Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Semangka Merah Citrullus ...repository.ub.ac.id/3943/1/Prastiwi,...
Transcript of Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Semangka Merah Citrullus ...repository.ub.ac.id/3943/1/Prastiwi,...
i
Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Semangka Merah
(Citrullus vulgaris) Sebagai Terapi Tikus (Rattus
novergicus) Model Diabetes Melitus Tipe I
yang Diinduksi Streptozotocin Ditinjau
dari Ekspresi Imunohistokimia IL-1β
dan Histopatologi Pankreas
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
PUNGKY DWI PRASTIWI
135130101111026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Semangka Merah (Citrullus vulgaris)
Sebagai Terapi Tikus (Rattus novergicus) Model Diabetes Melitus Tipe I
yang Diinduksi Streptozotocin Ditinjau dari Ekspresi Imunohistokimia
IL-1β dan Histopatologi Pankreas
Oleh :
PUNGKY DWI PRASTIWI
NIM. 135130101111026
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 22 Agustus 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I
Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati, drh., MS
NIP. 19480615 197702 2 001
Pembimbing II
drh. Nurina Titisari, M.Sc
NIP. 19860122 201504 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 19600903 198802 2 001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Pungky Dwi Prastiwi
NIM : 135130101111026
Program Studi : Kedokteran Hewan
Penulis Skripsi
berjudul
: Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Semangka
Merah (Citrullus vulgaris) Sebagai Terapi Tikus
(Rattus novergicus) Model Diabetes Melitus Tipe I
yang Diinduksi Streptozotocin Ditinjau dari Ekspresi
Imunohistokimia IL-1β dan Histopatologi Pankreas
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan
tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaksud di isi
dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil
jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala risiko yang akan
saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 22 Agustus 2017
Yang menyatakan,
(Pungky Dwi Prastiwi)
NIM.135130101111026
iv
Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Semangka Merah (Citrullus vulgaris)
Sebagai Terapi Tikus (Rattus novergicus) Model Diabetes Melitus Tipe I
yang Diinduksi Streptozotocin Ditinjau dari Ekspresi Imunohistokimia
IL-1β dan Histopatologi Pankreas
ABSTRAK
Diabetes melitus tipe I (DMTI) merupakan penyakit metabolisme yang
disebabkan kerusakan sel β pankreas sehingga menyebabkan defisiensi insulin.
Pembuatan hewan model DMTI menggunakan Streptozotocin (STZ) dapat
menyebabkan peningkatan kadar radikal bebas dan inflamasi pada organ
pankreas. Ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris) memiliki
kandungan sitrulin yang bersifat sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui efek terapi ekstrak albedo Citrullus vulgaris
ditinjau dari ekspresi IL-1β dan histopatologi pulau Langerhans pankreas tikus
putih model DMTI. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan hewan coba tikus putih (Rattus novergicus) jantan strain
wistar berumur 8-12 minggu dengan berat badan rata-rata 150 gram dibagi dalam
5 kelompok masing-masing kelompok 4 ekor tikus. Kelompok perlakuan terdiri
atas kelompok tikus kontrol negatif (K-), kontrol positif (K+), dan tiga kelompok
terapi (dosis 500 mg/kg BB (P1), dosis 1000 mg/kg BB (P2), dan dosis 1500
mg/kg BB (P3) dengan metode sonde lambung). Analisis kuantitatif ekspresi IL-
1β dianalisis menggunakan One Way ANOVA dilanjutkan dengan uji Tukey
(p<0,05), analisis kualitatif gambaran histopatologi pulau Langerhans pankreas
menggunakan pewarnaan hemaktosilin eosin. Hasil penelitian menunjukkan
dengan dosis optimal 1500 mg/Kg BB terjadi penurunan ekspresi IL-1β dan
penghambatan kerusakan pulau-pulau Langerhans. Kesimpulan dari penelitian ini
yaitu ekstrak albedo Citrullus vulgaris dapat digunakan sebagai terapi DMTI
ditinjau dari penurunan ekspresi imunohistokimia IL-1β dan menghambat
kerusakan pulau Langerhans pankreas pada tikus model DMTI.
Kata kunci : Diabetes melitus tipe I, STZ, albedo semangka merah, ekspresi IL-
1β, pankreas
v
Effect of Red Watermelon (Citrullus vulgaris) Albedo Extract as Therapy
White Rat (Rattus novergicus) Diabetes Mellitus Type I Model Induced
Streptozotocyn in Immunohistochemistry IL-1β Expression
and Histopathology Pancreas
ABSTRACT
Diabetes mellitus type I (DMTI) is metabolism disorder caused by
pancreas β cells damage that make insulin defieciency. Type I diabetes mellitus
animal model was made by induction of Streptozotocin (STZ) can cause
increasing of free radical level and inflammation in pancreas organ. Red
watermelon (Citrullus vulgaris) albedo extract contains citrulline that has
antioxidant and antiinflammation in it. The aim of this research was to determine
effect of Citrullus vulgaris albedo extract on imunohistochemistry expression of
IL-1β and islet of Langerhans histopathology in DMTI rat model. This experiment
designed use completely randomized design used 8-12 weeks-old male white rat
(Rattus novergicus) wistar strain with 150 gram mean body weight which divided
into 5 groups each group consist of 4 rats. Groups divided into group negative
control (K-), group positive control (K+), treated group (500 mg/kg BW (P1),
1000 mg/kg BW (P2), and 1500 mg/kg BW (P3) used stomach probe method).
Quantitative analysis expression of IL-1β used One Way ANOVA then Tukey test
(p<0,05), qualitative analysis islet of Langerhans histopathology used hematoxilin
eosin staining. The result shows in optimum dose 1500 mg/Kg BW expression of
IL-1β decrease and pancreas histopathology image shows that islet of Langerhans
damage was blocked. In conclusion Citrullus vulgaris albedo extract can be used
as therapy for diabetes melitus type I based on decrease of IL-1β expression and
islet of Langerhans damage block in white rat DMTI model.
Keywords : Diabetes mellitus type I, STZ, red watermelon albedo, IL-1β
expression, pancreas
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mengatur segala urusan manusia
dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo
Semangka Merah (Citrullus vulgaris) Sebagai Terapi Tikus (Rattus novergicus)
Model Diabetes Melitus Tipe I yang Diinduksi Streptozotocin Ditinjau dari
Ekspresi Imunohistokimia IL-1β dan Histopatologi Pankreas”.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tanpa adanya motivasi dan
bimbingan dari berbagai pihak, maka tugas akhir ini tidak akan terselesaikan
dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati, drh., MS sebagai dosen pembimbing I yang
telah memberi dukungan dan arahan hingga skripsi ini terselesaikan.
2. drh. Nurina Titisari, M.Si Sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak
memberikan motivasi, nasihat, dan arahan kepada penulis.
3. drh. Wawid Purwatiningsih, M.Vet dan Ibu Dhita Evi Aryani, S.Farm, Apt
selaku dosen penguji yang telah memberi masukan, pertimbangan dan
saran untuk langkah yang lebih baik.
4. Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Brawijaya Malang.
5. Bapak Puguh Goda Priyana dan Ibu Susmiati selaku orang tua yang selalu
mendoakan, mendukung dan memberi semangat kepada penulis serta
Hengky Eko Prasetyo selaku kakak yang selalu memberi motivasi kepada
penulis
6. Fitri Hermawati, Villinda Maya Marvelina, Anggit Rospitasari, Yehezkiel
Gianka, Ananta Ardi Bagaskara, Sylvia Dean, Previana Rahmawati,
Theodora Novenna, Novita Sari, Debora, Ardhi Negara dan teman-teman
sejawat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberi
vii
motivasi dan berjuang bersama serta keluarga besar Mikrobiologi dan
Imunologi FKH UB yang selalu memberi semangat kepada penulis.
7. Keluarga besar B-TIS (2013-B) dan seluruh kolega di FKH UB.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait dan
masyarakat pada umumnya.
Malang, 22 Agustus 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
ABSTRACT ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
DAFTAR ISTILAH DAN SIMBOL ............................................................... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ............................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Citrullus vulgaris ........................................................................... 7
2.1.1 Komposisi Kulit Citrullus vulgaris ...................................... 8
2.2 Diabetes Melitus ............................................................................ 9
2.3 Pankreas ......................................................................................... 12
2.3.1 Endokrin Pankreas ............................................................... 13
2.3.2 Eksokrin Pankreas ................................................................ 14
2.3.3 Sekresi Insulin oleh Sel Beta ............................................... 14
2.4 Interleukin-1β ................................................................................. 16
2.5 Streptozotocin ................................................................................ 16
2.5.1 Mekanisme Streptozotocin mengiduksi kerusakan Sel Beta
Pankreas dan IL-1β .............................................................. 17
2.6 Hewan Coba Tikus Putih (Rattus norvegicus) ............................... 19
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ..................................................................... 21
3.2 Hipotesis Penelitian ....................................................................... 24
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 25
4.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 25
ix
4.3 Tahapan Penelitian ......................................................................... 27
4.4 Prosedur Kerja ............................................................................... 27
4.4.1 Rancangan Penelitian dan Persiapan Hewan Coba .............. 27
4.4.2 Pembuatan Hewan Model Diabetes Melitus Tipe I ............. 29
4.4.3 Pembuatan Ekstrak dan Penentuan Dosis Ekstrak Albedo
Semangka Merah (Citrullus vulgaris) ................................. 30
4.4.4 Pemeriksaan Kadar Gula Darah ........................................... 31
4.4.5 Pemberian Ekstrak Albedo Semangka Merah
(Citrullus vulgaris) .............................................................. 32
4.4.6 Isolasi Organ Pankreas ......................................................... 32
4.4.7 Pembuatan Preparat Histopatologi Pankreas dengan
Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) ................................... 32
4.4.8 Pembuatan Preparat Histopatologi Pankreas dengan
Pewarnaan Imunohistokimia ................................................ 36
4.4.9 Perhitungan Ekspresi Imunohistokimia IL-1β Pankreas ..... 37
4.5 Analisa Data ................................................................................... 37
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Citrullus vulgaris terhadap
Ekspresi Interleukin-1β Pulau Langerhans Pankreas pada Tikus
Model Diabetes Melitus Tipe I ..................................................... 38
5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Citrullus vulgaris terhadap
Gambaran Histopatologi Pankreas pada Tikus Model Diabetes
Melitus Tipe I ................................................................................ 45
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .................................................................................... 55
6.2 Saran .............................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 56
LAMPIRAN ...................................................................................................... 61
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Komposisi kulit semangka merah dalam 100 gram bahan ........................... 9
2.2 Sel-sel pada organ pankreas ......................................................................... 14
4.1 Pembagian kelompok penelitian .................................................................. 29
5.1 Hasil uji Tukey ekspresi IL-1β pada masing-masing perlakuan ................... 43
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Albedo semangka merupakan bagian kulit buah yang paling tebal
dan berwarna putih ...................................................................................... 8
2.2 Organ pankreas terletak di posterior lambung dan memanjang di
loop duodenum ............................................................................................ 12
2.3 Pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang dikelilingi oleh
jaringan mesenkimal .................................................................................. 13
2.4 Sekresi insulin oleh sel beta pankreas ......................................................... 15
2.5 Tikus (Rattus norvegicus) galur wistar berkepala besar dan ekor lebih
pendek daripada ukuran tubuh .................................................................... 20
3.1 Kerangka konseptual ................................................................................... 21
5.1 Ekspresi imunohistokimia IL-1β pada pulau Langerhans pankreas
tikus (perbesaran 400x)
A. Kontrol negatif ............................................................................................. 39
B. Kontrol positif ............................................................................................. 40
C. Dosis 500 mg/Kg BB ................................................................................... 40
D. Dosis 1000 mg/Kg BB ................................................................................. 41
E. Dosis 1500 mg/Kg BB ................................................................................. 41
5.2 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan kontrol
(K-) dengan perbesaran 400x ...................................................................... 49
5.3 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan positif
(K+) dengan perbesaran 400x ..................................................................... 49
5.4 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan terapi dosis
500 mg/Kg BB (P1) dengan perbesaran 400x ............................................. 50
5.5 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan terapi dosis
1000 mg/Kg BB (P2) dengan perbesaran 400x ........................................... 50
5.6 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan terapi dosis
1500 mg/Kg BB (P3) dengan perbesaran 400x ........................................... 51
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Penelitian ......................................................................................... 62
2. Sertifikat Laik Etik ...................................................................................... 63
3. Dosis Streptozotocin ................................................................................... 64
4. Pembuatan Ekstrak Albedo Semangka Merah (Citrullus vulgaris)
dengan Metode Soxhlet ............................................................................... 66
5. Surat keterangan ekstrak tanaman semangka merah
(Citrullus vulgaris) ...................................................................................... 67
6. Surat Keterangan Determinasi Tanaman Semangka Merah
(Citrullus vulgaris) ....................................................................................... 68
7. Perhitungan Dosis Terapi Ekstrak Albedo Semangka Merah
(Citrullus vulgaris) ...................................................................................... 69
8. Pembuatan Preparat Histopatologi Pankreas dengan Pewarnaan HE ......... 72
9. Metode Imunohistokimia ............................................................................ 73
10. Hasil Pemeriksaan Kadar Gula Darah ........................................................ 75
11. Analisis Statistik One Way ANOVA Ekspresi Interleukin-1β ................... 77
xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
Simbol/Singkatan Keterangan
% Persen
µm Mikrometer
ADA The American Diabetes Association
ADP Adenosin difosfat
ATP Adenosin trifosfat
BB Berat Badan
BW Body Weight
Cc Kubik sentimeter
Cm Sentimeter
DM Diabetes Melitus
DNA Asam deoksiribonukleat
FK-UB Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
FP-UB Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
G6P Glukosa 6 fosfat
GLUT Glucose transfer
H2O2 Asam peroksida
HE Hematoksilin Eosin
IL-1β Interleukin-1β
IP Intra Peritoneal
mg/dl Miligram per desiliter
mg/g Miligram per gram
mg/kg Miligram per kilogram
Na2CO3 Natrium karbonat
NaCl Natrium klorida
NAD Nikotinamida adenina dinukleotida
xiv
NO2 Nitrogen dioksida
O2 Oksigen
PARP Poly ADP-ribose Polymerase
PBS Phosfat Buffer Saline
PFA Paraformaldehida
PP Poli Peptida
RAL Rancangan Acak Lengkap
ROS Reactive Oxygen Species
SA-HRP Strep Avidin Horse Radis Peroxidase
STZ Streptozotocin
UPHP Unit Pengembangan Hewan Percobaan
α Alfa
β Beta
Δ Delta
οC Derajat selsius
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang semakin tahun
semakin meningkat insidensinya di seluruh dunia. Diabetes melitus tipe I
terjadi akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan
hiperglikemia. Keadaan tersebut disebabkan kerusakan sel beta pankreas baik
oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang
bahkan terhenti. Gangguan hormon insulin merupakan dasar terjadinya gejala
pada diabetes melitus dimana insulin diproduksi organ pankreas yang terletak
di dekat hati (Pulungan dkk., 2009).
Tidak hanya pada manusia diabetes melitus juga dapat terjadi pada
hewan. Pada umumnya hewan yang sering menderita diabetes melitus adalah
anjing dan kucing. Nelson et al (2014) menyatakan bahwa diabetes melitus
merupakan penyakit yang umum terjadi pada anjing dan kucing dengan angka
prevalensi mencapai 0,4-1,2% setiap tahunnya. Kejadian diabetes melitus
pada kucing adalah 1 dari 200 kucing di United Kingdom dan angka tersebut
terus meningkat hingga tercatat pada tahun 2005 mencapai 0,32%.
Peningkatan kejadian diabetes melitus pada hewan dapat disebabkan karena
beberapa hal seperti breed, obesitas, dan kurangnya exercise pada hewan serta
umur hewan yang tua (Gunn-Moore, 2013). Diabetes melitus umumnya
menyerang kucing pada umur antara 10 hingga 13 tahun sedangkan pada
anjing sering terjadi pada umur antara 5 hingga 12 tahun. Samoyed, Tibtan
2
Terrier, dan Caim Terrier adalah jenis anjing yang sering terkena diabetes
melitus
Patogenesis diabetes melitus tipe I ditandai oleh kerusakan selektif dari
sel beta pankreas sebagai penghasil insulin. Kerusakan sel beta pankreas
dapat memicu terjadinya proses inflamasi. Inflamasi sebenarnya
merepresentasikan suatu respon protektif yang mengontrol infeksi dan
memicu perbaikan jaringan, namun dapat juga berkontribusi pada kerusakan
jaringan sekitarnya. Shita (2015) menyatakan respon inflamasi dapat
mengaktifkan perubahan protein plasma dan sitokin proinflamasi. Sel yang
menginfiltrasi sel beta pankreas adalah monosit/makrofag dan limfosit T
teraktivasi. Infiltrasi sel-sel inflamatori ke dalam pulau Langerhans diikuti
oleh kematian sel beta pankreas karena proses fagositosis oleh makrofag.
Perkembangan respon antibodi sitotoksik bekerjasama dengan mekanisme
imun seluler sehinga menghasilkan kerusakan sel beta dan kejadian diabetes
melitus tipe I.
Salah satu akibat yang timbul dari proses patogenesis diabetes melitus
tipe I adalah timbulnya peningkatan produksi sitokin inflamasi, terutama
interleukin-1β (IL-1β) sebagai mediator utama dari respon inflamasi akut
(Reis et al., 2012). Hingga saat ini kasus diabetes melitus tipe I tidak dapat
diobati karena adanya kerusakan akut pada sel penghasil insulin di pankreas
yaitu sel beta pankreas pada Pulau Langerhans namun hanya dapat dihambat
proses keparahannya. Selama ini terapi terhadap diabetes melitus relatif
cukup mahal, oleh karena itu mulai dikembangkan berbagai macam
3
pengobatan alternatif dari bahan herbal. Terapi herbal relatif menimbulkan
efek samping yang kecil dibandingkan dengan pengobatan kimia karena sifat
bahan herbal yang alami (Ocktarini, 2010).
Albedo semangka merah (bagian kulit semangka yang berwarna putih)
selama ini hanya dibuang sebagai limbah dan tidak dikonsumsi, namun
penelitian terkini menyebutkan albedo semangka merah sebagai alternatif
dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah dan memiliki kandungan
antioksidan tinggi, dengan demikian albedo semangka dapat digunakan
sebagai terapi diabetes melitus tipe I. Menurut Sugiyanta (2011) kandungan
utama albedo semangka merah (Citrullus vulgaris) adalah sitrulin yang
mencapai 60% atau 24,4 mg/g berat kering. Sitrulin merupakan asam amino
nonesensial dengan ikatan karbon asimetris yang berperan penting dalam
menghambat kerusakan sel-sel pulau Langerhans pankreas yang disebabkan
diabetes melitus tipe I dan menurunkan sitokin proinflamasi seperti IL-1β.
Dari data tersebut peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris) terhadap gambaran
histopatologi pankreas dan penurunan kadar IL-1β pada tikus model diabetes
melitus tipe 1.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian ekstrak albedo Citrullus vulgaris dapat digunakan
sebagai terapi diabetes melitus tipe I ditinjau dari penurunan ekspresi IL-
1β pada tikus (Rattus novergicus) model diabetes melitus tipe I yang
diinduksi oleh streptozotocin?
4
2. Apakah pemberian ekstrak albedo Citrullus vulgaris dapat digunakan
sebagai terapi diabetes melitus tipe I ditinjau dari histopatologi pulau
Langerhans pankreas pada tikus (Rattus novergicus) model diabetes
melitus tipe I yang diinduksi oleh streptozotocin?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi
pada :
1. Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus novergicus) jantan
strain Wistar yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan
(UPHP) Universitas Brawijaya Malang dengan umur 8 - 12 minggu dan
berat badan 150 – 200 gram. Penggunaan hewan coba ini telah
mendapatkan sertifikat kelaikan etik (Ethical clearance) Universitas
Brawijaya No:781-KEP-UB.
2. Streptozotocin (STZ) yang digunakan adalah STZ yang didapatkan dari
Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dengan
nomor katalog MW:265.22 dan diinduksikan dengan cara injeksi
intraperitonial dengan dosis 20 mg/kg BB selama 5 hari berturut-turut.
Tikus dinyatakan diabetes melitus tipe I apabila memiliki kadar glukosa
darah lebih dari 300mg/dL (Aulanni’am dkk., 2005).
3. Semangka yang digunakan adalah jenis semangka merah (Citrullus
vulgaris) dan bagian yang diambil untuk ekstrak adalah albedo semangka
yaitu lapisan kulit buah semangka yang berwarna putih.
5
4. Albedo semangka merah (Citrullus vulgaris) diperoleh dari Pertanian
Rakyat Desa Beji. Dosis ekstrak albedo Citrullus vulgaris yang digunakan
yaitu 500 mg/kg BB (dosis 1), 1000 mg/kg BB (dosis 2) dan 1500 mg/kg
BB (dosis 3).
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak albedo Citrullus vulgaris
sebagai terapi diabetes melitus tipe I ditinjau dari penurunan ekspresi IL-
1β pada tikus (Rattus novergicus) model diabetes melitus tipe I yang
diinduksi streptozotocin.
2. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak albedo Citrullus vulgaris
sebagai terapi diabetes melitus tipe I ditinjau dari gambaran histopatologi
pulau Langerhans pankreas pada tikus (Rattus novergicus) model diabetes
melitus tipe I yang diinduksi streptozotocin.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengolah Citrullus vulgaris
menjadi fitofarmaka yang mudah diambil manfaatnya dan digunakan
sebagai terapi bagi penderita diabetes melitus tipe I.
6
2. Manfaat aplikatif
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh
pemberian ekstrak albedo Citrullus vulgaris sebagai terapi diabetes
melitus tipe I ditinjau dari gambaran histopatologi pulau Langerhans
pankreas dan ekspresi IL-1β pada tikus (Rattus novergicus) model
diabetes melitus tipe I (hasil induksi streptozotocin).
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Citrullus vulgaris
Semangka merah (Citrullus vulgaris) merupakan tanaman buah yang
tumbuh merambat. Tanaman semangka berasal dari Afrika, kemudian
berkembang dengan pesat ke berbagai negara baik di daerah tropis maupun
subtropis. Batang tanaman ditumbuhi bulu-bulu halus yang panjang, tajam
dan berwarna putih, mempunyai sulur yang bercabang 2-3 buah. Buahnya
berbentuk bulat sampai bulat telur (oval). Kulit buahnya berwarna hijau atau
kuning, blurik putih atau hijau. Daging buahnya lunak, berair, dan rasanya
manis, dengan warna daging buah merah (Syukur, 2009).
Menurut Rukmana (1994), kedudukan semangka dalam taksonomi
tumbuhan secara lengkap adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Citrullus
Spesies : Citrullus vulgaris
Albedo semangka (kulit buah yang berwarna putih) dapat disebut
sebagai lapisan tengah (mesokarp) buah semangka yang terletak di antara
epidermis luar (eksokarp) dan epidermis dalam (endokarp). Albedo semangka
8
merupakan bagian kulit buah yang paling tebal dan berwarna putih (Gambar
2.1). Sebagaimana jaringan tanaman lunak yang lain, albedo semangka juga
tersusun atas pektin (Ismayanti dkk., 2013).
Gambar 2.1 Albedo semangka merupakan bagian kulit buah yang paling tebal dan
berwarna putih (Syukur, 2009)
Menurut Guoyao dkk. (2007), pada daging dan kulit buah semangka
ditemukan zat sitrulin. Sitrullin lebih banyak ditemukan pada kulit semangka
yakni sekitar 60% dibanding dagingnya. Zat Sitrullin akan bereaksi dengan
enzim tubuh ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup lalu diubah menjadi
arginin, asam amino non essensial yang berkhasiat bagi jantung, sistem
peredaran darah, dan kekebalan tubuh.
2.1.1 Komposisi Kulit Citrullus vulgaris
Limbah kulit semangka merupakan limbah yang saat ini
pemanfaatannya masih belum begitu banyak. Kulit semangka mempunyai
kandungan kalsium yang cukup tinggi dan ion sangat dibutuhkan oleh
tubuh. Pengolahan kulit semangka mempunyai aspek pengawetan,
memperpanjang umur simpan, dan dapat meningkatkan nilai ekonomis
9
(Pujimulyani, 2012). Komposisi dari kulit semangka merah dalam 100
gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi kulit semangka merah dalam 100 gram bahan
(Pujimulyani, 2012)
Komposisi Jumlah
Air (g)
Energi (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Abu (g)
Serat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Riboflavin (mg)
Thiamin (mg)
Niacin (mg)
Vitamin A (µg)
94,00
18,00
1,60
0,10
3,20
0,70
0,60
31,00
11,00
0,50
0,03
0,03
0,60
75,00
2.2 Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyakit gangguan endokrin dengan
karakteristik utama dari penyakit ini yaitu peningkatan level glukosa,
(hiperglikemia) yang disebabkan oleh karena menurunnya produksi insulin,
disfungsi insulin atau menurunnya respon reseptor insulin pada organ target,
seperti otot-otot rangka dan hepar. Lebih dari 90 persen dari semua populasi
penderita diabetes adalah diabetes melitus tipe I yang ditandai dengan
hipoinsulinemia secara permanen (Nelson et al., 2014).
Menurut American Diabetes Association (2014), diabetes melitus
merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Hiperglikemia yang timbul pada diabetes melitus disebabkan oleh transport
10
glukosa yang tidak adekuat dari pembuluh darah ke sel-sel hati dan otot.
Diabetes melitus ditandai dengan tiga gejala seperti poliuria, polidipsi, dan
polifagi. Berbagai proses patologis berperan dalam terjadinya DM, mulai dari
kerusakan dari sel pankreas yang berakibat defisiensi insulin sampai kelainan
yang menyebabkan resistensi terhadap kerja insulin. Kelainan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein pada DM disebabkan kurangnya kerja insulin
pada jaringan target (Adnyana et al., 2006).
Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi diabetes melitus tipe I,
diabetes melitus tipe II, diabetes melitus gestasional, dan diabetes melitus tipe
lain (Soegondo, 2005).
1. Diabetes Melitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Pada diabetes melitus tipe ini terjadi kerusakan pada sel beta pankreas,
umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, bisa melalui proses
imunologik ataupun idiopatik yang ditandai oleh tidak adanya sekresi
insulin. Diabetes melitus tipe I dapat timbul pada umur muda
(Widowati, 2008).
2. Diabetes Melitus Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Pada diabetes melitus tipe II terjadi resistensi insulin atau reseptor
insulin tidak bisa merespon insulin. Pada diabetes melitus tipe II selain
kekurangan insulin, juga disertai resistensi insulin yaitu adanya
insulin tidak bisa mengatur kadar gula untuk keperluan tubuh secara
optimal, sehingga ikut berperan terhadap meningkatnya kadar gula
darah. Diabetes melitus tipe II biasanya timbul pada usia lebih dari 40
11
tahun. Kebanyakan pasien diabetes melitus tipe ini bertubuh gemuk
(Gustaviani, 2007).
3. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasinal merupakan diabetes melitus yang timbul
selama masa kehamilan karena pada kehamilan terjadi perubahan
hormonal dan metabolik sehingga ditemukan jumlah atau fungsi
insulin yang tidak optimal sehingga dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi yang meliputi abortus spontan, kelainan kongenital,
prematuritas, dan kematian neonatal. Diabetes melitus gestasional
didefinisikan sebagai karbohidrat intoleran selama masa kehamilan,
diabetes tipe ini lebih sering terjadi pada anjing dibandingkan pada
kucing (ADA, 2014).
4. Diabetes Melitus Tipe Lain
Pada diabetes melitus tipe ini, hiperglikemia berkaitan dengan
penyakit-penyakit lain yang jelas. Penyakit tesebut meliputi panyakit
eksokrin pankreas, defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi
insulin, endokrinopati, karena obat/zat kimia, infeksi, imunologi, dan
sindrom genetik. Sindrom genetik merupakan salah satu dari
penyebab diabetes melitus terbesar yang terjadi karena adanya
kerusakan atau penyakit pada eksokrin pankreas (Nelson et al., 2014).
12
2.3 Pankreas
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di
bawah lambung dalam abdomen. Pankreas merupakan kelenjar retroperitoneal
dengan panjang sekitar 12-15 cm dan tebal 2,5 cm. Pankreas berada di posterior
kurvatura mayor lambung (Gambar 2.2). Pankreas terdiri dari kepala, badan,
dan ekor dan biasanya terhubung ke duodenum oleh dua saluran, yaitu duktus
Santorini dan ampula Vateri (Tortora and Derrickson, 2012).
Gambar 2.2 Organ pankreas terletak di posterior lambung dan memanjang di
loop duodenum (Tortora and Derrickson, 2013)
Pankreas terdiri dari kelompok-kelompok kecil sel epitel kelenjar.
Sekitar 99% dari kelompok yang disebut asini, merupakan bagian eksokrin
organ pankreas. Organ pankreas memiliki 2 fungsi, yaitu fungsi endokrin dan
fungsi eksokrin. Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar
pankreas, memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas
ke dalam usus halus. Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau
13
langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di seluruh organ dan
dikelilingi oleh sel-sel eksokrin (Gambar 2.3) (Longnecker, 2014).
Gambar 2.3 Pulau Langerhans pada pankreas yang dikelilingi oleh sel-sel eksokrin
(anak panah )(Longnecker, 2014)
2.3.1 Endokrin pankreas
Pulau Langerhans adalah mikro organ endokrin multihormon dari
pankreas, menempati 20% volume pankreas dan membentuk 1-2%
pankreas. Pada manusia terdapat 1-2 juta Pulau Langerhans, Pulau
Langerhans banyak terdapat di kauda dibandingkan di korpus dan kaput.
Pulau Langerhans tampak sebagai kelompok sel berbentuk bulat, pucat, dan
dikelilingi simpai halus, tidak memiliki saluran dengan banyak pembuluh
darah untuk menyalurkan hormon kelenjar pankreas. Kelenjar endokrin
pankreas merupakan bagian pankreas (islet) yang memproduksi dan
mensekresikan insulin, glukagon, somatostatin dan polipeptida pankreas ke
darah (Longnecker, 2014). Simpai serat-serat retikulin halus mengelilingi
setiap Pulau Langerhans dan memisahkannya dari eksokrin pankreas yang
berdekatan. Sel-sel dalam pulau ini menggunakan imunohistokimia dapat
14
dibagi berdasarkan sekresi dan morfologinya yaitu sel α, β, δ, dan PP
(polipeptida pankreas) seperti pada Tabel 2.2 (Paulsen, 2000).
Tabel 2.2 Sel-sel pada organ pankreas (Underwood, 1992)
Tipe Sel Hormon yang Dihasilkan Rata-rata (%)
α Glukagon 20%
β Insulin 70%
δ Somastostatin 8%
PP Pankreatik polipeptida 2%
2.3.2 Eksokrin pankreas
Eksokrin pankreas mensekresi enzim dan proenzim sebagai berikut:
tripsinogen, kemotripsinogen yang memecah protein; lipase yang
menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak amilase, yang
menghidrolisis tepung dan karbohidrat lainnya (Janqueira, 1995).
Pengaturan enzim pankreas diatur oleh hormon sekretin dan kolesitokinin
yang dihasilkan oleh mukosa duodenum serta nervus vagus. Sekretin
menimbulkan sekresi cairan dalam jumlah besar, sedikit protein, non
enzimatik, dan kaya akan bikarbonat (Leeson, 1990).
2.3.3 Sekresi Insulin oleh Sel Beta
Sel β pankreas merupakan sel yang berfungsi menyekresikan
hormon insulin. Sekresi insulin oleh sel β pankreas tergantung oleh tiga
faktor utama yaitu kadar glukosa darah, ATP-sensitive K channels dan
voltage-sensitive calcium channels sel β pankreas. Mekanisme kerja ketiga
faktor ini adalah pada keadaaan puasa saat kadar glukosa darah turun, ATP-
sensitive K channels di membran sel β akan terbuka sehingga ion kalium
15
akan meninggalkan sel β, dengan demikian mempertahankan potensial
membran dalam keadaan hiperpolar sehingga Ca-channels tertutup,
akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke dalam sel β dan rangsangan sel β
untuk sekresi insulin menurun (Fu et al., 2013).
Sebaliknya pada keadaan setelah makan, kadar glukosa darah akan
meningkat dan ditangkap oleh sel β melalui GLUT-2 dan dibawa ke dalam
sel. Di dalam sel ini glukosa akan mengalami fosforilasi menjadi glukosa-6
fosfat (G6P) dengan bantuan enzim glukokinase, yang nantinya akan
mengalami glikolisis dan menjadi asam piruvat. Dalam proses glikolisis
akan dihasilkan 6-8 ATP. Penambahan ATP akan meningkatkan rasio
ATP/ADP dan ini akan menutup terowongan kalium. Akibatnya kalium
akan tertumpuk dalam sel dan terjadi depolarisasi membran sel sehingga
akan membuka terowongan kalsium dan kalsium masuk ke dalam sel.
Akibat dari meningkatnya kalsium intrasel akan terjadi translokasi granul
insulin ke membran dan insulin akan dilepas ke dalam darah (Gambar 2.4)
(Fu et al, 2013).
Gambar 2.4 Sekresi insulin oleh sel beta pankreas (Fu et al, 2013)
16
2.4 Interleukin-1β
Beberapa sitokin disebut sebagai interleukin karena fungsinya sebagai
mediator dari leukosit, namun beberapa interleukin juga memberikan efek pada
sel lain. Terdapat beberapa jenis interleukin yaitu interleukin-1 sampai dengan
interleukin-20 dan jumlahnya masih dapat meningkat. Interleukin-1β (IL-1β)
merupakan sitokin multifungsional dengan aktivitas yang luas pada berbagai
jaringan dan merupakan mediator sel imun yang berfungsi dalam pengaturan
reabsorbsi dan formasi tulang juga meningkatkan sintesis prostaglandin di
dalam tulang. Interleukin-1β juga merupakan mediator kunci dari respon tubuh
terhadap invasi mikroba, reaksi imunologi dan cedera jaringan (Dinarello,
1998).
Efek biologis interleukin-1β dihasilkan dalam konsentrasi yang sangat
kecil, bahkan dalam femtomolar serta terdiri dari 2 peptida yaitu alfa dan beta
yang memiliki aktivitas yang identik (Sharon, 1998). Interleukin-1β (IL-1β)
yang disekresikan dan ditemukan di dalam sirkulasi darah merupakan bentuk
IL-1β terbanyak. Sebagian besar IL-1β disekresikan oleh monosit dan sebagian
oleh makrofag, sel endotelial, fibroblas, dan sel epidermal yang diaktivasi oleh
beberapa stimulus.
2.5 Streptozotocin
Streptozotocin (STZ) merupakan senyawa hasil sintesis dari
Streptomycetes achromogenes yang berfungsi sebagai antibakteri spektrum
luas, antitumor, bahkan karsinogenik dan secara selektif menghancurkan sel
beta pada Pulau Langerhans (Cooperstein, 1981). Hewan diabetes melitus dapat
17
ditimbulkan dengan pemberian STZ atau toksin lain. Pemberian bahan yang
menghambat sekresi insulin dan oleh pemberian antibodi anti-insulin dalam
dosis tepat dapat menyebabkan perusakan selektif sel beta Pulau Langerhans
pankreas (Ganong, 2002).
Streptozotocin digunakan sebagai induksi diabetes melitus baik tipe I
maupun tipe II pada hewan uji karena selektif merusak sel beta pankreas.
Streptozotocin bekerja langsung pada sel beta pankreas dengan aksi
sitotoksiknya dan dimediatori oleh Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga
dapat digunakan sebagai induksi diabetes melitus. Dosis yang digunakan untuk
menginduksi diabetes melitus tipe I adalah 40-60 mg/kg BB secara intravena
sedangkan dosis intraperitonial adalah lebih dari 40 mg/kg BB. Streptozotocin
juga dapat diberikan secara berulang, pemberian berulang dapat menggunakan
dosis 20 mg/kg BB dengan induksi selama 5 hari berturut-turut (Aulanni'am
dkk., 2005).
2.5.1 Mekanisme Streptozotocin mengiduksi kerusakan Sel Beta Pankreas
dan IL-1β
Streptozotocin merupakan suatu senyawa glucosamine nitrosouren
seperti agen alkylating lainnya pada kelas nitrosoure. Streptozotocin
menimbulkan toksik pada pankreas dengan menyebabkan kerusakan DNA
sel. Di dalam sel, streptozotocin serupa dengan glukosa yang akan diangkut
oleh protein yaitu GLUT-2. Salah satu mekanisme streptozotocin yang
menyebabkan diabetes melitus adalah dengan terbentuknya radikal bebas
diantaranya NO, O2, dan H2O2 yang dapat menyebabkan fermentasi DNA
18
sel akibat sitotoksik streptozotocin (Erwin dkk., 2013). Kerusakan DNA
akan memicu produksi enzim poli (ADP-ribosa) sintase, yaitu enzim yang
diperlukan untuk memperbaiki kerusakan DNA. Enzim ini memerlukan
NAD (nikotinamida adenine dinukleotida) sebagai substratnya, sehingga
kandungan NAD+ selular menyebabkan penurunan jumlah ATP, dengan
demikian sintesis dan sekresi insulin menjadi terhambat dan menyebabkan
hiperglikemia (Suryani dkk., 2013).
Streptozotocin juga mampu membangkitkan oksigen reaktif (ROS)
yang memiliki peran dalam kerusakan sel β pankreas. Pembentukan anion
superoksida karena aksi streptozotocin dalam mitokondria dan peningkatan
aktivitas xantin oksidase. Dalam hal ini streptozotocin mampu menghambat
siklus kreb dan menurunkan konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP
mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara
drastis nukleotida sel β pankreas (Nugroho, 2006).
Sitokin berperan dalam imunitas non spesifik dan spesifik serta
mengawali, mempengaruhi, dan meningkatkan respon imun non spesifik.
Fungsi utama dari interleukin-1β adalah memediatoro inflamasi yang
merupakan respon terhadap infeksi dan rangsangan lain. Interleukin-1β
bersama dengan sitokin lain berperan pada respon imunitas non spesifik
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2013). Diabetes melitus tipe I yang diinduksi
oleh streptozotocin terjadi karena adanya kerusakan sel β pankreas sehingga
memicu makrofag dan sel dendritik untuk meluncurkan reaksi inflamasi.
Infiltrasi makrofag akan menyekresikan sitokin pro-inflamasi seperti
19
interleukin-1β yang menarik sel-sel imun seperti sel dendritik, makrofag
dan limfosit T. Sel T mengenali antigen spesifik sel β dan mengaktifkannya
kemudian menyusup ke dalam inflamasi serta menyerang sel β pankreas
(Vincenz dkk., 2010).
2.6 Hewan Coba Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Rattus novergicus memiliki rambut tubuh berwarna putih dan mata
yang merah, panjang tubuh total 440 mm, panjang ekor 205 mm, memiliki
berat badan dewasa berkisar 450-520 gram pada jantan dan 250-300 gram
pada betina. Masa sapih tikus hingga umur 21 hari dan memasuki masa dewsa
pada umur 40-60 hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998). Menurut
Besselsen (2004), taksonomi tikus Rattus novergicus adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodensia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Tikus yang biasa digunakan sebagai hewan uji adalah tikus albino.
Tikus albino memiliki beberapa varietas yaitu galur Sprague – Dawley,
Wistar dan Long – Evans. Masing-masing galur memiliki ciri yang berbeda-
beda. Galur Sprague – Dawley adalah tikus albino yang memiliki kepala kecil
dan ekor panjang melebihi panjang tubuh. Galur Wistar memiliki ciri kepala
20
yang besar dan ekor lebih pendek dari ukuran tubuh (Gambar 2.5),
sedangkan galur Long – Evans memiliki ukuran lebih kecil dari galur lainnya
dan memiliki ciri warna hitam pada kepala dan tubuh bagian anterior
(Armitage, 2004).
Gambar 2.5 Tikus (Rattus norvegicus) galur wistar berkepala besar dan ekor lebih
pendek daripada ukuran tubuh (Armitage, 2004)
Menurut Hedrich (2006), Rattus norvegicus adalah hewan model yang
sering digunakan untuk penelitian karena ideal untuk uji toksikologi dan
kebutuhan asam amino esensial yang dimiliki hewan ini sama seperti
manusia. Selain itu, Rattus norvegicus memiliki keunggulan yaitu tenang,
mudah beradaptasi, mudah ditangani, pemeliharaannya mudah, sehat, bersih
dan cocok untuk berbagai macam penelitian.
21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Kerangka konseptual
22
Diabetes melitus adalah penyakit gangguan endokrin yang ditandai
dengan ketidakmampuan sel-sel tubuh untuk mempergunakan glukosa.
Karakteristik utama dari penyakit ini yaitu peningkatan level glukosa,
(hiperglikemia) yang disebabkan oleh karena menurunnya produksi insulin.
Penurunan jumlah sekresi insulin ini disebabkan oleh kerusakan pada sel-sel
β pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas.
Pembuatan hewan model diabetes melitus tipe I pada penelitian ini
adalah dengan menginduksi senyawa diabetogenik yaitu streptozotocin (STZ)
ke tubuh tikus melalui intraperitoneal. Streptozotocin menembus sel pankreas
melalui transpoter glukosa GLUT-2. STZ merupakan donor nitric oxide (NO)
yang mempunyai kontribusi terhadap kerusakan sel β pankreas melalui suatu
mekanisme metabolisme fosforilasi oksidatif. Di dalam sel terjadi proses
perpindahan gugus metil dari STZ menuju ke gugus DNA yang menyebabkan
kerusakan rantai DNA. Kerusakan DNA akan mengaktivasi poly ADP-ribose
polymerase (PARP) secara berlebihan sehingga menekan NAD+ dan
menurunkan ATP. Keadaan tersebut menyebabkan suplai energi ke sel β
pankreas menipis, sehingga menyebabkan kematian pada sel β pankreas.
Kerusakan sel β pankras menyebabkan produksi insulin menjadi
menurun sehingga menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah
(hiperglikemia), dimana hiperglikemia merupakan ciri utama penyakit
diabetes melitus. Siswono (2012) menyatakan bahwa ekspose sel pankreas
terlalu lama dalam keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan Reactive
Oxigen Spesies (ROS). Sel pankreas sangat sensitif terhadap ROS karena sel
23
pankreas kekurangan free-radical quenching enzymes antara lain katalase,
glutathione peroksidase, dan superoxidase dismutase sehingga stres oksidatif
yang merusak mitokondria pankreas akan merusak sekresi insulin. Stres
oksidatif ini akan menimbulkan glikosilasi dan oksidasi dari protein
intraseluler, termasuk protein yang berperan dalam transkripsi gen. Stres
oksidatif ini juga memberi kontribusi dalam kerusakan fungsi sel β pankreas.
Peningkatan ROS dapat menyebabkan alkilasi DNA di pankreas akibatnya
adalah teraktivasinya makrofag di pankreas. Makrofag akan melakukan
infiltrasi ke dalam sel pankreas dan menyekresikan sitokin pro-inflamasi
seperti interleukin-1β (IL-1β).
Terapi yang diberikan dalam penelitian ini adalah terapi herbal dengan
menggunakan albedo Citrullus vulgaris (bagian kulit semangka yang
berwarna putih). Kandungan utama albedo semangka merah (Citrullus
vulgaris) adalah sitrulin yang mencapai 60% atau 24,4 mg/g berat kering.
Sitrulin berperan dalam menurunkan kadar Reactive Oxigen Species dalam
tubuh dan menurunkan sitokin pro inflamatori yang dalam penelitian ini yaitu
interleukin-1β. Sitrulin merupakan senyawa asam amino nonesensial yang
bermanfaat sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Sitrulin sebagai
antioksidan memiliki manfaat alami untuk melindungi tubuh dari radikal
bebas. Sitrulin mampu menurunkan kadar Reactive Oxigen Species yang
ditimbulkan radikal bebas dari induksi Streptozotocin, sehingga mampu
menghambat kerusakan sel β pankreas. Terhambatnya kerusakan sel β
pankreas juga akan mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah. Sitrulin
24
sebagai anti inflamasi, karena senyawa ini dapat menghambat produksi
sitokin proinflamasi seperti interleukin-1β sehingga mampu menurukan
produksi interleukin-1β dan menghambat keparahan penyakit diabetes
melitus tipe I. Menurut Sugiyanta (2011) sitrulin memicu pembentukan
arginin melalui siklus citrullin-Nitrit Oxide, arginin meningkatkan nitrit oxide
endotelial yang secara langsung berperan dalam regulasi sekresi insulin
melalui mekanisme transport membran.
Harapan dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak albedo semangka
merah (Citrullus vulgaris) akan mampu menurunkan ekspresi interleukin-1β
dan menghambat kerusakan sel β pankreas pada pulau Langerhans sebagai
akibat penyakit diabetes melitus tipe I.
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rangkaian konseptual di atas, maka hipotesis yang bisa
diajukan adalah :
1. Ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris) dapat digunakan
sebagai terapi diabetes melitus tipe I ditinjau dari ekspresi
imunohistokimia IL-β pada pulau Langerhans tikus (Rattus novergicus)
model diabetes melitus tipe I yang diinduksi oleh streptozotocin.
2. Ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris) dapat digunakan
sebagai terapi diabetes melitus tipe I ditinjau dari histopatologi pulau
Langerhans pankreas pada tikus (Rattus novergicus) model diabetes
melitus tipe I yang diinduksi oleh streptozotocin.
25
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Mei 2017- 13 Juni 2017 di
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya untuk
perlakuan dan pemeliharaan hewan coba, Laboratorium Materia Medika Batu
untuk pembuatan ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris),
Laboratorium Patologi Anatomi Kessima Medika untuk pewarnaan HE dan
Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya untuk
pembuatan preparat histopatologi pankreas dengan pewarnaan imunohistokimia.
4.2 Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan untuk persiapan hewan coba, yaitu ruangan, kandang
pemeliharaan, sekam, tempat makan dan minum hewan percobaan serta alat
pengukur suhu dan kelembaban lingkungan. Bahan yang digunakan yaitu, pakan
dan air minum hewan percobaan, 20 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
galur Wistar berusia 8-12 minggu dengan berat badan 150 gram.
Alat yang diperlukan untuk membuat hewan model DM tipe I, yaitu
disposable syringe 1 ml untuk injeksi intra-peritonial dan glucometer untuk
mengukur kadar glukosa tikus sebelum dan setelah perlakuan. Bahan yang
digunakan adalah streptozotocin sebagai agen diabetogenik dengan dosis
penggunaan 20 mg/kg BB.
26
Alat yang dibutuhkan untuk pembuatan, perhitungan dosis dan pemberian
ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris), yaitu alat pemotong, blender,
timbangan analitik, erlenmeyer, Beaker glass, gelas ukur, corong gelas, botol,
kertas saring, shaker digital, alcoholmeter, penangas air dan sonde lambung.
Bahan yang digunakan yaitu, albedo atau daging kulit semangka merah (Citrullus
vulgaris) yang berwarna putih, methanol dan akuades.
Alat yang dibutuhkan untuk isolasi organ pankreas adalah scalpel, gunting,
pinset dan pot spesimen. Bahan yang digunakan, yaitu NaCl fisiologis dan
formalin 10%.
Alat yang dibutuhkan untuk membuat preparat histopatologi pankreas
dengan pewarnaan HE adalah, inkubator, wadah pewarnaan, alat pemotong
jaringan, object glass, cover slip, penjepit mikrotom, dan mikroskop Olympus
BX51. Bahan yang digunakan, yaitu formaldehid, etanol 70%, etanol 80%, etanol
90%, etanol 95%, etanol absolut, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol
70%, alkohol absolut, xylol I, xylol II, parafin, akuades, pewarna HE dan etellan.
Alat yang dibutuhkan untuk membuat preparat histopatologi pankreas
dengan pewarnaan imunohistokimia dan perhitungan ekspresi IL-1β pankreas
adalah, object glass, mikroskop Olympus BX51, mikropipet, yellow tip,
sentrifugator, dan cover slip. Bahan yang digunakan yaitu, xylol, etanol absolut,
alkohol 80%, alkohol 70%, akuades steril, H2O2, PBS pH 7.4, BSA 1%, antibodi
primer rat Anti IL-1β, antibodi sekunder Rabbit Anti rat IgG biotin labeled, Strep
27
Avidin Horse Radis Peroxidase (SA-HRP), kromogen Diaminobenzidine (DAB),
Hematoxylin Eosin (HE) dan etellen.
4.3 Tahapan Penelitian
1. Rancangan penelitian dan persiapan hewan coba
2. Pembuatan hewan model DM tipe I
3. Pembuatan dan perhitungan dosis ekstrak albedo semangka merah
(Citrullus vulgaris)
4. Pemeriksaan kadar gula darah
5. Pemberian ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris)
6. Pengambilan organ pankreas
7. Pembuatan preparat histopatologi pankreas dengan pewarnaan HE
8. Pembuatan preparat histopatologi pankreas dengan pewarnaan
imunohistokimia
9. Perhitungan ekspresi imunohistokimia IL-1β
4.4 Prosedur Kerja
4.4.1 Rancangan Penelitian dan Persiapan Hewan Coba
Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok
kontrol negatif, kontrol positif, kelompok terapi dosis ektrak albedo
semangka merah (Citrullus vulgaris) 1, kelompok terapi dosis ekstrak
albedo semangka merah (Citrullus vulgaris) 2, dan kelompok terapi dosis
28
ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris) 3 (Tabel 4.1). Adapun
variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Variabel bebas: Dosis streptozotocin dan dosis ekstrak albedo
semangka merah (Citrullus vulgaris)
Variabel tergantung: Ekspresi IL-1β dan histopatologi pankreas
Variabel kendali: Tikus putih (Rattus novergicus), kandang, pakan,
air minum, galur, umur, jenis kelamin dan berat
badan
Sampel penelitian menggunakan hewan coba berupa tikus putih
(Rattus novergicus) jantan, galur Wistar, berumur 8-12 minggu, dengan
berat badan 150 gram. Hewan coba diaklimatisasi selama tujuh hari untuk
menyesuaikan dengan kondisi di laboratorium. Perkiraan besar sampel
dihitung berdasarkan rumus (Montgomery and Kowalsky, 2011):
p (n-1) ≥ 15
5 (n-1) ≥ 15
5n - 5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk lima kelompok hewan
coba diperlukan jumlah ulangan paling sedikit empat kali dalam setiap
kelompok, sehingga dibutuhkan 20 ekor hewan coba.
Keterangan :
p : jumlah kelompok hewan coba
n : jumlah ulangan yang diperlukan
29
Tabel 4.1 Pembagian Kelompok Hewan Coba
No. Kelompok Perlakuan
1 K+ Kontrol Negatif
2 K- Kontrol Positif
3 P1 Perlakuan DM tipe I + terapi ekstrak albedo semangka
merah (Citrullus vulgaris) dosis 500 mg/kg BB
4 P2 Perlakuan DM tipe I + terapi ekstrak albedo semangka
merah (Citrullus vulgaris) dosis 1000 mg/kg BB
5 P3 Perlakuan DM tipe I + terapi ekstrak albedo semangka
merah (Citrullus vulgaris) dosis 1500 mg/kg BB
4.4.2 Pembuatan Hewan Model Diabetes Melitus Tipe I
Tikus putih jantan, galur Wistar sejumlah 20 ekor, dengan umur 8-
12 minggu diukur kadar glukosa pasca aklimatisasi menggunakan
glucometer pada semua kelompok perlakuan. Pemberian injeksi
streptozotocin pada kelompok K+, P1, P2, dan P3. Dosis yang digunakan
sebesar 20 mg/kg BB melalui intra-peritoneal selama lima hari berturut-
turut (Multi Low Dose streptozotocin), mulai hari ke-16 hingga hari ke-20
dan diinkubasi selama 9 hari, mulai hari ke-21 hingga hari ke-29. Pada
proses DM, dilakukan pengukuran kadar glukosa setiap seminggu sekali
untuk memastikan tikus putih (Rattus norvegicus) telah mengalami
kenaikan kadar glukosa. Kadar glukosa normal pada tikus sebesar ≤126
30
mg/dl. Kejadian DM pada tikus ditandai dengan kadar glukosa >300 mg/dl.
(Aulanni’am et.al., 2005).
4.4.3 Pembuatan Ekstrak dan Perhitungan Dosis Ekstrak Albedo
Semangka Merah (Citrullus vulgaris)
Metode maserasi digunakan untuk membuat ekstrak albedo
semangka merah (Citrullus vulgaris). Metode maserasi merupakan suatu
proses pemisahan zat pada suatu komponen dengan penyaringan sederhana
menggunakan pelarut tertentu, cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif selanjutnya zat
aktif akan terlarut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat
aktif di dalam sel dengan yang di luar sel (Rais, 2014). Pembuatan ekstrak
dimulai dengan mencuci bersih albedo semangka merah (Citrullus
vulgaris) dan dipotong tipis-tipis, kemudian ditimbang sebanyak 2 kg.
Dihaluskan menggunakan blender dengan ditambahkan pelarut metanol
70%. Bahan yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam toples, diratakan
dan ditambahkan pelarut metanol 70% sampai terendam (pelarut yang
digunakan minimal 2 kali berat bahan). Tutup toples dengan rapat selama
72 jam. Diaduk diatas shaker digital dengan kecepatan 50rpm. Ekstrak cair
disaring dengan kertas saring dan ditampung dalam erlenmeyer. Hasil
ekstrak cair kemudian diuapkan dengan rotary evaporator selama kurang
lebih 1 jam 30 menit. Ekstrak yang dihasilkan diuapkan kembali di atas
penangas air selama 2 jam. Dari 2 kg kulit buah semangka segar yang
31
diekstraksi menggunakan pelarut metanol 70% sebanyak 4 L dihasilkan
ekstrak cair sebanyak 465 ml.
Penentuan dosis efektif ekstrak albedo Citrullus vulgaris merupakan
hasil modifikasi dosis efektif yang pernah diteliti oleh Sugiyanta (2011)
untuk terapi diabetes melitus tipe II, yaitu 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB
dan 1000 mg/kg BB. Pada penelitian ini, dosis yang digunkan dibedakan
menjadi 3, yaitu dosis 1 (500 mg/kg BB), dosis 2 (1000 mg/kg BB), dan
dosis 3 (1500 mg/kg BB).
4.4.4 Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Pemeriksaan kadar glukosa dilakukan setiap tujuh hari sekali. Kadar
glukosa diukur dengan menggunakan glucotest (strip glukometer dan
glukometer Easy Touch). Darah didapatkan dari pembuluh darah pada
bagian ujung ekor hewan model, yang sebelumnya dibersihkan dengan
alkohol 70%, kemudian diurut secara perlahan, selanjutnya ujung ekor
ditusuk dengan menggunakan jarum kecil (syringe 1ml). Darah yang
keluar, kemudian disentuhkan pada bagian strip glukometer. Kadar glukosa
akan terbaca di layar glukometer dan dinyatakan dalam mg/dL. Pada
kondisi normal, kadar glukosa darah pada tikus adalah 126 mg/dL.
Kejadian DM pada tikus ditandai dengan kadar glukosa darah >300 mg/dl.
(Aulanni’am et.al., 2005).
32
4.4.5 Pemberian Ekstrak Albedo Semangka Merah (Citrullus vulgaris)
Pemberian ekstrak albedo semangka merah (Citrullus vulgaris)
dilakukan selama 14 hari sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dengan
cara disondekan. Pemberian ekstrak albedo semangka merah (Citrullus
vulgaris) dimulai pada hari ke-30 hingga hari ke 43 perlakuan.
4.4.6 Isolasi Organ Pankreas
Sebelum dilakukan isolasi pankreas, tikus putih (Rattus norvegicus)
dimatikan terlebih dahulu dengan dislokasi leher, kemudian dilakukan
pembedahan. Organ pankreas lalu dicuci dengan NaCl fisiologis dan
direndam dengan larutan formalin 10%.
4.4.7 Pembuatan Preparat Histopatologi Pankreas dengan Pewarnaan
Hematoxylin Eosin (HE)
Sampel organ pankreas yang diambil dibuat preparat histopatologi.
Proses pembuatan preparat histopatologi menurut Jusuf (2009) terdiri dari
fiksasi, dehidrasi, penjernihan (clearing), embedding, blocking,
pemotongan (mounting) dan penempelan di object glass serta pewarnaan.
1. Fiksasi
Fiksasi dilakukan untuk mencegah kerusakan pada jaringan,
menghentikan proses metabolisme, mengawetkan komponen
sitologis dan histologis, serta mengeraskan materi yang lunak agar
jaringan dapat diwarnai. Fiksasi dilakukan dengan cara dimasukkan
kedalam larutan formalin 40%.
33
2. Dehidrasi
Dehidrasi merupakan langkah kedua dalam pemrosesan
jaringan. Proses ini bertujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan
yang terdapat dalam jaringan yang telah difiksasi, sehingga jaringan
nanti dapat diisi dengan parafin atau zat lain yang digunakan untuk
membuat blok preparat. Dehidrasi dilakukan menggunakan larutan
etanol secara bertingkat dari konsentrasi 70% selama 24 jam, etanol
80% selama 2 jam serta etanol 90%, 95%, dan absolut selama 20
menit. Proses dehidrasi berjalan dalam kondisi teragitasi dan pada
suhu 4○C.
3. Penjernihan (Clearing)
Untuk melakukan penjernihan, jaringan dipindahkan dari
alkohol absolut ke larutan penjernihan, yaitu xylol I selama 20 menit
dan xylol II selama 30 menit.
4. Embedding
Embedding adalah proses untuk mengeluarkan cairan penjernih
(clearing agent) dari jaringan dan diganti dengan parafin. Pada tahap
ini jaringan harus benar-benar bebas dari cairan penjernih karena sisa
cairan penjernih dapat mengkristal dan ketika dipotong dengan
mikrotom akan menyebabkan jaringan menjadi mudah robek.
Embedding dilakukan dalam parafin cair yang ditempatkan dalam
34
inkubator bersuhu 58-60○C. Jaringan dimasukkan dalam parafin cair
sampai memadat.
5. Blocking
Pengecoran (Blocking) adalah proses pembuatan blok preparat
agar dapat dipotong dengan mikrotom. Proses ini menggunakan
cetakan dari plastik (histoplate) dan piringan logam. Histoplate
diletakkan di atas piringan logam dan sedikit cairan parafin dituang
ke dalam cetakan tersebut. Jaringan dimasukkan dengan cepat
menggunakan pinset yang telah dipanaskan dan posisi jaringan diatur
di dalam cetakan. Parafin cair kemudian dituang kembali hingga
menutupi seluruh cetakan tersebut.
6. Pemotongan (Mounting) dan Penempelan pada Object Glass
Setelah membeku, cetakan diletakkan dalam penjepit
mikrotom dan dipotong dengan ketebalan ±5 µm. Jaringan dipotong
untuk merapikan bagian yang tidak terpotong secara sempurna pada
awal pemotongan. Untuk menempelkan jaringan pada object glass,
object glass yang telah di-coated dengan cara dimasukkan kedalam
waterbath dan digerakkan ke arah object yang juga dimasukkan pada
waterbath. Sediaan disimpan dalam inkubator dengan suhu 38-40○C
selama 24 jam lalu siap diwarnai dengan HE.
35
7. Pewarnaan HE
Pewarnaan HE dilakukan dengan menggunakan zat pewarna
hematoksilin untuk memberi warna pada inti sel dan memberikan
warna biru (basofilik), serta eosin yang merupakan counterstaining
hematoksilin, digunakan untuk memulas sitoplasma sel dan jaringan
penyambung, sehingga memberikan warna merah muda. Langkah
pewarnaan HE meliputi:
a. Proses deparafinasi dengan menggunakan xylol I dan II
selama 5 menit
b. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol 95%, 90%,
80%, dan 70% secara berurutan masing-masing selama 5
menit.
c. Pencucian sediaan dengan air mengalir selama 15 menit dan
dilanjutkan dengan aquades selama 5 menit.
d. Pewarnaan dengan pewarna hematoxylin selama 10 menit
kemudian dicuci dengan air selama 30 menit dan akuades
selama 5 menit.
e. Pewarnaan dengan pewarna eosin selama 5 menit dan dicuci
kembali dengan air mengalir selama 10 menit.
f. Dehidrasi dengan etanol 80%, 90%, dan 95% selama 5 menit.
g. Pengeringan sediaan dan pelapisan (mounting) dengan
menggunakan entellan.
h. Pengamatan histopatologi pankreas pada bagian pulau
Langerhans (endokrin pankreas).
36
4.4.8 Pembuatan Preparat Histopatologi Pankreas dengan Pewarnaan
Imunohistokimia
Pengamatan imunohistokimia bertujuan untuk menghitung jumlah
ekspresi IL-1β pada pankreas. Tahap awal imunohistokimia adalah
deparafinasi, yaitu preparat direndam dalam larutan xylol (2 kali), etanol
absolut (2 kali), alkohol 80%, alkohol 70%, dan akuades steril masing-
masing selama 2 menit. Setelah itu, disimpan selama 24 jam dalam suhu
4ºC. Preparat dicuci dalam PBS pH 7,4 (3x5 menit) lalu direndam dalam
3% Hidrogen Peroksida (H2O2) selama 10 menit (dalam PBS), dan dicuci
kembali dalam PBS pH 7,4 (3x5 menit), lalu direndam dalam 1% BSA
(dalam PBS) selama 1 jam pada suhu ruang. Preparat ditetesi dengan
antibodi primer rat Anti IL-1β (dalam BSA 1% dalam PBS) 1:100 dan
diinkubasi pada suhu 4ºC selama 24 jam. Preparat dikeluarkan dari
refrigerator dan dibiarkan selama 30 menit dalam suhu ruang, lalu dicuci
dengan PBS pH 7,4 (3x5 menit). Ditambahkan antibodi sekunder Rabbit
Anti rat IgG biotin labeled dalam PBS (1:200) selama 1 jam pada suhu
ruang, lalu dicuci dengan PBS pH 7,4 (3x5 menit). Ditambahkan SA-HRP
dalam PBS (1:500) selama 40 menit pada suhu ruang, lalu dicuci dengan
PBS pH 7,4 (3x5 menit). Kromogen DAB (3,3-diaminobenzidine
tetrahydrochloride) ditambahkan selama 20 menit pada suhu ruang lalu
dicuci dengan PBS pH 7,4 (3x5 menit). Counter stain (Hematoxylin Eosin)
37
5 menit pada suhu ruang. Dilakukan mounting dengan etellen kemudian
ditutup dengan cover glass (Ramos-Vara, 2005).
4.4.9 Perhitungan Ekspresi Imunohistokimia IL-1β Pankreas
Preparat jaringan pankreas yang telah dilakukan pewarnaan diamati
menggunakan mikroskop cahaya Olympus BX51 dengan perbesaran 400X.
Pengamatan didokumentasikan pada 5 lapang pandang. Hasil positif dari
pewarnaan imunohistokimia IL-1β ditunjukkan dengan warna jaringan
yang kecoklatan. Perhitungan presentasi area ekspresi IL-1β dianalisa
menggunakan software Axio vision.
4.5 Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data
kuantitatif. Data kuantitatif ini adalah ekspresi IL-1β pankreas yang disajikan dan
dianalisa dengan uji ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Tukey atau BNJ
(Beda Nyata Jujur) pada software SPSS 24.
38
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Citrullus vulgaris terhadap
Ekspresi Interleukin-1β Pulau Langerhans Pankreas pada Tikus Model
Diabetes Melitus Tipe I
Pengaruh pemberian ekstrak sitrulin albedo Citrullus vulgaris
terhadap ekspresi interleukin-1β (IL-1β) pada pulau Langerhans tikus diamati
dengan metode imunohistokimia. Metode imunohistokimia menunjukkan
ekspresi IL-1β pada pulau Langerhans dengan warna kecoklatan di jaringan.
Warna kecoklatan ini disebabkan karena berikatannya antibodi primer yaitu
Anti rat IL-1β dengan antibodi sekunder Rabbit anti rat IgG biotin labeled
dan ditambah kromogon DAB. Pengamatan ekspresi IL-1β dilakukan pada
semua kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif (K-), kelompok
kontrol positif (K+), kelompok terapi dosis 500 mg/Kg BB (P1), kelompok
terapi dosis 1000 mg/Kg BB (P2) dan kelompok terapi dosis 1500 mg/Kg BB
(P3).
Hasil dari pengamatan imunohistokimia ini adalah terekspresinya IL-
1β pada pulau Langerhans. Pada kelompok perlakuan K+ (Gambar 5.1A)
menunjukkan warna coklat yang sangat banyak (0,215±0,04) dibandingkan
dengan kelompok perlakuan K- (Gambar 5.1B). Peningkatan ekspresi IL-1β
pada kelompok K+ terjadi sebagai akibat inflamasi pada pulau Langerhans
pankreas. Pada keadaan normal yang ditunjukkan pada kelompok K- masih
ditemukan ekspresi IL-1β karena secara normal IL-1β diproduksi oleh sel atau
makrofag sebagai sistem pertahanan non spesifik.
39
Ekspresi IL-1β diekspresikan pada jaringan ekstraseluler (interstitial)
sehingga pada preparat imunohistokimia pankreas warna kecoklatan yang
terlihat tidak terekspresi pada bagian sitoplasma sel tetapi menyebar di luar
sel. Tidak seperti prekusor IL-1α , prekusor IL-1β bersifat tidak aktif. Aktivasi
prekusor IL-1β dilakukan oleh kaspase-1, selanjutnya sitokin aktif dilepaskan
di ekstraseluler (Dinarello, 1998). Ekspresi IL-1β masih terekspresi pada
kelompok perlakuan P1 (Gambar 5.1C), P2 (Gambar 5.1D), dan P3
(Gambar 5.1E) tetapi intensitas warna kecoklatan yang diekspresikan tidak
sepekat seperti pada kelompok perlakuan K+.
Gambar 5.1A Ekspresi imunohistokimia IL-1β kelompok K- pada pulau
Langerhans pankreas tikus (perbesaran 400x). Ekspresi IL-
1β terekspresi tetapi tidak terlihat jelas
A
40
Gambar 5.1B Ekspresi imunohistokimia IL-1β kelompok K+ pada pulau
Langerhans pankreas tikus (perbesaran 400x). Ekspresi IL-
1β merupakan warna kecoklatan pada jaringan ekstrasel
(interstitial) yang ditunjukkan anak panah ( )
Gambar 5.1C Ekspresi imunohistokimia IL-1β kelompok terapi P1 pada
pulau Langerhans pankreas tikus (perbesaran 400x).
Terlihat masih terdapat ekspresi IL-1β yang jelas pada
jaringan ekstrasel (anak panah )
C
B
41
Gambar 5.1D Ekspresi imunohistokimia IL-1β kelompok terapi P2 pada
pulau Langerhans pankreas tikus (perbesaran 400x).
Ekspresi IL-1β sudah mulai berkurang dan hanya sedikit
terekspresi (anak panah )
Gambar 5.1E Ekspresi imunohistokimia IL-1β kelompok terapi P3 pada
pulau Langerhans pankreas tikus (perbesaran 400x).
Ekspresi IL-1β sudah berkurang bahkan tidak terlihat dan
mendekati gambaran imunohistokimia pada kelompok K-
D
E
42
Perhitungan rata-rata ekspresi imunohistokimia IL-1β menggunakan
software Axio Vision. Setelah diketahui presentase ekspresi IL-1β pada
preparat imunohistokimia maka dilanjutkan dengan analisis statistik one way
ANOVA pada ekspresi imunohistokimia IL-1β (Lampiran 10) menggunakan
software SPSS 24.0. Hasil yang didapat dari uji ragam ANOVA menunjukkan
bahwa pada setiap kelompok perlakuan terdapat ekspresi IL-1β yang
signifikan. Setelah dilakukan uji ragam ANOVA selanjutnya dilakukan uji
Tukey. Hasil perhitungan rata-rata ekspresi IL-1β menunjukkan bahwa
ekspresi IL-1β tertinggi ada pada kelompok perlakuan K+ dan ekspresi IL-1β
terendah pada kelompok perlakuan K-. Melalui hasil uji Tukey terdapat
perbedaan selisih pada ekspresi IL-1β kelompok masing-masing perlakuan.
Terdapat perbedaan pada kelompok perlakuan K+ dengan kelompok
perlakuan dosis 500 mg/Kg BB. Perbedaan nyata terlihat pada kelompok
perlakuan K+ dengan kelompok perlakuan dosis 1000 mg/Kg BB dan
kelompok perlakuan dosis 1500 mg/Kg BB. Dengan demikian dapat dikatakan
tidak ada perbedaan antara kelompok perlakuan dosis 1000 mg/Kg BB dengan
kelompok perlakuan dosis 1500 mg/Kg BB. Rata-rata penurunan ekspresi IL-
1β paling besar terjadi pada kelompok perlakuan dosis terapi 1500 mg/Kg BB
(P3). Hasil uji Tukey ekspresi imunohistokimia IL-1β dapat dilihat pada Tabel
5.1.
43
Tabel 5.1 Hasil uji Tukey ekspresi IL-1β pada masing-masing perlakuan
Perlakuan Ekspresi IL-1β
(Mean±SD)
Kontrol negatif (K-) 0,215±0,04a
Kontrol positif (K+) 0,808±0,09c
Dosis 500 mg/Kg BB 0,523±0,06b
Dosis 1000 mg/Kg BB 0,278±0,09a
Dosis 1500 mg/Kg BB 0,233±0,13a
Keterangan : Notasi a,b,c menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
antar perlakuan
Melalui data tabel tersebut diketahui hasil rata-rata tertinggi ekspresi
imunohistokimia IL-1β berada pada kelompok K+. Peningkatan ekspresi IL-
1β pada kelompok K+ disebabkan karena induksi streptozotocin yang
digunakan untuk membuat hewan model diabetes melitus tipe I pada
penelitian ini. Aksi streptozotocin intraseluler menghasilkan perubahan DNA
sel β pankreas. Alkilasi DNA oleh streptozotocin melalui gugus nitrosourea
mengakibatkan kerusakan pada sel β pankreas (Szkudelski, 2001). Kerusakan
sel β pankreas oleh aktivitas streptozotocin menyebabkan defisiensi insulin
sehingga mengakibatkan kadar glukosa dalam darah meningkat
(hiperglikemia). Perbedaan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah induksi
streptozotocin dapat dilihat pada (Lampiran 9). Keadaan hiperglikemia
meningkatkan stres oksidatif melalui peningkatan radikal bebas atau ROS
(Indranila, 2013). Peningkatan ROS akan menyebabkan oksidan terbentuk
secara berlebih dan dapat menyebabkan aktivasi Poly ADP-ribose
44
Polymerase (PARP) melalui pemecahan DNA. Aktivasi PARP ini akan
meningkatkan jalur poliol dan heksosamin. Peningkatan jalur tersebut dapat
menyebabkan peningkatan glikasi non enzimatik, produksi AGEs yang
berlebih, stres oksidatif dan sintesis diacyglicerol (DAG) yang nantinya akan
mengaktifkan protein kinase-C (PKC). Protein kinase-C ini selanjutnya akan
mengaktifkan Nuclear Factor Kappa B (NF-kB) untuk menstimulasi gen pro-
inflamasi untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti IL-1β (Shita, 2015).
Interleukin 1β merupakan sitokin yang diproduksi oleh berbagai sel
imun dan sel inflamatif yang kemudian melepaskan sinyal inflamasi. Pada
penderita diabetes melitus terjadi peningkatan pengiriman glukosa ke dalam
jaringan adiposa. Sel endotel di dalam jaringan adiposa akan memicu
peningkatan asupan glukosa sehingga terjadi hiperglikemia dalam sel dan
meningkatkan aktivitas NADPH oksidase serta produksi ROS. Peningkatan
ROS ini akan menyebabkan stres oksidatif dan mengaktifkan sinyal inflamasi
sehingga endotel teraktivasi dan menarik sel proinflamasi makrofag (Winarsi,
2010). IL-1β disekresikan makrofag yang teraktivasi melalui kaskade
intraseluler. Menurut Heitmeir et al. (1999) sel islet pankreas dapat
memproduksi IL-1β ketika merespon stimulan dari interferon-γ (IFN-γ) dan
tidak bergantung pada keberadaan makrofag.
Penurunan ekspresi IL-1β seperti yang ditunjukkan pada kelompok
perlakuan P1, P2 dan P3 pada pulau Langerhans disebabkan karena pemberian
ekstrak albedo Citrullus vulgaris yang mengandung sitrulin. Rata-rata ekspresi
IL-1β pada kelompok perlakuan P1, P2 dan P3 lebih sedikit dibandingkan
45
kelompok K+ disebabkan karena adanya terapi sitrulin ekstrak albedo
Citrullus vulgaris yang berperan sebagai antioksidan dan antiinflamsi,
antioksidan berfungsi untuk menetralkan radikal bebas (ROS) di dalam tubuh
sehingga kerusakan sel β pankreas dapat dihambat. Terhambatnya kerusakan
sel β pankreas dapat meningkatkan sekresi insulin sehingga keadaan
hiperglikemia dapat menurun (Ghorbani, 2014). Dengan menurunnya kadar
glukosa dalam darah maka akan menghambat aktivitas protein kinase C (PKC)
sehingga PKC tidak dapat mengaktifkan NF-kB untuk menstimulasi gen pro-
inflamasi seperti IL-1β. Sitrulin sebagai antiinflamasi juga mampu
menonaktifkan NF-kB sebagai faktor transkripsi sel eukariotik, dengan
demikian mampu menurunkan sekresi berbagai sitokin pro-inflamasi seperti
IL-1β. Dengan menurunnya ekspresi IL-1β maka proses inflamasi dan respon
seluler termasuk aktivasi gen yang terlibat dalam inflamasi. Ketiga kelompok
perlakuan terapi (P1, P2 dan P3) ketiganya menunjukkan penurunan ekspresi
IL-1β tetapi perbedaan nyata hanya terlihat pada kelompok terapi dosis 1000
mg/Kg BB (P2) dan kelompok terapi dosis 1500 mg/Kg BB (P3) dengan
kelompok K+. Hal ini menjelaskan tidak terdapat perbedaan pada kelompok
terapi dosis 1000 mg/Kg BB (P2) dan kelompok terapi dosis 1500 mg/Kg BB
(P3).
5.2 Pengaruh Pemberian Ekstrak Albedo Citrullus vulgaris terhadap
Gambaran Histopatologi Pankreas pada Tikus Model Diabetes Melitus
Tipe I
Diabetes melitus tipe I merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan kenaikan glukosa darah atau hiperglikemia karena adanya defisiensi
46
insulin dalam tubuh. Defisiensi insulin dalam tubuh ini disebabkan karena
kegagalan sel β pankreas dalam menghasilkan insulin untuk keperluan
metabolisme tubuh (Ciobotaru, 2013). Sel β pankreas merupakan sel endokrin
yang terletak di pulau Langerhans dan memenuhi sekitar 80% dari volume
pulau Langerhans. Perlakuan diabetes melitus tipe I pada tikus coba dengan
induksi streptozotocin dapat menyebabkan terjadinya degenerasi pada sel β
yang ditunjukkan dengan perubahan bentuk inti sel (Denik, 2009). Terapi
ekstrak albedo Citrullus vulgaris pada tikus model diabetes melitus tipe I
diharapkan dapat menghambat proses degenerasi pada sel β pulau Langerhans
yang ditunjukkan dengan pewarnaan hematoksilin eosin preparat
histopatologi pankreas.
Preparat histopatologi pankreas dengan pewarnaan Hematoksilin
Eosin (HE) digunakan untuk mengetahui perubahan sel-sel endokrin pankreas
pada pulau Langerhans. Hemaktosilin merupakan zat warna yang bersifat
basa dan berfungsi untuk mewarnai sel yang bersifat asam sedangkan eosin
adalah zat warna yang bersifat asam dan berfungsi untuk mewarnai
sitoplasma yang bersifat basa (Dayatri, 2009). Pengamatan preparat
histopatologi ini dilakukan menggunakan mikroskop Olympus BX51 dengan
perbesaran 400x.
Pengamatan histopatologi pankreas dilakukan dengan mengamati
struktur jaringan pankreas yang diwarnai dengan pewarnaan HE. Pada
pewarnaan HE bagian endokrin pankreas (pulau Langerhans) terwarnai lebih
terang dibandingkan bagian eksokrin (acinar). Sebagian besar pulau
47
Langerhans berbentuk bulat atau oval namun juga dapat berbentuk tidak
teratur (Longnecker, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap preparat histopatologi
pankreas terlihat perubahan yang jelas pada kelompok K+ (Gambar 5.3)
yang diinduksi dengan streptozotocin tanpa diberi terapi albedo Citrullus
vulgaris dibandingkan dengan kelompok K- (Gambar 5.2) yang tidak
diinduksi streptozotocin. Preparat histopatologi kelompok perlakuan K+
menunjukkan adanya degenerasi sel-sel kelenjar endokrin. Perubahan yang
terjadi yaitu pada sel-sel kelenjar endokrin yang tidak seragam (polimorf), inti
sel kelenjar endokrin mengecil dan mengalami piknosis yaitu berkurangnya
volume sel sehigga sel tampak mengecil dan berwarna hitam. Sel-sel pada
kelenjar endokrin kelompok perlakuan K+ tidak tersebar secara merata di
pulau Langerhans, pada preparat kelompok perlakuan K+ juga terlihat
pelebaran sinusoid dari organ pankreas yaitu pada bagian pulau Langerhans
(kelenjar endokrin) yang menandakan adanya proses degenerasi. Hal ini
menjelaskan bahwa pemberian streptozotocin dapat merusak sel endokrin
pankreas khususnya sel β pankreas sehingga sekresi insulin ke dalam
pembuluh darah menurun sedangkan pada kelompok K- sel-sel pada kelenjar
endokrin terlihat menyebar secara merata dan memenuhi seluruh pulau
Langerhans, pada kelompok K- juga tidak terlihat adanya pelebaran sinusoid
maupun piknosis pada inti sel.
Hasil pengamatan preparat histopatologi pankreas tampak sama pada
tikus kelompok perlakuan dosis 500 mg/Kg BB (P1) yang ditunjukkan pada
48
Gambar 5.4. Hasil pengamatan histopatologi pankreas pada kelompok P1
menunjukkan masih adanya persebaran sel-sel endokrin yang mengalami
piknosis dan masih adanya rongga di daerah endokrin pankreas. Hasil
pengamatan preparat histopatologi pankreas dari hewan coba tikus yang
diberi ekstrak albedo Citrullus vulgaris menunjukkan bahwa ekstrak albedo
Citrullus vulgaris tidak dapat memperbaiki kerusakan sel endokrin pankreas.
Gambaran pulau Langerhans dari kelompok perlakuan P3 (Gambar 5.6)
(diinduksi streptozotocin dan diberi ekstrak dengan dosis 1500 mg/Kg BB)
menunjukan masih adanya pelebaran sinusoid namun tidak sebanyak
dibandingkan kelompok P1 (diinduksi streptozotocin dan diberi terapi ekstrak
dengan dosis 500 mg/Kg BB) dan P2 (Gambar 5.5) (diinduksi streptozotocin
dan diberi terapi ekstrak dengan dosis 1000 mg/Kg BB).
49
Gambar 5.2 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan
kontrol (K-) dengan perbesaran 400x. Sel-sel pada kelenjar
endokrin terlihat memenuhi seluruh ruang islet dan tidak ada
yang mengalami piknosis (anak panah ) dan tidak terjadi
pelebaran sinusoid
Gambar 5.3 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan
positif (K+) dengan perbesaran 400x. Inti sel endokrin pada
pulau Langerhans mengalami perubahan menjadi piknosis
(anak panah ) dan terjadi pelebaran sinusoid (anak panah )
50
Gambar 5.4 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan
terapi dosis 500 mg/Kg BB (P1) dengan perbesaran 400x.
Terlihat sel-sel endokrin yang masih mengalami piknosis (anak
panah ) dan masih adanya pelebaran sinusoid (anak panah )
Gambar 5.5 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan
terapi dosis 1000 mg/Kg BB (P2) dengan perbesaran 400x.
Masih terlihat pelebaran pada sinusoid (anak panah ) dan inti
sel yang mengalami piknosis (anak panah )
51
Gambar 5.6 Gambaran histopatologi pankreas pada kelompok perlakuan
terapi dosis 1500 mg/Kg BB (P3) dengan perbesaran 400x.
Pelebaran sinusoid masih terlihat ( ) tetapi tidak sebesar pada
kelompok K+. Inti sel yang mengalami piknosis masih terlihat
(anak panah )
Menurut Abunasef et al. (2014) pemberian streptozotocin
menyebabkan perubahan struktur sel yang berat pada islet pankreas (pulau
Langerhans). Pemberian streptozotocin juga menyebabkan bertambahnya
volume sel dan menyebabkan piknosis sehingga sel tampak mengecil dan
menghitam. Perubahan pada sel-sel pankreas yang diakibatkan karena induksi
zat yang mempunyai efek sitotoksik seperti streptozotocin menyebabkan
pengecilan islet pankreas, pengurangan jumlah sel, degranulasi dan
vakuolisasi pada sel-sel tersebut. Pada hasil pengamatan secara mikroskopis
histopatologi pankreas hanya teramati sel-sel kelenjar endokrin yang
52
mengalami piknosis dan pelebaran sinusoid akibat degenerasi sel-sel kelenjar
endokrin (pulau Langerhans).
Induksi dari streptozotocin secara selektif akan menyebabkan
degenerasi sel-sel pulau Langerhans pankreas. Degenerasi sel-sel pulau
Langerhans pankreas yang disebabkan karena induksi senyawa diabetogenik
(streptozotocin, aloxan) memperantarai diabetes melitus tipe I yang
mengakibatkan produksi insulin sangat rendah. Produksi insulin yang sangat
rendah mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan
jaringan adiposa. Diabetes melitus tipe I ditandai dengan defisiensi insulin
sehingga menyebabkan penggunaan glukosa dalam tubuh menurun dan
meningkatkan glikogenesis serta glukoneogenesis dari asam amino.
Abnormalitas glukoneogenesis dari asam amino akan menyebabkan atropi
pada otot dan penurunan berat badan (Ciobotaru, 2013).
Hasil pengamatan secara mikroskopis pada pulau Langerhans antara
kelompok P1, P2 dan P3 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang spesifik
yaitu masih terlihat sel yang mengalami piknosis (berkurangnya volume sel
sehingga sel tampak mengecil dan berwarna hitam) dan pelebaran pada
sinusod akibat adanya degenerasi sel tetapi degenerasi sel kelenjar endokrin
yang terjadi tidak sebanyak pada yang terjadi pada kelompok K+. Hal ini
dapat terjadi karena pada Citrullus vulgaris terkandung sitrulin yang hanya
bersifat antioksidan dan antiinflamasi tetapi tidak terdapat senyawa yang
mampu memicu pertumbuhan sel-sel (growth factor) sehingga sel-sel di
pankreas yang telah rusak akibat induksi streptozotocin tidak dapat
53
beregenerasi. Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa ekstrak Citrullus
vulgaris mampu menghambat kerusakan pada sel endokrin pankreas tetapi
tidak dapat memperbaiki kerusakan pada jaringan pankreas. Kandungan
utama Citrullus vulgaris adalah sitrulin yang mempunyai sifat antioksidan
tinggi. Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap sel. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi
kekurangan elektron dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari
pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif.
Pemberian antioksidan berupa sitrulin dapat menetralisir radikal bebas yang
ada di dalam sel akibat induksi streptozotocin dan proses inflamasi yang
terjadi di organ pankreas sehingga kerusakan sel oleh radikal bebas dapat
dihambat. Sitrulin memicu pembentukan arginin melalui siklus citrullin-Nitrit
Oxide, dalam hal ini arginin meningkatkan nitrit oxide endotelial yang secara
langsung berperan dalam membantu sekresi insulin melalui mekanisme
transport membran.
Peningkatan sekresi insulin dalam tubuh dapat mengurangi stres
oksidatif yang disebabkan oleh hiperglikemia karena efek diabetes melitus
tipe I. Peningkatan sekresi insulin dapat menurunkan kadar glukosa darah
pada kelompok tikus terapi yang ditunjukkan dengan hasil rata-rata
pengukuran kadar glukosa darah setelah terapi kelompok tikus terapi (P1, P2,
dan P3) yang lebih rendah dibandingkan hasil rata-rata pengukuran kadar
glukosa darah pada kelompok kontrol positif setelah induksi streptozotocin
54
(Lampiran 10) karena peran dari NO. Nitrit oxide dibangkitkan oleh NO-
sintase yaitu suatu enzim yang mengubah asam amino L-arginin menjadi L-
sitrulin dan NO (Pechanova, 2007).
55
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu ekstrak albedo
Citrullus vulgaris dengan dosis optimal 1500 mg/Kg BB dapat digunakan
untuk terapi diabetes melitus tipe I ditinjau dari penurunan ekspresi
imunohistokimia interleukin-1β dan hambatan kerusakan sel-sel pulau
Langerhans pada histopatologi pankreas hewan model tikus (Rattus
novergicus) diabetes melitus tipe I.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti sehubungan dengan hasil
penelitian dan pembahasan mengenai efek terapi ekstrak albedo Citrullus
vulgaris terhadap hewan model diabetes melitus tipe I yaitu diperlukan
penelitian lanjutan mengenai dosis efektif dan dosis toksik terhadap ekstrak
albedo Citrullus vulgaris.
56
DAFTAR PUSTAKA
ADA (The American Diabetes Association). 2014. Clinical Practice
Recommendations. Diabetes Care 37 (Suppl 1):s14
Abunasef, S.K., H.A. Amin, and G.A. Abdel-Hamid. 2014. A Histological and
Immunohitochemical Study of Beta Cells in Streptozotocin Diabetic Rats
Treated with Caffeine. Folia Histochemica. Vol.52. 50-51
Adnyana, L.H., dan A.A.G. Budhiarta. 2006. Penatalaksanaan Pasien Diabetes
Melitus di Poliklinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit
Dalam. 7:1863
Armitage, D. 2004. Rattus novergicus. Animal Diverity Web. University of
Michigan of Zoology
Aulanni'am, D.W. Soeatmadji, F. Fatchiyah and B.S. Sumitro. 2005. Detection of
GAD 65 Auto Antibodies Of Type 1 Diabetes Using GAD 65-abs Reagen
Produce From Bovine Brain Tissue. Medical Journal of Indonesia.
14:109-205
Baratawidjaja, K.G., dan I. Rengganis. 2013. Imunologi Dasar Edisi Ke-10.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Press: Jakarta
Besselsen, D.G. 2004. Biology of Laboratory rodent.
http://www.ahse.arizona.edu/. [25 Oktober 2016].
Ciobotaru, E. 2013. Spontaneous Diabetes Mellitus in Animals. Faculty of
Veterinary Medicine. Bucharest
Cooperstain, S.J., and D. Watkins. 1981. The Islet of Langerhans. Academic
Press: New York
Dayatri, U.A. 2009. Profil Sel Beta Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus
Diabetes Melitus yang Diberi Virgin Coconut Oil (VCO) [Skripsi].
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor
Denik, E. 2009. Distribusi Sel Insulin Pankreas pada Tikus Hiperglikemia yang
Diberi Diet Tempe [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor
Dinarello, C.A., and J.A. Gelfand. 1998. Fever and Hyperthermia. In: Kasper,
D.L., et. al., ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed.
Singapore: The McGraw-Hill Company, 104-108
57
Erwin, E., dan T.W. Pangestiningsih. 2013. Ekspresi Insulin pada Pankreas
Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi dengan Streptozotocin Berulang.
Jurnal Kedokteran Hewan. Vol.7 No.2
Fu, Z., R. Gilbert, and D. Liu. 2013. Regulation of Insulin Synthesis and Secretion
and Pancreatic Beta-Cell Dysfunction in Diabetes. Department of Human
Nutrition, Foods and Exercise, College of Agriculture and Life Sciences,
Virginia Tech, Blacksburg, Virginia
Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review of Medical
Physiology). Widjajakusumah, M.D. et al. terjemahan. Jakarta: EGC.
Ghorbani, Z., H. Azita, and M. Parvin. 2014. Anti-Hyperglicemic and Insulin
Sensitizer Effects of Turmeric and its Principle Constiturnt Curcumin. Int
Journal Endocrinol Metab. 1-9
Gunn-Moore, D. 2013. Diabetes Mellitus in Cats. Crieff 2 Day Small Animal
CPD Meeting. United Kingdom. 284-304
Guoyao, W., K.C Julie, P.P. Veazie, K.D. Dolan, K.A. Kelly, dan J.C., Meininger.
2007. Dietary Supplementation With Watermelon Pomace Juice Enhances
Arginine Availability and Ameliorates The Metabolic Syndromein Zucker
Diabetic Fatty Rats. American Society For Nutrition, 6:334-341
Gustaviani, R. 2007. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta
Hedrich, H.J. 2006. Taxonomy and stocks and strains. In: Suckow, M.A., S.H.
Weisbroth, and C.L. Franklin. The laboratory rat. 2nd ed. Elsevier, Boston:
v + 912 hlm.
Heitmeir, M.R., A.L. Scarim, and J.A. Corbett. 1999. Double-stranded RNA
Inhibits Beta-cell Function and Induces Islet Damage by Stimulating Beta-
cell Production of Nitrit Oxide. Journal Biol. Chem. 274
Indranila, K.S. 2013. Aspek Biomolekuler Apoptosis, Caspase-3 dan Rak Pada
Pemberian Morinda citrofolia (mengkudu) Tikus Sprague Dawley
Diabetes Nefropati yang Diinduksi Streptozotocin (STZ). Medica
Hospitalia Vol.1(3).150-158
Ismayanti, B., Syaiful dan Nurhaeni. 2013. Kajian Kadar Fenolat dan Aktivitas
Antioksidan Jus Kulit Buah Semangka (Citrullus Lanatus). Online Jurnal
of Natural Science. Vol. 2(2): 36-45
58
Janqueira, J.C., dan O.R. Kelly. 1995. Histologi Dasar. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG
Jusuf, A.A. 2009. Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran.
Universitas Indonesia. Jakarta
Leeson C.R. 1990. Texbook of Histology 6th Edition. WB Saunders: Philadelphia
Longnecker, S.D. 2014. Anatomy and Histology of Pancreas. Department of
Pathology, Geisel School of Medicine at Dartmouth, Lebanon. DOI:
10.3998
Montgomery, D.C and S. Kowalsky. 2011. Introduction to Statistical Quality
Control 5th Ed. John Wiley & Sons (ASIA) Pte Ltd. Singapura
Nelson, W.R., and C.E. Reusch. 2014. Animal Models of Disease: Classification
and Etiology of Diabetes in Dogs and Cats. Department of Medicine and
Epidemiology, School of Veterinary Medicine, University of California.
Journal of Endocrinology (2014) 222, T1-T9
Nugroho, E.A. 2006. Review Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi dan
Mekanisme Aksi Diabetogenik. Jurnal Biodiversitas. Vol.7 No.4 hal.378-
382
Ocktarini, R. 2010. Pengaruh Ekstrak Herba Anting-anting (Acalypha australis
L.) terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Balb/C Induksi Sterptozotocin
[Skripsi]. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret
Paulsen D.F. 2000. Histology and Cell Biology Examination and Board Review 1st
Edition. McGraw-Hill: Singapore
Pechanova, O. 2007. The Role of Nitrit Oxide in Th Maintenance of Vasoactive
Balance. Academy of Sciences of the Czech Republic. Physiol. Res. 56
(Suppl. 2): S7-S16
Pujimulyani, D. 2012. Teknologi Pengolahan Buah-buahan dan Sayur-sayuran.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Pulungan, A., dan Herqutanto. 2009. Diabetes Melitus Tipe 1: Penyakit Baru yang
akan Makin Akrab dengan Kita. Majalah Kedokteran Indonesia Volum: 59
(10) Oktober (2009)
Ramos-Vara, J.A. 2005. Technical Aspect of Immunohistochemistry. Veterinary
Pathology. Vol 42. pp.405-426
59
Rais, R.I. 2014. Ekstraksi Andrografolid dari Andrographis paniculata (Burm.f.)
Nees Menggunakan Ekstraktor Soxhlet. Pharmaciana, Vol.4, No.1, 85-92
Reis, J.S., C.A.V. Amaral, C.M.O Volpe, J.S. Fernandes, E.A Borges, C.A Isoni,
P.M.F.D. Anjos, and J.A.N. Machado. 2012. Oxidative Stress and
Interleukin-6 Secretion During The Progression of Type I Diabetes. Arq
Bras Endocrinol Metab. 56(7):441-448
Rukmana, E. 1994. Buah dan Sayur untuk Terapi. Jakarta: Penebar Swadaya
Sharon, J. 1998. Cytokines and inflammation. Basic Immunology. Baltimore:
Williams and Wilkins
Shita, A.D.P. 2015. Perubahan Level TNF-α dan IL-1 pada Kondisi Diabetes
Mellitus. Prosiding Dentistry Scientific Meeting II. 1-7
Siswono. 2012. Penderita Stroke Harus Segera Ditangani. Available at
:http://www.gizi.net/[25 Oktober 2016]
Smith, J.B., dan S. Mankoewidjojo. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan, dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia
Press: Jakarta
Soegondo, S. 2005. Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini.
Universitas Indonsesia Press: Jakarta
Sugiyanta. 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Kulit Semangka (Citrullus
vulgaris Schard) terhadap Kadar Glukosa Tikus Putih (Rattus
novergicus) yang diinduksi Streptozotosin [Karya Tulis Ilmiah]. Fakultas
Kedokteran Universitas Jember: Jember
Suryani, N., dan T. Endang. 2013. Pengaruh Ekstrak Metanol Biji Mahoni
Terhadap Peningkatan Kadar Insulin, Penurunan Ekspresi TNF-α dan
Perbaikan Jaringan Pankreas Tikus Diabetes. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 27(3):40
Syukur, C., dan Hernani. 2013. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta:
Penebar Swadaya
Szkudelski, T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in
Beta-cells of the Rat Pancreas. Physiology Research. 50
Tortora, G.J., dan B.H. Derrickson. 2012. Principles of Anatomy and Physiology.
Twelfth Edition. Asia: Wiley
60
Underwood, J.C.E. 1992. General and Systemic Pathology. Churchill
Livingstone: London
Vincent J. L., and P.M. Kochanek. 2010. Hyperglycemia and Blood Glucose
Control in the Intensive Care Unit. Textbook of Critical Care.5th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders.p.12319
Widowati, W. 2007. Peran Antioksidan sebagai Agen Hipokolesterolemia.
Majalah Kedokteran Damianus. 6(3):228-230
Winarsi, H. 2015. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya bagi Kesehatan.
Kanisius: Yogyakarta. 195-197