergi, antikanker, pelindung dan banyak efek farmakologis
lainnya (Al-Snafi, 2016). Pemberian oral ekstrak air daun C. inerme
(500 mg/kg) mampu mengurangi kejadian, volume, beban dan jumlah tumor
dari karsinoma sel skuamosa oral pada hamster golden Syrian yang diinduksi
7,12-dimethylbenz(a)anthracene (DMBA) (Manoharan, et al., 2006).
Ekstrak etanol daun C. inerme (300 mg/kg) secara signifikan mencegah
kejadian tumor, menurunkan volume dan beban tumor kulit pada mencit
Swiss yang diinduksi DMBA (Renju, et al., 2007).
Jenis kekayaan laut lainnya adalah makroalga merah yaitu
Eucheuma cottonii L. yang memiliki potensi sebagai antioksidan karena
mengandung pigmen fotosintesis dan pigmen aksesoris lainnya yaitu
klorofil-a, α-karoten, β-karoten, fikobilin, neozanthin, dan zeanthin
(Wulanningrum, 2012). Fraksi protein dari alga merah Eucheuma cottonii
memiliki aktivitas terkuat sebagai antikanker terdapat pada fraksi 40-60%
dengan nilai LC50 sebesar 91,83 μg/mL terhadap larva udang Artemia salina
Leach dan nilai IC50 sebesar 74,13 μg/mL terhadap sel zigot bulu babi
Tripneustes gratilla Linn. Alga merah Eucheuma cottonii potensial sebagai
bahan antikanker (Ismail, et al., 2013).
Sifat antikanker dan antioksidan juga dimiliki oleh taurin. Taurin diduga
dapat digunakan sebagai antioksidan sehingga membantu mencegah
5
kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh oksidasi (Murray, 1996).
Fungsi penting lainnya dari zat ini adalah sebagai antikarsinogenik dengan
cara melindungi sel – sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal
bebas (Redmon, et al., 1983).
Diagnosa biokimia klinis, monitoring kesehatan dan nutrisi suatu organisme,
serta mengungkap gangguan kesehatan yang bersifat subklinis, dapat
dilakukan dengan menganalisis metabolit darah, konsentrasi protein total dan
fraksi albumin dan globulin serum darah. Peningkatan atau penurunan
konsentrasi protein total dianggap sebagai suatu abnormalitas yang terjadi
pada tubuh suatu organisme (Franca, et al., 2011 dan Irfan, et al., 2014).
Beberapa penelitian mengenai perubahan profil protein plasma darah akibat
paparan zat toksik telah banyak dilakukan, diantaranya paparan asap rokok
kronis pada tikus menyebabkan perubahan ekspresi protein pada profil
protein plasma darah tikus yang menunjukkan adanya perkembangan
penyakit kardiovaskular dan pulmonal (Tewari, et al., 2011).
Penelitian lainnya yang dilakukan Sa’adah, et al. (2016), bahwa terdapat
perubahan profil protein plasma darah mencit yang diinduksi karsinogenik
benzo(α)piren, dimana terlihat adanya penambahan dua pita protein baru
dibandingkan kontrol. Pita tersebut berkaitan dengan protein yang dihasilkan
oleh hepar sebagai penanda adanya infeksi dan protein yang dihasilkan oleh
sel kanker osteosarkoma.
6
Beberapa pemeriksaan yang dapat menggambarkan parameter penting dari
suatu organisme yang terpapar senyawa karsinogen antara lain pemeriksaan
darah (jumlah total eritrosit, leukosit, dan diferensial leukosit) dan gambaran
histopatologi hepar.
Darah mempunyai peran penting dalam tubuh manusia. Hasil pemeriksaan
darah secara tidak langsung dapat memantau keadaan dalam tubuh suatu
organisme. Salah satu komponen sel darah yang menjadi parameter penting
yaitu sel darah merah (eritrosit). Fungsi utamanya adalah mentranspor
hemoglobin yang selanjutnya membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Dengan mengetahui keadaan eritrosit, secara tidak langsung dapat diketahui
juga keadaan organ tubuh suatu organisme (Murray, et al., 1996).
Eritrosit bersifat pasif dan melaksanakan fungsinya dalam pembuluh darah,
sedangkan leukosit mampu keluar dari pembuluh darah menuju jaringan
dalam menjalankan fungsinya. Leukosit merupakan unit yang aktif dari
sistem pertahanan tubuh serta tanggap terhadap agen infeksi penyakit
(Junqueira, 2007). Secara umum total leukosit dan diferensial leukosit dapat
memberikan gambaran dan status kesehatan pada hewan (Sugiharto, 2014).
Diferensial leukosit merupakan kesatuan dari sel darah putih yang terdiri dari
dua kelompok yaitu granulosit yang terdiri atas heterosinofil, eusinofil, dan
basofil, dan kelompok agranulosit yang terdiri dari limfosit dan monosit
(Cahyaningsih, et al., 2007). Tingkat kenaikan dan penurunan jumlah
7
leukosit dalam sirkulasi menggambarkan ketanggapan sel darah putih dalam
mencegah hadirnya agen penyakit dan peradangan (Nordenson, 2002).
Parameter penting lainnya adalah gambaran histopatologi hepar. Berdasarkan
Fungsinya sebagai organ detoksifikasi, hepar merupakan organ yang paling
banyak mengakumulasi zat toksik yang masuk dalam tubuh sehingga dapat
dengan mudah terkena efek toksik (Anderson, 1995). Dengan menganalisa
histopatologi suatu organ maka kita dapat menentukan perubahan struktur sel
yang terjadi pada organ tersebut (Dutta, 1996). Menurut Farkas (2004)
proses kerusakan sel hati diawali oleh kerusakan DNA yang kemudian
berlanjut menjadi terjadinya hepato-sitotoksisitas.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian peran dari ekstrak metanol gambir
laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn) dan makroalga merah (Eucheuma
cottonii L.) serta taurin secara in vivo yang diinduksi senyawa karsinogen
benzo(α)piren. Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang efek
dari ekstrak metanol gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn) dan
makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) serta taurin, oleh karena itu perlu
dilakukan uji efek ekstrak metanol gambir laut (Clerodendrum inerme L.
Gaertn) dan makroalga merah (Eucheuma cottonii L.) serta taurin terhadap
mencit jantan (Mus musculus L.) sebagai upaya untuk mengobati penyakit
kanker dan meminimalisir penggunaan obat kemoterapi berbahan kimia.
8
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui peran pemberian ekstrak metanol makroalga merah
(Eucheuma cottonii L.), gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn) dan
taurin terhadap jumlah total leukosit, eritrosit, dan diferensial leukosit pada
mencit (Mus musculus L.) yang telah diinduksi benzo(α)piren
2. Mengetahui peran pemberian ekstrak metanol makroalga merah
(Eucheuma cottonii L.), gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn) dan
taurin terhadap gambaran histopatologi hepar pada mencit (Mus musculus
L.) yang telah diinduksi benzo(α)piren
3. Mengetahui perbedaan karakterisasi profil protein pada plasma darah
mencit (Mus musculus L.) kontrol, yang diinduksi benzo(α)piren, dan yang
diberi ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottonii L.), gambir
laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn) dan taurin.
9
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai sumber informasi
ilmiah mengenai kemampuan ekstrak metanol makroalga merah
(Eucheuma cottonii L.), daun gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn)
dan taurin yang berpotensi sebagai antikanker dan agen kemoterapi alami.
10
D. Kerangka Pikir
Keterangan : = Menginduksi
= Mengandung/Berkaitan
= Menghambat
ToksikologiLingkungan Karsinogenesis
Eksogen Endogen
Agen kimia : PAH(Benzo(α)piren)
Sistem imun danInflamasi
Sel Normal
Kerusakan DNA
Mutasi genom sel somatik
Aktivasi onkogenPerubahan genyang mengatur
apoptosis
Inaktivasi gensupresorkanker
Agen Kemoterapi Alami Agen Kemoterapi Modern
3. Ekstrak metanol daun gambir laut(Clerodendrum inerme L. Gaertn)
2. Ekstrak metanolmakroalga merah
(Eucheuma cottonii L.)
1. Taurin
Agen Kemoterapeutik
Kurang efektif danmenimbulkan
banyak efek samping
Parameterpenelitian :1. Profil proteinplasma darah2. Jumlah totaleritrosit, leukosit,dan diferensialleukosit3. Gambaranhistopatologihepar
11
E. Hipotesis
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemberian ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottonii L.),
gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn), dan taurin mampu
mereduksi jumlah sel-sel darah abnormal pada darah mencit yang
diinduksi benzo(α)piren sehingga jumlah sel-sel leukosit dan
sel-sel eritrosit kembali normal.
2. Pemberian ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottonii L.),
gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn), dan taurin mampu
memperbaiki kerusakan histopatologi hepar mencit (Mus musculus L.)
yang telah diinduksi benzo(α)piren.
3. Terdapat perbedaan karakterisasi profil protein pada plasma darah
mencit kontrol, yang diinduksi senyawa karsinogen benzo(α)piren, dan
yang diberi ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottoni L.)
dan gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn) serta taurin.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karsinogenesis
Karsinogenesis merupakan proses pembentukan sel karsinoma yang
patogenesisnya secara molekuler merupakan penyakit genetik. Proses ini
terjadi akibat pengaruh dari berbagai faktor (multifaktorial) yang menyerang
tubuh secara bertahap (multistage). Perubahan sel normal menjadi karsinoma
disajikan pada Gambar 1. yaitu melalui 3 tahapan, tahap inisiasi, promosi dan
progresi. Perubahan keganasan melibatkan beberapa gen yaitu onkogen, gen
penekan tumor (tumor supressor gene), gen yang berperan dalam perbaikan
DNA (DNA repair gene), dan gen pengatur apoptosis (Tannock dan Hill,
1998).
Tahap inisiasi diawali dengan kegagalan mekanisme reparasi DNA sehingga
paparan inisiator seperti hormon, radiasi, mutasi spontan dan bahan kimia
mutagenik dapat berakibat pada pertumbuhan sel normal menjadi sel yang
terinisiasi. Pada sel terinisiasi terjadi perubahan urutan nukleotida DNA
protoonkogen sehingga ekspresi gen berubah meskipun jaringan masih
terlihat normal. Tahap inisiasi merupakan proses yang berlangsung cepat dan
bersifat reversibel (Pusztai, 1996 dan Rickwood, 1996).
13
Tahap inisiasi akan berlanjut menjadi tahap promosi apabila sel yang
terinisiasi tadi terpapar oleh promotor seperti faktor pertumbuhan dan infeksi
virus sehingga sel akan berkembang menjadi sel praneoplasi. Pada sel
praneoplasi akan terjadi transformasi urutan DNA sel sehingga ekspresi
protein yang dikode gen tersebut ikut berubah. Tahap promosi ini tidak
terjadi dalam waktu singkat, selain itu juga harus ada paparan promotor yang
terus – menerus. Sebenarnya proses tersebut dapat dihambat oleh anti
onkogen, gen penekan pertumbuhan tumor dan faktor diferensiasi, akan tetapi
apabila faktor – faktor anti karsinogenik gagal melaksanakan fungsinya maka
sel praneoplasi akan menjadi sel tumor in situ (Shengli, 2001).
Sel tumor in situ jika kembali mendapat paparan inisiator akan berkembang
menjadi sel tumor infiltratif yang merupakan tahap akhir karsinogenesis yaitu
tahap progresi. Proses perkembangan menjadi sel tumor infiltratif dihambat
oleh mekanisme apoptosis, faktor diferensiasi, penghambat angiogenesis dan
sistem imun tubuh (Irene, 2005).
Karsinoma adalah suatu penyakit kegagalan mekanisme pengaturan
multiplikasi pada organisme multiseluler sehingga terjadi perubahan yang
tidak terkontrol. Perubahan sel (transformasi) ini disebabkan oleh perubahan
gen di dalam sel. Sel – sel yang telah mengalami transformasi terus menerus
akan berproliferasi dan menekan pertumbuhan sel normal.
Selanjutnya diikuti dengan invasi ke jaringan sekitar dan metastase ke bagian
tubuh lain (Childs, et al., 2002; Tannock, 1998 dan Tjarta, 1996).
14
Gambar 1. Skema karsinogenesis (Garro, 1992)
Onkogen merupakan gen yang berkorelasi dengan terjadinya transformasi
neoplastik. Onkogen ini berasal dari protoonkogen yang mengalami mutasi.
Protoonkogen sendiri merupakan gen yang mengatur proliferasi sel normal.
Perubahan protoonkogen seluler pada aktivasi menjadi onkogen selalu
bersifat mengaktivasi yakni menstimulasi suatu fungsi sel yang
mengakibatkan pertumbuhan dan diferensiasi sel. Walaupun ada sel yang
mengalami pembelahan diri secara tak terkendali, masih belum mengarah
ke bentuk karsinoma, karena sel–sel sekitar akan bereaksi dengan
mengeluarkan zat penghambat pertumbuhan (growth inhibitor).
15
Zat penghambat pertumbuhan ini akan mengikat ke reseptor sel yang
kemudian akan mengirimkan signal ke inti sel, mengaktifkan gen penghambat
pertumbuhan tumor (tumor suppressor gene). Tumor Suppressor Gene
berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan sel, apabila diaktifkan maka akan
menghentikan siklus pembelahan sel, sehingga akan mencegah pembelahan
sel selanjutnya. Apabila tumor suppressor gene malfungsi disebabkan
adanya mutasi, maka sel abnormal yang terus membelah diri tidak dapat
menanggapai pesan growth inhibitor yang dikeluarkan oleh sel sekitarnya
untuk menghentikan pembelahan sehingga terjadi proses malignansi
(Tannock and Hill, 1998). Perubahan sel normal menjadi neoplasma ganas
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hipotesis etiologi dan patogenesis neoplasia (Aziz, 2006)
16
B. Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (benzo(α)piren)
1. Karakterisasi Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH)
PAH adalah senyawa organik yang tersebar luas di alam, tersusun dari
atom hidrogen, karbon, yang tersusun dalam satu atau dua lebih struktur
cincin/aromatik non polar dengan sifat hidrofobik. PAH tertentu ada
yang bersifat karsinogenik, artinya ada yang bersifat kanker.
Senyawa ini dapat menghasilkan tumor pada tikus dalam waktu yang
sangat singkat meskipun hanya sedikit yang dioleskan pada kulitnya.
Efek biologisnya telah diketahui sejak lama, yaitu sejak 1775, ketika
jelaga didefinisikan sebagai penyebab kanker zakar para pembersih
cerobong (Harrold, 2003). Senyawa ini dapat dijumpai di hampir seluruh
kompartemen lingkungan, mulai dari udara, danau, lautan, tanah,
sedimen dan biota (Law, et al., 1997).
2. Karakterisasi benzo(α)piren
Berdasarkan Environmental Protection Agency (EPA) menetapkan 16
jenis PAH yang berbahaya dari 100 jenis PAH yang diketahui yang salah
satu di antaranya adalah benzo(α)piren (Chen, et al., 1996).
Dari beberapa PAH ini yang paling bersifat karsinogen adalah
benzo(α)piren dan benzan trasena (Fassenden, et al., 1982).
Benzo(α)piren yang juga memiliki nama lain benzo[d,e,f]chrysene, 3-4
benzopyrene, 3,4-benzpyrene, benz[a]pyrene, BP atau B[a]P,
17
merupakan salah satu jenis dari PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon)
yang memiliki 5 buah cincin alkil aromatik, berat molekul 252,3, dan
rumus kimia C20H12 (Gambar 3). Bentuk padatan atau kristal dari
benzo(α)piren berwarna kuning pucat yang dapat meleleh pada suhu
179-179,3 oC dan titik didihnya pada suhu 310-312 oC
(ToxProbe Inc, 2010).
Gambar 3. Cincin aromatik benzo(α)piren (Terzi et al., 2008)
Benzo(α)piren yang terdapat di lingkungan dapat masuk ke dalam tubuh
makhluk hidup melalui cara dihirup (inhalated) atau diserap (absorbed)
melalui kulit, dan dimakan (ingested), sesuai dengan habitat makhluk
hidup (Faust dan Reno, 1994; Brown, et al., 2009). Pada manusia,
benzo(α)piren yang terdapat di udara dan asap (asap rokok, kendaraan,
pembakaran) akan terhirup bersama dengan udara, sedangkan
benzo(α)piren yang berada dalam kandungan makanan akan masuk
dalam tubuh melalui sistem pencernaan.
Proses metabolisme benzo(α)piren diawali dengan pengoksidasian oleh
cytochrome P450, yaitu kelompok enzim yang berfungsi mengkatalis dan
mengoksidasi substansi organik, menjadi berbagai macam produk.
18
Produk yang dihasilkan oleh cytochrome P450 adalah phenol, seperti
Benzo[a]pyrene 7,8-oxide kemudian mengalami metabolisme dengan
bantuan Epoxide hydrolase (bagian kelompok cytochrome P450 yang
berfungsi untuk detoksifikasi selama terjadi metabolisme obat).
Epoxide hydrolase membuka cincin epoxide pada benzo[a]pyrene
7,8-oxide dan mengubahnya menjadi bentuk transdihydrodiol
(benzo[a]pyrene 7,8-trans-diol), sehingga dapat diekskresikan dari dalam
tubuh. Pada metabolisme dalam sel, benzo[a]pyrene 7,8-trans-diol,
9,10-oxide berinteraksi dengan guanine residue DNA. Mutagenic diol
epoxide ini masuk ke dalam reticulum endoplasma atau ke nucleus dan
berinteraksi dengan DNA, sehingga menyebabkan struktur kimia DNA
berubah (DNA adducts) (Walker, 2009).
Proses metabolisme dan distribusi benzo(α)piren dalam tubuh terjadi
secara bertahap dan dalam waktu yang relatif berbeda untuk tiap jenis
makhluk hidup. Penelitian pada tikus, menunjukkan proses distribusi
benzo(α)piren bertahap yang berlangsung cepat. Benzo(α)piren masuk
melalui proses inhalation, dan secara berurutan ditemukan dalam kadar
yang tinggi pada liver, esophagus, usus kecil, dan mencapai darah 30
menit setelah pemaparan (Feust dan Reno, 1994). Secara terperinci,
dalam 5 menit presentase kandungan benzo(α)piren dalam tiap organ dan
jaringan tubuh tikus adalah paru-paru (59.5%), carcass (14.4%), liver
(12.5%), darah (3.9%), dan usus (1.9%). Pada menit ke 60, prosentase
tersebut menjadi paru-paru (15.4%), carcass (27.1%), liver (15.8%),
19
darah (1.6%), dan usus (9.9%). Keberadaan benzo(α)piren dalam organ-
organ tersebut berikatan dengan DNA secara kimiawi dan menganggu
proses replikasi DNA.
C. Tanaman yang bersifat antikanker
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang terletak di
kawasan tropis, merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati
laut tertinggi (megabiodiversity) di dunia dengan sekitar 40.000 jenis
tumbuhan sebagai unsur floranya (Gudbjarnason, 1999). Oleh karena itu
potensi pengembangan obat anti kanker di wilayah pesisir penting dilakukan.
Upaya mengatasi penyakit kanker diantaranya adalah mengembangkan obat
dari tumbuhan yang mengandung senyawa antikanker. Pengembangan obat
kanker dari tanaman ini dipandang memiliki beberapa keuntungan, seperti
biaya yang lebih murah, mudah didapat dan efek samping relatif sedikit
(Depkes RI, 2008). Beberapa tanaman yang telah diteliti memiliki potensi
untuk dikembangkan sebagai agen kemoterapi di wilayah pesisir adalah
makroalga (rumput laut) dan daun mangrove.
20
1. Biologi makroalga merah (Eucheuma cottonii L.)
1.1 Klasifikasi
Menurut Tjitrosoepomo (2011), sistematika makroalga merah adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solieriaceae
Marga : Eucheuma
Jenis : Eucheuma cottonii L.
Gambar 4. Morfologi makroalga merah(Eucheuma cottonii L.) (dokumentasi pribadi)
1.2 Deskripsi
Makroalga merah E. cottonii mempunyai ciri-ciri yaitu thallus
silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul,
ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berwarna coklat kemerahan,
cartilageneus (menyerupai tulang rawan atau muda), percabangan
bersifat alternates (berseling), tidak teratur serta dapat bersifat
dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus
21
(sistem percabangan tiga-tiga) (Gambar 4.). E. cottonii memerlukan
sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut
jenis ini hanya mungkin dapat hidup pada lapisan fotik, yaitu pada
kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya.
Di alam, jenis ini biasanya hidup berkumpul dalam satu komunitas
atau koloni (Anggadiredjo, 2006).
1.3 Kandungan nutrisi
Makroalga merah E. cottonii mengandung karbohidrat, protein,
sedikit lemak, dan abu. Selain itu juga merupakan sumber vitamin,
seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12, dan vitamin C, serta
mengandung mineral seperti K, Ca, P, Na, Fe, dan Iodium
(Istini, 1986). Komposisi kimia rumput laut E. cottoni dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia makroalga merah (Eucheuma cottonii)
Komposisi Jumlah
AirProteinLemakKarbohidratSerat KasarAbuCaFeRiboflavinVitamin CKaragenan
12,90 %5,12 %0,13 %13,38 %1,39 %14,21 %52,82 ppm0,11 ppm2,26 mg/100 g4,00 mg/100 g65,75 %
Sumber: Istini (1986)
22
1.4 Senyawa bioaktif
Fraksi protein dari E. cottonii memiliki aktivitas terkuat sebagai
antikanker terdapat pada fraksi 40-60% dengan nilai LC50 sebesar
91,83 μg/mL terhadap larva udang Artemia salina Leach dan nilai
IC50 sebesar 74,13 μg/mL terhadap sel zigot bulu babi Tripneustes
gratilla Linn. Makroalga merah E. cottonii potensial sebagai bahan
antikanker (Ismail, et al., 2013).
Bioaktivitas ekstrak alga merah E. cottonii cenderung bersifat
bakteriostatik (Dwyana, 2013). Selain mengandung karagenan yang
merupakan senyawa metabolit primer, rumput laut juga memiliki
senyawa metabolit sekunder (Shanmugan dan Mody, 2002).
Kandungan metabolit primer seperti vitamin, mineral, serat alginate,
keragenan dan agar banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik
untuk pemeliharaan kulit. Selain kandungan primernya bernilai
ekonomis, kandungan metabolit sekunder dari rumput laut berpotensi
sebagai produser metabolit bioaktif yang beragam dengan aktivitas
yang sangat luas sebagai antibakteri, antivirus, antijamur, dan
sitostatik (Zainuddin, 2009).
Maharany, et al. (2017) melaporkan kandungan vitamin E pada
E. cottonii 158,07 ppm, nilai IC50 ekstrak metanol
106,021 ppm dan terdapat beberapa senyawa fitokimia antara lain
flavonoid, fenol hidrokuinon dan triterpenoid.
23
2. Biologi tumbuhan gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn)
2.1 Klasifikasi
Menurut Tjitrosoepomo (2011), sistematika daun gambir laut adalah
sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Lamiales
Suku : Verbenaceae
Marga : Clerodendrum
Jenis : Clerodendrum inerme L. Gaertn
Gambar 5. Morfologi gambir laut (C. inerme)(dokumentasi pribadi)
2.2 Deskripsi
C. inerme merupakan tanaman belukar, menjalar melebar
di permukaan tanah, dengan ketinggian kurang dari 2 m dan morfologi
nya dapat dilihat pada Gambar 5.
24
C. inerme adalah tanaman tropis yang tersebar luas, terutama
ditemukan di India, Nepal, Bangladesh, Sri Lanka, Asia Tenggara dan
Mediterania.
1. Daun
Hijau tua mengkilap di bagian atas, kaku dan tertekuk ke dalam.
Unit dan letak sederhana dan berlawanan. Bentuknya elips dan bulat
memanjang. Ujungnya meruncing dengan ukuran panjang 3-4 cm.
2. Bunga
Berbentuk lonceng. Letak bunga di ketiak daun. Formasi
berkelompok (3 bunga per kelompok). Daun mahkota ada 5, putih
bersih, bagian bawahnya bertangkai panjang. Kelopak bunga
berwarna hijau dan jaraknya agak jauh dari daun mahkota. Benang
sarinya terjurai sangat panjang jika dibandingkan dengan mahkota
bunganya,warnanya merah keunguan.
3. Buah
Berbentuk bulat telur, dengan warna hijau hingga kecoklatan,
permukaannya seperti kulit, mengkilat dan berdaging. Ukuran
diameter buah 7-10 mm (Noor, et al., 1999).
2.3 Senyawa bioaktif
Tanaman genus Clerodendrum digunakan dalam pengobatan
tradisional oleh berbagai suku yang tersebar di Asia dan Afrika.
Secara empiris tanaman genus Clerodendrum digunakan untuk
pengobatan rematik, asma, inflamasi, batuk, infeksi serofulous,
25
penyakit kulit, penurun demam, penyakit beriberi, diabetes, hipertensi,
jaundice, tifoid, sifilis, tumor, ascariasis, gonoroe, dispepsia, dan batu
ginjal. Tanaman genus Clerodendrum memiliki efek sedatif,
astringensia, diuretik, antibakteri, dan dapat digunakan sebagai
antidotum keracunan ikan.
Berdasarkan hasil penelitian secara in vitro maupun menggunakan
hewan uji, tanaman genus Clerodendrum memiliki potensi sebagai
antiinflamasi, antidiabetes, antimalaria, antivirus, antihipertensi,
hipolipidemik, antioksidan (Shrivastava dan Patel, 2007).
Kandungan kimia dalam tanaman genus Clerodendrum terdiri atas
golongan steroid, terpen, flavonoid, konstituen volatil, glikosida
cianogenik, fenolik, karbohidrat, ribosome-inactivating protein,
pheophorbide sitotoksik (Shrivastava dan Patel, 2007), saponin
(van Valkenburg dan Bunyapraphatsara, 2002). Sebanyak 53 senyawa
fitokima yang terkandung dalam tanaman genus Clerodendrum diuji
secara simulasi penambatan molekul (molecular docking simulation)
pada 18 target protein kanker yang potensial. Hasil simulasi
menyimpulkan bahwa lima senyawa yaitu apigenin 7-glucoside,
hispidulin, scutellarein-7-O-beta-D-glucuronate, acteoside dan
verbascoside memiliki potensi berikatan dengan target protein kanker
dan menimbulkan efek terapi.
26
Interaksi ikatan maksimum dengan 17 target obat kanker ditunjukan
oleh apigenin 7-glucoside dan hispidulin (Gogoi, et al., 2017).
Tanaman genus Clerodendrum secara tradisional dimanfaatkan
sebagai antitumor (Patel, et al., 2007).
2.4 Efek farmakologis
C. inerme termasuk keluarga Verbenaceae, mengandung banyak
metabolit aktif biologis, termasuk glikosida jantung, antrakuinon,
protein, fenolik, flavonoid, saponin, tanin, iridoid, diterpenes,
triterpen, sterol, steroid, karbohidrat, minyak tetap, minyak atsiri dan
lignin. Serta memiliki efek farmakologis seperti antiinflamasi,
analgesik, antipiretik, saraf dan otot polos efek, antimikroba,
antidiabetes, antioksidan, antiparasit, insektisida, anti alergi,
antikanker, pelindung dan banyak efek farmakologis lainnya
(Al-Snafi, 2016).
Pemberian oral ekstrak air daun C. inerme (500 mg/kg) mampu
mengurangi kejadian, volume, beban dan jumlah tumor dari
karsinoma sel skuamosa oral (intra bukal) pada hamster golden Syrian
yang diinduksi 7,12-dimethylbenz(a)anthracene (DMBA)
(Manoharan et al., 2006). Ekstrak etanol daun C. inerme (300 mg/kg)
secara signifikan mencegah kejadian tumor, menurunkan volume dan
beban tumor kulit pada mencit Swiss yang diinduksi DMBA
(Renju, et al., 2007). Potensi antikanker ekstrak etanol daun C.
27
inerme diuji pada Human Lung Adenocarcinoma Epithelial (A549)
Cell Line (Kalavathi dan Sagayagiri, 2016),
Human Cervical Carcinoma (HeLa) Cell Line dan Liver Cancer
(HepG2) Cell Line, dengan menggunakan metode MTT. Nilai IC50
untuk ketiga sel kanker tersebut adalah 15,6 μg/ml.
Efek kemopreventif C. inerme melalui mekanisme modulasi
peroksidasi lipid dan aktivitas antioksidan
(Manoharan, et al., 2006; Renju, et al., 2007).
3. Biologi Taurin
Taurin (2-aminoethanesulfonic acid) (Gambar 6.) merupakan asam
organik turunan dari asam amino sistein yang mengandung sulfur
(sulfihidril). Taurin dapat disintesis didalam tubuh, juga dapat
didapatkan dari diet, khususnya dari daging dan ikan
(Fredholm, et al., 1999). Tidak seperti asam amino lainnya, taurin tidak
digunakan dalam sintesis protein pada tubuh manusia, tetapi sebagian
besar ditemukan sebagai asam amino bebas atau peptida sederhana yang
terlarut dalam sitosol sel darah putih, cairan otot rangka, otot jantung dan
syaraf (Huxtable, 1992).
3.1 Fungsi secara umum
Taurin paling melimpah ditemukan di otak, retina, jaringan otot, dan
organ di seluruh tubuh. Taurin berfungsi dalam sistem saraf pusat,
dari pengembangan ke sitoproteksi, dan defisiensi taurin dikaitkan
28
dengan kardiomiopati, disfungsi ginjal, kelainan perkembangan, dan
kerusakan parah pada neuron retina. Semua jaringan okular
mengandung taurin, dan analisis kuantitatif ekstrak jaringan mata
dari mata tikus mengungkapkan bahwa taurin adalah asam amino
yang paling melimpah di retina, vitreous, lensa, kornea, iris, dan
tubuh siliaris. Dalam retina, taurin sangat penting untuk
pengembangan fotoreseptor dan bertindak sebagai sitoprotektan
terhadap kerusakan saraf terkait stres dan kondisi patologis lainnya
(Ripps dan Shen, 2012).
Fungsi secara umumnya yakni menstabilkan membran sel,
memelihara sel-sel otak dan sel-sel saraf lainnya, meningkatkan
fungsi kognitif, membantu pergerakan ion kalium, natrium, kalsium
dan magnesium keluar masuk sel, sehingga ikut berperan dalam
penghantaran impuls sel saraf (Lombardini, 2002).
Gambar 6. Taurin (Strange dan Jackson, 1997)
29
3.2 Fungsi secara khusus (antikarsinogenik)
Adapun beberapa fungsi khusus dalam peranannya sebagai
antikarsinogenik antara lain berperan dalam detoksifikasi xenobiotik
tertentu (Huxztable, 1996). Menghambat signifikan terhadap
proliferasi sel, dan mampu menginduksi apoptosis pada sel human
hepatocellular carcinoma (HHCC) HepG2, mengontrol berbagai
perubahan biokimia yang terjadi selama proses penuaan dan
kerusakan sel oleh radikal bebas, serta melindungi sel-sel tubuh dari
kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas (Xia Zang, et al.,
2008; Tabassum, et al., 2006 dan Shuo Tu, et al., 2015).
D. Biologi mencit (Mus musculus L.)
1. Klasifikasi
Menurut Tjitrosoepomo (2011), mencit diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Bangsa : Rodentia
Suku : Muridae
Marga : Mus
Jenis : Mus musculus L.
30
Gambar 7. Morfologi mencit (Mus musculus L.)(dokumentasi pribadi)
2. Deskripsi
Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah
mengalami pembiakan secara selektif. Hewan ini termasuk hewan yang
bertulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam
subphylum vertebrata dan kelas mamalia (Priyambodo, 2003).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Morfologi
mencit disajikan pada Gambar 7. Mencit memiliki karakter lebih aktif di
malam hari daripada siang hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh
beberapa faktor , diantaranya faktor internal seperti seks, perbedaan umur,
hormon, kehamilan, dan penyakit. Faktor eksternal seperti makanan,
minuman, dan lingkungan disekitarnya
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).
31
Pada umur 4 minggu berat badannya mencapai 18-20 gram. Jantung
terdiri dari 4 ruang dengan dinding atrium tipis dan dinding ventrikel tebal.
Mencit yang paling banyak digunakan untuk tujuan penelitian medis
karena mudah berkembang biak (Kusumawati, 2004). Data biologi mencit
secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data biologi mencit
Sumber : Kusumawati (2004)
E. Darah
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit (Baldy, 2006). Darah berfungsi penting dalam
sirkulasi. Fungsi darah adalah sebagai alat transportasi oksigen,
karbondioksida, zat gizi, dan sisa metabolisme, mempertahankan
keseimbangan asam basa, mengatur cairan jaringan dan cairan ekstra sel,
mengatur suhu tubuh, dan sebagai pertahanan tubuh dengan mengedarkan
antibodi dan sel darah putih (Goorha, et al., 2003).
Kriteria Jumlah
Berat badan (jantan)Lama hidupTemperatur tubuhKebutuhan airKebutuhan makanPubertasGlukosaKolesterolSGOTSGPT
20-40 gram1-3 tahun36,50CAd libitum4-5 gram/hari28-49 hari62,8-176 mg/dL26-82,4 mg/dL23,2-48,4 IU/I2,10-23,8 IU/I
32
Darah terdiri atas 2 bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Volume darah
secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan. Sekitar 55% adalah
plasma darah, sedangkan 45% sisanya terdiri dari sel darah.
Sel darah terdiri atas 3 jenis yaitu eritrosit yang tampak merah karena
kandungan hemoglobinnya, sel darah putih atau leukosit
dan trombosit (keping-keping darah) yang merupakan keping-kepingan halus
sitoplasma (Pearce, 2006).
1. Sel darah merah (eritrosit)
Morfologi normal sel darah merah (eritrosit) bervariasi tergantung kepada
spesies. Eritrosit mamalia tidak berinti sedangkan eritrosit bangsa
camellidae, reptil, dan aves memiliki inti. Bentuk oval dan bikonkaf dari
eritrosit berfungsi sebagai pertukaran oksigen (Weiss and Wardrop, 2010).
Sel darah merah mencit mempunyai ketebalan sel 2,1-2,13 µm dan
diameter rata-rata 6,2 µm atau sekitar 5,7-7 µm. Waktu hidup sel darah
mencit adalah sekitar 43 hari. Sel darah merah terdiri sekitar 20% air,
40% protein, 35% lemak, dan 6% karbohidrat (Weiss and Wardrop, 2010).
Fungsi utama dari sel darah merah adalah untuk mengangkut HbO
membawa oksigen ke jaringan. Membran permeabel yang menutupi
komponen sel darah merah terbuat dari lipid, protein, dan karbohidrat.
Perubahan komposisi lipid membran dapat menghasilkan bentuk sel darah
merah yang abnormal. Ketidaknormalan membran protein juga mungkin
menghasilkan bentuk tidak normal dari sel darah merah.
33
Jumlah eritrosit (RBC) sering digunakan untuk menegakkan diagnosa
mengenai penyebab anemia (Thrall, 2004). Secara mikroskopis sel-sel
darah merah normal mencit disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Sel-sel darah merah normal mencit secaramikroskopis (Vidinsky, 2011)
2. Sel darah putih (leukosit)
Leukosit memiliki peranan sebagai pertahanan seluler dan humoral
organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat meninggalkan kapiler
dengan menerobos antara sel-sel endotelium dan menembus ke dalam
jaringan penyambung (Effendi, 2003).
Terdapat 6 macam sel darah putih yang secara normal ditemukan dalam
darah yaitu neutrofil polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, basofil
polimorfonuklear, monosit, limfosit dan kadang-kadang sel plasma
(Gambar 9.).
Sel-sel polimorfonuklir seluruhnya mempunyai gambaran granular
sehingga disebut granulosit. Granulosit dan monosit melindungi tubuh
34
terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya yaitu
melalui fagositosis. Fungsi pertama sel limfosit dan sel-sel plasma
berhubungan dengan sistem imun (Ganong, 2002).
Leukosit tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoeboid
dan dapat menembus dinding kapiler. Jumlah normal 4 × 109
hingga 11 × 109 sel leukosit dalam satu liter darah manusia dewasa yang
sehat atau sekitar 7000 - 25000 sel per tetes (Harahap, 2008).
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah
putih. Dilihat di bawah mikroskop sitoplasmanya sel darah putih
mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup
berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk
inti yang bervariasi. Sedangkan yang tidak mempunyai granula
sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal.
Granula dianggap spesifik bila secara tetap terdapat dalam jenis leukosit
tertentu dan pada sebagian besar prekursor (Effendi, 2003).
Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi di
jaringan limfa. Di bawah berbagai kondisi abnormal, jumlah total
mungkin meningkat atau menurun atau proporsinya yang relatif berubah.
Perhitungan diferensial leukosit menggambarkan persentase tiap jenis
leukosit dari total jumlah leukosit. Gambaran persentase tersebut dapat
35
digunakan untuk mengetahui jenis penyakit yang terdapat pada tubuh
individu (Fischbach dan Marshall, 2009).
Gambar 9. Diferensiasi sel darah putih (leukosit) mencit(Mus musculus L.)Keterangan : a. Neutrofil b. Eosinofil c. Basofil d. Limfosite. Monosit mencit (Perbesaran 100x)(Weiss and Wardrop, 2010)
3. Keping Darah (Trombosit)
Trombosit adalah sel darah yang berperan penting dalam hemostasis.
Trombosit melekat pada lapisan endotel pembuluh darah yang robek
(luka) dengan membentuk plug trombosit. Umur trombosit sekitar 10 hari.
Trombosit tidak mempunyai inti sel, berukuran 1 – 4 µ, dan sitoplasmanya
berwarna biru dengan granula ungu-kemerahan. Trombosit merupakan
derivate dari megakariosit, berasal dari fragmen-fragmen sitoplasma
megakariosit. Jumlah trombosit 150.000 – 350.000/mL darah. Granula
trombosit mengandung faktor pembekuan darah, adenosine difosfat
(ADP), dan adenosine trifosfat (ATP), kalsium, serotonin, serta
36
katekolamin. Sebagian besar di antaranya berperan dalam merangsang
mulainya proses pembekuan darah (Kiswari, 2014).
F. Plasma Darah
Plasma darah adalah campuran protein anion kation yang sangat kompleks.
Plasma protein terdiri dari beberapa kelompok. Kelompok pertama yaitu
kelompok protein yang dapat menyediakan nutrisi sel-sel, kelompok kedua
yaitu kelompok protein yang terlibat dalam transport bahan kimia lainnya
termasuk hormon, mineral, dan intermediet dan yang terakhir adalah
kelompok protein yang berkaitan dengan pertahanan terhadap penyakit.
Plasma didapat dengan mencampurkan darah segar dengan antikoagulan dan
disentrifugasi, maka supernatan nya adalah plasma (Williams, 1982).
Protein plasma yang telah diidentifikasi dan mempunyai jumlah 70% dari
darah adalah albumin, globulin, dan fibrinogen. Jumlah plasma darah yaitu
55-70 % total darah. Hati mensintesa dan melepaskan lebih dari 90% protein
plasma (Martini, et al., 1992). Selain protein, plasma darah juga mengandung
air. Interaksi antara protein yang ada dalam plasma dan molekul protein yang
mengelilinginya membuat plasma relatif lengket, kohesif dan tetap mengalir.
Sifat ini menentukan viskositas cairan.
Diagnosa biokimia klinis, monitoring kesehatan dan nutrisi suatu organisme,
serta mengungkap gangguan kesehatan yang bersifat subklinis, dapat
37
dilakukan dengan menganalisis metabolit darah, konsentrasi protein total dan
fraksi albumin dan globulin serum darah. Peningkatan atau penurunan
konsentrasi protein total dianggap sebagai suatu abnormalitas yang terjadi
pada tubuh suatu organisme (Franca, et al., 2011 dan Irfan, et al., 2014).
Beberapa penelitian mengenai perubahan profil protein plasma darah akibat
paparan zat toksik telah banyak dilakukan, diantaranya paparan asap rokok
kronis pada tikus menyebabkan perubahan ekspresi protein pada profil
protein plasma darah tikus yang menunjukkan adanya perkembangan
penyakit kardiovaskular dan pulmonal (Tewari, et al., 2011).
Penelitian lainnya yang dilakukan Sa’adah, et al. (2016), bahwa terdapat
perubahan profil protein plasma darah mencit yang diinduksi karsinogenik
benzo(α)piren, dimana terlihat adanya penambahan dua pita protein baru
dibandingkan kontrol. Pita tersebut berkaitan dengan protein yang dihasilkan
oleh hepar sebagai penanda adanya infeksi dan protein yang dihasilkan oleh
sel kanker osteosarkoma.
G. Hepar
1. Anatomi dan Fisiologi Hepar
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan
atas rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena
kaya akan persediaan darah (Sloane, 2004). Beratnya 1200-1800 gram,
38
dengan permukaan atas terletak bersentuhan dibawah diafragma,
permukaan bawah terletak bersentuhan diatas organ-organ abdomen.
Hepar terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan (Gambar 10.) yang
dipisahkan oleh ligamentum falciforme, diinferior oleh fissura yang
dinamakan dengan ligamentum teres dan diposterior oleh fissura yang
dinamakan ligamentum venosum (Hadi, 2002).
Gambar 10. Anatomi Hepar Normal Mencit (De Godoy JL, 2000).Keterangan : 1. infrahepatic vena cava; 2. portal vein; 3.suprahepatic vena cava
Hepar merupakan komponen sentral sistem imun. Tiap-tiap sel hepar
atau hepatosit mampu melaksanakan berbagai tugas metabolik,
kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanakan oleh makrofag residen atau
yang lebih dikenal sebagai sel Kupffer (Sherwood, 2001). Selain sekresi
empedu, hati juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal
berikut :
1. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,
protein) setelah penyerapan mereka dari saluran cerna.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan
3
39
senyawa asing lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang
penting untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon
tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan
ginjal.
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang.
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang merupakan produk penguraian
yang berasal dari pemecahan sel darah merah yang sudah usang.
2. Histologi Hepar
Sel–sel yang terdapat di hepar antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer (memfagosit eritrosit tua,
hemoglobin dan mensekresi sitokin) dan sel ito (sel penimbun lemak).
Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hepar dan membentuk
lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata (Gambar 11.). Celah
diantara lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid
hepar (Junquiera, et al., 2007). Sinusoid hepar merupakan suatu saluran
yang berliku dan melebar dengan diameter tidak teratur. Darah yang
berada di sinusoid hepar berasal dari cabang terminal vena porta dan arteri
hepatika. Aliran darah ini membawa darah kaya nutrisi dari saluran
pencernaan dan darah kaya oksigen dari jantung
(Junqueira, et al., 2007; Eroschenko, 2010).
40
Gambar 11. Gambaran mikroskopik dengan perbesaran 30xhepar manusia (Eroschenko, 2010)
3. Histopatologi Hepar
Bentuk kerusakan pada hepar meliputi kerusakan struktur maupun
kerusakan fisiologis (Xiaoyue, et al., 2007). Jejas sel dalam hepar dapat
bersifat reversibel atau ireversibel (Chandrasoma dan Taylor, 2001). Jejas
sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu
lama atau terlalu berat.
a. Jejas reversibel
1. Pembengkakan Sel
Pembengkakan merupakan manifestasi pertama yang ada hampir
pada semua bentuk jejas sel, sebagai akibat pergeseran air
ekstraseluler ke dalam sel, akibat gangguan pengaturan ion dan
volume karena kehilangan ATP.
41
2. Perlemakan Hepar
merupakan akumulasi trigliserida dalam sel‒ sel parenkim hepar.
Akumulasi timbul pada keadaan berikut:
a. Peningkatan mobilisasi lemak jaringan yang menyebabkan
peningkatan jumlah asam lemak yang sampai ke hepar.
b. Peningkatan kecepatan konversi dari asam lemak menjadi
trigliserida di dalam hepar karena aktivitas enzim yang terlibat
meningkat.
c. Penurunan oksidasi trigliserida menjadi asetil‒ koA dan
penurunan bahan keton.
d. Penurunan sintesis protein akseptor lipid.
b. Jejas Ireversibel
1. Nekrosis
Nekrosis sel dapat terjadi langsung atau dapat mengikuti
degenerasi sel. Gambaran mikroskopik dari nekrosis dapat
berupa gambaran piknosis, karioreksis, dan kariolisis.
Berdasarkan lokasinya nekrosis terbagi menjadi tiga yaitu
nekrosis fokal, nekrosis zona, nekrosis submasif (Robbins, et al.,
2007).
2. Fibrosis
Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang
merupakan respon dari cedera akut atau kronik pada hepar
(Robbins, et al., 2007).
42
H. SDS-PAGE 1-D
1. Dasar teori Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik yang digunakan untuk memisahkan dan
memurnikan suatu makromolekul khususnya protein dan asam nukleat
berdasarkan perbedaan ukuran. Elektroforesis merupakan metode yang
paling banyak dipakai saat ini dalam percobaan biokimia dan biologi
molekuler (Magdeldin, 2012).
2. SDS-PAGE
Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-
PAGE) adalah suatu teknik pemisahan molekul protein berdasarkan
perbedaan berat masing-masing.
Prinsip dari SDS PAGE adalah dengan memanfaatkan perbedaan
kemampuan migrasi masing-masing molekul protein. Kemampuan
migrasi tiap molekul akan berbeda disebabkan perbedaan berat molekul
protein (Davis, 1994 dan Campbell dkk, 2002).
SDS-PAGE menggunakan gel berupa gel poliakrilamid. Sifat dari gel
agarosa non- toxic sementara pada gel poliakrilamid adalah neurotoxic
atau bersifat racun. Komponen yang digunakan dalam SDS-PAGE antara
lain adalah SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) dan gel poliakrilamid
(Seidman dan Moore, 2000).
43
SDS merupakan sejenis detergen yang berfungsi mendenaturasikan
protein, memberikan muatan negatif pada protein, dan molekul hidrofobik
(tidak suka air) (Seidman dan Moore, 2000).
Metode SDS PAGE dimanfaatkan untuk mendenaturasi protein menjadi
bentuk yang lebih sederhana, mengubah molekul menjadi bermuatan
negatif. Gel poliakrilamid terbentuk dari hasil polimerasi monomer
akrilamid dan bisakrilamid. Polimerisasi tersebut diinisiasi oleh amoniun
persulsat (APS) yang dapat membentuk radikal bebas (Martin, 1996).
Sistem buffer terdiri dari continous system dan discontinuous system .
Continous system menggunakan satu jenis gel yaitu menggunakan
resolving gel, sementara discontinous system menggunakan dua jenis gel
berupa resolving gel dan stacking gel. Stacking gel berfungsi untuk
menahan sementara agar sampel bermigrasi pada waktu yang bersamaan.
Resolving gel berfungsi untuk memisahkan molekul-molekul yang ada
berdasarkan berat molekulnya. (Boyer, 1993).
Perwarnaan atau staining pada gel juga merupakan bagian dari teknik
SDS-PAGE. Pewarnaan gel pada teknik SDS-PAGE terdiri dari commasie
blue staining dan silver salt staining. Commasie blue straining adalah
pewarna tekstil trifenilmetana, dan lebih sering digunakan di dalam teknik
SDS PAGE. Commasie blue straining banyak beberapa kelebihan yaitu
harga yang relatif murah, mengikat protein secara spesifik, bekerja cepat.
44
Silver salt staining memiliki kelebihan yaitu hasilnya lebih akurat jika
dibandingkan coomassie blue staining. Kekurangan silver salt staining
yaitu harga yang lebih mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama
(Boyer, 1993). Aplikasi metode SDS-PAGE pada gel polyacrilamide
disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Aplikasi metode SDS-PAGE pada gel polyacrilamide
(Hemes, 1998)
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung untuk
pembuatan larutan taurin, ekstrak makroalga, dan pembedahan hewan uji
(mencit). Pemeliharaan mencit, dan pemberian perlakuan seperti
menginduksi mencit dengan benzo(α)piren, pemberian taurin, dan pemberian
ekstrak makroalga dilaksanakan di Laboratorium MIPA Terpadu, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Analisis
profil protein plasma darah mencit dengan metode Elektroforesis SDS-PAGE
dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Balai Veteriner Lampung dan Balai
Besar Penelitian Veteriner Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan
November-Desember 2018.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pembuatan ekstrak makroalga dan tumbuhan
gambir laut adalah oven pengering, aluminium foil, blender, rotary
evaporator, beaker glass, gelas ukur, rak tabung reaksi dan tabung reaksi,
46
erlenmeyer, corong, pipet volume, pipet tetes, kertas saring, dan neraca
analitik. Alat yang digunakan untuk menyuntikkan benzo(α)piren pada mencit
adalah jarum suntik, sedangkan sonde lambung digunakan untuk
mencekokkan taurin pada mencit. Sterilisasi jarum suntik digunakan panci
dan pemanas air. Alat yang digunakan untuk perhitungan sel darah mencit
adalah kamar hitung, mikroskop, blood counter tabulator, tutup glass counter,
haemositometer, tabung EDTA, gunting, pipet tetes, plat tetes, pisau, alat tulis,
penggaris dan kamera untuk dokumentasi. Serta object glass dan pipet Thoma
untuk meletakkan sediaan darah. Untuk pembuatan dan pengamatan preparat
digunakan glass object, cover glass, dan mikroskop. Untuk pemeliharaan
mencit digunakan 30 unit kandang mencit berupa bak segi empat berbahan
plastik berukuran masing-masing 20x30 cm dengan penutup anyaman kawat.
Masing-masing bak kandang diberi tempat pakan dan botol untuk tempat
minum. Untuk pembedahan mencit digunakan seperangkat alat bedah seperti
gunting bedah dan pinset, serta neraca analitik untuk menimbang berat badan
mencit, senyawa taurin, dan benzo(α)piren. Untuk uji SDS-PAGE digunakan
seperangkat alat Elektroforesis SDS-PAGE (Invitrogen) dan estimasi protein
digunakan alat ELISA Reader.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan uji berupa mencit
jantan (Mus musculus L.) berumur 3 bulan dengan berat badan ± 30-40 g,
pelet pakan mencit, air mineral untuk minuman mencit dan pelarut taurin,
senyawa taurin, benzo(α)piren (SIGMA), minyak jagung untuk pelarut
47
benzo(α)piren, metanol untuk ekstraksi makroalga, daun mangrove, dan bahan
untuk uji fitokimia adalah kloroform, pereaksi Mayer, KI, akuades,
serbuk Mg, HCL pekat, asam asetat glasial dan H2SO4 pekat. Beberapa bahan
yang digunakan untuk uji SDS-PAGE adalah TGX Stain-Free™ FastCast™
Acrylamide Kit 12%, APS, TEMED, Precision Plus Protein™ Standards,
Laemmli Buffer Sample dan β-Mercaptoethanol, 10x Tris/Glycine/SDS
Electrophoresis Buffer, Commasie blue, serta larutan destainer.
C. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Adapun rancangan pada penelitian ini adalah bersifat eksperimental
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5
kelompok perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri atas 5
ulangan. Berikut adalah uraian dari masing-masing kelompok perlakuan :
1. Kelompok I : Kelompok kontrol negatif yang diberi pakan
standar hingga akhir penelitian dan tidak diberi
perlakuan apapun.
2. Kelompok II : Kelompok kontrol positif yang diinduksi
benzo(α)piren selama 10 hari dengan tanpa diberi
bahan uji.
3. Kelompok III : Kelompok yang diinduksi benzo(α)piren selama
10 hari, kemudian diberi taurin dosis 15,6
mg/ekor/hari selama 15 hari.
48
4. Kelompok IV : Kelompok yang diinduksi benzo(α)piren selama
10 hari, kemudian diberi ekstrak metanol
makroalga merah (Eucheuma cottonii) dosis
14,7 mg/ekor/hari selama 15 hari.
5. Kelompok V : Kelompok yang diinduksi benzo(α)piren selama
10 hari, kemudian diberi ekstrak metanol daun
gambir laut (Clerodendrum inerme) dosis
10,5 mg/ekor/hari selama 15 hari.
2. Populasi Penelitian
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah mencit jantan
(Mus musculus L.) yang diperoleh dari BPPV Regional III Bandar
Lampung. Pemilihan mencit jantan sebagai hewan uji dikarenakan sistem
imun pada mencit jantan cenderung lebih tidak dipengaruhi oleh hormon
reproduksi. Hal ini disebabkan karena kadar hormon estrogen pada mencit
jantan relatif rendah dibanding mencit betina. Mencit betina sangat rentan
terjadi stres sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar estrogen yang
berefek imunostimulasi dan dapat mengaburkan efek stres bising terhadap
hormon-hormon stres yang mempunyai efek imunodepresi, dihasilkan oleh
aksis HPA dan sistem SMA seperti kortisol dan adrenalin
(Astutik, 2014).
49
3. Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi
mencit jantan (Mus musculus L.) yang diperoleh dari BPPV Regional III
Bandar Lampung dengan kualifikasi sebagai berikut :
a. Mencit jantan yang sehat
b. Mencit jantan berusia ± 2-3 bulan
c. Mencit jantan dengan berat badan ± 30-40 gram
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap Persiapan
1.1 Persiapan Hewan Uji
30 ekor mencit jantan (Mus musculus L.) sebagai hewan uji dengan
berat badan ± 30-40 gram dan usia ± 2-3 bulan diperoleh dari Balai
Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar
Lampung. Hewan uji berupa mencit jantan dipelihara dalam
lingkungan yang homogen secara individu di bak segi empat berbahan
plastik berukuran masing-masing 20x30 cm dengan penutup anyaman
kawat. Masing-masing bak kandang diberi tempat pakan dan botol
untuk tempat minum.
1.2 Aklimatisasi Hewan Uji
Seluruh kelompok hewan uji tersebut terlebih dahulu diaklimatisasi
selama 10 hari sebelum diberi perlakuan, dengan tujuan agar hewan
50
uji tersebut mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang akan
ditempati selama penelitian berlangsung. Selama aklimatisasi, mencit
diberi makan dengan pakan standard berupa pelet dan air minum
secara ad libitum. Mencit ditimbang berat badannya setiap 5 hari dan
diamati perilakunya.
1.3 Pemeliharaan Hewan Uji
Kualifikasi mencit yang digunakan sebagai hewan uji adalah mencit
yang sehat dan selama aklimatisasi maupun selama perlakuan
dikontrol pada suhu lingkungan yang tetap. Selanjutnya mencit
dikelompokkan dalam 5 kelompok perlakuan sesuai dengan rancangan
percobaan. Pemeliharaan mencit dengan memberikan pakan pelet
yaitu comfeed BR II yang komposisi nya tercantum pada tabel 1.
2. Persiapan Bahan Uji
2.1 Persiapan Ekstrak Makroalga Merah (Eucheuma cottonii) danDaun Gambir Laut (Clerodendrum inerme)
Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak makroalga merah dan daun
gambir laut, makroalga merah (Eucheuma cottonii.) dan daun gambir
laut (Clerodendrum inerme) yang didapat, dipilih yang terbaik
kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir sampai bersih.
Kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu
30-35 0C.
51
Setelah kering, dihaluskan menggunakan blender dan dimaserasi
selama 24 jam dengan pelarut matanol (1:10) hingga diperoleh
maserat. Filtrat dari maserat dipekatkan dengan rotary evaporator
pada suhu 50˚C hingga didapat ekstrak kental, kemudian di masukkan
ke dalam oven hingga diperoleh ekstrak dalam bentuk pasta (Indriani,
2014). Ekstrak dilarutkan dengan larutan CMC 1 %, dibuat dengan
cara melarutkan lebih kurang 1,0 gram CMC yang telah ditimbang ke
dalam 100 ml air (Armansyah, et al., 2010).
2.2 Persiapan Taurin
Dalam penelitian ini, digunakan dosis taurin untuk pengujian yaitu
15,6 mg/ekor/hari (dua kali dosis normal). Pemberian dosis ini
mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Agata et al.,
(2016), bahwa pemberian taurin dengan dosis 15,6 mg/ekor/hari yang
dilarutkan dalam akuades mampu memperbaiki kerusakan jaringan
hepar mencit yang diinduksi benzo(α)piren.
3. Induksi Zat Karsinogenik terhadap Hewan Uji
Induksi karsinogenik dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan
benzo(α)piren pada jaringan subkutan mencit di bagian tengkuk. Benzo(α)
piren sebanyak 0,3 mg dilarutkan dalam 0,2ml minyak jagung. Kelompok
perlakuan 2 sampai dengan 5 diinduksi dengan benzo(α)piren setiap hari
selama 10 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian zat uji selama 15
hari (Sugitha dan Djalil, 1989).
52
4. Pemberian Ekstrak Makroalga Merah (Eucheuma cottonii) danDaun Gambir Laut (Clerodendrum inerme)
Penentuan dosis ekstrak makroalga merah (Eucheuma cottonii) dalam
penelitian ini mengacu dosis yang diberikan pada tikus putih yang
diinduksi asthma dapat mengurangi inflamasi pada dosis 300 mg/bb
selanjutnya dikonversi ke mencit dengan perhitungan dosis 14,7 mg/bb
(Nurul, et al., 2015). Ekstrak daun gambir laut (Clerodendrum inerme)
mengacu dosis yang diberikan pada mencit setelah diinduksi DMBA
mengurangi kejadian tumor menurunkan volume dan beban tumor kulit
sebesar 300 mg/bb sehingga diperoleh dosis 10,5 mg/bb
(Renju, et al. , 2007). Selanjutnya ekstrak dilarutkan dalam CMC 1%.
5. Pemberian Taurin
Dalam penelitian ini, digunakan dosis taurin yaitu 15,6 mg/ekor/hari.
Pemberian dosis ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Agata, et al., (2016), bahwa pemberian taurin dengan dosis 15,6
mg/ekor/hari mampu memperbaiki kerusakan jaringan hepar mencit yang
diinduksi benzo(α)piren.
6. Pengamatan Berat Badan
Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan berat badan mencit
pada setiap kelompok. Pengamatan berat badan mencit dibagi menjadi
lima yaitu berat badan mencit hari ke-5 , hari ke-10, hari ke 15, hari ke-20
53
dan berat badan mencit hai ke 25. Pada akhir perlakuan, dilakukan
pembedahan.
7. Analisis Penghitungan Jumlah Total Sel Darah Putih (Leukosit) danSel Darah Merah (Eritrosit)
7.1 Sel Darah Putih
Penghitungan jumlah leukosit dilakukan dengan menggunakan pipet
Thoma leukosit. Sampel darah yang diberi anti koagulan EDTA
dihisap dengan pipet sampai tanda “0,5”. Pipet kemudian dicelupkan
ke dalam larutan Turk dihisap sampai tanda “11” sehingga diperoleh
pengenceran 1 : 20. Pipet dibolak-balik selama kurang lebih 3 menit
dengan membentuk seperempat lingkaran, kemudian 2-3 tetes darah
yang pertama dibuang. Selanjutnya darah diteteskan dipinggir kamar
hitung. Kamar hitung dibiarkan satu menit yang bertujuan untuk
melisiskan eritrosit dan memberi kesempatan kepada leukosit untuk
menempati kamar hitung. Penghitungan leukosit dilakukan dengan
bantuan mikroskop perbesaran 40x pada empat kotak besar dari kamar
hitung. Jumlah leukosit tiap milimeter kubik (mm³) adalah jumlah sel
terhitung dikalikan dengan 50 (Tambur, 2006).
7.2 Sel Darah Merah
Pengamatan eritrosit menggunakan haemositometer. Larutan yang
digunakan adalah Hayem sebagai larutan fisiologis yang terdiri dari
NaCl 1 g, Na2SO4 5 g, HgCl2 0,5 g dan akuades 200 ml. Larutan
fisiologis ini digunakan untuk mengencerkan darah sehingga darah
54
bisa dihitung karena harus bersifat isotonis dan fiksatif terhadap
eritrosit.. Tetes darah pertama dibuang, tetes darah berikutnya dihisap
dengan haemositometer sampai batas 0,5 atau 1.
Hisap larutan pengencer sampai angka 101, suspensi dikocok sampai
benar-benar homogen (larutan menjadi berwarna merah di dalam
tabung). Tetes pertama suspensi darah dibuang terlebih dahulu,
setelah itu tetes darah berikutnya diteteskan pada bagian pinggir gelas
penutup. Dihitung jumlah eritrosit 5 kotak kecil pada kotak besar di
tengah.
7.3 Diferensiasi Leukosit
Analisis macam/diferensiasi dilakukan 2 kali, yaitu pada awal
penelitian (sebelum induksi benzo(α)piren) dan pada akhir penelitian.
Pengamatan darah dilakukan dengan pembuatan preparat apusan darah
pada gelas objek. Sampel darah segar diteteskan secukupnya pada
ujung gelas objek, lalu diapus menggunakan gelas objek lain. Setelah
apusan darah kering selanjutnya difiksasi menggunakan metanol
selama 5 menit, lalu dikering anginkan. Preparat kemudian diwarnai
dengan larutan Giemsa yang dilarutkan dalam akuades dengan
pengenceran 1 : 9 selama 30 menit (pada pH bufer fosfat 6, 8-7, 2).
Selanjutnya preparat dicuci dengan air mengalir dan dibiarkan
mengering di atas rak. Setelah kering preparat diperiksa di bawah
mikroskop dengan perbesaran 100x dan dihitung setiap jenis leukosit
yang teramati. Sel yang dihitung paling sedikit 100 sel dan dilakukan
55
perhitungan persentase jenis leukosit. Angka yang diperoleh
merupakan jumlah relatif masing-masing jenis leukosit dari seluruh
jenis leukosit.
8. Pembuatan Preparat Histopatologi Hepar Mencit
Pada akhir perlakuan mencit didislokasi dan dilakukan nekropsi serta
diambil organ hepar untuk dibuat sediaan mikroskopis dengan metode
paraffin dan pewarnaan HE. Adapun tahapan dalam proses pembuatan
preparat histopatologi sebagai berikut :
1. Fiksasi
Potongan organ hepar difiksasi/direndam dengan larutan buffer
formalin 10% dengan tujuan untuk mematikan sel dan mengeraskan
jaringan. Setelah difiksasi, organ kemudian dicuci dengan air mengalir.
2. Pemotongan (Trimming)
Organ yang sudah difiksasi kemudian dipotong dengan pisau atau
cutter berukuran ±3 mm, kemudian dimasukkan ke dalam embedding
cassette.
3. Dehidrasi
Proses ini bertujuan untuk mengeluarkan kandungan air yang berada
dalam jaringan. Embedding cassette yang berisi organ hepar direndam
dalam alkohol bertingkat 80% dan 90% masing-masing selama 2 jam.
56
Setelah itu dilakukan perendaman alkohol 95%, yang dilanjutkan
dengan alkohol absolut I, II, III selama 1 jam.
4. Clearing
Clearing (penjernihan) dilakukan dengan cara merendam organ hepar
dalam larutan xylol I, II, III masing-masing selama 1 jam.
5. Impregnasi
Proses impregnasi dilakukan dengan menggunakan parafin I, II, III
masing-masing selama 2 jam.
6. Embedding
Proses embedding/bloking organ dalam parafin dilakukan dengan
tujuan untuk memudahkan pemotongan dengan mikrotom. Parafin
dibersihkan dengan memanaskannya beberapa saat di atas api
dan diusap dengan menggunakan kapas. Kemudian dimasukkan
parafin cair ke dalam cangkir logam dan dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu diatas 58oC. Parafin cair kemudian dituangkan ke dalam
pan. Embedding cassette lalu dipindahkan ke dasar pan dan parafin
cair dituang hingga organ terendam di dalam parafin. Setelah
mengeras, parafin yang berisi potongan hepar dilepaskan dari pan
dengan cara dimasukkan ke dalam suhu 4oC beberapa saat. Parafin
kemudian di kikis bagian yang tidak terdapat organ dengan
menggunakan scalpel.
57
7. Penyayatan (Cutting)
Proses penyayatan dalam pembuatan preparat histologi dilakukan
dengan mikrotom. Blok parafin yang sebelumnya telah didinginkan
kemudian dipotong dengan ketebalan 4-5 mikron menggunakan
mikrotom. Hasil potongan diletakkan ke dalam waterbath selama
beberapa detik agar jaringan mengembang sempurna, lalu
diambil/dijemput menggunakan gelas objek. Gelas objek yang berisi
jaringan kemudian ditempatkan pada inkubator dengan suhu 37oC
selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.
8. Pewarnaan (staining) dengan Harris Hematoxylin Eosin
Setelah jaringan melekat sempurna pada gelas objek, preparat jaringan
siap untuk diwarnai. Mula-mula preparat direndam dalam xylol I, II,
III masing-masing selama 5 menit, kemudian dilanjutkan dengan
alkohol absolut I, II, III masing-masing selama 5 menit. Setelah itu
preparat dicuci dengan akuades selama 1 menit. Selanjutnya preparat
jaringan dimasukkan dalam zat warna Harris Hematoxylin Eosin
selama 20 menit, lalu dicuci dengan akuades selama 1 menit dengan
cara menggoyang-goyangkan preparat secara perlahan dalam chamber
berisi akuades. Setelah dicuci, preparat dimasukkan dalam asam
alkohol sebanyak 2-3 celupan, lalu dicuci kembali. Preparat kemudian
direndam dalam larutan eosin selama 2 menit. Setelah itu preparat
secara berurutan dimasukkan ke dalam alkohol 96% selama 2 menit,
dan alkohol III dan IV masing-masing selama 3 menit. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam xylol IV dan V masing-masing selama 5 menit.
58
9. Mounting
Setelah melalui proses pewarnaan, preparat ditempatkan pada
tempat datar dan kemudian ditetesi dengan bahan mounting yaitu
Entelan dan ditutup dengan gelas penutup. Penutupan dengan gelas
penutup/cover glass dilakukan dengan hati-hati agar tidak terbentuk
gelembung udara pada preparat.
10. Pengamatan Slide Jaringan
Slide diamati di bawah mikrokop dengan perbesaran 400x.
9. Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak daun gambir laut dan makroalga
merah. Uji pendahuluan ini merupakan uji fitokimia yang meliputi
pemeriksaan alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, dan saponin.
9.1 Pemeriksaan alkaloid
Senyawa alkaloid dalam sampel dapat diketahui keberadaanya dengan
cara menambahkan 5 tetes kloroform dan beberapa tetes pereaksi
Mayer ke dalam 0,5 mL sampel. Terbentuknya endapan putih
menunjukan adanya alkaloid. Pereaksi Mayer terbuat dari satu gram
KI yang dilarutkan dengan 20 mL akuades. Kemudian ke dalam
larutan KI tersebut ditambahkan 0,271 gram HgCl2 lalu didiamkan
beberapa saat hingga semua HgCl2 larut (Darwis, 2000).
59
9.2 Pemeriksaan flavonoid
Pemeriksaan senyawa flavonoid dilakukan dengan cara menambahkan
0,5 gram serbuk Mg dan 5 mL HCL pekat secara perlahan ke dalam
0,5 mL sampel yang telah dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Hasil
positif ditunjukkan dengan timbulnya warna merah tua (magenta)
atau kuning dalam waktu 3 menit (Sangi, et al., 2008).
9.3 Steroid dan Terpenoid
Pemeriksaan senyawa terpenoid dan steroid dilakukan dengan cara
menambahkan 1 mL asam asetat glasial dan 1 mL H2SO4 pekat
(Liberman-Burchard) ke dalam 1 mL sampel. Jika warna berubah
menjadi biru/ungu menandakan adanya senyawa steroid. Sedangkan
jika berubah menjadi merah atau kuning menandakan adanya
senyawa terpenoid (Kadarisman, 2000).
9.4 Pemeriksaan saponin
Pemeriksaan senyawa saponin menggunakan metode Forth dilakukan
dengan cara memasukkan 0,5 mL sampel kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 2 mL akuades lalu dikocok selama 30 detik.
Apabila terbentuk busa (tidak hilang selama 30 detik) maka
identifikasi menunjukan adanya saponin (Darwis, 2000).
10. Pengamatan Profil Protein Darah Mencit menggunakanElektroforesis SDS-PAGE.
Pada akhir penelitian, mencit dibius dengan kloroform setelah itu diambil
sampel darahnya dengan teknik cardiac puncture. Caranya adalah
60
dengan langsung menusukkan ujung jarum suntik ke dalam rongga
jantung melalui torak. Percobaan ini harus dilakukan berulang-ulang agar
diketahui dengan pasti rongga jantung dari hewan percobaan. Teknik ini
dapat mengumpulkan darah dengan volume lebih banyak. Setelah itu
sampel darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA. Selanjutnya darah
mencit disentrifuge dengan kecepatan 13.000 rpm selama 10 menit,
kemudian diambil plasmanya (supernatan). Plasma dipipet sebanyak 1 µl,
diencerkan dengan NaCl fisiologis sebanyak 50 µl (pengenceran 50x).
Selanjutnya, 10 µl plasma ditambahkan loading buffer sebanyak 10 µl
(Laemmli Buffer Sample dan β-Mercaptoethanol 19:1).
Pembuatan gel elektroforesis 12% dilakukan dengan mencampurkan TGX
Stain-Free™ FastCast™ Acrylamide Kit 12% (yang terdiri atas resolver
atau gel pemisah dan stacker atau gel penahan), APS 10% dan TEMED,
yang diisikan ke dalam plat kaca elektroforesis. Selanjutnya, sisir
pembentuk sumuran dipasangkan dan ditunggu 30 menit hingga gel
memadat.
Sebelum memasukkan sampel plasma darah mencit ke dalam sumuran,
ada baiknya mengestimasi protein untuk mengukur kosentrasi volume
protein sampel yang akan dimasukkan ke dalam sumuran. Pembuatan
larutan standar BSA 0 mg/ml; 0,5 mg/ml (diambil dari larutan standar 1
mg/ml sebanyak 100 µl BSA + 100 µl H2O); 0,75 mg/ml (diambil dari
larutan standar 1,5 mg/ml sebanyak 100 µl BSA + 100 µl H2O); 1 mg/ml
61
(100 µl BSA + 100 µl H2O) ; 1,25 mg/ml. Selanjutnya mempersiapkan
190 µl bradford reagent dicampurkan (alat vortex) dengan 10 µl sampel.
Larutan standar dan larutan bradford + sampel yang telah dibuat
dimasukkan ke dalam plate (duplo) sebesar 80 µl. Plate yang telah terisi
dimasukkan ke dalam alat ELISA readers Bio-Rad dengan panjang
gelombang 595 nm.
Gel yang telah siap digunakan, dirangkai dengan alat elektroforesis,
dimasukkan dalam electrophoresis chamber dan ditambahkan buffer
elektroforesis (10x Tris/Glycine/SDS Electrophoresis Buffer) hingga
mencapai garis batas buffer. Selanjutnya sumuran diisi dengan marker
protein sebanyak 10 µl (Bio-Rad Precision Plus Protein™ Standards
dengan berat molekul 10 kDa sampai dengan 250 kDa), dan seluruh
sampel masing-masing sebanyak 20 µl. Running elektroforesis dilakukan
dengan arus listrik 100 Volt dan dihentikan saat warna biru (buffer
sampel) telah menyentuh dasar gel.
Gel dilepaskan dari plat kaca dan dimasukkan ke dalam larutan pewarna
commasie blue, diletakkan pada Ultra Rocker Bio-Rad dengan kecepatan
goyangan 40 rpm selama 1 jam. Selanjutnya, dilakukan destainer untuk
melunturkan pewarna commasie blue yang melekat pada gel dengan
larutan destainer konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah secara bertahap
hingga pita-pita protein terlihat dengan jelas.
62
Gel hasil elektroforesis dapat disimpan dalam larutan akuades dan
diletakkan dalam refrigerator. Pita protein yang telah terlihat, diamati dan
dihitung nilai Rf (Retention factor).
Nilai Rf (Retention factor) dihitung dengan rumus :
Rf = Jarak total migrasiJarak pita dari sumuran
63
E. Diagram Alir Penelitian
Gambar 13. Diagram Alir Penelitian
25 ekor mencit jantan umur 3 bulan dengan berat badan ± 30-35 gram yang diperoleh dari Balai Veteriner Lampung
Aklimatisasi selama 7 hari (diberi pakan standar dan air minum) secara ad libitum
5 ekor mencitKontrol –
(K1)
Induksi benzo(α)piren secara subkutan dengan dosis 0,3 mg/ekor/hari selama 10 hari
Pemeriksaan jumlah eritrosit, leukosit, diferensial leukosit, pengambilan sampel darah dengan cara cardiac puncture, nekropsi,pengambilan dan penimbangan organ hepar, pembuatan histopatologi hepar dan pengamatan preparat histopatologi hepar di laboratorium.
Analisis profil protein plasma darah mencit dengan metode SDS-Page
Analisis data
5 ekor mencitKontrol +
(K2)
5 ekor mencitPerlakuan 1
(K3)
5 ekor mencitPerlakuan 2
(K4)
5 ekor mencitPerlakuan 3
(K5)
Pemeriksaan jumlah eritrosit dan leukosit
Pakan standar dan airminum hingga akhir
penelitian
Pakan standar dan airminum hingga akhir
penelitian
Pemberian taurin dengandosis 15,6 mg/ekor/hari
selama 15 hari
Pemberian ekstrakmakroalga merah
E. cottonii 14,7 mg/ekor/hari selama 15 hari
Pemberian ekstrakgambir laut C. inerme
10,5mg/ekor/hari selama15 hari
Diberi pakan standar sebanyak ± 10 gram per ekor, per hari hingga akhir penelitian
64
F. Parameter Penelitian
1. Rerata berat badan mencit
Pengukuran rerata berat badan mencit dilakukan sebanyak lima kali, yaitu
pengukuran berat badan mencit hari ke-10 (berat badan mencit setelah 10
hari diinduksi benzo(α)piren), hari ke-15 (berat badan mencit setelah 5 hari
pemberian ekstrak Eucheuma cottonii, Clerodendrum inerme dan taurin),
hari ke-20 (berat badan mencit setelah 10 hari pemberian Eucheuma
cottonii, Clerodendrum inerme dan taurin), hari ke-25 (berat badan mencit
setelah 15 hari pemberian Eucheuma cottonii, Clerodendrum inerme dan
taurin).
2. Jumlah total sel darah putih (leukosit) dan sel darah merah (eritrosit)
2.1 Leukosit
Penghitungan leukosit dilakukan dengan bantuan mikroskop
perbesaran 40x pada empat kotak besar dari kamar hitung.
Jumlah leukosit tiap milimeter kubik (mm³) darah adalah jumlah sel
terhitung dikalikan dengan 50 (Tambur, 2006).
2.2 Eritrosit
Setelah pembuatan preparat darah di haemositometer, darah dihitung
jumlahnya. Dihitung jumlah eritrosit 5 kotak kecil pada kotak besar di
tengah yang ada pada haemositometer
Jumlah total keseluruhan eritrosit dihitung dengan rumus :
65
Jumlah sel darah merah (DM) =Ne x p x 50
(Tambur, 2006).
Keterangan :Ne : Jumlah eritrosit dalam satu kotak menegahp : Pengenceran
2.3 Diferensial Leukosit
Perhitungan persentase diferensial leukosit dilakukan dengan
pembuatan preparat apus darah. Mengidentifikasi dan menghitung
jenis leukosit sekurang- kurangnya 100 sel, dan dinyatakan dalam %.
3. Rerata berat basah organ hepar mencit
Prosedur pengamatan berat basah organ hepar dilakukan dengan
menimbang organ yang masih segar menggunakan timbangan digital
dengan 2x ulangan dan dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Pengamatan berat basah organ mencit dilakukan dengan menimbang organ
sesaat setelah dilakukan nekropsi (pembedahan).
4. Penilaian dan Gambaran histologi sel hepar mencit
1. Hepar
Pengamatan kerusakan jaringan hepar mencit dilakukan dengan
melakukan pengamatan kerusakan jaringan pada preparat histologi hepar
mencit seluruh kelompok perlakuan, kemudian dilakukan skoring, kriteria
penilaian derajat kerusakan jaringan hepar (Tabel 3.) dilakukan
menggunakan model skoring Histopatology Manja Roenigk
(Puspita, 2014). Di setiap lapangan pandang, dihitung 20 sel secara acak
66
dan dinilai skor tiap sel dengan model skoring Histopathology Manja
Roenigk. Jenis kerusakan hati yang diamati meliputi nekrosis, degenerasi
parenkimatosa dan degenerasi hidrofik dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan kriteria tersebut maka skor minimal yang mungkin didapat
adalah 100 jika semua sel yang ditemukan dalam keadaan normal. Skor
maksimal 400 jika semua sel dalam keadaan nekrosis.
Tabel 3. Skor Kerusakan Jaringan HeparTingkat Perubahan Skor
Normal 1Degenerasi parenkimatosa 2
Degenerasi hidropik 3Nekrosis 4
5. Analisis Berat Molekul Pita Protein Profil Plasma Darah Mencit
Berat molekul pita protein dihitung menggunakan BioMed MW
Converter©- Molecular Weight Conversion Tool (copyright - Didik T.
Subekti 2018). Kurva standar dibuat dengan menghitung nilai Rf
(Retention factor) dari pita marker, yaitu jarak pita dari sumuran dibagi
dengan jarak total migrasi sampel sebagai sumbu x (absis) dan berat
molekul pita marker sebagai sumbu y (ordinat). Nilai absis dan ordinat
yang diperoleh, dibuat suatu kurva standar dengan metode Regresi Power
(y = axb). Selanjutnya, berat molekul pita protein profil plasma darah
mencit ditentukan dengan persamaan tersebut.
67
G. Analisis Data
Data berupa berat badan mencit, jumlah total sel leukosit, jumlah total sel
eritrosit, diferensiasi leukosit, berat basah organ hepar dianalisis dengan
ANOVA pada taraf nyata 5% untuk melihat perbedaan yang nyata antar
kelompok perlakuan, jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji
BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf nyata 5%.
Data profil protein plasma darah mencit dianalisis secara deskriptif yang
meliputi ada atau tidaknya kehadiran pita protein, berat molekul (BM) pita
protein, pita protein yang konsisten hadir pada semua ulangan, pita protein
yang memiliki ketebalan relatif sama, dan tebal tipis pita protein.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pemberian ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottonii L.),
gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn), dan taurin belum
mampu mereduksi jumlah sel-sel darah abnormal pada darah mencit
yang diinduksi benzo(α)piren.
2. Pemberian ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottonii L.),
gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn), belum mampu
memperbaiki kerusakan histopatologi hepar mencit (Mus musculus L.)
yang telah diinduksi benzo(α)piren, sedangkan pemberian taurin
mampu memperbaiki kerusakan histopatologi hepar mencit (Mus
musculus L.) yang telah diinduksi benzo(α)piren secara signifikan.
3. Tidak terdapat perbedaan karakterisasi profil protein pada plasma darah
mencit kontrol, yang diinduksi senyawa karsinogen benzo(α)piren, dan
yang diberi ekstrak metanol makroalga merah (Eucheuma cottoni L.)
dan gambir laut (Clerodendrum inerme L. Gaertn) serta taurin.
117
B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukan uji lanjutan
immunoblotting untuk mengetahui protein spesifik apa yang terkandung
dalam plasma darah mencit.
DAFTAR PUSTAKA
Abbasoglu, D.S., Kanbagli, O., Balkan, J., Cevikbas, U., Aykac, T.G., Uysal, M.2001. The protective effect of taurine against thioacetamide hepatotoxicityof rats. Hum Exp Toxicol. 20(1): 23-7
Abdollahi, M., Ranjbar, A., Shadnia, S., Nikfar, S., Rezale, A. 2004. Pestiscidesand Oxidative Stress. Med Sci.monit. 10 (6): 141-147
Agata, A., E.L. Widiastuti., G.N. Susanto., Sutyarso. 2016. Respon HistopatologiHepar Mencit (Mus musculus L.) yang Diinduksi Benzo(α)piren TerhadapPemberian Taurin dan Ekstrak Daun Sirsak (Annonamuricata). JurnalNatur Indonesia. 16 (2). 54-63
Ahumibe, A.A., and Braide, V.B. 2009. Effect of Gavage Treatment withPulverized Garcinia kola Seeds on Erythrocyte Membrane Integrity andSelected Haematological Indices in Male Albino Wistar Rats. NigerianJournal of Physiological Sciences, 24 (1): 47-52
Al-Snafi AE. 2016. The Chemical Constituents and Pharmacological Effects ofClerodendrum inerme - A review. SMU Medical Journal. Vol.3 : 129-153
Altin, R., Kart, L., Tekin, I., Armutcu, F., Tor, Ornel, T. 2004. The presence ofpromatrix metalloproteinase-3 and its relation with different categories ofcoal worker pneumoconiosis. Mediators Inflammation. 13(2):105-109
Aneiros, A., Garateix, A. 2004. Bioactive Peptides from Marine Source:Pharmacological Properties and Isolation Procedures. Journal ofChromatography B. 803 : 41-53
Anggadiredjo, J. T. 2004. Diversity of Antibacterial Subtance from SelectedIndonesian Seaweeds (Disertation). University of Indonesia. Jakarta
Anggadiredjo. 2006. Rumput Laut. Jakarta : Penebar Swadaya
Aziz, F. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: YayasanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Baldy, C. M. 2006. Gangguan Sel Darah Putih dan Sel Plasma. Jakarta: EGC
Basyuni, M., Sagami, H., Baba, S., and Oku, H. 2017. Distribution, Occurrenceand Cluster Analysis of New Polyprenyl Acetones and OtherPolyisoprenoids From North Sumateran mangroves. Dendrobiology. Vol.78: 1 –31
Benzie, I.F., dan Strain, J.J. 1996. The ferric reducing ability of plasma (FRAP)as a measure of antioxidant powe : The FRAP assay. AnalyticalBiochemistry. 239: 70-76
Birdsall, T.C. 1998. Theraupetic applications of taurine. Alternative MedicineReview. 3(2):128-136
Bjelakovic, G. 2007. Mortality in Randomized Trials of AntioxidantSupplements for Primary and Secondary Prevention: Systematic Reviewand MetaAnalysis. The Journal of the American Medical Association.297(8): 842–57
Boyer, R.F. 1993. Modern Experimental Biochemistry. Benjamin CummingPublising Company. California
Brown, W. H., C. S. Foote, B. L. Iverson, dan E. V. Anslyn. 2009. OrganicChemistry. USA, Brooks/Cole Cengage Learning
Cahyaningsih, U., Malichatin. H dan Y.E. Hedianto. 2007. Diferensial LeukositPada Ayam Setelah Diinfeksi Eimeria tanella Dan Pemberian SerbukKunyit (Curcuma domestica) dosis bertingkat. Prosiding SeminarNasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2002. Biologi. Terj. dari Biology;oleh Lestari, R. dkk. Erlangga, Jakarta
Casarett, L.J., dan Doull, J. 2008. Toxicology the Basic Science of Poisons.Editor: Curtis D. Klaassen. Edisi Ketujuh. New York: McGraw-HillCompanies, Inc
Chandrasoma, P., Taylor, C. R. 2005. Kelainan Vaskular Degeneratif.Jakarta: EGC
Chang, R. 1996. The Effects of Taurine on The Living Cell Area Biochem. TheMAD Scientist Network
Chen BH, Wang CY, Chiu CP. 1996. Evaluation Of Analysis Of PolycyclicAromatic Hydrocarbons In Meat Products By Liquid Chromatography. JAgric and Amp; Food Chem 44: 2244-2251
Cheville, N.F. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-2. Iowa: IowaState University Press. Halaman 113-120
Childs, A.C., Phaneuf, S.L., Dirks, A.J., Phillips, T., dan Leeuwenburgh, C., 2002.Doxorubicin treatment in vivo causes cytochrome C release andcardiomyocyte apoptosis, as well as increased mitochondrial efficiency,superoxide dismutase activity, and Bcl-2:Bax ratio. Cancer Research, 62:4592–4598
Colak, R., N. Yigit, E. Colak. 2002. SDS-PAGE Patterns of Blood SerumProteins in some Species of the Genus Meriones (Mammalia: Rodentia).Turk J Zool. 26: 177-181
Dannuri, H. 2009. Analisis Enzim Alanin Amino Tranferase (ALAT), AspartatAmino Transferase (ASAT), Urea Darah, dan Histopatologis Hati danGinjal Tikus Putih Galur Sprague-Dawley Setelah Pemberian Angklak.Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 20(1):1-9
Davis, L., M. Kuehl, J. Battey. 1994. Basic Methods: Molecular Biology. 2nd ed.Appleton and Lange : Norwola
Delaware Health and Social Services. 2009. Benzo[a]pyrene.http://www.dhss.delaware.gov/dhss/dph/files/benzopyrenefaq.pdf.Delaware Health and Social Services
Depkes RI. 2008. Suplemen II Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Jakarta:Departemen Kesehatan RI
Doty MS. 1986. Biotechnological and Economic Approaches to IndustrialDevelopment Based On Marine Algae in Indonesia. P.31-34. In WorkshopOn Marine Algae Biotechnology. Summary Report Jakarta. Indonesia.Desember 11-13, 1985
Dutta, H.M., and J.S.D. Munshi. 1996. Fish Morphology. Horrizon of NewResearch Science Publisher, Inc. USA
Dwyana, Z., dan Johannes, E. 2012. Uji Efektivitas Ekstrak Kasar Alga MerahEucheuma cottonii Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Patogen.Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Hasanuddin. Makassar
Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh.Fakultas Kedokteran: Universitas Sumatera Utara
Elenkov, I.J., Chrousos, G. 2002. Stress Hormones, Pro and AntiinflammatoryCyto and Autoimmunity Ann. N.Y. Acad. 966: 290–303
El Gamal, A. A., 2010. Biological Importance of Marine Algae. SaudiPharmaceutical Journal. 18 (2) : 1-25
EPA (Environmental Protection Agency). 2006. Benzo(a)pyrene (BaP). TEACHChemical Summary
Erlinger, T.P., Muntner, P., Helzlsouer, K.J. 2004. WBC Count and the Risk ofCancer Mortality in a National Sample of U.S. Adults: Results from theSecond National Health and Nutrition Examination Survey Mortality Study.Cancer Epidemiology, Biomarkers and Prevention. 13:1052
Eroschenko VP. 2010. Atlas Histologi Difiore, edisi ke–11. Jakarta: EGC
Evans, W. J. 2000. Vitamin E, Vitamin C, and Exercise. The American Journalof Clinical Nutrition, 72, 647S-52S
Farkas, O., Jakus, J., and Héberger, K. 2004. Quantitative Structure –Antioxidant Activity Relationships of Flavonoid Compounds, Molecules
Faust, R. A., dan P. Reno. 1994. Toxicity Summary For Benzo[A]Pyrene.Tennessee Oak Ridge Reservation Environmental Restoration Program
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1982. Kimia Organik, diterjemahkan olehPudjaatmakan, A. H., Edisi Ketiga, Jilid 1, 237-239, Penerbit Erlangga :Jakarta
Fischbach, F., Marshall, B.D. 2009. A Manual of Laboratory and DiagnosticTests. Ed ke-8. Philadelphia: Lippincott and Wilkins
Franca, R.T., M.M. Costa, D.B. Martins, M. Pagnoncelli, M.L. Leal, C.M.Mazzanti, H.E. Palma. C.P. Kunert, F.C. Paim, dan S.T.A. Lopes. 2011.Protein profile of buffaloes of different ages. Acta Scientiae Veterinariae39(4): 995-1000
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Fredholm BB, Battg K., Holmen J. 1999. Actions of Caffeine in Brain withSpecial Reference to Factors That Contribute to It’s Widespread Use.Pharmacology Review, 51(1): 83-133
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20.WidjajakusumahD, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah :Widjajakusumah D, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Review ofMedical Physiology
Garro, A.J., Espina, N., Lieber, C.S. 1992. Alcohol and Cancer. Alcohol Healthand Research World. 16(1):81–86
Gershwin, M.E., German, J.B., Keen, C.L. 2000. Nutrition and ImmunologyPrinciples and Practice. Human Press
Giesen, W. 1993. Indonesia’s Mangroves: An Update on Remaining Area andMain Management Issues. Dalam Seminar “Coastal Zone Management ofSmall Island Ecosystems”, 10 hal
Gogoi, B., Gogoi, D., Silla, Y., Kakoti, B.B., Bhau, B.S. 2017. NetworkPharmacology-Based Virtual Screening of Natural Products fromClerodendrum Species for Identification of Novel Anti-CancerTherapeutics. Mol. BioSyst. 13, pp.406–416
Goorha, Y. K., M. P. Deb., L. C. T. Chatterjee., C. P. S. Dhot dan Prasad. 2003.Artifical blood. Medical Journal Armed Forces India. 5 (9): 45-50
Gudbjarnason, S. 1999. Bioactive Marine Natural Products. Rit Fiskideiddal.16:107–110
Gunanti, M., Ulia, F., Sri, D. 2010. Karakterisasi protein Larnea cyprinaceadengan metode elektroforesis SDSPAGE. Jurnal Ilmiah Perikanan danKelautan. 2(1): 61-66
Hadi, Sujono. 2002. Sirosis Hepatis dalam Gastroenterologi. Bandung :Alumni. Pp : 637-638
Harada, T., Enomoto, A., Boorman, G.A., Maronpot, R.R. 1999. Pathology ofthe Mouse, Liver and Gall Bladder. Refference and Atlas (Maronpot RR,Boorman GA, Gaul BW, eds). Cache River Press, Vienna, IL. 119–183
Harahap N.S. 2008. Pengaruh Aktivitas Fisik Maksimal Terhadap JumlahLeukosit dan Hitung Jenis Leukosit Pada Mencit (Mus musculus L).Universitas Sumatera Utara : Medan
Harold, H. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat. Jakarta : Erlangga.
Hemes, B.D. 1998. Gel Electrophoresis Of Protein. Oxford University Press.New York
Huxtable, R. J. 1992. Physiological Actions Of Taurine. Physiology Review,72:101-163
Irawan, S., Luthfi, O.M. 2017. Identifikasi Jenis Makroalga Pada Mikro AtollKarang Porites di Pantai Kondang Merak, Kabupaten Malang. JournalIlmiah Rinjani_Universitas Gunung Rinjani. Vol. 5. No. 1
Irfan, I.Z., Esfandiari A., dan Choliq C. 2014. Profil Protein Total, Albumin,Globulin dan Rasio Albumin dan Globulin Sapi Pejantan Bibit. JurnalIlmu Ternak dan Veteriner, 19(2): 123-129
Irene, M.G., and Thomas, E.W., 2005. Targeting Apoptosis Pathways in CancerTherapy. CA Cancer Journal for Clinicians
Islambulchilar, M., I. Asvadiz, Sanaat, Z., Esfahaniz, A., Sattari, M.R. 2011.Effect of Taurine on Febrile Episodes in Acute Lymphoblastic Leukemia.Adv Pharm Bull. 5(1) : 103-108
Ismail, A.I., Ahmad, A., Seniwati. 2012. Isolasi dan Identifikasi Protein Bioaktifdari Alga Merah Eucheuma cottonii serta Potensinya Sebagai Antikanker.Repository Universitas Hasanuddin. Makassar
Istini. 1986. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut. J. Penelitian BPPT. Jakarta
Jain, N.C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia (USA): Leaand Febiger
Junqueira L.C., J.Carneiro, R.O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-5.Tambayang J., penerjemah. Terjemahan dari Basic Histology. EGC.Jakarta
Kiswari, R. 2014. Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Erlangga
KMNLH (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup). 1993. PengelolaanEkosistem Hutan Mangrove. Prosiding Lokakarya Pemantapan StrategiPengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Lautan dalam PembangunanJangka Panjang Tahap Kedua. Kapal Kerinci, 11–13 September 1993.Halaman 47
Kurniawan, W.A.Y., Ngurah, I.W., dan Ni, W.S. 2014. Histologi Hati Mencit(Mus musculus l.) Yang Diberi Ekstrak Daun Lamtoro (Leucaenaleucocephala). Jurnal Simbiosis II (2):226-235
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Yogyakarta : GadjahMada University Press
Kalavathi, R., Sagayagiri, R., 2016. Anticancer and Cytotoxicity Activities ofClerodendrum inerme Against Human Cervical Carcinoma and LiverCancer Cell Lines. American Journal of Biological and PharmaceuticalResearch. 3(2), pp.46–49
Kreyling, W. G., S. Fertsch-Gapp, M. Schäffler, B. D. Johnston, N. Haber, C.Pfeiffer, J. D. C. Schleh, S. Hirn, M. Semmler-Behnke, M. Epple danW. J. Parak. 2014. In Vitro And In Vivo Interactions Of SelectedNanoparticles With Rodent Serum Proteins And Their Consequences InBiokinetics. Beilstein J. Nanotechnol. 5:1699–1711
Kusmardi, Kumala, S., Triana, E.E. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak EtanolDaun Johar (Cassia siamea Lamk.) terhadap Aktivitas dan KapasitasFagositosis Makrofag. Jurnal Makara Kesehatan. 10 (2): 89-93
Law RJ, Dawes VJ, Woodhead RJ, Matthiessen P. 1997. Polycyclic AromaticHydrocarbons (PAH) In Seawater Around England And Wales. Journal ofMarine Pollution Bulletin. 34 : 306-322
Leeratiwong, C., Chantaranothai, P., Paton, A.J. 2011. A Synopsis of the GenusClerodendrum L. (Lamiaceae) in Thailand. Tropical Natural History,11(2), pp.177–211
Levy, J. 1998. Immunonutrition : The Pediatric Experience. Nutrition Journal.14(7):641-7
Lie, T. J., W. God Chaux, M. L. Cawson, dan E. R. Lead Better. 1999.Sulfidogenesis From 2-Aminosthanesulfonate (Taurine) Fermentation bya Morphologically Unusual Sulfate Reducing Bacterium,Desulforhopalus singaporensis sp. NOV. America Society ForMicrobiology. Vol. 65, No. 8
Litaay, C. 2014. Distributionand Diversity Of Macro Algae Communities In TheAmbon Bay. Jurnal Ilmu dan Tekonologi Kelautan Tropis. Vol. 6, No. 1
Lombardini, J.B., Schaffer, S.W. 2002. Taurine: Discovered 185 Years Ago AndStill Intrigues The Scientific Community. Amino Acids
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko.Edisi 2. Jakarta: UI-Press
Maharany, F., Nurjanah, Suwandi, R., Anwar, E., Hidayat, T. 2017. KandunganSenyawa Bioaktif Rumput Laut Padina australis dan Eucheuma cottoniiSebagai Bahan Baku Krim Tabir Surya. Jurnal Masyarakat PengolahanHasil Perikanan Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Vol. 20, No. 1
Malole, M.B.M., dan Pramono, C.S.U. 1989. Penggunaan Hewan-HewanPercobaan Di Laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi InstitutPertanian Bogor : Bogor
Manoharan, S., Kavitha, K., Balakrishnan, S., Rajalingan, K. 2006. Evaluation ofAnticarcinogenic Effects of Clerodendron inerme on 7,12-Dimethylbenz(a)Anthracene-Induced Hamster Buccal Pouch Carcinogenesis. SingaporeMed J, 47(12), pp. 1038–1043
Magdeldin, Sameh. 2012. Gel Electrophoresis - Principles and Basics. InTechPublisher : Rijeka, Croatia
Martin, R. 1996. Gel Electrophoresis: Nucleid acids. Bros Scientific PublishersLtd. Oxford
Martini, F.H., Ober, W.C., Garrison, C., Weleh, K. 1992. Fundamentals ofAnatomy and Physiology. Ed ke-2. New Jersey : Prentice Hall, EnglewoodCliffs
McGarry, M.P., Protheroe, C.A., Lee, J.J. 2010. Mouse Hematology : ALaboratory Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York
McGavin, M.D., dan Zachary, J.F. 2007. Pathologic Basic of VeterinaryDisease. Kota: Mosby, Inc
Meyer, D.J., Coles, E.H., Rich, L.J. 1992. Veterinary Laboratory InterpretationAnd Diagnosis. Philadelphia: WB Saunders Company
Michael, B., Yano, B., R.S. Sellers, R. Perry, D. Morton, N. Roomie, J.K.Johnson, and K. Schafer. 2007. Evaluation of Organ Weights for Rodentand Non-Rodent Toxicity Strudies : A Review of Regulatory Guidelines anda Survey of Current Practices. Toxicologic Pathology. Vol. 35:742-750
Murray, R.W. 1996. Biokimia Kedokteran Harper, Edisi 24, Penerbit BukuKedokteran EG. Jakarta
Namvar, F., Muhamed, S., Behravan, J., Mustapha, N.M., Noorjahan, Alitheen,B.M. 2009. Estrogenic Activity of Elaeis guineensis leaf, Pharmacologyonline, 2, 818-826
Nicholson, J.P., M.R. Wolmaran, dan G. R. Park. 2000. The Role Of Albumin InCritical Illness. British Journal of Anaesthesia. 85 (4): 599-610
Noor, Y., R. Khazali, M. Suryadiputra, I. N. N. 1999. Panduan PengenalanMangrove di Indonesia. Wetlands International-Indonesia Programme.Bogor
Nordenson, N. J. 2002. White Blood Cell Count and Differential. http://www.Lifesteps.com/gm. Atoz/ency/white_blood_cell_count_and_differential. Jsp
Oberholzer, C., Oberholzer, A., Clare-Salzler, M., Moldawer, L.L. 2001.Apoptosis in Sepsis: a New Target for Therapeutic Exploration. TheFASEB Journal 15:879-892
Ozden, S., B. Catalgol, S.G. Oktayoglu, A. Karatug, S. Bolken, B. Alpertunga.2012. Acute effects of methiocarb on oxidative damage and the protectiveeffects of vitamin E and taurine in the liver and kidney of wistar rats.Toxicology and Industrial Health. 29(1):60-71
Pangkahila, Wimpie. 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat PenuaanMeningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta : Kompas Media Nusantara
Pearce, E. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. PenebarSwadaya. Jakarta. Vol : 4
Pusztai, L., C.E. Lewis, and E. Yap. 1996. Cell Proliferation in CancerRegulation Mechanisms of Neoplastic Cell Growth. Oxford: OxfordUniversity Press
Raskin, R.E., and Wardrop, K.J. 2010. Species Specific Hematology. di dalam:Weiss, D.J., Wardrop, K.J., editor : Schalm’s Veterinary Hematology. SixthEdition. USA: Blackwell Publishing Ltd. hal: 85
Redmon, H., P. Stapkleton, and David. 1983. Immunonutrition The Role ofTaurine. Nutrition. 14: 559-604
Renju, G.L., Manoharan, S., Balakrishnan, S., Senthil, N. 2007.Chemopreventive and Anti lipid peroxidative Potential of Clerodendroninerme (L) Gaertn in 7,12-Dimethyl benz(a)anthracene Induced SkinCarcinogenesis in Swiss Albino Mice. Pak J Biol Sci. 10(9), pp.1465–1470
Rickwood, D., and Harris, J.R. 1996. Cell Biology, Essential Techniques. JhonWilley and Sons Ltd. Chichester, p: 38-66
Ripps, H., W. Shen. 2012. Taurine: A Very Essential Amino Acid. MolecularVision. 18:2673-2686
Rizal, M., Mappiratu, dan A. R. Razak. 2016. Optimalisasi Produksi SemiRefined Carrageenan (SRC) dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii).Jurnal Kovalen. 2 (1) : 33–38
R. K. Murray and D. K. Granner. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC
Robbins, S. L., dan Kumar, V. 1992. Buku Ajar Patologi 1. Surabaya: PenerbitBuku Kedokteran EGC. hlm. 14-17
Robbins S.L., Cotran R.S., Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi, edisi ke–7.EGC. hlm. 664–84. Jakarta
Sa'adah, N. N., A. P. D. Nurhayati dan M. Shovitri. 2016. The AnticancerActivity of the Marine Sponge Aaptos suberitoides to Protein Profile ofFibrosarcoma Mice (Mus musculus). IPTEK, The Journal for Technologyand Science. 27(3):53-58
Saladin. 2003. Anatomy and Physiology: The Unity Of Form And Function,Third Edition. The Mc Graw-hill Companies. New York
Saleh, R.A., Agarwal, A., Nada, E.A., El-Tonsy, M.H., Sharma, R.K., Meyer, A.,Nelson, D.R., Thomas, A.J. 2003. Negative Effects Of Increased SpermDNA Damage In Relation To Seminal Oxidative Stress In Men WithIdiopathic And Male Factor Infertility. Fertil Steril. 79(3): 1597-605
Seidman, L.A. & C.J. Moore. 2000. Basic Laboratory For Biotechnology:Textbook And Laboratory Reference. Prentice Hall, Inc., New Jersey
Shanab, S. M. M. dan Shalaby, E.A. 2012. The First Record of BiologicalActivities of the Egyptian Red Alga Species Compsopogon heelwanii.International Journal of Bioscience, Biochemistry, and Bioinformatics,2 (4), 291-296
Shanmugam, M., dan Mody, K.H. 2000. Heparinoid-active SulphatedPolisaccharides from Marine Algae as Potential Blood AnticoagulantAgents. Marine Algae & Marine Environment Discipline. Central Saltand Marine Chemicals Research Institute
Shengli C. 2001. Cell Cycle and Tumor Supressor Genes. Charles Cai Tech, editTom Beron
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta:EGC
Shrivastava, N. dan Patel, T. 2007. Clerodendrum and Healthcare: An Overview.Medicinal and Aromatic Plant Science and Biotechnology, 1(1), pp.142–150
Shuo, Tu, X. Zhang, D. Luo, Z. Liu, X. Yang, H. Wan, L. Yu, H. Li dan F. Wan.2015. Effect Of Taurine On The Proliferation And Apoptosis Of HumanHepatocellular Carcinoma Hepg2 Cells. Exp Ther Med. 10(1): 193–200
Siregar, G. A. 2007. Deteksi Dini dan Penatalaksanaan Kanker Usus Besar.Medan: Universitas Sumatera Utara
Sloane, E. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smith, B. J. B dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan danPenggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia.Jakarta. Hlm. 228 – 233
Spalding, M.D., F. Blasco and C.D. Field editor. 1996. World Mangrove Atlas.International Society for Mangrove Ecosystems. Okinawa : Japan
Stapleton, P.P., O'Flaherty, L., Redmond, H.P., Bouchier-Hayes, D.J. 1998. Hostdefense--a role for the amino acid taurine?. Journal of Parenteral andEnteral Nutrition. 22:42–48
Steane, D.A., Scotland R.W., Mabberley, D.J., Olmstead, R.G. 1999. MolecularSystematics of Clerodendrum (Lamiaceae): Its Sequences and TotalEvidence. Amer.J.Bot. 86(1), pp. 98–107
Steane, D.A., Scotland, R.W., Mabberley, D.J., Wagstaff, S.J., Reeves,P.A., Olmstead, R.G. 1997. Phylogenetic Relationships of Clerodendrums.l. (Lamiaceae) Inferred from Chloroplast DNA. Systematic Botany, 22(2)
Strange, K. dan P. S. Jackson. 1997. Swelling Activated Organic OsmolyteEffucks : A New Role for Anion Channel. Kidney International. Vol 48.The International Society of Nephrology. Massachusetts. USA
Sudhakar, K., Mamat, R., Samykano, M., Azmi, W.H., Ishak, W.F.W., Yusaf,T. 2018. An Overview of Marine Macroalgae as Bioresource. Renewableand Sustainable Energy Reviews.
Sudiana, K.I. 2011. Patobiologi Molekuler Kanker. Jakarta: Salemba Medika.Halaman 22–30. 91
Sugiharto, S. 2014. Role Of Nutraceuticals In Gut Health And GrowthPerformance Of Poultry. J. Saudi Soc. Agric. Sci
Suhartono, E., Fachir, H., Setiawan, B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia StresOksidatif Dasar dan Penyakit. Banjarmasin : Pustaka Banua
Tabassum, H., H. Rehman, B. D. Banerjee, S. Raisuddin dan S. Parvez. 2006.Attenuation Of Tamoxifen-Induced Hepatotoxicity By Taurine In Mice.Clinica Chimica Acta. 370:129–136
Tambur, Z. 2006. White Blood Cell Differential Count in Rabbits ArtificiallyInfected with Intestinal Coccidia. J. Protozool. Res. 16 : 42-50
Tannock, I.E., and Hil, R.P., 1998. The Basic Science of Oncology, 3rd Edition.Mc Graw Hill : Singapore
Tao, R., Wang, C.Z., dan Kong, Z.W. 2013. Antibacterial, and AntifungalActivity and Synergistic Interactions between Polyprenols and Other LipidsIsolated from Ginkgo biloba L. Leaves. Molecules. Vol. 18: 2166–2182
Tasci, I., N. Mas, M.R. Mas, M. Tuncen, B. Comert. 2008. UltrastructuralChanges In Hepatocytes After Taurine Treatment In CCl Induced LiverInjury. World Journal Gastroenterol. 14(31): 4897-4902
Terzi, G., T. H. Çelik, dan C. Nisbet. 2008. Determination Of Benzo[A]PyreneIn Turkish Döner Kebab Samples Cooked With Charcoal Or Gas Fire. IrishJournal of Agricultural and Food Research
Tewari, A. K., A. Popova-Butler, M. A. El-Mahdy, dan J. L. Zweier. 2011.Identification of Differentially Expressed Proteins in Blood Plasma ofControl and Cigarette Smoke-Exposed Mice by 2-D DIGE/MS.Proteomics. 11(10): 2051–62
Thrall, M. A., Baker, D.C., Lassen, E.D. 2004. Veterinary Hematology andClinical Chemistry. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. hal 3-11; 20; 69-77; 212-217
Thurairaja, V. 1994. Coastal Resources Development Options in the SoutheastAsia and Pacific Regions: Economic Valuation Methodologies andApplications in Mangrove Development. Maritime Studies. 79: 1-13
Tjarta A. 1996. Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit Kanker. PerhimpunanOnkologi Indonesia : Universitas Indonesia
Tjitrosoepomo, Gembong. 2011. Taksonomi Tumbuhan (schizophyta,thallophyta, bryophyta, pteridophyta). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press,Cambridge, U.K
ToxProbe Inc. 2010. Benzo[A]Pyrene And Other Polycyclic AromaticHydrocarbons. http://www.toronto.ca/health/pdf/cr_appendix_b_pah.pdf
Van Steenis, C.G.G.J. 1958. Ecology of Mangroves. Introduction to Account ofthe Rhizophoraceae by Ding Hou, Flora Malesiana, Ser. I. 5: 431–441
Van Valkenburg, J.L.C.H., and Bunyapraphatsara, N. 2002. Clerodendrum inPlant Resourches of South-East Asia No.12(2) Medicinal and PoisonousPlants 2. Bogor, Indonesia: Prosea Foundation, pp. 171–175
Vidinsky, K. 2011. UCSF Researchers Identify Promising New Treatment forChildhood Leukemia
Walker, C. H. 2009. Organic Pollutants : An Ecotoxicological Perspective.London, CRC Press
Wang, G.G., W. Li, X.H. Lu, X. Zhao, L. Xu. 2013. Taurine attenuates oxidativestress and alleviates cardiac failure in type I diabetic rats. Croat Med J. 54:171-179
Weis, D.J dan K.J, Wardrop. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Edisi ke 6.Wiley Blackwell, USA
Wightman, G.M. 1989. Mangroves of the Northern Territory. NorthernTerritory Botanical Bulletin No. 7. Conservation Commission of theNorthern Territory, Palmerston, N.T., Australia
Williams, I.H. 1982. A Course Manual in Nutrition and Growth. Melbourne:Australian Vice-Choncellors-Committee
Wientarsih, I., Widhyari, S.D., Aryanti T. 2013. Kombinasi Imbuhan HerbalKunyit dan Zink dalam Pakan sebagai Alternatif Pengobatan Kolibasiolosispada Ayam Pedaging. Jurnal Veteriner, 14 (3): 327-334
Wiratmaja, I. G., Kusuma, I. B.W. Gusti, Winaya, dan I. S. Nyoman. 2011.Pembuatan Etanol Generasi Kedua dengan Memanfaatkan LimbahRumput Laut Eucheuma cottonii sebagai Bahan Baku. Jurnal IlmiahTeknik Mesin. 5 (1) : 75-84
Xia Zhang, C. Bi, Y. Fan, Q. Cui, D. Chen, Y. Xiao dan Q. P. Dou. 2008.Induction of tumor cell apoptosis by taurine Schiff base copper complex isassociated the with inhibition of proteasomal activity. Int J Mol Med,22(5): 677–682
Zainuddin, E.N. 2006. Chemical And Biological Investigations Of SelectedCyanobacteria (Blue-Green Algae). PhD Thesis, University Greifswald
Zainuddin, E.N., dan Malina, A.C. 2009. Skrining Rumput Laut AsalSulawesi Selatan Sebagai Antibiotik Melawan Bakteri Patogen PadaIkan. Laporan Penelitian Research Grant, Biaya IMHERE-DIKTI
Zhang, Z., D. Liu, B. Yi, Z. Liao, L. Tang, D. Yin, M. He. 2014. TaurineSuplementation Reduces Oxidative Stress And Protects The Liver In AnIron Overload Murine Model. Molecular Medicine Reports. 10: 2255-2262
Zulli, A., E. Lau, B.P.P. Wijaya, X. Jin, K. Sutarga, G.D. Schwartz, J. Leamont,P.J. Wookey, A. Zinellu, C. Carru, D.L. Hare. 2009. High Dietary TaurineReduces Apoptosis And Atherosclerosis In The Left Main Coronary ArteryAssociation With Reduced CAAT/Enhancer Binding Protein HomologousProtein And Total Plasma Homocystein But Not Lipidemia. Hypertension.53: 1017-1022