LAPORAN ASKEP POLIDAKTILI
-
Upload
syox-rastamarley -
Category
Documents
-
view
223 -
download
1
Transcript of LAPORAN ASKEP POLIDAKTILI
LAPORAN ASKEP POLIDAKTILI
A. Medis
1. Pengertian
Polidaktili atau polidaktilisme (berasal dari bahasa Yunani kuno πολύς (polus)
yang artinya banyak dan δάκτυλος (daktulos) yang artinya jari, dikenal sebagai
hiperdaktilisme, yaitu anomali kongenital pada manusia dengan jumlah jari
tangan atau kaki berlebihan. Kelainan ekstremitas kongenital bervariasi dari
kelainan yang hampir tak terlihat hingga tidak adanya ekstremitas.
Polidaktili adalah kelainan bawaan dimana didapatkan jari lebih dari lima pada
satu tangan atau kaki.
Polidaktili adalah suatu kelainan yang diwariskan oleh gen autosomal dominan P. yang
di maksud dengan sifat autosomal ialah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada
autosom. Gen ini ada yang dominan dan ada pula yang resesip. Oleh karena laki-laki dan
perempuan mempunyai autoaom yang sama, maka sifat keturunan yang ditentukan oleh
gen autosomal dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan. Sehingga orang bissa
mempunyai tambahan jari pada kedua tangan atau kakinya. Yang umum dijumpai ialah
terdapatnya jari tambahan pada satu atau kedua tangannya. Tempatnya jari tammbahan
itu berbeda-beda, ada yang terdapat didekat ibu jari dan ada pula yang terdapat didekat
jari kelingking.
Suatu kelainan yang diwariskan gen autosomal dominan P, sehingga penderita
akan mendapatkan tambahan jari pada satu atau dua tangannya dan atau pada
kakinya. Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif pp.
Polidaktili juga dikenal sebagai Hyperdaktili, bisa terjadi ditangan atau dikaki
manusia ataupun hewan. Tempat jari tambahan tersebut berbeda-beda ada yang di
dekat ibu jari dan ada pula yang berada di dekat jari kelingking.
(http://dokteryudabedah.com/tentang-polidaktili/)
Orang normal adalah homozigotik resesip pp. pada individu heterozigotik Pp
derajat ekspresi gen dominan itu dapat berbeda-beda, sehingga lokasi tambahan
jari dapat bervariasi. Bila seorang laki-laki polidaktili heterizigotik menikah
dengan orang perempuan normal, maka dalam keturunan kemungkinan timbulnya
polidaktili ialah 50%
p ♀ pp x ♂ Pp
normal polidaktili
F1 Pp = polidaktili (50%)
Pp = normal (50%)
2. Anatomi Fisiologi
3. Epidemiologi
4. Klasifikasi
Ada 3 derajat polidaktili, yaitu:
1. Tipe 1: jari tambahan melekat pada kulit dan nervus.
2. Tipe 2: jari tambahan dengan bagian normalnya melekat pada tulang atau
sendi.
3. Tipe 3: jari tambahan dengan bagian normalnya berhubungan dengan os
metakarpal tambahan pada tangan.
Duplikasi dapat bervariasi dari jari dengan persendian yang terbentuk baik hingga
jari yang mengalami rudimenter. Kelainan pada metatarsal yang berhubungan
biasa didapatkan nervus Klasifikasi morfologi dideskripsikan oleh Venn-Watson,
sebagaimana gambar di bawah ini:
Gambar . Klasifikasi Venn-Watson berdasarkan konfigurasi anatomi metatarsal
dan bagian tulang yang mengalami duplikasi.
5. Etiologi
Adapun etiologinya yaitu sebagai berikut:
Asphyxiating thoracic dystrophy
Carpenter syndrome
Ellis-van Creveld syndrome (chondroectodermal dysplasia)
Familial polydactyly
Laurence-Moon-Biedl syndrome
Rubinstein-Taybi syndrome
Smith-Lemli-Opitz syndrome
Trisomi 13
Trisomi 21
Tibial hemimelia. (http://www.umm.edu/ency/article/ 003176trt.htm)
Sebagaimana telah disebutkan di atas, polidaktili dapat bermanifestasi tunggal
atau sebagai bagian dari suatu sindrom anomali kongenital. Bila diagnosis berdiri
sendiri maka berhubungan dengan mutasi dominan autosom pada gen tunggal,
namun variasi pada berbagai gen juga mungkin terjadi. Secara khusus gen mutasi
yang terlibat dalam pola perkembangan, akan menyebabkan anomali kongenital
dengan polidaktili sebagai salah satu sindromnya.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Polydactyly)
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya polidaktili antara lain :
1. Kelainan Genetik dan Kromosom
Diturunkan secara genetik (autosomal dominan). Jika salah satu pasangan suami
istri memiliki polidaktili, kemungkinan 50% anaknya juga polidaktili. Kelainan
genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas polidaktili
pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel
biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur
dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang
sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
2. Faktor Teratogenik
Teratogenik (teratogenesis) adalah istilah medis yang berasal dari bahasa Yunani
yang berarti membuat monster. Dalam istilah medis, teratogenik berarti terjadinya
perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan
kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak
sempurna (terjadi cacat lahir). Di dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor
434.1 (2001), teratogenik adalah sifat bahan kimia yang dapat menghasilkan
kecacatan tubuh pada kelahiran.
Teratogenik adalah perubahan formasi dari sel, jaringan, dan organ yang
dihasilkan dari perubahan fisiologi dan biokimia. Senyawa teratogen akan berefek
teratogenik pada suatu organisme, bila diberikan pada saat organogenesis.
Apabila teratogen diberikan setelah terbentuknya sel jaringan, sistem fisiologis
dan sistem biokimia, maka efek teratogenik tidak akan terjadi. Teratogenesis
merupakan pembentukan cacat bawaan. Malformasi (kelainan bentuk) janin
disebut terata, sedangkan zat kimia yang menimbulkan terata disebut zat
teratogen atau teratogenik.
(http://faudinocent.blogspot.com/2011/10/teratogenik.htmlnn)
Perubahan yang disebabkan teratogen meliputi perubahan dalam pembentukan
sel, jaringan dan organ sehingga menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia
yang terjadi pada fase organogenesis. Umumnya bahan teratogenik dibagi
menjadi 3 kelas berdasarkan golongan nya yakni bahan teratogenik fisik, kimia
dan biologis.
a. Faktor teratogenik fisik
Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik
misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu
terkena radiasi nuklir (misal pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen
fisik tersebut, maka janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada
tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan radiasi, karena agen
teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai macam organ.
Dalam menghindari terpaaan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya
menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen
yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat
memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.
(http://faudinocent.blogspot.com/2011/10/teratogenik.htmlnn)
b. Faktor teratogenik kimia
Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia yang
bila masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ tubuh janin
dapat menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan
teratogenik adalah bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit tertentu juga memiliki efek teratogenik.
Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama di
negara-negara yang konsumi alkohol tinggi. Konsumsi alkohol pada ibu hamil
selama kehamilannya terutama di trisemester pertama, dapat menimbulkan
kecacatan fisik pada anak dan terjadinya kelainan yang dikenal dengan fetal
alkoholic syndrome . Konsumsi alkohol ibu dapat turut masuk kedalam plasenta
dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak terganggu dan terjadi
penurunan kecerdasan/retardasi mental. Alkohol juga dapat menimbulkan bayi
mengalami berbagai kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu
ia dilahirkan. Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat
teratogenik. Beberapa polutan lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan
berbagai senyawa polimer dalam lingkungan juga dapat menimbulkan efek
teratogenik.
(http://faudinocent.blogspot.com/2011/10/teratogenik.htmlnn)
c. Faktor teratogenik biologis
Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu hamil.
Istilah TORCH atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan herpes
merupakan agen teratogenik biologis yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam
masyarakat. Infeksi TORCH dapat menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan
bahkan abortus sampai kematian janin. Selain itu, beberapa infeksi virus dan
bakteri lain seperti penyakit sifilis/raja singa juga dapat memberikan efek
teratogenik.(http://faudinocent.blogspot.com/2011/10/teratogenik.htmlnn).
6. Tanda dan Gejala
a. Ditemukan sejak lahir.
b. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jari tangan atau kaki.
c. Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, bahkan dapat melekat
sampai ke tulang.
d. Jari tambahan bisa terdapat di jempol (paling sering) dan keempat jari lainnya.
e. Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun jarang.
(http://engzkatroxz.blogspot.com/2010/12/polidaktili.html)
7. Patofisiologi
Polidaktili, disebabkan kelainan kromosom pada waktu pembentukan organ tubuh
janin. Ini terjadi pada waktu ibu hamil muda atau semester pertama pembentukan
organ tubuh. Kemungkinan ibunya banyak mengonsumsi makanan mengandung
bahan pengawet. Atau ada unsur steratogenik yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan. Kelebihan jumlah jari bukan masalah selain kelainan bentuk tubuh.
Namun demikian, sebaiknya diperiksa kondisi jantung dan paru bayi, karena
mungkin terjadi multiple anomali.
Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif pp. Pada individu
heterozigotik Pp derajat ekspresi gen dominan itu dapat berbeda-beda sehingga
lokasi tambahan jari dapat bervariasi. Bila seorang laki-laki polidaktili
heterozigotik menikah dengan perempuan normal, maka dalam keturunan
kemungkinan timbulnya polidaktili adalah 50% (teori mendel). Ayah polidaktili
(heterozigot) Pp x, ibu normal homozigot (pp) maka anaknya polidaktili
(heterozigot Pp) 50%, normal (homozigot pp) 50%.
(http://dokteryudabedah.com/tentang-polidaktili/)
8. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis dapat ditegakn dengan beberapa cara sebagai berikut :
a. Anamnesis:
Apakah ada anggota keluarga yang dilahirkan dengan jari tambahan?
Apakah ada riwayat keluarga dengan kelainan yang berhubungan
dengan polidaktili
Apakah ada gejala lain?
b. Pemeriksaan Fisis
Terlihat adanya jari tambahan (inspeksi)
c. Pemeriksaan Penunjang
Analisa kromosom
Foto polos
(http://www.umm.edu/ency/article/ 003176trt.htm)
9. Penatalaksanaan Medik
Pembedahan diindikasikan untuk memperbaiki kosmetik dan bila ada keluhan
kecocokan untuk memakai sepatu (bila polidaktili terdapat pada kaki).
Biasanya operasi dilakukan saat usia pasien lebih dari 1 tahun agar pengaruh
pada perkembangan dan gaya jalan minimal. Operasi sebaiknya ditunda hingga
perkembangan tulang (ossifikasi) selesai sehingga memungkinkan penilaian
anatomi yang akurat. (http://emedicine.medscape.com/article/ 1260255-
overview)
a. Polidaktili pada tangan
Klasifikasi Waffel digunakan untuk menyederhanakan pengkategorian
secara klinis dan perencanaan prosedur pembedahan. (http://jos.online.org-
pdfov14i3p295.pdf)
Pedoman dalam mengoperasi polidaktili pada jari tangan:
1) Jari radial hipoplastik yang direseksi.
2) Pada polidaktili tipe II dan III dengan kaliber yang simetris dan
memiliki komponen tulang, dipillih prosedur Bilhaut Cloquet yang
memungkinkan stabilitas sendi karena mempertahankan
ligamentum kolateral ulnar dan radial sendi interphalanx.
Komplikasi prosedur antara lain kekakuan sendi, hipertrofi jaringan
parut, deformitas punggung kuku. Perbaikan nail bed yang cermat
dan rekonstruksi ukuran kuku yang serupa untuk mencegah masalah
kecacatan ini. Penting pula untuk memperingatkan pasien akan jari
yang tersisa pasti akan mengalami hipoplasia, yaitu dalam hal lebar
dan lingkarannya.
3) Untuk polidaktili tipe II, instabilitas sendi sering terjadi karena
kelainan berkembang pada level sendi. Ligamentum kolateral,
perlekatan kapsul, dan tendon ekstrinsik dari jari hipoplastik
merupakan struktur esensial untuk menjaga stabilitas sendi.
Instabilitas yang mucul belakangan akibat gangguan pada jaringan
lunak yang mengakibatkan peregangan kronik dan rekonstruksi
jaringan lunak yang tidak seimbang. Oleh karena itu, lebih baik
dilakukan over-tensioning pada rekonstruksi jaringan lunak.
Namun penilaian instabilitas sendi (>5% angulasi pada IPJ) sering
pula tidak tepat.
4) Pada polidaktili tipe III, anomali tidak mencapai IPJ sehingga
diharapkan hasil yang memuaskan setelah dilakukan eksisi
sederhana. Meskipun demikian, dilaporkan pula adanya komplikasi
setelah ligasi sederhana pada bifid thumb yaitu deformitas Z ibu jari
(Z thumb deformity), instabilitas sendi, dan deformitas sendi.
Namun instabilitas sendi ini dapat pula berasal dari instabilitas
preoperatif. Tarikan eksentrik pada oto-otot ekstensor pada IPJ
mungkin berperan dalam perubahan sekunder dalam kapsul sendi
dan ligamentum kolateral. Over-tightening ligament kolateral dan
re-alignment tendon ekstrinsik yang tepat dapat memperbaiki
instabilitas sendi. Prosedur Bilhaut-Cloquet tidak dapat
memperbaiki instabilitas sendi pada polidaktiili tipe III akibat eksisi
sederhana, namun bisa pada tipe II.
5) Ligamentum kolateral radial dengan perlekatannya pada flap
periosteal dipertahankan dan over-tightened untuk menjaga
stabilitas sendi dan mencegah deformitas.
6) Jari tipe II dan IV biasanya berhubungan dengan phalanx proksimal
dan kepala metakarpal yang sangat besar.
7) Osteotomi korektif lebih dipilih untuk deformitas angular residual
tulang. (http://jos.online.org-pdfov14i3p295.pdf)
8) Realignment dengan atau tanpa augmentasi tendon penting untuk
mengembalikan kelurusan aksial dan mencegah deformitas Z karena
tarikan tendon yang eksentris. Pada tipe IV, prosedur yang biasa
dilakukan adalah suturing duplicated extensor jari radial ke
ekstensor longus jari ulnar dan melekatkan kembali m. abductor
pollicis brevis dan m. extensor pollicis brevis ke basis phalanx
proksimal. Delapan dari sebelas penderita polidaktili tipe IV
mengalami instabilitas sendi, dan tiga mengalami deformitas sendi.
Komplikasi ini lebih nyata pada MCPJ yang besar dan pada
proksimal deformitas. Empat pasien dengan kaput metacarpal I
yang bifaset dan membesar yang melalui rekonstruksi mengalami
kekakuan sendi. Hal ini disebabkan oleh ukuran dan kontur
permukaan artikulasi kaput metacarpal, yang dapat diatasi dengan
kondroplasti yang teliti dengan scalpel tajam untuk membuat
permukaan artikulasi yang sesuai dengan basis phalanx proksimal.
Suatu on-top plasty (transposisi bagian distal sebuah jari terhadap
bagian proksimal dari jari lain) pada kasus ini menghasilkan
keluaran yang bagus dan ibu jari dengan alignment normal. Pada
polidaktili tipe IV, jari ulnar dengan kaliber yang sama dan unit
tendon fungsional yang intak dipindahkan ke basis komponen
radial, tepatnya phalanx proksimal komponen ulnar. Permukaan
artikular ulnar dengan kaput metacarpal dirapikan untuk
membentuk basis yang stabil, dan disesuaikan ukurannya degan
phalanx proksimal komponen radial. Prosedur ini menjaga integritas
pembungkus jaringan lunak yang penting pada sisi radial,
khususnya ligamentum kolateral, kapsul dan otot abduktor pollicis.
K-wire intraosseus dipasang sementara untuk mentransfikskan
osteotomi. Perlu diperhatikan re-alignment pada tendon dengan
aksis baru pada jari yang direkonstruksi. Prosedur ini menghasilkan
penyatuan tulang yang lebih baik dan mencegah komplikasi lambat.
(http://emedicine.medscape.com/article/ 1260255-overview)
9) Tujuan terapi polidaktili adalah untuk mempertahankan jari yang
paling fungsional, tanpa mengingat apakah berupa bi- atau tri-
phalangeal (http://jos.online.org-pdfov14i3p295.pdf)
b. Polidaktili pada kaki
Penanganan termasuk eksisi jari tambahan dan rekonstruksi jaringan lunak di
sekitar jari yang tersisa untuk memperbaiki kesejajaran bila terdapat deviasi.
Jari paling medial pada polidaktili preaksial dan jari paling lateral pada
polidaktili postaksial adalah jari yang dipilih untuk direseksi agar kaki bisa
menyempit dengan tepi lateral atau medial yang lurus. Pada polidaktili
postaksial, dilakukan insisi oval atau racquet-shaped pada jari paling lateral
melalui kulit dan fasia. Tendon dibelah ke distal sejauh mungkin. Kapsul sendi
metatarsophalangeal (MTP) dibelah dan jari dipisahkan dari artikulasinya.
Ketelitian diperlukan untuk menyeimbangkan dengan tepat antara musculus
hallucis abductor dan adductor serta meminimalkan hallux varus. Koreksi
terhadap longitudinal bracket epiphysis mencegah berkembangnya hallux
varus dan metatarsal I yang kependekan. Kapsul diperbaiki seakurat mungkin.
Bila jari yang lebih lateral yang hipoplastik dan dieksisi, ligamentum
intermetatarsal harus ditaksir ulang. Penempatan Kirschner wire (K-wire)
selama 4-6 minggu dapat membantu mempertahankan posisi dan mencegah
deformitas varus atau dapat pula dibalut atau digips (cast). Pada polidaktili
sentral, insisi racquet-shaped dorsal dilakukan pada dasar/lantai duplikasi. Jari
tambahan dieksisi melalui disartikulasi. Ligamentum intermetatarsal dinilai
ulang sebelum ditutup. Gips (cast) atau orthosis bermanfaat pada postoperasi
untuk meminimalkan sisa kaki depan yang melebar. Dengan indikasi
kosmetik, dilakukan penutupan kulit plastik/sintetis yang cermat. Walking cast
pada memungkinkan anak-anak bisa tetap bergerak aktif dan sekaligus
melindung daerah insisi. Komplikasi postoperatif antara lain hallux varus
residual dan jaringan parut akibat operasi. (http://jos.online.org-
pdfov14i3p295.pdf)
10. Pencegahan
11. Prognosis
Kebanyakan pasien memiliki hasil keluaran yang baik hingga sempurna.
Tindakan yang hati-hati menentukan keluaran yang baik dalam hal kosmetik
dan fungsional. Potensi pertumbuhan dari jari yang direkonstruksi masih belum
diketahui. Pengukuran lebar kuku, lingkaran dan panjang jari, menunjukkan
potensi pertumbuhan jari yang tersisa setelah eksisi jari yang hipoplasti.
Namun, jari hipoplastik ini telah mengganggu sehingga meskipun pembedahan
dilakukan sejak dini, pertumbuhan jari normal tidak akan pernah tercapai.
(http://jos.online.org-pdfov14i3p295.pdf)
12. Komplikasi
B. Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis mengenai riwayat keluarga
b. Riwayat pranatal – postnatal
c. Pengkajian hasil laboratorium
d. Pemeriksaan status neurologis
e. Riwayat kelahiran serta berat badan lahir harus dilakukan dengan hati –hati.
f. Pemeriksaan fisik dilakukan keseluruh tubuh untuk menggali adanya
kelainan atau anomali lainnya dibagian tubuh lain. Pemeriksaan fisik
dengan dilakukan secara sistematik.
Berikut adalah pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu :
a. Catat dan dokumentasikan nomor jari tangan yang mengalami gangguan,
keterlibatan jaringan yang mengalami penambahan, penyatuan, panjang
setiap jari, dan tampilan dari kuku.
b. Pengambilan foto pada tangan terutama pada saat pertama kali kunjungan
biasanya sangat membantu diagnosis.
c. Lakukan pergerakan pasif untuk memeriksa adanya penambahan tulang
dengan penambahan jaringan lunak.
d. Periksa dengan mempalpasi adanya polidaktili yang tersembunyi.
e. Tingkat anomali dari struktur tendon dan neurovakular mencerminkan
kompeksitas dari polidaktili. Adanya kondisi polidaktili komplet atau
kompleks biasanya melibatkan bagian distal dari falang ( jari ).
f. Selalu melakukan pemeriksaan radiografi untuk membantu identifikasi
anomali lainnya, seperti bony synostosis, delta falang atau symphalangism.
2. Diagnosa
a. Pre Operasi
1) Gangguan konsep diri (citra diri) b/d anomali kongenital / perubahan
bentuk tubuh (kaki/tangan)
2) Ansietas b/d rencana pembedahan.
3) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi mengenai
penyakit atau pengobatan.
b. Pasca Operasi
1) Nyeri b/d luka pascaoperasi
2) Kerusakan integritas kulit b/d pembedahan
3) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan pembedahan
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi mengenai
penyakit atau pengobatan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Gangguan konsep diri (citra diri) b/d anomali kongenital / perubahan
bentuk tubuh (kaki/tangan)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
menunjukkan harga diri dengan mengungkapkan penerimaan diri secara
verbal.
Intervensi :
a) Dorong individu mengekspresikan perasaan, khususnya mengenai
bagaimana individu merasakan, memikirkan atau memandang dirinya.
R/ : dapat membantu klien berfikiran positif terhadap dirinya sendiri
b) Dorong interaksi dengan teman sebaya dan orang dewasa yang
mendukung.
R/ : memberikan rasa percaya diri klien
c) Kaji dan jelaskan kepada klien tentang keadaan penambahan jari klien
R/ intervensi awal bisa mencegah distress psikologis pada klien
d) Bantu klien menggunakan mekanisme koping yang positif
R/ mekanisme koping yang positif dapat membantu klien lebih percaya
diri, kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan dan mencegah
terjadinya kecemasan tambahan
e) Orientsikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan
R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan
f) Libatkan system pendukung dalam perawatan klien
R/ kehadiran system pendukung meningkatkan citra diri klien.
2) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.
Tujuan : setelah klien diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien
dapat menunjukkan perasaan dan mengidentifikasi cara yang sehat dalam
berhadapan dengan mereka, tampil santai, dapat beristirahat / tidur cukup,
dan melaporkan penurunan rasa takut dan cemas berkurang ke tingkat
yang dapat diatasi.
Intervensi :
a) Informasikan pasien / orang terdekat tentang peran advokat perawat
intraoperasi.
R/ : Kembangkan rasapercaya / hubungan, turunkan rasa takut akan
kehilangan control pada lingkungan yang asing.
b) Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya
penundaan prosedur pembedahan.
R/ : Rasa takut yang berlebihan atau terus menerus akan
mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, resiko potensial dari
pembalikan reaksi terhadap prosedur / zat-zat anestesi.
c) Validasi sumber rasa takut. Sediakan informasi yang akurat dan
faktual.
R/ : Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu pasien
untuk menghadapinya secara realistis, misalnya kesalahan identifikasi /
operasi yang salah, kesalahan anggota tubuh yang di
operasi.penggambaran yang salah, dll.
d) Diskusikan penundaan / penangguhan pembedahan pembedahan
dengan dokter, anestesiologis, pasien dan keluarga sesuai kebutuhan.
R/ : Mungkin diperlukan jika rasa takut yang berlebihan tidak
berkurang / teratasi.
3) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
mengutarakan pemahaman proses penyakit / proses pra operasi dan
harapan pasca operasi, dapat melakukan prosedur yang dilakukan dan
menjelaskan alasan dari suatu tindakan, dan memulai perubahan gaya
hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam perawatan.
Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman pasien.
R/ : Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
b) Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
R/ : Sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat
membuat pilihan terapi berdasarkan informasi dan setuju untuk
menikuti prosedur dan adanya kesempatan untuk menjelaskan
kesalahan konsep.
c) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai
keadaan.
R/ : Bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan
pasien untuk belajar.
d) Melaksanakan program pengajaran pra operasi individual : pembatasan
dan prosedur pra operasi / pasca operasi misalnya perubahan urinarius
dan usus, pertimbangan diet, tingkat / perubahan aktivitas, latihan
pernapasan dan kardiovaskuler dan control rasa sakit.
R/ : Meningkatkan pemahaman / kontrol pasien dan meungkinkan
partisipasi dalam perawatan pasca operasi.\
b. Pasca Operasi
1) Nyeri b/d luka pasca operasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1X24 jam,
diharapkan nyeri klien berkurang bahkan hilang
Intervensi :
a) Kaji karakteristik, lokasi dan intensitas nyeri klien (skala 0-10).
R/ : Mengetahui tingkat rasa nyeri, berguna dalam pengawasan
keefektifan obat.
b) Ajarkan teknik relaksasi seperti : imajinasi, musik yang lembut.
R/ : Membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu
pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman.
c) Berikan posisi yang nyaman.
R/ : Posisi dapat membantu mengurangi nyeri.
d) Kolaborasi dengan medik pemberian analgetik.
R/ : Terapi analgetik dapat mengurangi nyeri
2) Kerusakan integritas kulit b/d tindakan pembedahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1X24 jam,
diharapkan klien menunjukkan penyembuhan jaringan progresif.
Intervensi :
a) Kaji daerah sekitar luka, apakah ada pus, atau jahitan basah.
R/ : Deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses
penyembuhan.
b) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit.
R/ : Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka /
berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya
kondisi yang lebih serius.
c) Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
R/ : Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses
penyembuhan, apabila pengeluaran cairan terus menerus / adanya
eksudat yang bau menunjukkan terjadinya komplikasi (misalnya
perdarahan, infeksi).
d) Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi.
Gunakan teknik aseptik yang ketat.
R/ : Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah
akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi (pengikisan
kulit).
e) Gunakan teknik aseptik saat merawat luka
R/ : Mencegah infeksi dan mencegah transmisi infeksi bakterial pada
luka
f) Perhatikan intake nutrisi klien.
R/ : Penting untuk mempercepat penyembuhan luka.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
mengidentifikasikan factor-faktor resiko individu dan intervensi untuk
mengurangi potensial infeksi, dan dapat mempertahankan lingkungan
aseptik yang aman.
Intervensi :
a) Tetap pada fasilitas control infeksi, sterilisasi dan prosedur / kebijakan
aseptik.
R/ : tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi.
b) Uji kesterilan semua peralatan.
R/ : Benda-benda yang dipaket mungkin tampak steril, meskipun
demikian, setiap benda harus secara teliti diperiksa kesterilannya,
adanya kerusakan pada pemaketan, efek lingkungan pada paket, dan
teknik pengiriman.
c) Identifikasi gangguan pada teknik aseptik dan atasi dengan segera pada
waktu terjadi.
R/ : Kontaminasi dengan lingkungan / kontak personal akan
menyebabkan daerah yang steril menjadi tidak steril sehingga
meningkatkan resiko infeksi.
d) Berikan antibiotik sesuai petunjuk.
R/ : Dapat diberikan secara profilaksis bila dicurigai terjadinya infeksi
atau kontaminasi.
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi
mengenai penyakit atau pengobatan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat
mengutarakan pemahaman proses penyakit / harapan pasca operasi,
melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan, memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam perawatan.
Intervensi :
a) Kaji tingkat pemahaman pasien.
R/ : Berikan fasilitas perencanaan program pengajaran pasca operasi.
b) Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
R/ : Sediakan pengetahuan berdasarkan hal dimana pasien dapat
membuat pilihan terapi berdasarkan informasi dan setuju untuk
menikuti prosedur dan adanya kesempatan untuk menjelaskan
kesalahan konsep.
c) Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai
keadaan.
R/ : Bahan yang dibuat secara khusus akan dapat memenuhi kebutuhan
pasien untuk belajar.
d) Melaksanakan program pengajaran pasca operasi individual :
pembatasan dan prosedur pasca operasi misalnya perubahan urinarius
dan usus, pertimbangan diet, tingkat / perubahan aktivitas, latihan
pernapasan dan kardiovaskuler dan control rasa sakit.
R/ : Meningkatkan pemahaman / kontrol pasien dan meungkinkan
partisipasi dalam perawatan pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Engz katroxz .2010 [cited 2012 November 4];.Available from: URL
http://engzkatroxz.blogspot.com/2010/12/polidaktili.html
Novick C. Polydactyly of the foot [Online]. 2009 Dec 4 [cited 2012 November 4]; [5
screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/ 1260255-
overview
University of Maryland Medical Center. Polydactyly-treatment. [Online]. 2009 [cited 2012
November 4]; Available from: URL: http://www.umm.edu/ency/article/
003176trt.htm
Weill Cornell Medical College [Online]. [cited 2012 November 4]; Available from: URL:
http://www.cornellsurgery.org/patients/health/congenital-hand-defor-mities.html
Wikipedia [Online]. 2008 June [cited 2012 November 4 ]; Available from:
URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Polydactyly
Yen CH, Chan WL, Leung HB, Mak KH. Thumb polydactyly: clinical outcome after
reconstruction. Journal of Orthopaedic Surgery [serial online] 2006 [cited 2012
November 4];14(3):295-302. Available from: URL: http://jos.online.org-
pdfov14i3p295.pdf
Yuda handaya[ONLINE]. 2010 Dec 28 [cited 2012 November 4]; Available from:
URL:http://dokteryudabedah.com/tentang-polidaktili/