KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY...

65
Sitepu Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase, Kolesterol Low Density Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 1 KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY LIPOPROTEIN DAN KOLESTEROL HIGH DENSITY LIPOPROTEIN PADA OBESITAS DAN OVERWEIGHT Jenny Novina Sitepu Background: The previous studies show that obesity associated with high LDL and low HDL. Hipercortisolism has been assumed to be involved in obesity-associated lipid profile disorders.Cortisol is synthesized by 11β-Hydroxylaseenzyme. The aim of this study was to investigate the11 β-Hydroxylase, LDL, and HDLlevel in obese and overweight young adult men. Method:This cross-sectional study followed by 52 young adult men (18-24 years old), which 26 subjects with obese and 26 with overweight. The 11 β-Hydroxylase, LDL, and HDL level was evaluated in blood sample after 10 hours fasting. Result: The 11 β-Hydroxylase level was approximately 52.15 in obese subjects and 71.63 in overweight subjects. LDL cholesterol level was approximately 126.04 mg/dl in obese subjects and 105.88 mg/dl in overweight subjects. HDL cholesterol level was approximately 38.46 mg/dl in obese subjects and 43.15 mg/dl in overweight subjects. Conclusions:The 11 β-Hydroxylase and LDL cholesterol level was high in obese and overweight subjects. On the contrary, The HDL cholesterol level was low in obese and overweight subjects. Keywords:11 β-Hydroxylase, kolesterol, LDL, obesitas, overweight Pendahuluan Prevalensi obesitas dan overweight semakin meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. 1,2,3 Peningkatan prevalensi obesitas dan overweight merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan angka kematian akibat penyakit tidak menular. 1 Obesitas merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit seperti penyakit kardiovaskuler dan stroke, diabetes mellitus tipe 2, hiperkolesterolemia, dan penyakit keganasan. 4,5,6,7,8,9 Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan gangguan profil lipid. 7, 8,9 Penelitian di Amerika Serikat dan Italia menunjukkan bahwa peningkatan cortisolberhubungan dengan gangguan profil lipid. 10,11 Namun, bagaimana gambarankadar enzim 11 β-hydroxylase (enzim yang berperan dalam sintesis cortisol), kolesterol LDL, dan HDL pada laki-laki dewasa muda belum pernah diteliti di Indonesia.

Transcript of KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY...

Page 1: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sitepu Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase, Kolesterol Low Density

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 1

KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE,KOLESTEROL LOW DENSITY LIPOPROTEIN

DAN KOLESTEROL HIGH DENSITY LIPOPROTEINPADA OBESITAS DAN OVERWEIGHT

Jenny Novina Sitepu

Background: The previous studies show that obesity associated with high LDL and lowHDL. Hipercortisolism has been assumed to be involved in obesity-associated lipidprofile disorders.Cortisol is synthesized by 11β-Hydroxylaseenzyme. The aim of thisstudy was to investigate the11 β-Hydroxylase, LDL, and HDLlevel in obese andoverweight young adult men.

Method:This cross-sectional study followed by 52 young adult men (18-24 years old),which 26 subjects with obese and 26 with overweight. The 11 β-Hydroxylase, LDL, andHDL level was evaluated in blood sample after 10 hours fasting.

Result: The 11 β-Hydroxylase level was approximately 52.15 in obese subjects and71.63 in overweight subjects. LDL cholesterol level was approximately 126.04 mg/dl inobese subjects and 105.88 mg/dl in overweight subjects. HDL cholesterol level wasapproximately 38.46 mg/dl in obese subjects and 43.15 mg/dl in overweight subjects.

Conclusions:The 11 β-Hydroxylase and LDL cholesterol level was high in obese andoverweight subjects. On the contrary, The HDL cholesterol level was low in obese andoverweight subjects.

Keywords:11 β-Hydroxylase, kolesterol, LDL, obesitas, overweight

Pendahuluan

Prevalensi obesitas dan overweight semakin meningkat di seluruh dunia, termasukdi Indonesia.1,2,3Peningkatan prevalensi obesitas dan overweight merupakan salah satufaktor yang menyebabkan peningkatan angka kematian akibat penyakit tidak menular.1

Obesitas merupakan faktor risiko untuk berbagai penyakit seperti penyakitkardiovaskuler dan stroke, diabetes mellitus tipe 2, hiperkolesterolemia, dan penyakitkeganasan.4,5,6,7,8,9Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa obesitasberhubungan dengan gangguan profil lipid.7, 8,9

Penelitian di Amerika Serikat dan Italia menunjukkan bahwa peningkatancortisolberhubungan dengan gangguan profil lipid.10,11 Namun, bagaimanagambarankadar enzim 11 β-hydroxylase (enzim yang berperan dalam sintesis cortisol),kolesterol LDL, dan HDL pada laki-laki dewasa muda belum pernah diteliti di Indonesia.

Page 2: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sitepu Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase, Kolesterol Low Density

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 20152

Metode

Desain dan Sampel Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional terhadap52orang yang termasuk dalam kategori obesitas danoverweight. Kelompok obesitasadalah laki-laki dengan IMT≥25kg/m2 dan lingkar pinggang >90cm)dan kelompokoverweight adalah laki-laki dengan IMT 23–24,9kg/m2 dan lingkar pinggang 80-90cm). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Kriteriaeksklusi adalah subyek yang memiliki riwayat hipertensi, menderita Cushing syndrome(berdasarkan riwayat penyakit dan gejala klinis), menggunakan obat-obatan yangmempengaruhi metabolisme lemak dan fungsi adrenal selama 6 bulan terakhir, danmemiliki kadar trigliserida serum > 400 mg/dl.

Pengukuran Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh dihitung dengan membagi berat badan (Kg) dengankuadrat tinggi badan (m2) dan dicatat 1 angka di belakang koma. Pengukuran beratbadan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital merek Kris. Subyek penelitianditimbang dengan menggunakan baju kaos tipis dengan celana pendek untukmengurangi bias berat badan.Pengukuran berat badan dilakukan sebanyak tiga kalikemudian diambil nilai rata-rata untuk tiga pengukuran tersebut dan dicatat nilainya 1angka di belakang koma.

Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan stature meter pada menarik nafas(inspirasi) panjang. Pengukuran tinggi badan dilakukan sebanyak tiga kali, kemudiandiambil nilai rata-ratanya dan dicatat nilainya 1 angka di belakang koma.

Pemeriksaan Sampel Darah

Sampel darah diambil pada pagi hari (jam 08.00 – 09.00) setelah subyek penelitianpuasa selama 10-12 jam. Darah sebanyak 3 ml diambil di vena cubiti, kemudiandimasukkan ke dalam tabung tanpaethylenediaminetetraacetic acid (EDTA). Serumdarah disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -20°C dan akan stabil sampai 4bulan.

Pemeriksaan kadar 11-β hydroxylase serum dilakukan dengan teknikquantitative sandwich enzyme immunoassay.Pengukuran kadar kolesterol HDLdilakukan dengan teknik presipitasi yang dilanjutkan dengan pemeriksaan humancholesterol liquicolor. Selanjutnya, kadar kolesterol LDL ditentukan rumus Friedewald.

Hasil

Gambaran IMT, 11 β-Hydroxylase,Kolesterol LDL, dan HDL

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek obesitas dan overweight memiliki rata-rata kadar enzim 11 β-Hydroxylase yang cenderung tinggi. Rata-rata kadar LDL jugacukup tinggimeskipun masih dalam batas normal. Sebaliknya, rata-rata kadar kolesterolHDL cenderung rendah (tabel 1).

Page 3: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sitepu Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase, Kolesterol Low Density

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 3

Tabel 1. Gambaran IMT, 11 β-Hydroxylase, LDL, dan HDL

Variabel n NilaiMin.

NilaiMaks.

Mean Standardeviasi

UjiNormalit

as (p-value)

IMT (kg/m2)- Obesitas- Overweight

522626

23,025,823,0

38,238,224,9

27,6331,0324,24

4,323,680,67

0,000

11 β-Hydroxylase

- Obesitas- Overweight

LDL (mg/dl)- Obesitas- Overweight

HDL- Obesitas- Overweight

522626

522626

522626

6,96,9

17,0

717371

222226

199,4149,3199,4

182182175

695269

61,8952,1571,63

115,96126,04105,88

40,8138,4643,15

45,6343,4946,49

29,8926,8129,89

9,197,4510,27

0,200*

0,200

0,200

(*) nilai p-value setelah dilakukan transformasi data

Pembahasan

Rata-rata kadar kolesterol LDL pada sampel penelitian cukup tinggi meskipunmasih dalam batas normal. Rata-rata kadar kolesterol LDL sampel tergolong tidakoptimal. Kadar kolesterol LDL optimal menurut The National Cholesterol EducationProgram Adult Panel III adalah <100 mg/dl.12Hal tersebut menunjukkan kecenderunganpeningkatan kadar kolesterol LDL pada obesitas dan overweight. Hal tersebut sesuaidengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa obesitas berhubungandengan peningkatan kadar kolesterol LDL (p= 0,043)7.

Sebaliknya, rata-rata kadar kolesterol HDL cenderung rendah. Kadar kolesterolHDL <40 mg/dl menurut The National Cholesterol Education Program Adult Panel IIItermasuk kategori rendah.12Hasil ini sesuai dengan beberapa pebelitian sebelumnyayang menyatakan bahwa obesitas berhubungan dengan penurunan kadar kolesterolHDL9.

Tingginya rata-rata kadar LDL dan rendahnya rata-rata kadar HDL menunjukkanadanya kecenderungan gangguan profil lipid pada sampel. Hal tersebutmengindikasikan adanya kecenderungan gangguan profil lipid pada usia muda yangtampak sehat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saat ini gangguan profil lipidsudah mulai terlihat pada usia muda bahkan pada anak-anak usia sekolah7,8.

Page 4: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sitepu Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase, Kolesterol Low Density

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 20154

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kadar enzim 11 β-hydroxylasepada obesitas dan overweight cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan teori sebelumnyayang menyebutkan bahwa obesitas berkaitan erat dengan hiperaktivitas aksishypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) yang menyebabkan hiperkortisolisme13. Enzim 11β-hydroxylase berperan dalam sintesis cortisol. Enzim 11 β-hydroxylasemenghidroksilasi molekul 11-deoxycortisol pada karbon 11 menjadi cortisoldi dalam mitokondria sel korteks adrenal14.

Tingginya kadar kolesterol LDL dan rendahnya kadar kolesterol HDL pada subyekpenelitian sejalan dengan tingginya kadar enzim 11 β-hydroxylase. Teori menyebutkanbahwa cortisol dalam jangka waktu lama menyebabkan abnormalitas lipid15. Untuk itu,perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungancortisol dan kadar enzim 11β-hydroxylase dengan kadar kolesterol LDL dan HDL.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, kadar enzim 11β-Hydroxylasedan kolesterol LDL cenderung tinggipada laki-laki usia muda yang mengalami obesitas dan overweight. Sebaliknya, kadarkolesetrol HDL cenderung rendah. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungangangguan profil lipid pada laki-laki usia muda yang mengalami obesitas danoverweight.Penelitian lebih lanjut pada perempuan atau kelompok obesitas danoverweight yang menderita dislipidemia diperlukan untuk memberikan gambaran yanglebih luas dan bahan perbandingan mengenai gambaran kadar 11 β-Hydroxylase,kolesterol LDL dan HDL. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihathubungan ketiga variabel tersebut.

Daftar Pustaka

1. World Health Organization. (2011). Noncommunicable Diseases. Country Profiles2011. Geneva: World Health Organization.

2. World Health Organization. (2013). Glogal Health Statistic 2013 Part III. GlobalHealth Indicators. Geneva: World Health Organization.

3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2013. Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

4. Obregon, M-J. (2010). Maternal Obesity Results in Offspring Prone to MetabolicSyndrome. Journal of Endocrinology 151(8): 3475-3476.

5. Tirosh, A., Shai, I., Afek, A., Dubnov-Raz, G., Ayalon, N., Gordon, B., … Rudich, A.(2011). Adolescent BMI Trajectory and Risk of Diabetes Versus Coronary Disease.N Engl J Med 364: 1315-25.

6. Schmidt, M., Johannesdottir, S., A., Lemeshow, S., A., Lash, T,. L., Ulrichsen, S.,P., Botker, H., E., Sorensen, H., T. (2013). Obesity in Young Men, and Individualand Combined Risks of Type 2 Diabetes, Cardiovascular Morbidity and DeathBefore 55 Years of Age: Danish 33-Years Follow-up Study.

Page 5: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sitepu Kadar Enzim 11 β-Hydroxylase, Kolesterol Low Density

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 5

7. Ramzan, M., Ali, I., Ramzan, F., Ramzan, F., Ramzan, M., H. (2011). WaistCircumference and Lipid Profile Among Primary School Children. JPMI Vol 25 No.03: 222-226

8. Rizk, N., M., Yousef, M. (2012). Association of Lipid Profile and WaistCircumference as Cardiovascular Risk Factors for Overweight and Obesity AmongSchool Children in Qatar. Diabetes, Metabolic Syndrome and Obesity: Targets andTherapy 2012:5 425-432.

9. Thakur, J. S., Bisht, S. (2010). Comparative Study of Blood Lipid Profile of Obeseand Non-obese Sedentary College Men. VSRD-TNTJ. Vol. I (1), 2010, 26-29

10. Russel, M., Bredella, M., Tsai, P., Miller, K., K., Klibanski, A., Misra, M. (2009).Relative Growth Hormone And Excess are Associated with IncreasedCardiovascular Risk Markers in Obese Adolescents Girls. J Clin Endocrinol Metab94:2864–2871.

11. Mungreiphy, N. K., Kapoor S., Sinha R. (2011). Association between BMI, BloodPressure, and Age: Study among Tangkhui Naga Tribal Males of Northest India.Journal of Anthropology. Doi: 10. 1155/2011/748147.

12. Adam J. M. F. Dislipidemia dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid III.Jakarta: Interna Publishing, 2010: 1984-92.

13. Anagnostis, P., Athyros, V., G., Tziomalos, K., Karagiannis, A., Mikhailids, D., P.(Agustus 2009). The Pathogenetic Role of Cortisol in Metabolic Syndrome: AHypothesis. J. Clin Endocrinol Metab. 94(8):2692-2701.

14. Barret, K., Brooks, H., Boitano, S., Barman, S. (2010). Ganong’s Review of MedicalPhysiology 23th Edition. USA: The McGraw Hill Companies, 337-90.

15. Arnaldi, G., Scandali, V., M., Trementino, L., Cardinaletti, M., Appolloni, G.,Boscaro, M. (2010). Pathophysiology of Dyslipidemia in Cushing’s Syndrome.Neuroendocrinology; 92(Suppl 1):86-90.

Page 6: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sipayung Hubungan infeksi Ascaris

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 20156

Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Status Nutrisi padaAnak Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota

Medan

Novreka Pratiwi Sipayung1

1Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP NommensenEmail: [email protected]

AbstrakPendahuluan : Kecacingan merupakan suatu penyakit kronik dan endemik yangdiakibatkan oleh parasit cacing. Ascaris lumbricoides merupakan salah satu parasitcacing dengan tingkat prevalensi paling tinggi di Indonesia termasuk Sumatera Utaradan sering menginfeksi anak usia sekolah. Keberadaan Ascaris lumbricoides dalamlumen usus halus manusia, akan mengambil asupan nutrisi dari penderita yang akanmengganggu status nutrisi anak.

Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik cross sectional. Subjek penelitianadalah siswa – siswi SD Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung yang menderitaaskariasis tunggal maupun campuran. Pengambilan sampel dilakukan secara purposivesampling dan didapatkan sampel sebanyak 201 orang. Pengumpulan data dilakukandengan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak lalu dibandingkan dengankurva tinggi badan dan berat badan berdasarkan umur NCHS CDC 2000 untuk menilaistatus nutrisi anak, sedangkan pemeriksaan tinja dilakukan dengan metode Kato Katzuntuk medeteksi adanya telur cacing dalam tinja.

Hasil : Hasil uji Chi-Square menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermaknaantara infeksi Ascaris lumbricoides terhadap status nutrisi anak Sekolah Dasar Negeri067240 Kecamatan Medan Tembung (p = 0.451)

Kesimpulan : Prevalensi anak yang menderita kecacingan pada penelitian ini dijumpaisebesar 67,7% (256/378). Status nutrisi anak baik pada kelompok askariasis tunggalmaupun campuran sebagian besar merupakan kategori baik. Tidak terdapat hubunganantara infeksi Ascaris lumbricoides terhadap status nutrisi anak Sekolah Dasar Negeri067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan (p =0.451)

Kata kunci : Ascaris lumbricoides, askariasis, kecacingan, status nutrisi.

Page 7: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sipayung Hubungan infeksi Ascaris

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 7

PendahuluanKecacingan merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Kecacingan dianggap suatu masalahkarena kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia. Pada umumnya, cacingjarang menimbulkan penyakit serius tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatankronis yang berhubungan dengan faktor ekonomi.1

WHO mencatat bahwa sekitar 2 miliar orang di dunia menderita kecacingan.2

Untuk infeksi jenis cacing gelang Ascaris lumbricoides berada pada urutan teratassekitar 1,2 miliar orang, cacing cambuk Trichuris trichiura 795 juta, cacing tambangNecator americanus dan Ancylostoma duodenale sekitar 740 juta orang di dunia.3 DiIndonesia diperkirakan lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksicacing.4 Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara sekitar 32%penduduk Sumatera Utara menderita cacingan, dari data tersebut didapatkan sekitar60-70% anak-anak di Medan menderita cacingan.5 Telah dijelaskan bahwa mutusanitasi dan faktor ekonomi yang rendah menjadi penyebabnya, ternyata status nutrisijuga merupakan hal penting yang perlu diperhatikan.6

Keberadaan Ascaris lumbricoides dalam usus manusia akan mengambil asupannutrisi dari hospesnya, selain itu pada infeksi berat dapat menyebabkan malabsorbsidengan memblok area absorbsi mukosa usus halus. Pada infeksi kronis A. lumbricoidesakan menyebabkan masalahyang serius seperti nutrisi buruk, pertumbuhan yangterganggu, anemia bahkandapat menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan anakakibat defisiensimikronutrien seperti besi, vitamin dan asam folat.7

Penentuan status nutrisi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurutpanjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau (BB/TB). Grafik pertumbuhanyang digunakan sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun.8

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara infeksiA.lumbricoides dengan status nutrisi padasiswa Sekolah Dasar Negeri 067240Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.

MetodeJenis penelitian ini adalah penelitian analitik cross sectional. Populasi penelitian

adalah seluruh siswa/siswi SD Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung KotaMedan.

Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel yangdigunakan adalah siswa-siswi kelas 1-6 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi,didapati sebanyak 201 orang. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu semua siswa/ikelas 1 sampai 6 SDN 067240 Kecamatan Medan Tembung yang menderita askariasistunggal dan askariasis campuran. Kriteria eksklusinya adalah siswa/i yang tidakmengumpulkan feses, tidak mendapat izin orang tua, tidak hadir dan sakit.

Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan dan berat badananak lalu dibandingkan dengan kurva tinggi badan dan berat badan berdasarkan umurNCHS CDC(Centers for Disease Control and Prevention) 2000 untuk menilai statusnutrisi, sedangkan pemeriksaan tinja dilakukan dengan metode Kato Katz untukmedeteksi adanya telur cacing dalam tinja.

Page 8: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sipayung Hubungan infeksi Ascaris

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 20158

Analisa univariat dilakukan untuk mengetahuidistribusi frekuensi darimasing-masingvariabel.Analisabivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan antaravariabelbebas (infeksi A.lumbricoides) dengan variabel tergantung (status nutrisi).Ujiyang digunakan adalah uji statistik berupa Chi-Square.

Hasil dan PembahasanPot dibagikan kepada 504 anak untuk pengambilan feses, diantaranya 126 anak

tidak mengembalikan pot, 378 anak yang mengembalikan pot dan akan diperiksaterhadap adanya infeksi A.lumbricoides. Dari hasil pemeriksaan feses didapatkan 256anak (67,7%) yang menderita kecacingan, diantaranya 124 anak positif menderitainfeksi A. lumbricoides tunggal, 51 anak positif menderita infeksi T. trichiura tunggal, 75anak positif A.lumbricoides dan T. trichiura, 2 anak positif A.lumbricoides dan cacingtambang, 4 anak positif T. trichiura dan cacing tambang.

Yang menjadi sampel penelitian adalah anak yang menderita infeksi tunggal daninfeksi campuran dari A.lumbricoides, sehingga didapati 201 anak yang memenuhikriteria inklusi dan eksklusi.

Prevalensi cacing usus siswa/i SDN 067240 Kecamatan Medan Tembungdisajikan pada tabel 1, karakteristik sampel penelitian disajikan pada tabel 2, danhubungan infeksi A.lumbricoides dengan status nutrisi disajikan dalam tabel 3.

Tabel 1. Prevalensi penderita cacing usus siswa/i SDN 067240Jenis cacing Jumlah sampel n ( % )

Ascaris lumbricoides tunggal 124 (48,4%)A. lumbricoides + T. trichiura 75 (29,3%)A. lumbricoides +

Ancylostomatidae2 (0.8%)

T. trichiura tunggal 51 (19.9%)T. trichiura dan cacing tambang 4 (1.6%)

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa prevalensi anak yang menderita kecacinganpada penelitian ini dijumpai sebesar 67,7% (256/378), hal ini sudah berkurangdibandingkan penelitian pada tahun 2008 oleh Yunus di lokasi yang sama yaitu sebesar73%. Prevalensi cacing A.lumbricoides tunggal sebesar 48,4 %, hampir sama denganyang didapatkan Yunus pada tahun 2008 sebesar 46,52%. Untuk infeksi cacing A.lumbricoides campurandidapatkan sebesar 30,1%, lebih rendah dibandingkan hasilyang diperoleh Yunus pada tahun 2008 sebesar 50,1%. Secara garis besar penelitimendapatkan prevalensi kecacingan usus yang lebih rendah dibandingkan penelitisebelumnya oleh Yunus pada tahun 2008, hal ini dimungkinkan oleh karena dari waktuke waktu bertambahnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan serta adanyaprogram pengobatan kecacingan pada anak sekolah.9

Namun meskipun terdapat penurunan prevalensi dari tahun 2008-2015, angkakejadian masih diatas 50%. Masih tingginya prevalensi infeksi kecacingan pada anakusia sekolah kemungkinan disebabkan rendahnya standar kesehatan dan tingginyaaktivitas luar yang membuat mereka rentan terhadap penularan kecacingan. Anak-anakSDN 067240 Kecamatan Medan Tembung sering tidak memakai sepatu ketika berada

Page 9: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sipayung Hubungan infeksi Ascaris

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 9

di dalam kelas bahkan saat melakukan aktivitas di luar kelas seperti bermain dihalaman sekolah tanpa alas kaki. Lingkungan sekitar sekolah yang kebanyakan tanahdan pasir menjadi tempat berkembangnya cacing-cacing usus yang dapatmenyebabkan infeksi. Kurangnya kesadaran anak-anak untuk mencuci tangan sebelummakan juga menjadi salah satu cara masuknya cacing-cacing tersebut.

Tabel 2. Karakteristik sampel penelitianKarakteristik A.lumbricoides

tunggal(n= 124)

A.lumbricoides campuran(n= 77)

Umur (tahun)6 – 7 9 (7.3) 8 (10.4)7 – 8 17 (13.7) 7 (9.1)8 – 9 18 (14.5) 21(27.3)9 – 10 8 (6.5) 3 (3.9)10 – 11 26 (20.9) 20 (25.9)>11 46 (37.1) 18 (23.4)

Jenis kelaminLaki-laki 55 (44.4) 48 (62.3)Perempuan 69 (55.6) 29 (37.7)

Status NutrisiBaik 103 (83.1) 67 (87.1)Kurang 21 (16.9) 10 (12.9)

Intensitas InfeksiRingan 106 (85.5) 53 (68.8)Sedang 18 (14.5) 24 (31.2)Berat 0 (0) 0 (0)

Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat dilihat bahwa jumlah anak yang menderitaaskariasis tunggal sebanyak 124 orang (61.7%), sedangkan askariasis campuransebanyak 77 orang (38.3%). . Smith dkk (2001) mendapatkan prevalensi Ascarislumbricoides dan Trichuris trichiura masing-masing 45% dan 38% dalam penelitiannya.Sekitar seperempat dari jumlah peserta penelitiannya (25,8%) merupakan infeksigabungan antara Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Hal ini menunjukkanbahwa ada hubungan positif diantara infeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuristrichiura., dimana jalur penularan yang sama terhadap manusia yaitu melalui feses danoral.10

Karakteristik umur responden berkisar diantara 6-12 tahun yang merupakan usiasekolah, dimana pada usia tersebut anak-anak masih memiliki aktivitas bermain dankegiatan yang tinggi, sedangkan tingkat kebersihan serta daya tahan tubuh masihrendah sehingga anak mudah terinfeksi kecacingan. Pada tabel 2 juga terlihat bahwapenderita askariasis tunggal lebih banyak perempuan, sedangkan pada askariasiscampuran lebih banyak laki-laki. Hal tersebut tidak begitu banyak berbeda pada anakdengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan dikarenakan kebiasaan dan carahidup yang secara umum sama.11

Page 10: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sipayung Hubungan infeksi Ascaris

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201510

Pada tabel 2 dapat juga dilihat bahwa status nutrisi anak yang menderitaaskariasis tunggal maupun campuran sebagian besar termasuk kategori baik (>80%),begitu juga tingkat keparahan infeksi sebagian besar masih kategori ringan.

Tabel 3. Hubungan Infeksi Ascaris lumbricoides dengan Status Nutrisi pada anak SDN067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan

Jenis Infeksikecacingan

Status Nutrisi

PBaik KurangN % N %

A.lumbricoidestunggal 103 83.1 21 16.9

0.451A.lumbricoidescampuran 67 87.1 10 12.9

Total 170 84.6 31 15.4

Pada tabel 3 didapatkan dari uji chi square bahwa tidak terdapat perbedaan bermaknaantara infeksi Ascaris lumbricoides dengan status nutrisi pada anak SDN 067240Kecamatan Medan Tembung (p= 0.451). Hal ini sejalan dengan penelitian yangdilakukan oleh Hehy pada tahun 2013 di Manado yang menunjukkan tidak adahubungan antara infeksi askariasis dengan status nutrisi berdasarkan BB/TB.10

Penelitian oleh Fatimah pada tahun 2012 juga menunjukkan tidak ada hubunganantara infeksi Soil Transmitted Helminth dengan status nutrisi berdasarkan BB/TB.13

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat tidak selalu seorang anak yang menderitaaskariasis campuran memiliki status nutrisi yang kurang, tetapi ada faktor-faktor lainyang mempengaruhi status nutrisi tersebut. Masalah nutrisi kurang bisa disebabkanoleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan(sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang nutrisi.14

KesimpulanPrevalensi anak yang menderita kecacingan pada penelitian ini dijumpai sebesar

67,7% (256/378). Status nutrisi anak pada penderita askariasis tunggal maupuncampuran sebagian besar merupakan kategori baik, sedangkan intensitas infeksisebagian besar termasuk kategori infeksi ringan. Hasil uji Chi-Square menunjukkantidak terdapat perbedaan yang bermakna antara infeksi Ascaris lumbricoides terhadapstatus nutrisi anak Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung KotaMedan (p = 0.451)

Daftar Pustaka1. Zulkoni A. Parasitologi. Cetakan 1. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010.p.71-822. Tekeste Z, Belyhun Y, Gebrehiwot A, Moges B, Workineh M, Ayalew G.

Epidemiology of intestinal schistosomiasis and soil transmitted helminthiasis amongprimary school children in Gorgora, Northwest Ethiopia Asian Pac J Trop Dis. 2013;3(1): 61-64.

Page 11: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Sipayung Hubungan infeksi Ascaris

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 11

3. Kirwan P, Asaolu SO, Abiona TC, Jackson AL, Smith HV and Holland CV. Soiltransmitted helminth infections in Nigerian children aged 0-25 months. Journal ofHelminthology. 2009; 00:1–6.

4. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Cetakan 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.p. 6-24.

5. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Profil Kesehatan Provinsi SumateraUtara. 2013.

6. Fida and Maya. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan 1. Yogyakarta : D-MEDIKA; 2012.p.280-283.

7. Supali, T. Margono, S. S., dan Abidin, S. A. N. Nematoda Usus. Dalam : Sutanto, I.,Ismid, I. S., Sjarifuddin, P. K., dan Sungkar, S., ed. Buku Ajar ParasitologiKedokteran Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia, 2009, 6-20

8. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI, Asuhan Nutrisi Pediatrik, Jakarta, 2011,cetakan I

9. Yunus R. Keefektifan Albendazole Pemberian Sekali Sehari Selama 1,2 Dan 3 HariDalam Menanggulangi Infeksi Trichuris trichura pada Anak Sekolah Dasar diKecamatan Medan Tembung. Medan. 2008. Available fromhttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6244, diakses Juli 2015

10. Smith HM, De Kaminsky RG, Niwas S, Soto RJ, Jolly PE. Prevalence and intensityof infections of Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura and associatedsociodemographic variables in four rural Honduran communities. Mem Inst OswaldoCruz, Rio de Janeiro 2001; 96:303-14

11. Elmi, Sembiring T, Dewiyani BS, Hamid ED, Pasaribu S, Lubis CP. Status nutrisidan infestasi cacing usus pada anak sekolah dasar. Diunduh dari:www.repository.usu.ac.id, diiakses Juli 2015

12. Hehy G A, Basuki A. Hubungan antara kecacingan dengan status nutrisi pada anaksekolah dasar di Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken Kota Manado[serialonline 2013 (diunduh 29 Desember 2014). Tersedia dari: www.fkm.unsrat.ac.id.

13. Fatimah F. Derajat keparahan infeksi STH terhadap status nutrisi dan anemiapada anak sekolah dasar [serial online] 2012 (diunduh 30 Desember 2014).tersedia dari: URL: HYPERLINK www.i-lib.ugm.ac.id.

14. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu nutrisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.

Page 12: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201512

HUBUNGAN MELANOSIS RONGGA MULUT DENGAN MEROKOK

Yolanda A.A.S 1, Okto P. E. Marpaung 2, Christine Verawaty Sibuea3

1Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Email : [email protected]

2Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Email : [email protected]

3Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Email : [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan : Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baikmenggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Menurut World Health Organisation (WHO)tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai jumlah perokok terbesar di dunia.Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2007, prevalensi perokok di Indonesia sebanyak 29,2 %dan pada tahun 2012 menjadi 34,7%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan prevalensiperokok di Indonesia. Salah satu akibat dari kebiasaan merokok yang terjadi di rongga mulutadalah melanosis rongga mulut. Melanosis rongga mulut merupakan pigmentasi pada mukosamulut yang secara langsung dihubungkan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari, lamanyamerokok dan kebiasaan merokok tembakau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuihubungan antara terjadinya melanosis rongga mulut dengan kebiasaan merokok pada siswaSMA Negeri 1 Tanah Pinem Kabupaten Dairi.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik yang menggunakan desain cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa laki-laki SMA Negeri 1 TanahPinem Kabupaten Dairi yang berumur 15-17 tahun yang mempunyai riwayat kebiasaanmerokok. Data diperoleh dari hasil wawancara dan siswa yang bersedia menjadi subjekdilakukan pemeriksaan klinis rongga mulut. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 76 orang.

Hasil : Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara terjadinyamelanosis rongga mulut dengan kebiasaan merokok pada siswa SMA Negeri 1 Tanah PinemKabupaten Dairi, dengan nilai p = 0,00 atau ( p< 0,05 ). Diperoleh hasil mayoritas perokokmengunakan jenis rokok filter (57,9%), dengan lama merokok <3 tahun (42,1%), dengan jumlahrokok 1-4 batang/hari (56,6%) dan cara mengisap dengan paru mulut sebesar (63,2%)

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara terjadinya melanosis rongga mulutdengan kebiasaan merokok pada siswa SMA Negeri 1 Tanah Pinem Kabupaten Dairi.

Kata kunci : Merokok, dan Kejadian Melanosis Rongga Mulut.

Page 13: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 13

ABSTRACT

Background: Smoking is burn tobacco and then smoked using either cigarette smoke or useplumbing. According to the World Health Organisation (WHO) in 2008, Indonesia was ranked asthe third largest number of smokers in the world. According to data from the Health Research in2007, the prevalence of smokers in Indonesia as much as 29.2% and in 2012 to 34.7%. Thisshows an increase in the prevalence of smokers in Indonesia. One of the consequences ofsmoking that occurs in the oral cavity is melanosis oral cavity. Oral melanosis is thepigmentation of the oral mucosa which is directly linked to the amount of cigarettes smoked forday, duration of smoking and tobacco smoking habit. The aim of this study was to know theassociation between oral melanosis and smoking habits on male students of SMAN 1 TanahPinem Dairi.

Methods: This research is analytic survey using cross-sectional design, population in this studywere all male students of SMAN 1 Tanah Pinem Dairi 15-17 years old who have a history ofsmoking. Data obtained from interviews and students who are willing to be the subject of aclinical examination of the oral cavity. From amount of samples in this study were 76 people.

Results: This study showed that there was a significant association between oral melanosisand smoking , with p value= 0.00 or (p <0.05). This study found that the majority of smokers usethe type of filter cigarettes (57.9%), with long smoke <3 years (42.1%), from amount of smoking1-4 cigarettes / day (56.6%) and by sucking the mouth of the lung (63.2%)

Conclusion:There was an association between the oral melanosis and smoking habits on malestudents of SMAN 1 Tanah Pinem Dairi.

Keywords: Smoking, Incidence Oral melanosis

1. Pendahuluan

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya baikmenggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Rokok merupakan benda yang tidakasing lagi di masyarakat saat ini.1Merokok merupakan kebiasaan yang sering dijumpaisetiap hari dan sudah menjadi masalah yang kompleks secara sosial. Kebiasaan merokoksulit untuk dihilangkan dan jarang diakui oleh sebagian orang sebagai kebiasaan yangburuk terutama bila tujuan merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi.2

Merokok dapat merusak kehidupan pribadi bahkan menurunkan kualitas kehidupanpada masa akan datang. Rangsangan asap rokok yang lama pada saat mengisap rokokdengan berbagai cara dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusakbagian mukosa mulut yang terkena asap rokok. Meskipun kebiasaan merokok berdampakburuk pada kesehatan, tetapi prevalensi perokok terus meningkat. Meningkatnyaprevalensi merokok di negara berkembang termasuk Indonesia menyebabkan masalahrokok menjadi semakin serius. Sebagian perokok di Indonesia telah menganggap bahwamerokok adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa dielakkan sehingga merokok dianggaphal yang biasa.3

Page 14: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201514

Menurut World Health Organisation (WHO) tahun 2008, Indonesia mendudukiperingkat ke-3 sebagai jumlah perokok terbesar di dunia.4 Menurut data Riset KesehatanDasar2007, prevalensi perokok di Indonesia sebanyak 29,2 % dan pada tahun 2012menjadi 34,7%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan prevalensi perokok diIndonesia.5

Salah satu akibat dari kebiasaan merokok yang terjadi di rongga mulut adalahmelanosis rongga mulut, menunjukkan prevalensi sekitar 31% yang terdapat pada gingivacekat mandibula di bagian labial. Ciri-cirinya adalah makula berwarna kecoklatan,disebabkan karena meningkatnya produksi melanin oleh melanosit dan letaknya denganlapisan sel basal dan lamina propria, pigmentasinya bersifat reversibel walaupunbiasanya hilang setelah betahun-tahun atau setelah berhenti kebiasaan merokok.Gambaran klinik pada melanosis menunjukkan sama dengan pigmentasi dan makulamelanotik.6,7

Menurut penelitian M. Nadeem dkk (2010) menyimpulkan bahwa terdapat 40 orang(38,8%) mengalami perubahan pigmentasi dan 26 orang (9.5%) yang tidak merokokmengalami perubahan pigmentasi.8

Merokok tidak hanya menimbulkan efek secara sistemik , tetapi juga dapatmenyebabkan timbulnya kondisi patologis di rongga mulut. Ronggga mulut merupakanbagian tubuh yang pertama kali terpapar asap rokok sehingga sangat mudah terpaparefek rokok karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran rokokyang utama. Salah satu penyakit yang paling sering dikaitkan dengan merokok adalahmelanosis rongga mulut.9

Melanosis rongga mulut merupakan pigmentasi pada mukosa mulut yang secaralangsung dihubungkan dengan jumlah rokok yang dihisap per hari, lamanya meokok dankebiasaan merokok tembakau.10 Melanosis rongga mulut dapat mempengaruhipermukaan mukosa manapun namun pada umumnya terjadi pada gingiva anterior labialmandibula, khusunya pada labial gigi anterior perokok.11

Siswa SMA Negri 1 Tanah Pinem yang berada pada masa remajanya lebih banyakmenyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok sebaya daripada norma-norma orangdewasa. Dalam hal ini remaja menggangap merokok sebagai lambang pergaulanya.Khususnya siswa laki-laki bahwa merokok sebagai suatu tuntutan pergaulan bagi merekadan lambang kematangan.

Berdasarkan survey yang telah dilakukan di SMA Negri 1 Tanah Pinem banyaksiswa yang telah merokok karena sudah memiliki penghasilan sendiri dan mengikutipergaulan sebayanya. Oleh karena peningkatan konsumsi rokok mengakibatkanpeningkatan kejadian melanosis, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahuihubungan antara terjadinya melanosis rongga mulut dengan kebiasaan merokok padaSiswa SMA Negri 1 Tanah Pinem.

2. Metode

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik case control untuk mengetahuihubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya melanosis rongga mulut. Jumlahsubjek penelitian adalah 76 orang merokok yang diambil dari Siswa SMA Negri 1 TanahPinem dengan kebiasaan merokok sekitar 1 batang per hari selama sekurang-kurangnya

Page 15: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 15

1 tahun sampai pada saat penelitian dilakukan (perokok rutin). Data dianalisa secarabivariate dengan menggunakan uji statistik chi-square dengan tabel 2x2.

3. Hasil

Subjek Penelitian terdiri dari 152 siswa laki laki yang berumur 15-17 tahun yangterdaftar aktif di SMA Negeri 1 Tanah Pinem pada tahun 2013-2015 tahun. Berdasarkantabel 4.1. dapat dilihat dari 76 responden terdapat perokok yang mengalami melanosisrongga mulut berjumlah 44 orang (57,9%) dan perokok yang tidak melanosis ronggamulut berjumlah 32 responden (42,1%). Dengan demikian, mayoritas responden perokokmengalami melanosis. Responden tidak perokok (tabel 4.2) yang mengalami melanosisrongga mulut berjumlah 4 orang (5,3%) dan responden tidak perokok yang tidakmelanosis rongga mulut berjumlah 72 orang (94,7%).

Tabel 4.1.Persentase Responden Perokok Berdasarkan Melanosis Rongga Mulut

No Perokok N %1 Melanosis 44 57,92 Tidak melanosis 32 42,1

Total 76 100,0

No TidakMerokok

N %

1 Melanosis 4 5,32 Tidak

melanosis72 94,7

Total 76 100,0Tabel 4.2. Persentase Responden Tidak Perokok Berdasarkan Melanosis Rongga

Mulut

Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa persentasi tertinggi perokok berdasarkan usiaawal merokok kurang dari 12 tahun berjumlah (47,4%), dan persentasi terendah perokokberdasarkan usia awal merokok 12-15 tahun berjumlah (17,1%). Persentasi tertinggiperokok menggunakan jenis rokok putih (57,9%) dan jenis rokok terendah yaitu kretek(17,1%). (tabel 4.4)

Tabel 4.3.Persentase Responden Perokok Berdasarkan Usia Awal Merokok

No UsiaAwal

Merokok

N %

1 <12tahun

36 47,4

35

Page 16: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201516

2 12-15tahun

13 17,1

3 15-17tahun

27 35,5

Total 76 100,0

Tabel 4.4 Persentase Antara Jenis Rokok dan Terjadinya Melanosis

No JenisRokok

N %

123

Kretek 13 17,1Putih 44 57,9Campuran

19 25,0

Total 76 100,0

Persentasi tertinggi perokok berdasarkan lama merokok <3 tahun berjumlah(42,1%), dan persentasi terendah dengan lama merokok 3-5 tahun berjumlah (25,0%).(tabel 4.5) Persentasi tertinggi perokok berdasarkan jumlah rokok 1-4 batang/hariberjumlah (56,6%) dan persentasi terendah dengan jumlah >15 batang/hari berjumlah(3,9%). (tabel 4.6)

Tabel 4.5 Persentase Lama Merokok dan Terjadinya Melanosis

No Lama Merokok N %123

<3 tahun 32 42,13-5 tahun 19 25,0>5 tahun 25 32,9

Total 76 100,0

Tabel 4.6 Persentase Jumlah Rokok dan Terjadinya Melanosis

No JumlahRokok

N %

123

1-4 batang/hari 43

56,6

5-14 batang/hari 30

39,

>15 batang/hari 3 3,9Total 7

6100,0

Pada tabel 4.7 terlihat bahwa dari 76 responden yang merokok terdapat 44responden (57,9%) mengalami melanosis rongga mulut dan 32 responen (42,1%) yangtidak mengalami melanosis rongga mulut. Dari 76 responden yang tidak merokok terdapat4 responden (5,3%) mengalami melanosis rongga mulut dan 72 responden (94,7%) tidak

Page 17: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 17

mengalami melanosis rongga mulut. Hal ini menunjukkan bahwa merokok lebih seringmenimbulkan melanosis rongga mulut dibandingkan dengan tidak merokok. Hasil ujistatistik menggunakan Chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0.00 (p<0.05).

Tabel 4.7 Hubungan Merokok dengan Terjadinya Melanosis Rongga Mulut

Perilaku

Merokok

Insiden Perokok NilaipMelanos

isTidak

MelanosisTotal

N % N % N %Meroko

k44 57,

932 42,

176 10

00,00

0TidakMeroko

k

4 5,3 72 94,7

76 100

Total 48 31,6

104 68,4

152

100

4. PembahasanPada penelitian ini, diproleh bahwa subjek yang merokok dengan

menggunakan filter lebih banyak yang menggalami melanosis dibandingkandengan tidak menggunakan filter (non-filter). Penelitian ini tidak sejalan denganpenelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perokok non filter lebih banyakmengalami melanosis dibandingkan perokok filter (Nadeem 2011).8

Hedin C A (1982) bahwa tipe rokok kretek menimbulkan asap rokok yanglebih besar dibandingkan rokok filter atau rokok putih, sehingga, rokok kretek lebihberpotensi menimbulkan terjadinya melanosis rongga mulut.56 Axell (1999)menjelaskan bahwa melanosis rongga mulut berhubungan erat dengan dosis yangterkandung di dalam rokok dimana jenis rokok kretek mengandung dosis lebihtinggi dari rokok lainnya. Merokok dapat merangsang melanosit mukosa oral untukmemproduksi melanin secara eksesif, sehingga menciptakan patch pigmentasicoklat di atas mukosa gingival atau bukal diantara 5-22% perokok. Jumlah danintensitas melanosis pada rongga mulut bergantung kepada dosis, danpenghentian merokok tampaknya menghilangkan kondisi ini sepenuhnya.Penelitian in vitro membuktikan bahwa nikotin mengaktivasi produksi melanin.Pigmentasi dalam mulut adalah akibat asap rokok yang menyebabkan stimulasiproduksi melanin (pigmen coklat pada kulit dan mulut) atau ikatan melanin dengansenyawa-senyawa asap rokok. Pendapat tersebut berbeda dengan hasil penelitianyang didapat bahwa rokok putih (57,9%) dan rokok campuran (25,0%) yang dapatmenyebabkan melanosis, diduga hal tersebut karena semakin lama merokok,semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif maka semakin besarkemungkinan terjadinya melanosis rongga mulut.57

Pada penelitian ini, diperoleh bahwa subjek yang merokok >5 tahun lebihbanyak menggalami melanosis rongga mulut dibandingkan dengan perokok yang

Page 18: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201518

merokok <3 tahun dan 3-5 tahun. Penelitian ini sejalan dengan penelitiansebelumnya yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara lama merokokdengan melanosis rongga mulut (Nadeem 2011).8

Sapp LR Eversole (1997) menyatakan bahwa semakin lama merokok,semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif, semakin besarkemungkinan terjadinya merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalamjaringan konektif maka semakin besar kemungkinan terjadinya melanosis ronggamulut.57

Pada penelitian ini, diperoleh bahwa subjek yang merokok >5 tahun lebihbanyak menggalami melanosis rongga mulut dibandingkan dengan perokok yangmerokok <3 tahun dan 3-5 tahun. Penelitian ini sejalan dengan penelitiansebelumnya yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara lama merokokdengan melanosis rongga mulut (Nadeem 2011).8

Sapp LR Eversole (1997) menyatakan bahwa semakin lama merokok,semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif, semakin besarkemungkinan terjadinya melanosis rongga mulut.47 Melanosis rongga mulutditandai oleh hiperpigmentasi tidak teratur pada jaringan konektif yang mendasarimukosa rongga mulut akibat dari merokok tembakau. Sel-sel basal dan makrofagepada jaringan konektif mengandung jumlah melanin yang tidak terhingga, yangmenciptakan pigmentasi gelap.57

Pada hasil penelitian yang didapati bahwa subjek yang lebih banyakmengalami melanosis rongga mulut adalah pada prokok dengan jumlah rokok 5-14 batang per hari (39,0%). Penelitian ini sejalan denagn penelitian sebelumnyayang menunjukkan persentase jumlah rokok lebih dari 10 batang per hari (perokokberat) sebesar 82,5 % lebih banyak yang mengalami melanosis rongga multdibandingkan pada perokok ringan.8

Rokok yang dihisap sampai rongga mulut saja, sampai ke dalam paru-paru,dan menahan napas sebentar kemudian menghembuskannya keluar akanmempengaruhi banyaknya asap rokok yang dihasilkan sehingga dapatmempengaruhi kesehatan dan selain itu dapat memberikan kenikamatan sendiripada saat rokok dihisap.15 Pada penelitian ini perokok paru mulut merupakanpersentase yang paling tinggi sebesar (63,2%)

Pada hasil penelitian yang didapat bahwa perokok yang menghisap rokokdengan cara paru mulut (63,2%) yang paling tinggi menyebabkan melanosis. Halini sesuai dengan Sham AS (2003), yang mengatakan bahwa melanosis adalahbentuk pigmentasi yang berhubungan dengan meningkatnya melanin.Meningkatnya melanin berhubungan dengan erat dengan cara merokok danlamanya merokok.58

5. KesimpulanBerdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan tentang

hubungan kebiasaan merokok dengan terjadinya melanosis rongga mulut padasiswa laki-laki SMA Negeri 1 Tanah Pinem Kabupaten Dairi Tahun 2015 dapatdisimpulkan bahwa:

Page 19: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 19

1. Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok terhadap terjadinya melanosisrongga mulut.

2. Pada hasil penelitian mayoritas responden mengunakan jenis rokok putih (filter)dengan jumlah (57,9%)

3. Pada hasil penelitian mayoritas responden dengan lama merokok <3 tahun(42,1%)

4. Pada hasil penelitian mayoritas responden mengunakan jumlah rokok 1-4batang/hari dengan jumlah (56,6%)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sitepoe M. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia WidiasaranaIndonesia,2000

2. Anymous. Rokok dan Kesehatan Rongga Mulut. (http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=30Itemid=1). Diaksestanggal 17 November 2014.

3. Fawzani N, Triratnawati A. Terapi berhenti merokok (studi kasus 3 perokok berat).Makara Kesehatan. 2005. Diakses tanggal 8 November 2014.

4. Fikriyah S, Febrijanto Y. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok padamahasiswa laki-laki di asrama putra. Jurnal Stikes. 2012;5(1):99-109.Availablefromhttp://www.academia.edu/4313571/Jurnal_faktor_yg_mempengarui_perilaku_merokok_remaja_putra. Diakses tanggal 8 November 2014.

5. Djokja RM, Lampus BS, Mintjelungan C. Gambaran perokok dan angka kejadianlesi mukosa muludi desa mosongan kecamatan abanggai tengah.http://journal.unissula.ac.id/majalahilmiahsultanagung/article/view/20. Jurnal e-gigi.2013. Diakses tanggal 8 Desember 2014.

6. Anymous. Smoking and Oral Health.(http://www.adelaide.edulau/scoprev-dent/dperu). 2002. Diakses tanggal 8 Desember 2014.

7. Mirbod S,Ahing S. Tobacco Associated Lesions of The Oral Cavity: Part INonmaligmant Lesions. Journal of Canadian Dental Association 2000; 66(5): 252-256.

8. Nadeem M, Shafique R, Yaldram A, López R. Intraoral distribution of oral melanosisand cigarette smoking in a Pakistan population. 2011;3(1):25–8.

9. Kusuma ARP. Pengaruh rokok terhadap terhadap kesehatan gigi dan rongga mulut.Majalah ilmiah sultan agung. Diakses tanggal 8 Desember 2014.

10. Saraf Sanjay. Textbook of Oral Pathology. India: jaypee brothers medicalpublishers.2006, Hal. 9-10.

11. Pindborg JJ. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Tangerang : Binapura AksaraPublishing; 2009, Hal. 214.

12. Santoso SS. Perilaku Remaja yang Berkaitan dengan Kebiasaan Merokok.CerminDunia Kedokteran 1993; Hal. 84: 41-47. 2013.

13. Lestari R, Purwandari E. Perilaku Merokok Pada Remaja SMA/SMK di Kota danLuar Kota. Prosceeding temu ilmiah nasional VIII IPPI.2012. fromhttp://psikologi.ums.ac.id/wp-content/uploads/2013/09/Perilaku-Merokok-Pada-Remaja-SMA-SMK-di-Kota-dan-Luar-Kota.pdf. Diakses tanggal 15 November 2014.

Page 20: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201520

14. Mulya Y, Ramdani SH. Analisis Perilaku Konsumen Rokok di Kalangan Mahasiswadi Pakuan. 2012.

15. Gondodiputro S. Bahaya Tembakau dan Bentuk-Bentuk Sediaan TembakauBandung: FK UNPAD; 2007. Available from:http://www.pasca-unpak.ac.id/ejournal/index.php/MM/article/view/20/15.

16. Proverawati A, Rahmawati E. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 1st ed.Yogyakarta: Nuha Medika; 2012.

17. Basyir AU. Mengapa Ragu Tinggalkan Rokok. Jakarta: Pustaka At- Tazkia; 2005.18. What Is In A Cigarette Chemicals and Ingredient List Confirm How Dangerous

Smoking Really Is. National Drug Prevention Alliance.2014.http://drugprevent.org.uk/ppp/category/research/drug-use-various-effects/.Diakses tanggal 17 November 2014.

19. Kusuma AD, Yuwono SS, Wulan SN. Studi kadar nikotin dan tar Sembilan merkrokok kretek filter yang beredar di wilayah kabupaten nganjuk J.Tek.Pert. 2009 ; 5(3) : 152. http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/view/178. Diakses tangal 17November 2014.

20. Sukendro S. Filosofi Rokok. Yogyakarta : Pinus Book Publisher, 2007: Hal. 31-41,80-84.

21. BBKPMB. Sejarah Rokok. http://www. bbkpm bandung.org/artikel.com. 2007.Diakses tanggal 10 Desember 2014.

22. Sitepoe M. Usaha Mencegah Bahaya Rokok. Jakarta: PT. GramediaWidiasarana,1997.

23. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a Glance Sistem Respirasi. 2nd ed.Safitri A, editor. Jakarta: Erlangga; 2007.

24. Aditama TY. Rokok dan Kesehatan. 3rd ed. Jakarta: UI; 2011.25. Amin Z. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam Sudoyo AW, Sotiyohadi B, Idrus A, K MS,

Setiati S, editors. Jakarta: FK-UI; 2006.26. Abu-Baker NN, Hadded L, Mayyas O. Smoking Behavior among Coronary Heart

Disease Patients in Jordan: A Model from a developing Country. InternationalJournal of Environmental Research and Public Health. 2010; 7.Availablefrom:http://www.mdpi.com/1660-4601/7/3/751. Diakses tanggal 20 November 2014.

27. Carleton PF, Boldt MA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit WijayaC, editor. Jakarta: EGC; 2006.

28. Abrams GD. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 5th ed. Wijaya C,editor. Jakarta: EGC; 2006.

29. Bambang, Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS,Setiati S, editors. Jakarta: FK-UI; 2006.

30. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a Glance Sistem Respirasi. 2nd ed.Safitri A, editor. Jakarta: Erlangga; 2007.

31. Rosdiana I. The Correlation Between The Obstruktif Pulmononary and VO2maks inPatient With Chronic Obstructive Pulmanory diseas (COPD) In 6 min-walk Test.Sains Medika Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2010 January-Juny; 2.

32. Akil HAM. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS,Setiati S, editors. Mei: FK-UI; 2007.

33. Lombardo MC. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Wijaya C,editor. Jakarta: EGC; 2006.

Page 21: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 21

34. Martono H, Kuswardani RT. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, editors. Jakarta: FK-UI; 2007.

35. Amin M, Alsagaff H, Saleh WBMT. Pengantar Ilmu Penyakit Paru Yogyakarta:Airlangga University Press; 2006.

36. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar: Respirologi Anak Rahajoe NN, SuoriyatnoB, Setyanto DB, editors. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.

37. Ruslan G. Efek Merokok terhadap Rongga Mulut. Jurnal Cermin Kedokteran 1996;113: 41-43.

38. Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Bahaya Merokok. 15 Februari 2007. http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=310&Itemid=1. Diakses tanggal 14 November 2014.

39. Aditama TY. Proses Berhenti Merokok. Cermin Dunia Kedokteran 1995; Hal. 102:37- 40.

40. Smet B. Psikologis Kesehatan. Semarang: PT Gramedia.41. Anymous. Rokok dan Kesehatan Rongga Mulut. http://www.pdgi-

online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=30Itemid=1. Diaksespada 16 November 2014.

42. Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Bahaya Merokok.(http:// www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=310&Itemid=1).Diakses tanggal 7 Oktober 2014.

43. Ruslan G. Efek Merokok terhadap Rongga Mulut. Jurnal Cermin Kedokteran 1996;113: Hal. 41-43.

44. Johson W, Bain CA. Tobacco and Oral Disease. British Dental Journal 2000; 189(4): Hal. 200-206.

45. Bouquot J, Schroeder K. Oral Effect of Tobacco Abuse. Journal of the AmericanDental Institute for Continuing Education 1992; 43:Hal. 3-17.

46. Langlais RP, Miller CS. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. AlihBahasa : Budi Susetyo. Jakarta: Hipokrates. 1998: Hal. 70

47. Yerger VB, Malone RE. Melanin and nicotine : A Review of Literatur. Nicotine andTobacco Research 2006; 8 (4): Hal. 487-98.

48. Carpenter WS. Smoker’s Melanosis. http://emedicine.medscape.com/article/1077501-overview. Diakses tanggal 12 Oktober 2014.

49. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE, Oral Maxillofacial Pathology ed 2.Saunders ; Philadelphia : 2004: Hal. 274-5.

50. Diana D. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Mukosa Mulut. Dentika J Dent2005; 10(2): Hal. 5-132.

51. Bouquot J, Schroeder K. Oral Effect of Tobacco Abuse. Journal of the AmericanDental Institute for Continuing Education 1992; Hal. 43:3-17.

52. Machuca G, Rosales I, Lacalle JR, Machuca C, Bullon P. Effect of cigarettesmoking on periodontal status of healthy young adults. J Periodontal. 2000; 71(1):Hal. 8-73.

53. Laskaris G. Pocket Atlas of Oral Diseases. Oral lesion due to smoking, heat andElekticity. 2003. Hal. 76–82.

54. Sham AS, Cheung LK, Jin LJ, Corbet EF. The Effects Of Tobacco Use On55. Langlais RP, Miller CS. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Alih

Bahasa : Budi Susetyo. Jakarta: Hipokrates. 1998: Hal. 70

Page 22: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Yolanda, et al. Hubungan Melanosis Rongga Mulut dengan merokok

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201522

56. Hedin CA, Axell T. Oral Melanin Pigmentation In 467 Thai and Malaysian peoplewith special emphasis on smoker’s melanosis. J Oral PatholMed 1991:20(1): Hal. 8-12.

57. Axell T. Disappearance Of Smoker’s Melanosis After Reducing Smoking. J OralPathol Med 1993; 22: Hal. 30-228.

58. Alamsyah RM, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok danHubungannya dengan Status Penyakit Periodontal Remaja di Kota Medantahun 2007. USU Repository; Medan: 2009.

Page 23: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 23

PERSEPSI MAHASISWA MENGENAI PELAKSANAAN OBJECTIVESTRUCTURED CLINICAL EXAMINATION (OSCE) DI FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS HKBPNOMMENSEN

Saharnauli Janna Verawaty SimorangkirDivisi Skills Lab, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP NommensenEmail : [email protected]

ABSTRAK

Latar belakang : Objective Structured Clinical Examination (OSCE) merupakan metodeasesmen yang berbasis pada performa mahasiswa, dan dapat digunakan untuk menilaiclinical skills baik pada tahap sarjana kedokteran maupun residensi. FakultasKedokteran UHKBPN telah melaksanakan OSCE sejak angkatan pertama. Akantetapisejak pelaksanaannya selama 5 tahun ini, belum pernah dilakukan penilaian feedbackdari mahasiswa mengenai pelaksanaan OSCE di Fakultas Kedokteran UHKBPN.Sementara konsep penilaian mahasiswa ini sangatlah penting untuk diketahui dalamimplementasi OSCE yang merupakan salah satu alat untuk mengukur kemampuanklinis dalam sistem pendidikan kedokteran. Penelitian ini bertujuan untuk untukmengetahui persepsi mahasiswa mengenai pelaksanaan OSCE di Fakultas KedokteranUHKBPN.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian iniadalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran UHKBPN angkatan 2012 dan 2013.Hasil : Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 96 orang, laki-laki sebanyak 33 orang(34,4%) dan perempuan sebanyak 65 orang (65,6%). Rentang usia antara 19-26 tahundengan usia terbanyak yaitu 20 tahun sebanyak 46 orang (47,9%). Persepsi mahasiswamengenai pelaksanaan OSCE, alokasi waktu untuk setiap station masih dirasakankurang oleh 44% mahasiswa, seluruh instruksi dan tugas-tugas yang diberikan sudahcukup jelas. Sekitar 57% mahasiswa menilai soal-soal OSCE sudah bersifatkomprehensif, 86,5% mahasiswa mahasiswa setuju bahwa OSCE lebih menimbulkanstres, 44% mahasiswa menilai pelaksanaan OSCE sudah terorganisir dengan baik,53% setuju bahwa soal-soal OSCE sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan,54% berpendapat bahwa pasien standard belum memainkan perannya sesuai dengankasus, sekitar 48% mahasiswa menilai masih ada perbedaan persepsi penialain antarpenguji. Sekitar 41% mahasiswa setuju bahwa kelulusan OSCE dapat menggambarkantingkat kemampuan klinis yang sebenarnya, 35% mahasiswa memilih berpartisipasidalam OSCE dibandingkan ujian tertulis, dan 60% mahasiswa sangat setuju bahwaOSCE memberikan pengalaman medis yang praktikal dan berguna.

Kesimpulan : Validitas dan reliabilitas OSCE di Fakultas Kedokteran UHKBPN dinilaimasih rendah, faktor utamanya adalah ketidaksamaan persepsi antar penguji danpasien yang tidak terstandardKata kunci : OSCE, persepsi mahasiswa, validitas dan reliabilitasPendahuluan

Asesmen atau ujian merupakan suatu metode untuk mengevaluasi prosespembelajaran dan menilai kemampuan seorang mahasiswa terhadap suatu bidang.Kelulusan dan kegagalan mahasiswa dalam ujian akan berpengaruh pada karir mereka

Page 24: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201524

ke depan.(1) Dahulu metode asesmen di fakultas kedokteran hanya berupa ujiantertulis, seperti Multiple Choice Question (MCQ), essay, Bed Side Teaching (BST) danpresentasi kasus. Berbagai kekurangan dari metode ujian tertulis antara lain hanyamampu menilai hasil akhir dan tidak menilai proses, tidak dapat menilai clinical skillsdan kemampuan berkomunikasi, subjektifitasnya cukup tinggi, validitasnya masihdiragukan, tidak berbasis kompetensi dan hanya cocok diterapkan pada tahap awalpendidikan kedokteran.(2)

Objective Structured Clinical Examination (OSCE) merupakan metode asesmenyang dapat menjawab segala kelemahan dari metode ujian tertulis. OSCE dengansistem penilaiannya yang berbasis pada performa mahasiswa, merupakan salah satuinstrumen yang dapat digunakan untuk menilai clinical skills baik pada tahap sarjanakedokteran maupun residensi. OSCE telah diverifikasi sebagai alat pengukurkompetensi klinis yang paling sesuai dan valid (3), dapat membantu mahasiswa bukanhanya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan medis tetapi juga dalam halprofesionalisme sebagai seorang calon dokter.(4)

Fakultas Kedokteran UHKBPN telah melaksanakan OSCE sejak angkatanpertama. Pada awalnya OSCE dilaksanakan setiap akhir blok, akan tetapi sejakangkatan 2010, OSCE dilaksanakan setiap akhir semester atau dengan kata lain setiap3 blok berakhir. Sejak pelaksanaannya selama 5 tahun ini, belum pernah dilakukanpenilaian feedback dari mahasiswa maupun penguji mengenai pelaksanaan OSCE diFakultas Kedokteran UHKBPN. Penilaian mahasiswa mengenai penerapan OSCEsering kali diabaikan, terutama di era perkembangan saat ini dimana analisis statistikdan pendapat para expert sering kali lebih diutamakan di dalam menguji validitas suatumetode penilaian. Padahal sesungguhnya konsep penilaian mahasiswa ini sangatlahpenting untuk diketahui dalam implementasi OSCE yang merupakan salah satu alatuntuk mengukur kemampuan klinis dalam sistem pendidikan kedokteran. Berbagaiperbedaan persepsi mahasiswa dan ekspektasi pada expert dapat menghasilkanpenilaian yang tidak valid.(3)

Di Amerika Serikat, mahasiswa ikut dilibatkan dalam proses validasi setiapmetode asesmen yang diterapkan dengan cara menilai persepsi mahasiswa mengenaimetode tersebut. Hal ini sangat diperlukan karena persepsi mahasiswa pada setiappelaksananan pendidikan itu sangat beragam dan sering kali berbeda bila merujukpada hasil penelitian-penelitian di tempat lain. Sementara persepsi mahasiswamengenai suatu metode asesmen akan sangat mempengaruhi penerimaan merekaterhadap metode tersebut (5), selain itu juga dengan mengetahui pandanganmahasiswa akan suatu metode dapat dijadikan bahan pertimbangan untukpengembangan selanjutnya.(6)

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui persepsimahasiswa mengenai pelaksanaan OSCE di Fakultas Kedokteran UHKBPN.

Metode PenelitianJenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah

seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran UHKBPN angkatan 2012 dan 2013 yang aktif

Page 25: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 25

menjalani perkuliahan. Metode OSCE yang dilaksanakan selama ini adalah sama untuksemua angkatan. OSCE dilaksanakan setiap akhir semester atau dengan kata lainsetiap 3 blok berakhir. Pada setiap pelaksanaan OSCE jumlah station yang dibukaberkisar antara 10-12 station dengan 2 station istirahat diantaranya. Alokasi waktuuntuk setiap station adalah 13 menit. Tata cara pelaksanaan OSCE di FakultasKedokteran UHKBPN menyesuaikan dengan tata cara pelaksanaan OSCE pada UjianKompetensi Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter (UKMPPD).

Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner hasil modifikasidari penelitian Labaf, dkk (2014). Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan yang dibagidalam 2 bagian pertanyaan, yaitu bagian pertama untuk pertanyaan nomor 1-4 menilaipersepsi mahasiswa mengenai pelaksanaan OSCE dan bagian kedua untukpertanyaan no.5-14 menilai persepsi mahasiswa mengenai validitas dan reliabilitas daripelaksanaan OSCE. Pada kuesioner tidak dicantumkan identitas responden. Kuesionerini menggunakan 5 skala Likert untuk menggambarkan jawaban dari responden. Ujivaliditas dan reliabilitas sudah dilakukan pada mahasiswa Fakultas KedokteranUHKBPN angkatan 2014 sebanyak 30 orang. Pengisian kuesioner dilakukan setelahminggu ujian OSCE selesai.

Hasil PenelitianTotal mahasiswa yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 96

orang, dimana jumlah mahasiswa laki-laki sebanyak 33 orang (34,4%) dan perempuansebanyak 63 orang (65,6%). Rentang usia mahasiswa dalam penelitian ini adalahantara 19 sampai 26 tahun, dengan umur mediannya adalah 20 tahun.

Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 1,sebanyak 44 orang (45,8%)berpendapat bahwa alokasi waktu untuk setiap station dalam pelaksanaan OSCEdirasakan tidak cukup. Sebanyak 41 orang (42,7%) mahasiswa berpendapat bahwainstruksi yang diberikan pada setiap station jelas dan tidak ambigu. Mengenai tugas danpertanyaan yang diajukan pada setiap station dinilai wajar dan masuk akal oleh 54orang (56,3%) mahasiswa. Sebanyak 57 orang (59,4%) mahasiswa setuju bahwa soal-soal OSCE selama ini sudah bersifat komprehensif.

Tabel 1. Persepsi Mahasiswa mengenai Pelaksanaan OSCENo Pertanyaan (n(%)) SS S CS TS STS1 Alokasi waktu untuk setiap

station sudah cukup7(7,3) 19(19,8) 11(11,5) 44(45,8) 28(29,2)

2 Instruksi yang diberikan padasetiap station sudah jelas dantidak ambigu (bermaknaganda)

10(10,4) 41(42,7) 25(26) 18(18,8) 2(2,1)

3 Seluruh tugas ataupertanyaan yang diajukandinilai wajar dan masuk akal

8(8,3) 54(56,3) 19(19,8) 14(14,6) 1(1)

4 Soal-soal OSCE selama inisudah bersifat komprehensif

19(19,8) 57(59,4) 12(12,5) 8(8,3) -

Page 26: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201526

Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebanyak 83 orang (86,5%) mahasiswaberpendapat bahwa OSCE lebih menimbulkan stres dibandingkan dengan metode ujianyang lainnya. Pelaksanaan OSCE dinilai sudah terorganisir dengan baik oleh 44 orang(45,8%) mahasiswa. Seluruh pertanyaan dan tugas yang diajukan pada pelaksanaanOSCE dinilai sudah sesuai dengan kurikulum yang sedang berjalan oleh 53 orang(55,2%) mahasiswa. Sebanyak 54 orang (56,3%) mahasiswa berpendapat bahwapasien simulasi belum memainkan perannya sesuai dengan kasus. Sebanyak 36 orang(37,5%) mahasiswa berpendapat bahwa penguji OSCE sudah cukup objektif dalammemberikan penilaian. Sebanyak 58 orang (60,4%) mahasiswa berpendapat bahwapenilaian OSCE tidak dipengaruhi oleh etnis, jenis kelamin dan agama. Perbedaanpasien standar dianggap oleh sebanyak 45 (46,9%) mahasiswa dapat mempengaruhinilai yang diperoleh. Sebanyak 48 orang (50%) mahasiswa berpendapat bahwa masihterdapat perbedaan penilaian antar penguji. Menurut 41 orang (42,7%) mahasiswabahwa kelulusan dan kegagalan dalam OSCE dapat memberikan gambaran tingkatkemampuan klinis yang sebenarnya. Masing-masing sebanyak 35 orang (36,5%)mahasiswa lebih memilih mengikuti OSCE dibandingkan ujian tertulis ataupunsebaliknya. Sebanyak 60 orang (62,5%) mahasiswa berpendapat bahwa pelaksanaanOSCE memberikan pengalaman medis yang praktikal dan berguna.

Tabel 2. Persepsi Mahasiswa mengenai Validitas dan reliabilitas OSCENo Pertanyaan SS S CS TS STS1 OSCE lebih

menimbulkan stresdibandingkan denganujian tertulis (cthnyaujian formatif, ujiansumatif)

83(86,5) 11(11,5) 1(1) - 1(1)

2 Pelaksanaan OSCEsudah terorganisirdengan baik

11(11,5) 44(45,8) 18(18,8) 23(24) -

3 Seluruh tugas ataupertanyaan yangdiajukan sudah sesuaidengan kurikulum yangdiajarkan selama prosespembelajaran di kelas

8(8,3) 53(55,2) 23(24) 11(11,5) 1(1)

4 Pasien standard sudahmemainkan perannyasesuai dengan kasus

- 17(17,7) 17(17,7) 54(56,3) 8(8,3)

5 Penguji bersifat objektifdalam memberipenilaian

5(5,2) 36(37,5) 22(22,9) 30(31,3) 3(3,1)

6 Penilaian OSCE tidakdipengaruhi oleh etnis,jenis kelamin danagama

32(33,3) 58(60,4) 5(5,2) 1(1) -

7 Perbedaan pasienstandar akanmempengaruhi nilai

29(30,2) 45(46,9) 3(3,1) 16(16,7) 3(3,1)

Page 27: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 27

yang diperoleh8 Terdapat perbedaan

penilaian antar penguji48(50) 38(39,6) 2(2,1) 8(8,3) -

9 Kelulusan dankegagalan dalam OSCEdapat memberikangambaran tingkatkemampuan klinis yangsebenarnya

28(29,2) 41(42,7) 10(10,4) 14(14,6) 3(3,1)

10 Saya lebih memilihberpartisipasi dalamOSCE dibandingkanujian tertulis

3(3,1) 35(36,5) 15(15,6) 35(36,5) 8(8,3)

11 OSCE memberikanpengalaman medis yangpraktikal dan berguna

60(62,5) 27(28,1) 9(9,4) - -

Pada bagian akhir kuesioner, mahasiswa diminta untuk mengisi kolom saran mengenaipelaksanaan OSCE, dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 3. Sebagian besarmahasiswa yaitu sebanyak 36 orang (37,5%) berpendapat bahwa perlu adanyapersamaan persepsi antar penguji dalam memberikan penilaian. Menurut 20 orang(20,8%) mahasiswa ketersediaan manekin serta alat dan bahan perlu dilengkapi.Sekitar 17 orang (17,7%) mahasiswa merasa alokasi waktu untuk setiap station dalamOSCE masih kurang. Dan sebanyak 11orang (11,5%) mahasiswa merasa perlu adanyapelatihan khusus pagi pasien standard agar dapat berperan sesuai dengan kasus.

Tabel 3. Saran dari Mahasiswa mengenai Pelaksanaan OSCENo Saran Jumlah

(n(%))1 Diharapkan terdapat kesamaan persepsi antar

penguji dalam memberikan penilaian36(37,5)

2 Ketersediaan manekin beserta alat dan bahanlebih dilengkapi

20(20,8)

3 Alokasi waktu untuk setiap station ditambah 17(17,7)4 Pasien standar mendapat pelatihan khusus agar

dapat berperan sesuai dengan kasus11(11,5)

5 Selama pelaksanaan OSCE diharapkan pengujitidak mempersulit atau menekan mahasiswa

3(3,1)

6 Waktu peminjaman alat untuk pelaksanaan latihanOSCE ditambah

3(3,1)

7 Soal OSCE dibuat sesuai standard dokter umumdan tidak terlalu rumit

3(3,1)

6 Soal OSCE disesuaikan dengan bahan tutorial 1(1)7 Penguji dalam setiap station disesuaikan dengan

bidang kekhususannya masing-masing1(1)

8 Mahasiswa dibagi-bagi dalam kelompok-kelompokuntuk pelaksanaan latihan sebelum OSCE

1(1)

Page 28: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201528

PembahasanDahulu metode asesmen di fakultas kedokteran hanya berupa ujian tertulis

(MCQ, essay), bed side teaching dan presentasi kasus. Metode-metode ini hanya dapatmenilai sampai tahap ‘knows’ dan ‘knows how’ sesuai dengan piramid Miller. Metodeini mendapat kritikan selama bertahun-tahun karena ketidakmampuannya dalammenilai kompetensi yang paling tinggi menurut piramida Miller yaitu ‘show how’ dan‘does’. Berbagai kekurangan dari metode ujian tertulis adalah hanya menilai hasil akhirdan tidak menilai proses, tidak dapat menilai clinical skills dan kemampuanberkomunikasi mahasiswa, subjektifitas cukup tinggi, validitasnya masih diragukan,tidak berbasis kompetensi dan hanya cocok diterapkan pada tahap awal pendidikankedokteran. Berbeda dengan OSCE dimana kemampuan mahasiswa diuji sampai tahap‘show how’, proses penilaian bukan hanya pada bagian akhir tetapi juga pada seluruhproses yang dilakukan (2). OSCE dengan sistem penilaiannya yang berbasis padaperforma mahasiswa, merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untukmenilai kemampuan klinis baik pada tahap sarjana kedokteran maupun residensi.Tambahan lagi, OSCE telah diverifikasi sebagai alat pengukur kompetensi klinis yangpaling sesuai dan valid (3).

Penelitian membuktikan bahwa dengan perencanaan yang benar, OSCE dapatmenjadi alat penilaian yang memiliki reliabilitas dan validitas yang baik. Tantangan yangdihadapi saat ini dalah bagaimana membuat sistem penilaian yang digunakan saat inimenjadi suatu sistem penilaian yang berbasis kompetensi dan kurikulum dan sekaligusdapat menjadi alat untuk menilai kurikulum itu sendiri (7). Fakultas KedokteranUHKBPN telah melaksanakan OSCE sejak angkatan pertama, akan tetapi masihbanyak hal yang perlu diperbaiki dan dikembangkan dalam pelaksanaan OSCE. Olehkarena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana penilaian mahasiswa mengenaipelaksanaan OSCE di Fakultas Kedokteran UHKBPN yang dapat digunakan untukbahan pengembangan ke depannya.

Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa (45,8%) berpendapatbahwa alokasi waktu sebanyak 15 menit untuk setiap station masih dirasakan kurang.Hal ini dapat disebabkan oleh stres yang meningkat dan kurangnya persiapan,khususnya untuk kompetensi-kompetensi yang tidak pernah atau jarang dinilai padametode pembelajaran lain (3). Cukup atau tidaknya waktu dalam satu station sangatbergantung pada managemen waktu dan kemampuan mengontrol stres padamahasiswa (6).

Sebagian besar mahasiswa berpendapat bahwa soal-soal OSCE selama inisudah bersifat komprehensif. Komunikasi, interpersonal skills, dan pengenalan danpenerapan etika kedokteran dapat dinilai melalui pelaksanaan OSCE (3). OSCEmerupakan suatu metode asesmen yang dapat membantu mahasiswa bukan hanyadalam mengembangkan ilmu pengetahuan medis tetapi juga dalam hal profesionalismesebagai seorang calon dokter. OSCE telah diterima sebagai suatu metode yang layakdan sahih bukan hanya untuk menilai kemampuan akademik mahasiswa, melainkanjuga proses pembelajaran dan penerapan kurikulum di fakultas. Melalui ujian ini,berbagai kemampuan dasar dan klinis dapat dievaluasi (4).

Sebanyak 83 orang (86,5%) mahasiswa pada penelitian ini berpendapat bahwaOSCE lebih menimbulkan stres dibandingkan dengan ujian tertulis lainnya, dansebanyak 35 orang (36,5%) lebih memilih berpartisipasi dalam ujian tertulis

Page 29: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 29

dibandingkan dengan OSCE. Hasil yang sama diperoleh pada penelitian yangdilakukan di sekolah kebidanan Universitas Babol dimana sekitar 40% dari 52 sampelpenelitian menyatakan bahwa OSCE lebih memicu timbulnya stress pada mahasiswadibandingkan dengan metode ujian yang lain (8). Berbeda dengan penelitian yangdilakukan oleh Jalili, dkk, dimana sekitar 63,3% mahasiswa kedokteran di UniversitasKerman tidak setuju dengan anggapan bahwa OSCE menimbulkan stres yang cukuptinggi pada mahasiswa kedokteran. Hasil yang sama juga disampaikan oleh Hoesini,dkk. (4).

Penyebab timbulnya kecemasan pada saat pelaksanaan OSCE adalah karenaadanya batasan waktu untuk setiap station, penyebab lainnya kemungkinan karenamahasiswa sudah mengenal ujian tertulis sejak di bangku sekolah, sedangkan metodeujian seperti OSCE baru diiperkenalkan pada saat kuliah. Tingkat kecemasandidapatkan lebih tinggi pada mahasiswa yang melaksanakan ujian dengan batasanwaktu tertentu dibandingkan tanpa batasan waktu. Tingginya tingkat kecemasan padametode ujian tertentu perlu mendapat perhatian khusus dari pelaksana pendidikan,karena berdasarkan penelitian di beberapa tempat tingginya tingkat kecemasan inidapat sampai menimbulkan gangguan mental pada anak didik (1).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pada pelaksanaan OSCE, perasaancemas pada mahasiswa dapat berkurang seiring dengan semakin seringnyamahasiswa terpapar dengan OSCE (9). Bertolak belakang dengan pendapat ini, padapenelitian yang dilakukan di fakultas kedokteran gigi di Belanda, pengalaman yang lebihdari satu kali melaksanakan OSCE tidak mengurangi tingkat kecemasan padamahasiswa-mahasiswa. Menurut hasil penelitian ini materi yang diujikan ternyata lebihmemicu stres dibandingkan dengan metode ujian yang digunakan. Menurut penelitianini juga tingkat kecemasan tidak mempengaruhi perolehan nilai mahasiswa yang diuji(1).

Sebanyak 44 orang (45,8%) mahasiswa pada penelitian ini berpendapat bahwapelaksanaan OSCE di Fakultas Kedokteran UHKBPN sudah terorganisir dengan baik.Pelaksanaan OSCE yang terorganisir dengan baik dan sesuai dengan kurikulum yangsedang dilaksanakan memberikan dampak yang positif bagi mahasiswa, mengubahpola belajar menjadi lebih aktif dan kritis juga menyadarkan mahasiswa bahwa sebagaicalon dokter mereka bukan hanya harus menguasai ilmu kedokteran tetapi juga clinicalskills(6).

Sebagian besar mahasiswa (56,3%) pada penelitian ini berpendapat bahwapasien standard belum memainkan perannya sesuai dengan kasus dan sekitar 46,9%mahasiswa berpendapat bahwa perbedaan pasien standard akan mempengaruhi nilaiyang diperoleh. Bagi mahasiswa, variabilitas pasien standard dan penguji dalammemberi penilaian, merupakan sumber utama terjadinya bias dalam pelaksanaanOSCE. Hal ini juga dapat dianggap sebagai penyebab kurangnya penerimaanmahasiswa terhadap pelaksanaan OSCE (3). Untuk mengatasi hal ini, fakultas dapatmengadakan pelatihan khusus untuk seluruh pasien standard dan merekam sertamereview setiap pasien standard selama ujian berlangsung (6).

Sebagian besar mahasiswa berpendapat bahwa objektifitas penguji dalammemberikan penilaian dirasakan masih kurang, terlihat juga pada bagian saran tabel 3bahwa sekitar 37,5% mahasiswa menyarankan adanya persamaan persepsi penilaianoleh penguji. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Joseph, dkk, perbedaan

Page 30: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201530

kapasitas penguji dan perbedaan bidang ilmu yang dikuasai oleh masing-masingpenguji dapat menimbulkan variabilitas antar penguji. Berdasarkan hasil penelitianAwaisu, dkk sumber utama penyebab terjadinya bias dalam proses penilaian OSCEadalah subjektifitas dari penguji. Checklist yang terstandarisasi merupakan salah satucara yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya bias. Menurut McLaughlin, dkk,cara lain untuk mengurangi bias ini adalah dengan mengikutsertakan PS sebagaipenguji (6). Untuk meningkatkan reliabilitas antar penguji dapat dilakukan denganmengadakan pelatihan secara intensif untuk meyakinkan bahwa seluruh pengujimemiliki pemahaman yang sama mengenai poin-poin penilaian dan memiliki standardyang sama dalam menilai performa mahasiswa. Beberapa penelitian telahmembuktikan bahwa melalui pelatihan yang intensif bagi para penguji sangat besarpengaruhnya terhadap konsistensi penguji dalam memberikan nilai (10).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi angka reliabilitas dan validitas OSCEantara lain jumlah station yang tidak optimal untuk mencapai angka reliabilitas danvaliditas, waktu yang tidak mencukupi, pasien standard yang tidak terstandarisasi, poinpenilaian yang hanya difokuskan pada 1 jenis penilaian, metode analisis pelaksanaanOSCE yang hanya mengandalkan pada 1 metode dan pembuat checklist yang belumterlatih. Tugas atau pertanyaan yang terlalu spesifik dalam setiap station juga dapatmenyebabkan rendahnya angka validitas (2).

Sebanyak 41 orang (42,7%) mahasiswa pada penelitian ini setuju bahwakelulusan dan kegagalan dalam OSCE dapat memberikan gambaran tingkatkemampuan klinis yang sebenarnya. Menurut hasil penelitian Wanstall, hasil penilaianOSCE pada saat kuliah akan mempengaruhi performa mahasiswa saat di lapangan.Mahasiswa dari fakultas gizi yang memiliki skor yang rendah saat pelaksanaan OSCEmenunjukkan performa yang kurang pada saat bekerja di lapangan. Akan tetapi hasilberbeda dikemukakan oleh Tolley, dkk dimana hasil yang diperoleh saat OSCE tidakberpengaruh terhadap performa mahasiswa saat masuk dalam dunia kerja (11).

Meskipun dinilai sebagai ujian yang paling sering menimbulkan rasa cemas,sebanyak 60 orang (62,5%) mahasiswa pada penelitian ini sangat setuju bahwapelaksanaan OSCE memberikan pengalaman yang praktikal dan berguna. Mahasiswamemperoleh pengalaman belajar yang positif melalui pelaksanaan OSCE, karenahanya melalui metode ujian ini mahasiswa dapat menjalani ujian lebih sebagai seorangdokter daripada mahasiswa, dan dapat belajar menghadapi permasalah-permasalahklinis melalui skenario-skenario yang diberikan (3). Berdasarkan hasil survey pada 122orang mahasiswa di Universitas Jimma, 60% diantaranya setuju bahwa OSCEmemberikan kesempatan dan pengalaman belajar yang baik bagi mahasiswa. Hasilyang sama juga dikemukakan oleh Abdulrasheed, dkk dimana dari 187 orangmahasiswa yang menjadi sampel penelitian, 55% diantaranya berpendapat bahwaOSCE memberikan pengalaman belajar yang baik (6).

KesimpulanHasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa menerima OSCE

sebagai salah satu metode ujian yang praktikal dan berguna, akan tetapi masihterdapat beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki terutama mengenai persepsi antarpenguji dan pasien yang tidak terstandard.

Page 31: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 31

SaranPenelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan, untuk dapat mengetahui tingkatvaliditas dan reliabilitas pelaksanaan OSCE di Fakultas Kedokteran UHKBPN perludiadakan penelitian dengan menganalisis sistem skoring yang telah dilaksanakanselama ini.

Daftar Pustaka

1. Brand HS, Schoonheim-kleim M. Is the OSCE more stressful ? Examinationanxiety and its consequences in different assessment methods in dentaleducation. Eur J Dent Educ. 2009;13:147–53.

2. Gupta P, Dewan P, Singh T. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)Revisited. Indian Pediatr. 2010;47:911–20.

3. Labaf A, Eftekhar H, Majlesi F, Anvari P. Students ’ Concerns about the Pre -internship Objective Structured Clinical Examination in Medical Education. EducHeal. 2014;27(2):188–92.

4. Khorashad AK, Salari S, Baharvahdat H, Hejazi S, Lari SM, Salari M, et al. TheAssessment of Undergraduate Medical Students ’ Satisfaction Levels With theObjective Structured Clinical Examination. Iran Red Crescent Med J.2014;16(8):1–4.

5. Duffield KE, Spencer JA. A survey of medical students ’ views about the purposesand fairness of assessment. Med Educ. 2002;36:879–86.

6. Nasir AA, Yusuf AS, Abdur-rahman LO, Babalola OM, Adeyeye AA, Popoola AA,et al. Medical Students ’ Perception of Objective Structured Clinical Examination :A Feedback for Process Improvement. J Surg Educ [Internet]. Elsevier;2014;71(5):701–6. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.jsurg.2014.02.010

7. Carraccio C, Englander R. The Objective Structured Clinical Examination. ArchPediatr Adolesc Med. 2000;154:736–41.

8. MA D, Salmalian H, Faramarzi M, Pasha H. Using the objective structured clinicalexaminations in undergraduate midwifery students. J Med Life. 2013;6(1):4–7.

9. Pierre RB, Wierenga A, Barton M, Branday JM, Christie CDC, Barton M, et al.Student evaluation of an OSCE in paediatrics at the University of the West Indies, Jamaica. BMC Med Educ. 2004;4(22):1–7.

10. Malau-aduli BS, Mulcahy S, Warnecke E, Otahal P, Teague P, Turner R, et al.Inter-Rater Reliability : Comparison of Checklist and Global Scoring for OSCEs.Sci Res. 2012;3:937–42.

Page 32: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Simorangkir Persepsi Mahasiswa Mengenai Pelaksanaan OSCE

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201532

11. Rush S, Ooms A, Marks-maran D, Firth T. Students ’ perceptions of practiceassessment in the skills laboratory : An evaluation study of OSCAs withimmediate feedback. Nurse Educ Pract [Internet]. Elsevier Ltd; 2014;14(6):627–34. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.nepr.2014.06.008

Page 33: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Purba, et al Hubungan Jenis Kemotrapi dengan Meilosupresi

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 33

HUBUNGAN JENIS KEMOTERAPI DENGAN MIELOSUPRESI PADAKANKER PAYUDARA DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Rimbun Anita Romasni Purba1, Henny Erina Saurmauli Ompusunggu2, Joice Sonya GaniPanjaitan3

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Email: [email protected]

2Departemen Bilogi Sel dan Molekuler, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Email: [email protected]

3Departemen Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Email: [email protected]

Abstrak

Pendahuluan: Kanker payudara merupakan masalah utama kesehatan wanita di dunia, karenamorbiditas dan mortalitas yang tinggi. Untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yangtinggi diperlukan pengobatan yang tepat salah satunya kemoterapi. Kemoterapi ini bekerja padasel-sel kanker payudara dan sel-sel sehat yang aktif membelah, sehingga kemoterapi seringmenimbulkan efek samping seperti mielosupresi. Mielosuporesi adalah penurunan salah satusel-sel darah seperti hemoglobin, leukosit, trombosit dan neutrofil. Penurunan sel-sel darahtersebut dapat menimbulkan terjadinya anemia, leukositopenia, trombositopenia, danneutropenia. Hal ini akan memeperburuk keadaaan pasien dan memberi dampak negatifterhadap pengobatan sehingga menurunkan kemampuan fungsional dan mengancamkelangsungan hidup pasien kanker payudara.

Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain crosssectional. Teknik pemilihan sampel menggunakan purporsive sampling, didapati sampelsebanyak 77 orang pasien kanker payudara yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medanpada tahun 2014. Pengumpulan data menggunakan data sekunder yaitu didapatkan dari datarekam medik pasien.

Hasil: Hasil uji Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara jeniskemoterapi dengan mielosupresi pada pasien kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan(p = 0,032). Terdapat hubungan antara jenis kemoterapi dengan anemia (p = 0,004) danneutropenia (p = 0,040) pada pasien kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan, tetapitidak dijumpai hubungan yang bermakna antara jenis kemoterapi dengan leukositopenia (p =0,069) dan trombositopenia (p = 0,356).

Kata kunci: kanker payudara, kemoterapi, mielosupresi.

Page 34: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Purba, et al Hubungan Jenis Kemotrapi dengan Meilosupresi

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201534

Pendahuluan

Kanker payudara merupakan salah satu masalah utama kesehatan wanita di dunia. DiAmerika Serikat, pada tahun 2014 diperkirakan sekitar 232.670 kasus baru kanker payudarainvasif yang didiagnosa pada wanita, 62.570 kasus kanker payudara insitu dan 40.000 dariyang terdiagnosa meninggal dunia.1 Di Eropa, 85 kasus baru per 100.000 wanita.2 Di Indonesia,tahun 2014 kanker payudara telah menjadi tumor ganas tertinggi diikuti tumor ganas leherrahim. Insiden kanker payudara sebesar 100 per 100.000 perempuan. Oleh karena itu, kankerpayudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting, karena morbiditas danmortalitas yang tinggi.

Kemoterapi adalah proses pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yangbertujuan untuk menghancurkan atau memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara.Sampai saat ini belum ada kemoterapi yang dapat menghancurkan sel kanker payudara tuntas100%. Pada umumnya kemoterapi sering dikombinasi yang disebut kemoterapi kombinasi(sitostatika atau hormonal) berfungsi mencegah dan menghambat perkembangan sel kankerpayudara yang disebabkan mutasi gen ataupun dipengaruhi hormon. Pemberian kemoterapikombinasi ini menyebabkan kejadian efek samping juga bertambah.3

Beberapa penelitian sebelumnya, mengemukakan didapati efek samping kemoterapihormonal menghambat produksi dan kerja hormon estrogen/progesteron dan kemoterapisitostatika tidak hanya menghancurkan sel-sel kanker tetapi juga menyerang sel-sel sehat,terutama sel-sel yang membelah dengan cepat. Berdasarkan National Cancer Institute (2007),efek samping yang dapat terjadi akibat kemoterapi berbasis hormonal mengakibatkantrombositopenia, diare, gangguan pada kelenjar tiroid, dan kemoterapi sitostatika(adriamisin/doksorubisin) menimbulkan mual, muntah, diare, stomatitis, alopesia, rentanterinfeksi, neuropati, myalgia, dan efek samping yang paling sering adalah mielosupresi.4

Mielosupresi adalah penurunan jumlah hemoglobin, trombosit, neutrofil dan leukosit darinormal, yang menimbulkan anemia, trombositopenia, neutropenia, dan leukositopenia.5

Berdasarkan penelitian Zhijun (2008) ditemukan efek samping kemoterapi pada 65 pasienkanker payudara yang mendapat kemoterapi sitostatika seperti methotrexate, didapatkan 36pasien mengalami neutropenia, 29 pasien mengalami anemia dan 61 kontrol ditemukan 38anemia. Berdasarkan penelitian Partridge, kombinasi kemoterapi hormonal didapati pasienkanker payudara mengalami trombositopenia.6

Penurunan jumlah salah satu sel darah ini menimbulkan gejala lemas, mudah letih,infeksi (mata, pencernaan, mulut), demam, dan perdarahan. Gejala akan memperburukkeadaan pasien dan memberi dampak negatif terhadap pengobatan bahkan memperburukprognosis penyakit pasien kanker payudara. Keadaan ini juga dapat menurunkan kemampuanfungsional dan kualitas hidup pasien bahkan mengancam kelangsungan hidup (kematian)pasien kanker payudara.7,8

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan jenis kemoterapi dengan efekmielosupresi pada pasien kanker payudara di Rumah Sakit Umum Pemerintah Haji Adam MalikMedan.

Metode

Page 35: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Purba, et al Hubungan Jenis Kemotrapi dengan Meilosupresi

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 35

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan desain crosssectional. Populasi penelitian ini adalah pasien kanker payudara yang berobat ke RSUP HajiAdam Malik Medan.

Pemilihan sampel menggunakan tehnik purporsive sampling, dimana sampel yangdigunakan adalah pasien kanker payudara yang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medanpada tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi, didapatisebanyak 77 orang. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu pasien kanker payudara berjeniskelamin perempuan, hanya mendapat kemoterapi sitostatika atau hormonal dan maksimalmenderita anemia derajat I, neutropenia derajat I, leukositopenia derajat I dan trombositopeniaderajat I sebelum dikemoterapi. Kriteria eksklusinya yaitu pasien kanker payudara yangmendapat pengobatan lain seperti radioterapi dan/ atau memiliki penyakit kronis lain sepertileukemia, HIV/AIDS, infeksi kronis.

Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis pasienyaitu data usia, pekerjaan, pendidikan, stadium, nilai hemoglobin, leukosit, neutrofil, trombositsebelum mendapat kemoterapi dan sesudah mendapat kemoterapi.

Analisa data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan uji normalitas dengan ujiKolmogorov-Smirnov dan didapati distribusi data normal. Kemudian, untuk mengetahuihubungan jenis kemoterapi dengan mielosupresi pada pasien kanker payudara digunakan ujiChi-Square.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik sampel penelitian disajikan pada tabel 1, distribusi sampel berdasarkanderajat mielosupresi (anemia, leukositopenia, neutropenia¸ trombositopenia) sebelum dansesudah dikemoterapi disajikan pada tabel 2, sedangkan hubungan jenis kemoterapi denganefek mielosupresi disajikan pada tabel 3 dan tabel 4.

Tabel 1. Distribusi pasien kanker payudara di RSUP Adam Malik Medan

Karakteristik pasien Pasien (%)

N 77 100Umur

< 40 6 7,8> 40 71 92,2

StadiumII 6 7.8IIa 3 3.9Iib 23 29.9III 2 2.6IIIa 6 7.8IIIbIIIcIV

2449

31.25.2

11.7Pendidikan

Page 36: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Purba, et al Hubungan Jenis Kemotrapi dengan Meilosupresi

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201536

SD 7 9.1SMP 11 14.3SMA 43 55.8Perguruan Tinggi 16 20.8

PekerjaanGuru 2 2.6IRT 48 62.3Pedagang 3 3.9Pensiunan 3 3.9PNS 18 23.4Wiraswasta 3 3.9

Pada penelitian ini, pasien kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan mayoritasberumur > 40 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Anjali pada tahun 2009 yang menilaikejadian kanker payudara berdasarkan usia dan stadium, didapati pasien kanker payudarapaling banyak berusia > 40 tahun.9 Penelitian ini juga sejalan dengan American Cancer Societyyang menyatakan bahwa pasien kanker payudara lebih banyak berusia > 40 tahundibandingkan < 40 tahun.1 Sedangkan hasil penelitian Apreliasari, tentang risiko riwayatpemakaian kontrasepsi hormonal terhadap kejadian kanker payudara di RUSD Dr. MoewardiSurakarta, pasien kanker payudara mayoritas terdiagnosa berusia 36-50 tahun.10

Berdasarkan stadium dapat dilihat bahwa pasien kanker payudara di RSUP H. AdamMalik Medan mayoritas terdiagnosa pada stadium IIIb. Menurut Tiolena, yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan pada wanita pasien kanker payudaraRSUP H. Adam Malik Medan mengatakan kurangnya informasi teknologi dan pengetahuanpasien untuk dapat mendeteksi secara dini sehingga terlambat memeriksakan diri. Pada surveyyang dilakukan oleh Heitty tentang permasalahan deteksi dini dan pengobatan kanker payudaradi Indonesia, didapati lebih dari 70% pasien datang ke fasilitas kesehatan sudah pada stadiumlanjut. 1,9,11

Berdasarkan pendidikan, dapat dilihat bahwa pasien kanker payudara di RSUP H. AdamMalik Medan mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA. Hal yang sama juga dijumpai diRSUD Dr. Moewardi Surakarta, 81,08% pasien kanker payudara memiliki pendidikan terakhirmayoritas SMA dan sederajat.10 Berdasarkan pekerjaan, dapat dilihat bahwa pasien kankerpayudara di RSUP H. Adam Malik Medan mayoritas bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Tabel 2. Distribusi pasien kanker payudara berdasarkan derajat mielosuprei (anemia,leukositopenia, neutropenia¸ rombositopenia) sebelum dan sesudah dikemoterapi pada diRSUP Adam Malik Medan

Mielosupresi Sebelum dikemoterapi Sesudah Kemoterapi

Derajat Pasien(N=77)

% Derajat Pasien(N = 77)

%

Anemia Normal 64 83.1 Normal 41 53.2Derajat I 13 16.9 Derajat I 29 37.7

Page 37: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Purba, et al Hubungan Jenis Kemotrapi dengan Meilosupresi

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 37

Derajat II 7 9.1Leukositopenia Normal 73 94.8 Normal 50 64.9

Derajat I 4 5.2 Derajat I 27 35.1Trombositopenia

Normal 77 100.0 Normal 72 93.56.5

Derajat I 5Neutropenia Normal 15 19.5 Normal 59 76.6

Derajat I 62 80.5 Derajat I 17 22.1Derajat II 1 1.4

Tabel 3. Hubungan jenis kemoterapi dengan efek anemia, leukositopenia, neutropenia¸trombositopenia sesudah kemoterapi pada pasien kanker payudara di RSUP Haji Adam MalikMedan

Tabel 4. Hubungan jenis kemoterapi dengan efek mielosupresi sesudah kemoterapi padapasien kanker payudara di RSUP Haji Adam Malik Medan

Jeniskemoterapi

Mielosupresip

Tidak YaN % N %

Sitostatika 28 44.5 35 55.6Hormonal 2 14.3 12 85.7 0,032

Total 30 39.0 47 61.0

Pada penelitian ini, dijumpai hubungan yang bermakna antara jenis kemoterapi dengankejadian anemia pada kanker payudara (p = 0.004). Hasil ini sesuai dengan penelitian yangdilakukan oleh Zhijun di China tentang efek samping anemia setelah terapi awal dimulai,didapati 29 dari 65 orang (44,6%) mengalami anemia pada pasien kanker payudara.6 Hal yangsama juga didapati oleh Melia pada penelitiannya tentang hubungan antara frekuensikemoterapi dengan status fungsional pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUPSanglah Denpasar, didapati 90% pasien mengalami anemia sesudah kemoterapi. Selain

Page 38: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Purba, et al Hubungan Jenis Kemotrapi dengan Meilosupresi

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201538

anemia, penelitian tersebut juga menemukan pasien kanker mengalami trombositopenia, danleukopenia sesudah kemoterapi.14

Didapati hubungan jenis kemoterapi dengan angka kejadian neutropenia pada pasienkanker payudara (p < 0,040). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhijun diChina yang menemukan efek samping neutropenia setelah terapi awal dimulai, didapati 36 dari65 orang (55,4%) mengalami neutropenia pada pasien kanker payudara.6 Sejalan denganpenelitian Faisel tentang gambaran efek samping kemoterapi jenis sitostatika berbasisantrasiklin pada pasien kanker payudara di RSUD Dokter Soedarso Pontianak, didapati hasilbahwa kemoterapi menyebabkan pasien menjadi rentan mengalami neutropenia, dari 13 pasienyang mengalami efek samping ini, 8 pasien (61,5%) mulai mengalami gejala neutropeniasegera setelah kemoterapi dan berlanjut selama 3 hari.4

Tidak didapati hubungan yang bermakna antara jenis kemoterapi dengan kejadianleukositopenia pada pasien kanker payudara (p = 0,059). Hasil ini tidak sesuai denganpenelitian yang dilakukan Suryawan tentang jumlah leukosit pada pasien kanker payudara yangsudah dikemoterapi di Semarang, didapati bahwa kemoterapi menimbulkan efek sampingleukositopenia dan neutropenia.12

Tidak didapati hubungan yang bermakna antara jenis kemoterapi dengan kejadiantrombositopenia pada pasien kanker payudara (p > 0,356). Hasil penelitian ini sesuai denganhasil penelitian Faisel tentang gambaran efek samping kemoterapi berbasis antrasiklin padapasien kanker payudara di RSUD Dokter Soedarso Pontianak, didapati trombositopeniamerupakan efek samping paling jarang dialami, pasien mulai mengalami gejala trombositopeniasetelah >1 minggu mendapat kemoterapi.4 Sejalan dengan penelitian Westbrook tentangfarmakogenomik terapi kanker payudara di Durham, didapati farmakodinamik kemoterapi jenissitostatika (anti metabolik) seperti Vincristin tidak memberi efek trombositopenia.13

Pada penelitian ini didapati jenis kemoterapi sitostatika lebih memberikan efekmielosupresi dibandingkan jenis kemoterapi hormonal. Menurut American Cancer Societykemoterapi jenis sitostatistika bekerja bukan hanya pada sel kanker melainkan sel sehat dansel aktif membelah sehingga menimbulkan gejala anemia, neutropenia, leukositopenia,trombositopenia, alopesia, letargi, stomatitis, dan muntah. Sedangkan jenis hormonal bekerjapada sistem hormonal seperti menghambat kerja hormon estrogen, androgen danpembentukan hormon estrogen, yang menimbulkan gejala diare, perdarahan, penurunankoadar hormon tiroid dan demam.15

Didapati hubungan yang bermakna antara jenis kemoterapi dengan kejadianmielosupresi pada pasien kanker payudara di RSUP H.Adam Malik (p = 0,032). Hasil penelitianini sejalan dengan hasil penelitian Mayer tentang analisis prognosis kemoterapi adjuvant padakanker payudara di Kanada, didapati kemoterapi kanker payudara dengan menggunakan jenissitostatika memberikan efek mielosupresi.16 Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasilpenelitian Melia tentang hubungan antara frekuensi kemoterapi dengan status fungsionalpasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUP Sanglah Denpasar, ditemukan bahwa salahsatu efek kemoterapi pasien kanker payudara adalah supresi sumsum tulang.14

Kesimpulan

Terdapat hubungan antara jenis kemoterapi dengan mielosupresi pada pasienkanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan. Terdapat hubungan antara jenis

Page 39: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Purba, et al Hubungan Jenis Kemotrapi dengan Meilosupresi

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 39

kemoterapi dengan anemia dan neutropenia pada pasien kanker payudara di RSUP H.Adam Malik Medan, sedangkan antara jenis kemoterapi dengan leukositopenia dantrombositopenia tidak dijumpai hubungan yang bermakna.

Daftar Pustaka

1. Dna A. Breast Cancer. American Cancer Society. Amerika; 2014. p. 1–141.2. Deparment of Cancer. Early and locally advanced breast cancer. National Institute

for health and Clinical Excellence. London; 2009. p. 12–37.3. Santoso C. Keberhasilan Kemoterapi Neoajuvan Cisplatin-Vincristine-Bleomycin

dan Paclitaxel-. Maj Obstet dan Ginekol. 2011;19(3).4. Faisel C. Gambaran Efek Samping Kemoterapi Berbasis Antrasiklin pada Pasien

Kanker Payudara di RSUD Dokter Soedarso Pontianak. Tanjung Pura; 2012. s5. Crawford J, Dale DC, Lyman GH, Crawford CN. Chemotherapy-Induced

Neutropenia. :228–37.6. Zhijun D, Xijing W, Huafeng K, Zongzheng J, Lei L. Clinical Effects of Shenqi

Fuzheng Injection in the Neoadjuvant Chemotherapy for Local Advanced BreastCancer and the Effects on T - lymphocyte Subsets. 2008;28(January 2000):34–8.

7. Loi S, Sirtaine N, Piette F, Salgado R, Viale G, Rouas G, et al. Prognostic andPredictive Value of Tumor-Infiltrating Lymphocytes in a Phase III RandomizedAdjuvant Breast Cancer Trial in Node-Positive Breast Cancer Comparing theAddition of Docetaxel to Doxorubicin With Doxorubicin-Based Chemotherapy : BIG02-98. Clin Oncol. 2013;31(7).

8. Qinghong Q, Fangfang G, Wei J, Qixing T, Qinguo M, Changyuan W. Effect ofneoadjuvant chemotherapy on expressions of estrogen. Chinese Med.2014;127(2010079):3272–7.

9. Deshpande AD, Jeffe DB, Gnerlich J, Iqbal AZ, Thummalakunta A, Margenthaler Ja. Racial disparities in breast cancer survival: an analysis by age and stage. JSurg Res [Internet]. Elsevier Inc.; 2009 May 1 [cited 2015 Feb 10];153(1):105–13.Available from:http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3240670&tool=pmcentrez&rendertype=abstract

10. Apreliasari H. Risiko Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Hormonal terhadapKejadian Kanker Payudara di RUSD Dr. Moewardi Surakarta. Universita sebelasMaret; 2009. p. 25–55.

11. Heitty. Pengaruh Jus Kacang Hijau Terhadap Kadar Hemoglobin dan Jumlah SelDarah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) dalam Konteks Asuhan KeperawatanPasien Kanker dengan Kemoterapi. 2008;(2006).

12. Suryawan E. Perbandinga Pengaruh Buah BIT dengan Ikan Belanak terhadapJumlah Leukosit Darah pada penderita Leukositopenia Akibat Kemoterapi. UNDIP;2006. p. 1–48.

13. Westbrook K. Pharmacogenomics of Breast cancer Therapy. NIH Public Access.2014;139(1):1–11.

14. Melia E. Hubungan antara Frekuensi Kemoterapi dengan Status FungsionalPasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Sanglah Denpasar. 2008;

Page 40: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Purba, et al Hubungan Jenis Kemotrapi dengan Meilosupresi

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201540

15. Kemoterapi. Menejemen Modern dan Kesehatan Masyarakat [Internet]. Jakarta:Medicastore; 2011. p. 1–3. Available from: www.itokindo.org

16. Mayers C, Sc BN, Panzarella T, Sc M, Tannock IF, Ph D. Analysis of thePrognostic Effects of Inclusion in a Clinical Trial and of Myelosuppression onSurvival after Adjuvant Chemotherapy for Breast Carcinoma. 2001;2246–57.

Page 41: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Depari, et al Gambaran Dermatofita pada penderita Tinea Krusis

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 41

GAMBARAN DERMATOFITA SUPERFISIALIS PADA PENDERITATINEA KRURIS

DI KOTA MEDAN DAN DESA NAMU TRASI

Jeremia Ian Hans Depari1, Henny Erina Saurmauli Ompusunggu2, Rudyn Reymond Panjaitan3

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP NommensenEmail: [email protected] Bilogi Sel dan Molekuler, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP NommensenEmail: [email protected] Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas HKBP NommensenEmail: [email protected]

Abstrak

Pendahuluan : Dermatofitosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh golonganjamur dermatofita superfisial pada jaringan yang mengandung zat tanduk. Tinea krurismerupakan salah satu bentuk klinis dermatofitosis dengan lokasi pada lipat paha,daerah perineum, ketiak dan sekitar anus yang dapat me;uas ke bokong dan perutbagian bawah. Di Indonesia, tinea kruris merupakan salah satu dermatofitosis yangpaling sering dijumpai.

Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Populasinya adalah seluruhpenderita tinea kruris yang datang berobat ke praktek dokter spesialis kulit dan kelaminserta puskesmas Namu Trasi. Pengambilan sampel dilakukan secara total samplingdan didapatkan sampel sebanyak 12 orang. Sampel dibiakkan selama 1-2 minggudengan menggunakan Agar Dekstrose Saboraud yang sebelumnya telah dilakukan tesKOH 10%, kemudian diidentifikasi secara makroskopis.

Hasil : Dari seluruh sampel dengan jamur dermatofitosis superfisialis, dijumpai 3spesies yaitu Trichophyton rubrum (50%), Trichophyton mentagrophytes (48%) danTrichophyton schoenleinii (8%).

Kesimpulan :Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes merupakanspesies yang paling banyak ditemukan. Seluruh spesies yang ditemukan termasukgolongan jamur antropofilik.

Kata kunci : Tinea kruris, Trichopyton

PendahuluanDermatofitosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh golongan jamur

dermatofita superfisial pada jaringan yang mengandung zat tanduk seperti stratumkorneum, stratum basalis, rambut dan kuku.1 Dermatofita merupakan golongan jamuryang menyebabkan dermatofitosis dengan kemampuannya melekat pada keratin danmenggunakannya sebagai nutrisi untuk berkembang biak.2 Istilah Dermatofita berasaldari bahasa Yunani yang berarti tanaman kulit (skin plants).3 Golongan jamur

Page 42: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Depari, et al Gambaran Dermatofita pada penderita Tinea Krusis

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201542

dermatofita dibagi atas tiga genus, yaitu Epidermophyton, Trichophyton, Microsporum.4

Infeksi dermatofita terjadi akibat tiga langkah utama, yaitu diawali dengan perlekatandermatofit pada keratin, penetrasi melalui dan diantara sel, serta terbentuknya responpenjamu.Padapenyakit kulit karena infeksi jamur dermatofit, seseorang terkenapenyakit tersebut oleh karena kontak langsung dengan jamur tersebut, atau benda-benda yang sudah terkontaminasi oleh jamur, atau pun kontak langsung denganpenderita.3

Insidens mikosis superfisialiscukup tinggi di Indonesia, salah satunya dikarenakankondisi geografisIndonesia yang beriklim tropis dan memiliki kelembaban yang tinggi,apalagi bila higiene juga kurang sempurna.5 Kondisi tersebut sangattepat bagi jamuruntuk tumbuh dan berkembang biak, sehingga dapat dengan mudah ditemukan disemua tempat.6 Di dunia, infeksi jamur superfisial merupakan salah satu infeksi kulityang paling banyak dijumpai dan mempengaruhi lebih dari 20-25% dari populasi.2 DiIndonesia kasus dermatofitosis merupakan 52% dari kasus dermatomikosis. Di Jakarta,golongan penyakit jamur mendapat urutan ke-2 setelah dermatitis.2 Di daerah lainseperti Bandung, Semarang, Menado dan Medan, keadaannya sama yakni mendudukiposisi ke-2 dan sedikitnya posisi ke-4 setelah golongan penyakit kulit lainnya.5

Tinea krurismerupakansalah satu bentuk klinis berdasarkan lokalisasi yangterdapat pada infeksi dermatofitosis.7 Di Indonesia, tinea kruris merupakan salah satudermatofitosis yang sering dijumpai. Di Padang, berdasarkan rekam medik di RS dr. M.Djamil, selama tahun 2010 ditemukan 288 orang penderita baru dematofitosis dengan207 penderitatinea kuris.2 Lokalisasinya pada lipat paha, daerah perineum, ketiak dansekitar anus, yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah.Kelainan ini dapatbersifat akut atau menahun.8 Infeksi ini lebih sering menyerang laki-laki dan disertairasa gatal yang hebat. Khususnya pada penderita tinea kruris, yaitu berawal daribercak eritematosa dan gatal, yang lama kelamaan akan meluas. Meskipun persistendan bersifat mengganggu, infeksi ini tidaklah menimbulkan kelemahan ataupunmengancam jiwa, namun tetap saja, jutaan dolar dihabiskan tiap tahun untukmengobatinya.3 Selain itu, tinea kruris juga memiliki tingkat kekambuhan yang cukuptinggi yaitu sekitar 20-25%.2 Untuk mengetahui golongan atau jenis jamur dilakukanpembiakan selama dua 1-2 minggu dengan medium agar Saboraud.

BerdasarkanMadani AF dan Siregar RS,penyebab tersering dari tinea krurisadalah golongan Epidermophyton.5,7 Berbeda denganAugustine R dan Fitzpatrick yangmenyatakan golongan Trichophyton menjadi penyebab utama.2,3 Di Medan, belumpernah diadakan penelitian mengenai jamur dermatofita yang paling seringmenyebabkan tinea kruris.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dermatofita superfisialispada penderita tinea kruris di kota medan dan desa namu trasi.

MetodePenelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui gambaran dari jamur dermatofita superfisialis pada penderita tinea kruris.Populasi penelitian adalah Penderita tinea kruris yang terdapat di kota medan dan desaNamu Trasi.

Pengambilan sampel menggunakan total sampling, dimana sampel yangdigunakan adalah para penderita tinea kruris yang berobat ke praktek dokter Spesialis

Page 43: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Depari, et al Gambaran Dermatofita pada penderita Tinea Krusis

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 43

Kulit dan Kelamin di kota Medan dan Puskesmas Namu Trasi pada bulan Februarihingga Maret 2015.

Sampel diambil dari kerokan kulit pada lesi kulit penderita tinea kruris, kemudianhasil kerokan kulit penderita kemudian disimpan dalam amplop dan ditutup. Amplopyang berisi sampel kemudian dibawa ke laboratorium Mikrobiologi Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara dan dilakukan pembiakkan selama 1-2 minggu denganmenggunakan Agar Dekstrose Saboraud yang sebelumnya telah dilakukan tes KOH10%, kemudian diidentifikasi secara makroskopis.

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, dengan menghitung persentasejawaban responden berdasarkan soal pertanyaan yang diajukan.

Hasil dan PembahasanKarakteristik sampel penelitian disajikan pada tabel 1, sedangkan gambaran

dermatofitosis superfisialis berdasarkan spesies disajikan pada tabel 2.

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitianKarakteristik Jumlah (%)

N 20 100Umur

11-20 3 1521-30 7 3531-40 3 1541-50 3 1551-60 1 561-70 3 15

Jenis kelaminLaki-laki 14 70Perempuan 6 30

PekerjaanPelajar/mahasiswa 2 10Pedagang 5 25Karyawan 3 15Wiraswasta 4 20Petani 5 25Pensiunan 1 5

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat usia dewasa cenderung lebih seringmenderita tinea kruris dari pada usia anak-anak.3 Usia dewasa yang mayoritas memilikiaktivitas yang lebih padat serta aktif berolahraga menimbulkan timbulnya keringat yangberlebih. Hal tersebut mengakibatkan kelembaban yang tinggi dan merupakansuatukeadaan yang mendukung jamur untuk berkembang.7 Menurunnya status imunseseorang seperti menderita penyakit diabetes melitus juga memiliki pengaruhtimbulnya dermatofitosis superfisialis.9

Page 44: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Depari, et al Gambaran Dermatofita pada penderita Tinea Krusis

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201544

Berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita tineakruris adalah laki-laki. Laki-laki dinilai lebih aktif dalam beraktivitas dan cenderungkurang memperhatikan kebersihan, sehingga memudahkan jamur untuk tumbuh danberkembang. Kurniati (2008) menyatakan bahwa prevalensi dermatofitosis superfisialispada laki-laki lima kali lebih banyak dari pada wanita.3,9

Berdasarkan pekerjaan, mayoritas penderita tinea kruris bekerja sebagaipedagang dan petani. Pekerjaan tersebut dikaitkan dengan tingkat higienitas yangkurang dan keringat yang berlebih. Hal tersebut memudahkan jamur untuk tumbuh,terutama didaerah lipatan yang cenderung menjadi lembab.7,10

Tabel 2. Dermatofitosis superfisialis berdasarkan spesiesSpesies (%)Trichophyton rubrum 50Trichophyton mentagrophytes 42Trichophyton schoenleinii 8

Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat dilihat bahwa spesies terbanyak yang menyebabkantinea kruris adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes. Di AmerikaSerikat, Trichophyton rubrum adalah spesies yang paling banyak menyebabkan tineakruris, sama halnya seperti di Indonesia3,10 Terdapat kesesuaian berdasarkan penelitianyang dilakukan di Indonesia oleh Augustine R (2012) dan di Amerika Serikat olehitzpatrick (2013), yang menyatakan bahwa Trichopyhton rubrum sebagai penyebabutama tinea kruris, namun berbedadengan penelitian yang juga dilakukan di Indonesiaoleh Madani AF dan Siregar RS (2013) yang menyebutkan bahwa spesiesEpidermophyton flocossum adalah spesies yang paling sering menyebabkan tineakruris.2,3,5,7 Dapatdisimpulkan bahwa spesies penyebab tinea kuris yang bervariasidisetiap tempat diakibatkan oleh faktor distribusi, kebersihan lingkungan , sosalekonomi serta budaya.2

Keseluruhan spesies tersebut tergolong antropofilik yang artinya jamur yangmenyebar dari manusia ke manusia, ditularkan melalui kontak langsungdari kulitmanusia atau rambut yang terinfeksi. Spora yang terlepas dan menempel padapakaian, sisir, topi, handuk menjadi sebuah jembatan bagi jamur untuk menular kemanusia lain.3

KesimpulanTrichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes adalah jenis jamur

dermatofitosis superfisialis yang paling banyak ditemukan pada penderita tinea krurisyang berobat ke praktek dokter spesialis kulit dan kelamin di kota Medan danpuskesmas Namu Trasi. Seluruh spesies penyebab tinea kruris adalah jamurantropofilik.

Page 45: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Depari, et al Gambaran Dermatofita pada penderita Tinea Krusis

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 45

Daftar Pustaka1. Siregar. RS. Penyakit Jamur Kulit: Mikosis Superfisialis. Edisi ke-2. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC; 2004. h. 8-432. Augustine, R. Perbandingan Sensitivitas dan Spesifitas Pemeriksaan Sediaan

Langsung KOH 20% Dengan Sentrifugasi dan Tanpa Sentrifugasi pada Tineakruris; [Tesis]. Padang: Universitas Andalas: 2012

3. Schieke MS, Garg A. Superficial Fungal Infection. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editor. Fitzpattrick’s Dermatology InGeneral Medicine. Edisi Ke-8.New York. Mc Graw Hill; 2013. H. 2276-97

4. Hitendra KB, Dhara JM, Nidhi KS, Hetal SS. A Study Of Superficial Mycoses WithClinical Mycological Profile In Tertiary Care Hospital In Ahmedabad Gujarat. NateJ Med. 2012;2(2):160-3

5. Madani AF. Infeksi Jamur Kulit. Dalam: Harahap M, editor. Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta: Hipokrates; 2013. h. 120-5

6. Hidayati AN, Suyoso S, Hinda D, Sandra E. Mikosis Superfisialis Di Divisi MikologiUnit Rawat Jalan Penyakit Kulit Dan Kelamin RSUD Dr Soetomo Surabaya.Hidayati AN. 2009;1(21): h. 1-7

7. Siregar RS. Penyakit Jamur. Dalam: Hartanto H, Editor. Saripati PenyakitKulit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2013. h. 11-31

8. Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi Ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 89-100

9. Kurniati, Rosita C. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin: EtiopatogenesisDermatofitosis. BIK. 2008;3(2) h. 244-49

10. Mitchel TG. Mikologi. Dalam: Brooks. FG, Caroll KC, Butel JS, Morse SA, MietznerTA, editor. Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Ke-25.Jakarta: Buku Kedokteran EGC; h. 652-56

Page 46: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201546

Kadar Soluble Fms Like Tyrosine Kinase-1 pada PreeklampsiaDisusun Oleh: Rebecca Rumesty Lamtiar

Abstrak

Latar Belakang:Patogenesis preeklampsia sebagai salah satu penyebab kematian ibumasih belum jelas. Diduga adanya peran faktor-faktor angiogenik dalam perjalananpenyakit preeklampsia, diantaranya adalah Soluble Fms Like Tyrosine Kinase-1 (SFLT-1) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kadar SFLT-1 pada ibu hamildengan preeklampsia berat.

Metode: Penelitian dengan disain cross sectional dilakukan terhadap 30 wanita hamiltrimester tiga dengan preeklampsia berat/eklampsia yang berobat di RSUP. Haji AdamMalik Medan, RS.dr.Pirngadi Medan dan RS. Sundari Medan dari bulan Septembersampai bulan Desember tahun 2014.Pengukuran kadar SFLT-1 diperiksa dari serumdarah ibu hamil dengan metode ELISA.

Hasil: Ibu hamil dengan preeklampsia berat di ketiga rumah sakit di medan terbanyakberusia kisaran 20-35 tahun dengan usia kehamilan pada rentang 37-38 minggu(50%) dan status paritas ibu nulipara(46,7%). Nilai medium kadar SFLT-1 padakelompok ibu hamil normal sebesar 1901,935 pg/ml

Kesimpulan: Nilai medium Kadar SFLT-1 pada Ibu hamil dengan preeklampsia berat /eklampsia sebesar 1901,935 pg/ml

Kata kunci: SFLT-, preeklampsia berat, PEB

AbstracBackground: Pathogenesis of preeclampsia as one of the cause of maternal mortlity isunclear. It was Suggested that angiogenic factors play a role in mechanism ofpreeclampsia such as soluble fms like tyrosine kinase-1 (SFLT-1) This study is aimed todetermine sfl-1 level in preeclampsiaMethods: This cross sectional study of 30 3rd trimester pregnancy women with severepreclampsia in Haji Adam malik Hospital, Pirngadi Hospital and Sundari Hospital Medanfrom September until December 2014 . Level of SFLT-1 was measured from serumwomen with ELISA method.Results: The women with severe preeclampsia at three hospitalsin medan was at range20-35 year olds, at 37-38 weeks gestation and nullipara. Medium value of sflt-1 levelwas 1901,935 pg/mlConclusions:Medium value of sflt-1 level was 1901,935 pg/mlKeywords:SFLT-1, PLGF, Preeclampsia

Page 47: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 47

Pendahuluan

Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi persalinan memiliki kontribusidalam menyebabkan tingginya angka kematian ibu. WHO (2011) mencatat sebesar81% kasus komplikasi kehamilan menyebabkan kematian ibu dan 24% diantara kasuspenyebab kematian ibu adalah disebabkan oleh preeklampsia atau eklampsia(Kemenkes, 2010) Sekitar 10% kehamilan di dunia disertai dengan preeklampsia(WHO, 2011). Pada Negara berkembang, setiap 1000 kelahiran terjadi 13 kasuspreeklampsia, sedangkan pada negara maju diantara 10000 persalinan hanya terjadi 2-3 kasus preeklampsia (Jido dan Yakasai,2013). Di Indonesia, kasus preeklampsiaterjadi 5-10 % dari jumlah kehamilan (Kemenkes, 2011)

Sampai saat ini patogenesa preeklampsia belum jelas. Banyak teori yangmenyatakan adanya hubungan preeklampsia dengan proses pseudovaskulogenesis.Sel sitotrofoblas yang gagal menginvasi arteri spiralis ibu menyebabkan terjadinyatrophoblast injury dan iskemia plasenta.

Terjadinya iskemia pada plasenta diduga menyebabkan sekresi suatu faktoranti-angiogenik soluble fms Like Tyrosine Kinase-1 (sFLT-1), dan selanjutnyamenghambat endotel pembuluh darah dalam melakukan angiogenesis. Hal ini masihmenjadi dilema, apakah sFLT-1 hadir karena iskemia plasenta atau sebaliknya.Disfungsi endotel bermanifestasi dalam bentuk kerusakan jaringan dan kerusakanmultiorgan pada ibu dan janin yang sifatnya progresif (Karumanchi et al, 2005; Wanget al, 2009; Murphy et al, 2013).

Eiland (2012) menyatakan bahwa kadar sFLT-1 tinggi pada sirkulasi ibupreeklampsia. Peningkatan kadar ini diduga sudah dimulai sebelum manifestasi klinispreeklampsia muncul pada ibu, dan mungkin berkaitan juga dengan beratnya gejalayang muncul.

Banyak penelitian yang sedang berkembang tentang bagaimana hubunganfaktor-faktor angiogenesis terhadap kejadian preeklampsia. Ketidakseimbangan antarafaktor angiogenik dan antiangiogenik pada sirkulasi maternal dianggap berperan dalampatofisiologi preeklampsia berat. Dibandingkan dengan kehamilan normal, kadar sFLT-1 lebih tinggi dan dalam serum ibu dengan preeklampsia (Levine, 2004; Verlohren,2012)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuibagaimana kadarsFLT-1pada ibuhamil dengan preeklampsia berat / eklampsia

Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan desaincross sectional.Penelitian dilakukan di bagian kebidanan Rumah Sakit Haji Adam MalikMedan, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan, dan Rumah Sakit UmumSundari Medan . Pemeriksaan elisa utuk mengetahui kadar SFLT-1 diambil dariserum darah sampel dan diperiksa di laboratorium Spektrum Internasional Medan.

Penelitian ini telah mendapatkan izin dari komite etik dan setiap subyekpenelitian telah memberikan persetujuan setelah mendapatkan penjelasan (informedconsent).

Page 48: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201548

Penelitian ini dilakukan pada 30 wanita hamil trimester III yang terdiagnosadengan atau tanpa preeklampsia berat/eklampsia oleh Dokter Kandungan danKebidanan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan danRumah Sakit Umum Sundari Medan yang tercatat di kartu status pasien.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah Kehamilan intrauterin, janin hidup dantunggal. Sampel penelitian yang memiliki riwayat penyakit diabetes melitus, kelainanginjal, riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit dengan kelainan imunitas dan disertaidengan kelainan kongenital pada janin dieksklusikan

Pengukuran kadar SFLT-1 dalam serum darah sampel dilakukan denganmetode Metode quantitative sandwich enzyme immuno assay.

Data yang diperoleh akan diedit, dikoding kemudian dientri ke dalam komputer.Dilakukan uji normalitas terlebih dahulu pada data numerik dengan uji normalitasShapiro wilk dan dilanjutkan dengan analisis univariat ditampilkan dalam bentuk tabeldan gambar.

Hasil

Usia responden terbanyak pada kelompok ibu hamil dengan preeklampsia berat /eklampsia diantaranya adalah sampel dengan rentang usia 20-35 tahun (83,3%),dengan usia kehamilan terbanyak pada rentang 37-38 minggu (50%). Pada Tabel 1.dapat dilihat bahwa status paritas ibu dengan preeklampsia berat / eklampsia terbanyakadalah ibu nulipara(46,7%).

Data kadar SFLT-1 merupakan data yang terdistribusi tidak normal berdasarkanuji normalitas Shapiro wilk sehingga ditampilkan nilai medium kadar SFLT-1. PadaGambar 1 dilihat bahwa nilai medium kadar SFLT-1 pada kelompok ibu hamil denganpreeklampsia berat / eklampsia adalah 1901,935 pg/ml dengan nilai minimum 181,840pg/ml dan nilai maksimum 2077,600pg/ml

Tabel 1. Karakteristik Subyek PenelitianKarakteristik Subyek

PenelitianKelompok PEB

/EklampsiaKelompok Kehamilan

NormalF % F %

Usia Sampel 20-35 tahun > 35 tahun

Usia Kehamilan 28-32 minggu 33-34 minggu 35-36 minggu 37-38 minggu

Status paritas Nulipara Primipara

255

22

1115

146

10

83,316,7

6,76,7

36,750,0

46,720,033,3

255

22

1115

146

10

83,316,7

6,76,7

36,750,0

46,720,033,3

Page 49: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 49

Multipara

Gambar 1. Diagram Kadar SFLT pada Kelompok Ibu Hamil dengan PreeklampsiaBerat/Eklampsia dan Ibu Hamil Normal

Pembahasan

Pada penelitin ini karakteristik ibu hamil preeklampsia berat / eklampsiaterbanyak pada kelompok usia 20-35 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yangdilakukan oleh Kashanian et al (2011) di Iran. Kashanian et al menyatakan bahwakarakteristik ibu hamil preeklampsia terbanyak adalah pada usia 20-30 tahun.

Kashanian et al menyatakan bahwa ibu hamil dengan usia lebih dari 30 tahunmemiliki risiko lebih besar untuk mengalami preeklampsia dibandingkan dengan ibuhamil yang memiliki usia lebih muda. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yangmenyatakan bahwa semakin bertambah usia, maka semakin tinggi risiko terjadikomplikasi pada persalinan, salah satunya adalah preeklampsia (Jacobbson, 2004).

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel merupakan nulipara.Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa salah satu faktor risikoterjadinya peeklampsia adalah status nulipara pada ibu (Odegard, 2000)

Pada penelitian ini didapat nilai medium kadar SFLT-1 pada kelompok ibu hamiltrimester tiga dengan preeklampsia berat / eklampsia adalah 1901,935 pg/ml. Levine etal menyatakan bahwa rata-rata peningkatan kadar SFLT-1 pada ibu preeklampsiamencapai tiga kali dibandingkan dengan nilainya pada ibu hamil normal. Peningkatanini terjadi setelah minggu ke-25 usia kehamilan (Widmer et al, 2007).

Kadar SFLT-1 pada ibu hamil normal akan meningkat dimulai pada 20-30 usiakehamilan, dan selanjutnya meningkat dengan cepat pada 35-39 minggu usiakehamilan. Akan tetapi peningkatan SFLT-1 pada kelompok ibu hamil denganpreeklampsia berat / eklampsia terjadi lebih besar dibandingkan dengan ibu hamilnormal (Levine, 2004). SFLT-1 sebagai faktor antiangiogenik ditemukan lebihbanyak pada plasenta dan serum ibu hamil dengan preeklampsia (Maynard, 2003).

Page 50: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201550

Pada ibu hamil dengan preeklampsia ditemukan plasenta yang mengalami iskemia.Plasenta yang iskemia menghasilkan lebih banyak SFLT-1 (Smith and Wear, 2009).Masabumi (2012) menyatakan bahwa kondisi hipoksia yang ditemukan pada plasentapreeklampsia memiliki pengaruh besar dalam regulasi SFLT-1. Penurunan aliran darahuteroplasenta menyebabkan peningkatan ekspresi SFLT-1. Diduga adanya peran HIF-1α dalam peningkatan SFLT-1. Keadaan hipoksia pada plasenta merangsang aktivitasHIF-1α, dan selanjutnya HIF-1α meningkatkan ekspresi dan sekresi SFLT-1 (Zhou et al,2011)

Disfungsi endotel ditemukan dalam patomekanisme penyakit preeklampsia.Keadaan disfungsi endotel berakhir pada munculnya manifestasi klinik sepertihipertensi, gangguan koagulasi dan proteinuria. Hal ini mungkin dapat menjelaskanpatofisiologi manifestasi klinis yang muncul pada preeklampsia berat / eklampsia(Matsubara, 2009)

Kadar SFLT-1 yang tinggi pada sirkulasi akan menghambat kerja faktorproangiogenesis (Levine, 2004; Matsubara, 2009). Ketidakseimbangan angiogenesismenyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Keadaan ini menyebabkan munculnyamanifestasi klinik seperti hipertensi, gangguan koagulasi dan proteinuria. Hal inimungkin dapat menjelaskan patofisiologi manifestasi klinis yang muncul padapreeklampsia berat / eklampsia.

KesimpulanSebagai kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini adalah bahwa kadar SFLT-1pada kelompok ibu hamil dengan preeklampsia berat / eklampsia adalah 1901,935pg/ml dengan nilai minimum 181,840 pg/ml dan nilai maksimum 2077,600 pg/ml.

SaranDapat dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari nilai kadar SFLT-1 pada

kelompok ibu hamil pada trimester pertama sehingga dapat dipakai sebagai acuanscreening preeklampsia pada ibu hamil.

Daftar Pustaka

Agida ET, Adeka BI, Jibril KA. ., 2010. Pregnancy Outcome in Preeclamptic at TheUniversity of Abuja Teaching Hospital, Gwagwalada, Abuja: A 3 Year Review.Nigerian Journal of Clinical Practice..; Vol. 13; 4: 394-398

Ahmad Shakil, and Ahmed Asif. 2004. Elevated Placental Soluble Vascular EndothelialGrowth Factor receptor-1 Inhibits Angiogenesis in Preeclampsia. CirculationResearch. Journal of The American Heart Association. : 95: 884-891

Ananth Cande V, Keyes Katherine M, Wapner Ronald J., 2013. Preeclampsia rates inthe United States, 1980-2010: age Period Cohort Analysis. BMJ.; 347: 1-9

Anderson UD, Olsson MG, Kristensen KH, Akerstrom B, Hansson SR. Review:Biochemical Markers to Predict Preeclampsia. 2012. PLACENTA33,Supplement A, Trophoblast Research.; vol. 26: s42-s47

Andraweera P H, Dekker G A, Roberts C T. 2012. The Vascular Endothelial GrowthFactor Family in Adverse Pregnancy Outcomes. Human Reproduction Update.;vol. 18: 436-457

Page 51: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 51

Barton J R and Sibai B M. 2008. Prediction and Prevention of Recurrent Preeclampsia.Obstet Gynecol. ; 112(2): 359-72

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2012 dalam SurveyKesehatan dan Demografi Indonesia. 2013. Jakarta; Indonesia; hal 213

Chappell Lucy C, Duckworth Suzy, Seed Paul T, Griffin Melanie, Myers Jenny,Mackillop Lucy, Simpson Ngel, Waugh Jason, Anumba Dilly et al. 2013.Diagnostic Accuracy of Placental Growth Factor in Women with SuspectedPreeclampsia: A Prospective Multicenter Study. Circulation Research. Journalof The American Heart Association.; 128: 2121-2131

Chen Yu. 2009. Novel Angiogenic Factor for Predicting Preeclampsia: sFlt-1, PlGF andSoluble Endoglin. The Open Clinical Chemistry Journal.; 2: 1-6

Costa F S, Murthi P, Keogh R, Woodrow N. . 2011. Early Screening for Preeclampsia.Rev Bras Ginecol Obstet; 33 (11): 367-75

Cunningham FG, et al. 2010. Pregnancy hypertension. In Williams Obstetrics, 23nd ed.,pp. 706–755. New York: McGraw-Hill

Eiland Elosha, Nzerue Chuke, Faulkner Marquetta. 2012. Review Article Preeclampsia2012. Journal of Pregnancy.: 1-7

Gilbert J S, Ryan m J, Lamarca B B, Sedeek M, Murphy S R and Granger J P. 2008.Pathophysiology of Hypertension During Preeclampsia: Linking PlacentalIschemia with Endothelial Dysfunction. Am. J Physiol Heart Circ Physiol; (294):H541-H550

Grill S, Rusterholz C, Dallenbach RZ, Tercanli S, Holzgreve W, Hahn S, and Lapaire O.2009. Potential Markers of Preeclampsia- A Review. Reproductive Bilogy andEndocrinology.; 7 (70): 1-14

Gu Y, Lewis D F and Wang y. 2008. Placental Productions and Expressions of SolubleEndoglin, Soluble fms-Like Tyrosine Kinase Receptor-1 and Placental GrowthFactor in Normal and Preeclamptic Pregnancies. J Clin Endocrin ol Metab.;93(1): 260-266

Hagmann Henning, Thadhani Ravi, Benzing Thomas, Karumanchi S Ananth, StephanHolger. 2012. The Promise of Angiogenic Markers for the Early Diagnosis andPrediction of Preeclampsia. Clinical Chemistry.; 58: 5. 837-845

Hanita O, Alia N N, Zaleha A M, Azlin M N. 2014. Serum Soluble FMS-Like TyrosineKinase 1 and Placental Growth Factor Concentration as Predictors ofPreeclampsia in High Risk Pregnant Women. Malaysian J. Pathol.; 36: 19-26

Harris L K. 2011. Transformation of The Spiral Arteries in Human Pregnancy: KeyEvent in The Remodelling Timeline. J. Placenta; Vol 25; (32): s154-s158

Hassan Mahmoud Fathy, Rund Nancy Mohamed Ali and Salama Ahmed Husseiny.2013. An Elevated maternal Plasma Soluble fms Like Tyrosine Kinase-1 toPlaental Growth Factor Ratio at Midtrimester is a Useful Predictor forPreeclampsia. Obstetrics and Gynecology International.; 1-8

Hernawati, Ina. 2011. Analisis Kematian Ibu di Indonesia. Dalam Paparan Direkturpada Pertemuan teknis Kesehatan ibu. 6 April 2011.

Hirashima, C.; Ohkuchi, A.; Arai, F.; Takahashi, K.; Suzuki, H.; Watanabe, T.; Kario, K.;Matsubara, S.; Suzuki, M. 2005. Establishing reference values for both totalsoluble Fms-like tyrosine kinase 1 and free placental growth factor in pregnantwomen. Hypertens. Res. 28(9), 727-732.

Page 52: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201552

Hui Dini, Okun Nan, Murphy Kellie, Kingdom John, Uleryk Elizabeth, Shah Prakesh S. .2012. Combination of Maternal Serum Markers to Predict Preeclampsia, Smallfor Gestational Age and Stillbirth: A Systematic Review. Journal ObstetricGynecology Canada; 34(2): 142-153

Hunter Alyson, Aitkenhead Mark, Caldwell Carolyn, McCracken Geoffrey, Wilson Davidand McClure Neil. 2000. Serum Levels of Vascular Endothelial Growth Factorin Preeclamptic and Normotensive Pregnancy. Hypertension. American HeartAssociation Journals.; 36: 965-969

Jacobs Marni, Nassar Natasha, Roberts Christine L, Hadfield Ruth, Morris Jonathan Mand Ashton Anthony W. 2011. Levels of Soluble fms-lik Tyrosine Kinase Onein First Trimester and Outcomes of Pregnancy: a Systematic Review.Reproductive Biology and Endrocinology. ; 9:1-8

Jido T A, Yakasai I A. 2013. Preeclampsia: a Review of The Evidence. Annals ofAfrican Medicine.; vol 12: 75-86

Kapiteijn Catharina Johanna. 2006. Angiogenesis and The Inception of Pregnancy.Karumanchi SA, Epstein F H. 2007. Placental Ischemia and Soluble fms-Like Tyrosine

Kinase 1: Cause or Consequence of Preeclampsia ? Kidney International.; 71:959-961

Kemenkes. 2008. Angka Kematian Ibu Melahirkan. Diunduh dari :http://menegpp.go.id/v2/index.php/datadaninformasi/kesehatan?download=23%3Aangka-kematian-ibu-melahirkan-akiWHO

Kemenkes, 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011. Diunduh darihttp://www.depkes.go.id

Kemenkes. 2012. Tren Angka Kematian Ibu sejak 1992 sampai tahun 2012 dalamSDKI 2012.

Ki Shin Young, Lim J H, Yang J H, Kima M Y, Han J Y, Ahn H K, Choi J S, Park S Y,Kim M J and Ryu H M. 2008. Dinucleotide Repeat Polymorphism in Fms LikeTyrosine Kinase I (Flt-I) Gene Is Not Associated with Preeclampsia. BMCMedical Genetics. ; 9(68): 1-6

Kim Shin Young, Ryu Hyun Mee, Yang Jae Hyug, Kim Moon Young, Han Jung Yeol,Kim Joo Oh, Chung Jin Hoon, Park So Yeon, Lee Moon Hee, Kim Do Jin.2007. Increased sFlt-1 to PlGF Ratio in Women Who Subsequently DevelopPreeclampsia. Journal Korean Med Science.; 22: 873-7

Knofler M, Pollheimer J. 2012. Molecular Regulation of Human Trophoblast Invasion.Placenta 33, Supp A Trophoblast Reseaerch. . Vol 26: s55-s62

Lapaire O, Grill Simon, Lalevee S, Kolla V, Hosl I, Hahn S. 2012. Microarray Screeningfor Novel Preeclampsia Biomarker Candidates. Fetal Diagnosis Therapy. ; 31:147-153

Leif Matthiesen, Berg Goran, Ernerudh Jan, Ekerfelt Christina, Jonsson Yvonne,Sharma Surendra. 2005. Immunology of Preeclampsia. Chem ImmunologyAllergy. Basel, Karger.; vol. 89: 49-61

Levine, R.J.; Maynard, S.E.; Qian, C.; Lim, K.H.; England, L.J.; Yu, K.F.; Schisterman,E.F.; Thadhani, R.; Sachs, B.P.; Epstein, F.H.; Sibai, B.M.; Sukhatme, V.P.;Karumanchi, S.A., 2004. Circulating angiogenic factors and the risk ofpreeclampsia. N. Engl. J. Med., , 350(7), 672-683.

Page 53: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 53

Levine R J, Lam C, Qian C, Yu K F, Maynard S E, Sachs B P, Sibai B M, Epstein F H,Romero Roberto, Thadhani Ravi, Karumanchi S A. 2006. Soluble Endoglinand Other Circulating Antiangiogenic Factors in Preeclampsia. The NewEngland Journal of Medicine. ; 355: 992-1005

Lim Ji Hyae, Kim Shin Young, Park So Yeon, Yang Jae Hyug, Ki Moon Young, RyuHyun Mee. 2008. Effective Prediction of Preeclampsia by a Combined Ratio ofAngiogenesis-Related Factors. Obstetric and Gynecology.; vol. 111: 1403-1409

Lindheimer M D, Taler S J, Cunningham F G. 2010. Hypertension in Pregnancy.Journal of The American Society of Hypertension. ; 4(2): 68-78

Liu Linda Y, Yang T, Ji, J, Wen Q, Morgan A A, Jin B, Chen G, Lyell D J, Stevenson DK, Ling Xuefeng B, Butte A J. 2013. Integrting Multiple ‘Omic’ AnalysesIdentifies Serological Protein Biomarkers for Preeclampsia. BMC Medicine.; 11(236): 1-12

Makris A, Thomton C, Thompson J, Thomson S, Martin R, Ogle R, Waugh R, McKenzieP, Kirwan P and Hennessy A. 2007. Uteroplacental Ischemia Results inProteinuric Hypertension and Elevated sFLT-1. Kidney International.; 71: 977-984

Matsubara keiichi, Matsubara Yuko, Ito M. 2009. The Utility of Vascular DysfunctionStudies in The Prediction and Prevention of Preeclampsia: a Historical Review.Vascular Disease Prevention.; 6: 163-169

Maynard S E, Min J Y, Merchan J, Lim Kee Hak, Li Jianyi, Mondal S, Libermann T A,Morgan J P, Sellke F W, Stillman I E, Epstein F H, Sukhatme V P, andKarumanchi S A. 2003. Excess Placental Soluble fms-Like Tyrosine Kinase 1(sFlt-1) may Contribute to Endothelial Dysfunction, Hypertension andProteinuria in Preeclampsia. J. Clin. Invest.; 111: 649-658

Maynard S E, Venkatesha S, Thadhani R, and Karumanchi S A. 2005. Soluble Fms-Like Tyrosine Kinase 1 and Endothelial Dysfunction in the Pathogenesis ofPreeclampsia. Pediatric Research.; Vol. 57: 1-7

Mcelrath t F, Lim K H, Pare E, Edwards J R, Pucci D, Troisi R, Parry S. 2012.Longitudinal Evaluation of Predictive Value for Preeclampsia of CirculatingAngiogenic Factors Through Pregnancy. Am j Obstet Gynecol.; 207: 1-7

Mihalceanu Elena, Crauciuc Eduard, Toma Ovidiu, Ungureanu Eugen, CrauciucDragos, Onofriescu Mircea. 2013. Angiogenic Protein Ratio sFlt-1 / PlGF ThePredictive Value for Preeclampsia. Analele Ştiinţifice ale Universităţii„Alexandru Ioan Cuza”, Secţiunea Genetică şi Biologie Moleculară, TOM XIV,

Mikat B, Gellhaus A, Wagner N, Birdir C, Kimmig R, and Koninger A. 2012. ReviewArticle Early Detection of Maternal Risk for Preeclampsia. ISRN Obstetrics andGynecology. ; 1-7

Moghadam A D, Khosravi A, Sayehmiri K. 2012. Predictive Factors for Preeclampsiain Pregnant Women: an Unvariate and Multivariate Logistic RegressionAnalysis. ACTABP.; Vol 59, No. 4: 673-677

Moore Simas, T.A.; Crawford, S.L.; Solitro, M.J.; Frost, S.C.; Meyer, B.A.; Maynard,S.E. 2007. Angiogenic factors for the prediction of preeclampsia in high-riskwomen. Am. J. Obstet. Gynecol., 197(3), 244.el-8.

Murphy S R, Lamarca B B D, Parrish M, Cockrell K, Granger J P. 2012. Control ofSluble Fms Like Tyrosine -1 (sFlt-1) Production Response to Placental

Page 54: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201554

Ischemia / Hypoxia: Role of Tumor Necrosis Factor –α. American JournalPhysiol Regul Integr Comp Physiol.; 304: R130-R135

Mutter W P, Karumanchi S A. 2008. Molecular Mechanisms of Preeclampsia.Microvascular Research.; 75: 1-8

Myatt L, Clifton R G, Roberts J M, Spong C Y, Hauth J C, Varner M W, Thorp j M,Mercer B M, Peaceman a M, Ramin S M, Carpenter M W, Iams J D, SciscioneA, Harper M, Tolosa J E, Saade G, Sorokin Y, Anderson D G. 2012. FirstTrimester Prediction of Preeclampsia in Low Risk Nulliparous Women. Journalof Obstet and Gynecology.; 119: 1234-1242

Myers J E, Kenny L C, McCowan L M E, Chan E H Y, Dekker G A, Poston , Simpson nA B, North R . 2013. Angiogenic Factors Combined with Clinical Risk Factors toPredict Preterm Pre-Eclampsia in Nulliparous Women : a Predictive TestAccuracy Study. International Journal of Obstetric and Gynecology. ; 1-9

Nelson S M and Greer I A. 2006. Hypertensive Disorders of Pregnancy: Preventative,Immediate and Long Term Management. Expert Rev. PharmacoeconomicsOutcomes Res. ; 6: 541-554

Neufeld G, Cohen T, Gengrinovitch Stela, and Poltorak Z. 1999. Vascular EndothelialGrowth Factor and Its Receptors. The FASEB Journal.; Vol. 13: 1-14

Noori Muna, Donald Ann E, Angelakopoulou Aspasia, Hingorani Aroon D, WilliamsDavid J. 2010. Prospective Study of Placental Angiogenic Factors andMaternal Vascular Function Before and After Preeclampsia and GestationlHypertension. Circulation Research. Journal of The American HeartAssociation. ; 122: 478-487

Noris M, Perico N, and Giuseppe R. 2005. Review: Mechanisms of Disease: Pre-Eclampsia.Nature Clinical Practice Nephrology.; Vol 1(2): 98-114

Odegård RA, Vatten LJ, Nilsen ST, Salvesen KA, 2000. Austgulen R. Risk factors andclinical manifestations of pre-eclampsia. BJOG; 107: 1410-6

Ohkuchi A, Hirashima C, Matsubara S, Takahashi K, Matsuda Y and Suzuki M. 2011.Threshold of Sluble Fms-Like Tyrosine Kinase 1/ Placental Growth Factor Ratiofor The Imminent Onset of Preeclampsia. Hypertension Journal of TheAmerican Heart Association. ; 58: 859-866

Pennington kathleen A, Schlitt jessica M, Jackson Daniel L, Schulz Laura C, SchustDanny J. 2012. Preeclampsia : Multiple Approaches for a MultifactorialDisease. Disease Models and Mechanisms. ; 5: 9-18

Petla L T, Chikkala R, Ratnakar K S, Kodati V, Sritharan V. 2013. Biomarkers for Themanagement of Preeclampsia of Preeclampsia in Pregnant Women. Indian JMed Res.; 138: 60-7

Powe Camille E, Levine Richard J, Karumanchi S Ananth. 2011. Preeclampsia, aDisease of the Maternal Endothelium: The Role of Antiangiogenic Factors andImplications for Later Cardiovascular Disease. Circulation Research. Journalof The American Heart Association.; 123: 2856-2869

Powers Rober W, Jeyabalan Arun, Clifton Rebecca G, Dorsten PV, Hauth J C,Klebanoff MA, Lindheimer M D, Sibai Baha, Landon Mark, MiodovnikMenachem. 2010. Soluble fms-Like Tyrosine Kinase 1 (sFlt1), Endoglin andPlacental Growth Factor (PlGF) in Preeclampsia among High Risk Pregnancies.PLoS ONE.; 5:1-12

Page 55: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 55

Redman C W and Sargent I L. 2009. Placental Stress and Preeclampsia: a RevisedView. Placenta.; 30: 38-42

Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. Unicef Indonesia. Oktober 2012Roberts J M and Escudero C. 2012. The Placenta in Preeclampsia. Pregnancy

Hypertens. ; 2: 72-83Roberts J M and Hubel. 2008. The Two Stage Model of Preeclampsia: Variations on

The Theme. Placenta. : 1-6Robert J M and Rajakumar A. 2009. Preeclampsia and Soluble Fms Like Tyrosine

Kinase 1. J Clin Endocrinol Metab. ; 94: 2252-2254Rogers M S, 2007. Prediction of Preeclampsia in Early Pregnancy.. Women’s Health.;

3: 571-583Rolfo A, Giuffrida D, Nuzzo A M, Pierobon D, Cardaropoli S, Piccoli E, Giovarelli M,

Todros T. 2013. Pro Inflammatory Profile of Preeclamptic PlacentalMesenchymal Stromal Cells: New Insights into The Etiopathogenesis ofPreeclampsia. PLoS One.; Vol. 8: 1-13

Romero R, Nien JK, Espinoza J, Todem David, Fu Wenjiang, Chung Hwan, KusanovicJuan Pedro, Gotsch Francesca, Erez Offer, Mazaki-tovi Shali, Gomez Ricardo,Edwin Sam, Chaiworapongsa T, Levine R J, Karumanchi A. 2008. Alongitudinal study of angiogenic (placental growth factor) and anti-angiogenic(soluble endoglin and soluble vascular endothelial growth factor receptor-1)factors in normal pregnancy and patients destined to develop preeclampsia anddeliver a small for gestational age neonate. J Matern Fetal Neonatal Med. 21:9–23

Romero Roberto and Chaiworapongsa T. 2013. Preeclampsia: a Link BetweenTrophoblast Dysregulation and an Antiangiogenic State. The Journal of ClinicalInvestigation. ; 123: 1- 4

Rozhikan. 2007. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia BeratDi Rumah Sakit dr. H. Soewondo Kendal. Tesis. Universitas Diponegoro.Semarang;

Sado T, Naruse K, Noguchi T, Haruta S, Yoshida S, Tanase Y, Kitanaka T, Oi H,Kobayashi H. 2011. Inflammatory Pattern Recognition Receptors and TheirLigands: Factors Contributing to Th Pathogenesis of Preeclampsia. ; 1-13

Savaj Shokoufeh and Vaziri N D. 2012. An Overview of Recent Advances inPathogenesis and Diagnosis of Preeclampsia. IJKD.: 334-8

Savvidou MD, Akolekar R, Zaragoza E, Poon L C, Nicolaides K H. 2009. FirstTrimester Urinary Placental Growth factor and Development of Preeclampsia.BJOG.; 116: 643-647

Schmidt Markus, Dogan Canan, Birdir Canan, Kuhn Ulrich, Gllhaus Alexandra,Kimmig Rainer, Bauer Sabine Kasimir. 2009. Placental Growth Factor: APredictive Marker for Preeclampsia? . Gynakol Geburtshilfliche Rundsch.; 49:94-99

Selim M E, Elshmry N G, and Rashed E H. 2013. The Role of Novel Biomarker inEarly Predicton of Preeclampsia in Pregnant Rats. J. Blood Disorders andTransfusion.; 4: 1-5

Page 56: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201556

Shibuya M. 2006. Differential Roles of Vascular Endothelial Growth Factor Receptor-1and Receptor-2 in Angiogenesis. Journal of Biochemistry and MolecularBiology. ; Vol 39 (5): 469-478.

Shibuya M. 2011. Review Involvement of Flt-1 (VEGF receptor-1) in Cancer andPreeclampsia. Proceedings of The Japan Academy, Series B Physical andBiological Scieces.; 87 (4): P. 167-179

Shibuya M. 2013. Vascular Endothelial Growth Factor and Its Receptor System:Physiological Functions in Angiogenesis and Pathological Roles in VariousDiseases. Journal of Biochemistry.; 153: 13-19

Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. 2005. Preeclampsia. The Lancet.. Vol. 365, Issue9461: 785-799

Sibiude jeanne, guibourdenche Jean, Dionne M D, Ray C L, Anselem O, Serreau R,Goffinet F, Tsatsaris V. 2012. Placental Growth Factor for the Prediction ofAdverse Outcomes in Patients with Suspected Preeclampsia or IntrauterineGrowth Restriction. PLoS One.; 7: 1-8

Soto E, Romero R, Kusanovic J P, Ogge G, Hussein Y, Yeo L, Hassan S S, Kim C J,Chaiworapongsa T. 2012. Late Onset Preeclampsia is Associated with anImbalance of Angiogenic and Anti Angiogenic Factors in Patients With andWithout Placental Lesions Consistent With Maternal Underperfusion. J MaternFetal Neonatal Med.; 25: 498-507

Tjoa ML, van Vugt JM, Mulders MA,Schutgens RB, Oudeians CB, Van Wijk IJ. 2001.Plasma placenta growth factor levels in midtrimester pregnancies. ObstetGynecol ; 98: 600-7.

Torry, D.S.; Mukherjea, D.; Arroyo, J.; Torry, R.J. Expression and function of placentagrowth factor: implications for abnormal placentation. 2003. J. Soc. Gynecol.Investig.; 10(4), 178-188.

Unicef, 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: 1-6Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi J M. 2011. Preeclampsia:

Pathophysiology, Diagnosis and Management. Vascular Health and RiskManagement;: 467-474

Verdonk Koen, Visser Willy, Russcher Henk, Danser A H Jan, Steegers Eric A P andMeiracker Anton H van den. 2012. Differential Diagnosis of Preeclampsia:Remember the Soluble FMs-Like Tyrosine Kinase 1/Placental Growth FactorRatio. Hypertension. American Heart Association Journals.; 60: 884-890

Verlohren S, Herraiz I, Lapaire O, Schlembach D, Moertl M, Zeisler Harald, Calda P,Holzgreve W, Galindo A, Engels T, Denk B, Stepan H. 2011. The sFlt-1/PlGFRatio in Different Types of Hypertensive Pregnancy Disorders and ItsPrognostic Potential in Preeclamptic Patients. American Journal of Obstetricand Gynecology. ; 206: 1-8

Wagner L K. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. American FamilyPhysician. ; Vol 70, Number 12: 2317-2324

Wang Alice, Rana Sarosh, Karumanchi S Ananth. 2009. Preeclampsia: The Role ofAngiogenic Factors in Its Pathogenesis. Physiology. : 24: 147-158

WHO ,2012..........

Page 57: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Lamtiar Kadar Soluble Fms Like tyrosine pada Preeklampsia

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 57

Wu F T H, Stefanini M O, Gabhann F M, Kontos C D, Annex B H, Popoel A S. A .2010. Systems Biology Perspective on sVEGFR1: Its Biological Function,Patogenic Role and Therapeutic Use. J Cell Mol Med.; 14: 528-552

Yamamoto Tatsuo, Chishima Fumihisa, Matsuura Masahiko. 2013. Prediction ofPreeclampsia Using Angiogenic and Antiangiogenic Factors. HypertensionResearch in Pregnancy. ; 1: 66-70

Zhong Yan. Tuuli M, and Odibo A O. 2010. First Trimester Assessment of PlacentaFunction and The Prediction of Preeclampsia and Intrauterine GrowthRestriction. Prenatal Diagnosis.; 30: 293-308

Zhou Qiong, Qiao Fu-Yuan, Zhao Chang, Liu Hai-Yi. 2011. Hypoxic Trophoblast-derived sFlt-1 May Contribute to Endothelial Dysfunction: Implication for theMechanism of Trophoblast-Endothelial Dysfunction in Preeclampsia. CellBiology International.; 35: 61-66

Zibaeenezhad MJ, Ghodsi M, Arab P, Gholzom. 2010. Prevalence of HypertensiveDisorders of Pregnancy in Shiraz, Southern Iran. Iranian CardiovascularResearch Journal. ; vol 4: 169-172

Page 58: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201558

SYSTEMIC INFLAMMATORY

RESPONSE SYNDROME ( SIRS )

dr.Sisca Silvana, M.ked (Ped), Sp.A

PENDAHULUAN

Inflamasi adalah suatu proses pertahanan tubuh terhadap stimuli yang menyebabkan

kerusakan jaringan. Stimuli ini dapat berupa invasi mikroorganisma, bahan kimia yang

berbahaya atau faktor fisik.1,2 Ada 3 komponen utama pada proses inflamasi akut, yaitu:

1. Perubahan pada diameter vaskuler yang menyebabkan peningkatan aliran darah.

2. Perubahan struktural mikrovaskuler yang menyebabkan protein plasma dan leukosit

meninggalkan sirkulasi.

3. Emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi ke tempat terjadinya kerusakan jaringan.

Inflamasi akut dapat terjadi hanya pada daerah lokal saja tetapi dapat juga meluas serta

menyebabkan tanda dan gejala sistemik. Manifestasi klinis berupa inflamasi sistemik disebut

systemic inflammatory response syndrome (SIRS).1

Menurut American College of Chest Physicians / Society of Critical Care Medicine

Consensus Conference tahun 1991, istilah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

menggambarkan suatu respon inflamasi sistemik terhadap berbagai keadaan klinis yang

merusak, seperti trauma, luka bakar, pankreatitis dan infeksi. Respon inflamasi sistemik yang

ditimbulkan oleh berbagai penyebab tersebut adalah sama.3,4

Dikatakan SIRS jika terdapat lebih dari 1 manifestasi di bawah ini, yaitu : 3,5,6

1. Suhu tubuh > 38 oC atau < 36 oC

2. Frekuensi Jantung > 90 x / menit

3. Frekuensi Pernafasan > 20 x / menit

4. Jumlah Leukosit < 4000 / mm3 atau > 12000 / mm3 atau ditemukan > 10% neutrofil muda

Page 59: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 59

Manifestasi klinik ini biasanya menggambarkan perubahan akut yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya.

SIRS ini sangat berhubungan erat dengan sepsis, dimana sepsis merupakan bagian dari

SIRS. Pada defenisi SIRS sebelumnya telah dikatakan bahwa SIRS merupakan respon

terhadap suatu keadaan klinis yang merusak baik berupa infeksi maupun non infeksi.

Sedangkan sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi.1,3,4,7

(WE.Timothy et al,BMJ 1999;318:1606-09)

Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk membahas tentang etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis dan penatalaksanaan SIRS yang diakibatkan oleh infeksi.

EPIDEMIOLOGI

SIRS merupakan kondisi yang umum terjadi dan jika terdapat disfungsi multipel organ yang

diakibatkan oleh SIRS maka hal ini merupakan penyebab kematian utama di ruang perawatan

intensif (ICU).3 Insiden SIRS lebih banyak pada pasien-pasien yang dirawat di ruang ICU

dibandingkan dengan ruang rawat biasa.8

Di Amerika Serikat, insiden sepsis diperkirakan sekitar 500.000 kasus per tahun dengan angka

kematian sekitar 35%. Sepsis tercatat sebagai penyebab ke-13 kematian di Amerika Serikat

(1995). Insiden ini meningkat begitu juga dengan meningkatnya pengertian tentang patofisiologi

SIRS. Namun meskipun terdapat peningkatan dalam hal pengertian tentang patofisologi SIRS ,

angka kematian tidak juga menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh karena meningkatnya

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 59

Manifestasi klinik ini biasanya menggambarkan perubahan akut yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya.

SIRS ini sangat berhubungan erat dengan sepsis, dimana sepsis merupakan bagian dari

SIRS. Pada defenisi SIRS sebelumnya telah dikatakan bahwa SIRS merupakan respon

terhadap suatu keadaan klinis yang merusak baik berupa infeksi maupun non infeksi.

Sedangkan sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi.1,3,4,7

(WE.Timothy et al,BMJ 1999;318:1606-09)

Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk membahas tentang etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis dan penatalaksanaan SIRS yang diakibatkan oleh infeksi.

EPIDEMIOLOGI

SIRS merupakan kondisi yang umum terjadi dan jika terdapat disfungsi multipel organ yang

diakibatkan oleh SIRS maka hal ini merupakan penyebab kematian utama di ruang perawatan

intensif (ICU).3 Insiden SIRS lebih banyak pada pasien-pasien yang dirawat di ruang ICU

dibandingkan dengan ruang rawat biasa.8

Di Amerika Serikat, insiden sepsis diperkirakan sekitar 500.000 kasus per tahun dengan angka

kematian sekitar 35%. Sepsis tercatat sebagai penyebab ke-13 kematian di Amerika Serikat

(1995). Insiden ini meningkat begitu juga dengan meningkatnya pengertian tentang patofisiologi

SIRS. Namun meskipun terdapat peningkatan dalam hal pengertian tentang patofisologi SIRS ,

angka kematian tidak juga menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh karena meningkatnya

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 59

Manifestasi klinik ini biasanya menggambarkan perubahan akut yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya.

SIRS ini sangat berhubungan erat dengan sepsis, dimana sepsis merupakan bagian dari

SIRS. Pada defenisi SIRS sebelumnya telah dikatakan bahwa SIRS merupakan respon

terhadap suatu keadaan klinis yang merusak baik berupa infeksi maupun non infeksi.

Sedangkan sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi.1,3,4,7

(WE.Timothy et al,BMJ 1999;318:1606-09)

Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk membahas tentang etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis dan penatalaksanaan SIRS yang diakibatkan oleh infeksi.

EPIDEMIOLOGI

SIRS merupakan kondisi yang umum terjadi dan jika terdapat disfungsi multipel organ yang

diakibatkan oleh SIRS maka hal ini merupakan penyebab kematian utama di ruang perawatan

intensif (ICU).3 Insiden SIRS lebih banyak pada pasien-pasien yang dirawat di ruang ICU

dibandingkan dengan ruang rawat biasa.8

Di Amerika Serikat, insiden sepsis diperkirakan sekitar 500.000 kasus per tahun dengan angka

kematian sekitar 35%. Sepsis tercatat sebagai penyebab ke-13 kematian di Amerika Serikat

(1995). Insiden ini meningkat begitu juga dengan meningkatnya pengertian tentang patofisiologi

SIRS. Namun meskipun terdapat peningkatan dalam hal pengertian tentang patofisologi SIRS ,

angka kematian tidak juga menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh karena meningkatnya

Page 60: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201560

kewaspadaan akan kondisi seseorang, resistensi dari organisma dan jumlah yang besar dari

pasien-pasien yang imunokompremais atau yang sudah tua yang berhubungan dengan

penyakit yang kronik.3,4

Pada suatu survei prospektif dari 3708 pasien yang datang ke rumah sakit tipe C, 68%

terdapat kriteria SIRS dengan distribusi hampir sama antara pasien biasa dan pasien bedah.

21% pasien dengan SIRS akan menjadi sepsis, 18% menjadi sepsis yang berat dan 4%

menjadi syok sepsis.

Akhir-akhir ini ada pendapat tentang meningkatnya disfungsi multipel organ dan

kematian dari SIRS ke sepsis, sepsis berat dan syok sepsis. Pasien yang diklasifikasikan

sebagai syok sepsis, 46% akan meninggal.3

ETIOLOGI

Infeksi merupakan penyebab utama dari SIRS, biasanya disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang

teridentifikasi bisa merupakan gram positif maupun gram negatif, terutama Staphylococcus

aureus dan enterococci. Endotoksin dihasilkan oleh bakteri gram negatif yang merupakan

pemicu penting terjadinya inflamasi. Meskipun infeksi merupakan penyebab utama penyebab

SIRS , namun organisma penyebabnya jarang teridentifikasi.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari SIRS ini berawal dengan adanya respon terhadap inflamasi yang terjadi.

Biasanya yang merupakan penyebab utama dari inflamasi ini adalah adanya endotoksin yang

beredar di pembuluh darah. Endotoksin merupakan bagian dari dinding sel bakteri gram negatif

yang juga disebut lipopolysaccharide (LPS). LPS ini berikatan dengan protein sehingga disebut

LPS binding protein (LPB) yang kemudian berikatan dengan reseptor permukaan sel termasuk

CD14. Setelah itu, molekul CD14 berikatan lagi dengan kelompok molekul yang disebut Toll

like receptors (TLR). Kini telah diketahui bahwa molekul TLR2 leukosit berperan terhadap

pengenalan bakteri gram positif dan TLR4 untuk pengenalan bakteri gram negatif. Setelah

pengenalan ikatan tersebut, akan terjadi aktivasi produksi sitokin. Sitokin proinflamasi primer

yang diproduksi adalah tumour necrosis factor (TNF) ά, Interleukin (IL) 1β, 6, 8, 12 dan

interferon (INF) γ. Sitokin ini disebut proinflamasi atau sitokin alarm karena muncul pertama kali.1,3,4,8,9

Page 61: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 61

Munculnya sitokin-sitokin ini akan mengaktifkan jalur klasik dan alternatif sistem komplemen

dan sistem koagulasi yang akhirnya menimbulkan kerusakan sel endotel jaringan dimana jika

dibiarkan berlarut-larut akan timbul kegagalan sistem dari berbagai organ tubuh atau multiple

organ dysfunction system (MODS)

Sebagai respon terhadap munculnya mediator proinflamasi, terjadi produksi sitokin anti

inflamasi. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara proinflamasi dan anti

inflamasi. Beberapa sitokin anti inflamasi adalah IL-4, IL-10, Tranforming Growth Factor-β

(TGF- β) yang disintesa dari monosit dan limfosit dimana anti inflamasi ini akan menghambat

produksi proinflamasi.2,4,6

KERUSAKAN JARINGAN

Kerusakan jaringan terjadi selama proses inflamasi dan merupakan suatu proses yang progresif

yang akhirnya menimbulkan gangguan fungsi organ. Leukosit polimorfonuklear (PMN) adalah

salah satu mediator selular utama pada kerusakan jaringan. PMN ini menumpuk di jaringan

sebagai respon terhadap adanya endotoksin dan IL-8. Kerusakan jaringan terjadi akibat

degranulasi leukosit yang menghasilkan protease (yang dapat memecah struktur protein) dan

Page 62: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201562

reactive oxygen species (ROS) yang selanjutnya akan menghasilkan radikal bebas dimana hal

inilah yang dihubungkan dengan terjadinya kerusakan jaringan.3,4,6

Paterson RL et al, J.R.Coll.Surg.Edinb.2000;45:178-82

MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinis SIRS adalah sesuai dengan kriteria SIRS yang sudah ditetapkan oleh

American College of Chest Physicians/ Society of Critical Care Medicine Consensus

Conference 1991 yaitu : gangguan dari suhu tubuh, takikardi, hiperventilasi dan peningkatan

atau penurunan dari jumlah sel darah putih.

Keadaan ini bukan merupakan suatu keadaan yang statis namun dapat berkelanjutan dari SIRS

menjadi sepsis kemudian terjadi sepsis berat dan syok septik yang ditandai dengan terjadinya

kegagalan multi organ dan kemudian terjadi kematian.3,4,7

Tabel : Defenisi SIRS dan Sepsis

SIRS Terdapat lebih dari 1 gejala di bawah ini :

1. Suhu tubuh > 38°C atau <36°C2. Frekuensi Jantung > 90 x / menit3. Frekuensi Pernafasan > 20 x / menit atau PaCO2 < 4.3 kPa.4. Jumlah Leukosit > 12000 / mm3 atau < 4000 / mm3 atau

>10% neutrofil mudaSepsis SIRS yang diakibatkan oleh infeksi

Sepsis Berat Sepsis yang dihubungkan dengan terjadinya hipotensi atau disfungsiorgan yang tunggal

Syok Septik Sepsis berat dengan hipotensi (tekanan sistol < 90mmHg) meskipuntelah diberikan dukungan terapi yang adekuat.

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201562

reactive oxygen species (ROS) yang selanjutnya akan menghasilkan radikal bebas dimana hal

inilah yang dihubungkan dengan terjadinya kerusakan jaringan.3,4,6

Paterson RL et al, J.R.Coll.Surg.Edinb.2000;45:178-82

MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinis SIRS adalah sesuai dengan kriteria SIRS yang sudah ditetapkan oleh

American College of Chest Physicians/ Society of Critical Care Medicine Consensus

Conference 1991 yaitu : gangguan dari suhu tubuh, takikardi, hiperventilasi dan peningkatan

atau penurunan dari jumlah sel darah putih.

Keadaan ini bukan merupakan suatu keadaan yang statis namun dapat berkelanjutan dari SIRS

menjadi sepsis kemudian terjadi sepsis berat dan syok septik yang ditandai dengan terjadinya

kegagalan multi organ dan kemudian terjadi kematian.3,4,7

Tabel : Defenisi SIRS dan Sepsis

SIRS Terdapat lebih dari 1 gejala di bawah ini :

1. Suhu tubuh > 38°C atau <36°C2. Frekuensi Jantung > 90 x / menit3. Frekuensi Pernafasan > 20 x / menit atau PaCO2 < 4.3 kPa.4. Jumlah Leukosit > 12000 / mm3 atau < 4000 / mm3 atau

>10% neutrofil mudaSepsis SIRS yang diakibatkan oleh infeksi

Sepsis Berat Sepsis yang dihubungkan dengan terjadinya hipotensi atau disfungsiorgan yang tunggal

Syok Septik Sepsis berat dengan hipotensi (tekanan sistol < 90mmHg) meskipuntelah diberikan dukungan terapi yang adekuat.

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201562

reactive oxygen species (ROS) yang selanjutnya akan menghasilkan radikal bebas dimana hal

inilah yang dihubungkan dengan terjadinya kerusakan jaringan.3,4,6

Paterson RL et al, J.R.Coll.Surg.Edinb.2000;45:178-82

MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinis SIRS adalah sesuai dengan kriteria SIRS yang sudah ditetapkan oleh

American College of Chest Physicians/ Society of Critical Care Medicine Consensus

Conference 1991 yaitu : gangguan dari suhu tubuh, takikardi, hiperventilasi dan peningkatan

atau penurunan dari jumlah sel darah putih.

Keadaan ini bukan merupakan suatu keadaan yang statis namun dapat berkelanjutan dari SIRS

menjadi sepsis kemudian terjadi sepsis berat dan syok septik yang ditandai dengan terjadinya

kegagalan multi organ dan kemudian terjadi kematian.3,4,7

Tabel : Defenisi SIRS dan Sepsis

SIRS Terdapat lebih dari 1 gejala di bawah ini :

1. Suhu tubuh > 38°C atau <36°C2. Frekuensi Jantung > 90 x / menit3. Frekuensi Pernafasan > 20 x / menit atau PaCO2 < 4.3 kPa.4. Jumlah Leukosit > 12000 / mm3 atau < 4000 / mm3 atau

>10% neutrofil mudaSepsis SIRS yang diakibatkan oleh infeksi

Sepsis Berat Sepsis yang dihubungkan dengan terjadinya hipotensi atau disfungsiorgan yang tunggal

Syok Septik Sepsis berat dengan hipotensi (tekanan sistol < 90mmHg) meskipuntelah diberikan dukungan terapi yang adekuat.

Page 63: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 63

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Biasanya pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah jumlah leukosit, namun seiring

dengan perkembangan teknologi, dilakukan juga pemeriksaan yang lainnya terutama jika telah

terjadi komplikasi dari SIRS. Pemeriksaannya adalah :

1. Jumlah leukosit < 4000/mm3 atau > 12000/mm3 dan > 10% neutrofil muda.

2. Faal hati dan Faal ginjal

3. Skrining perdarahan (PT, aPTT, TT )

4. D-dimer

5. Kultur darah, dimana hasil yang positif menunjukkan seorang pasien dari SIRS menjadi

sepsis.

6. C-reactive protein (CRP) > 10 mg/dl 4

7. Procalcitonin (PCR), yang biasanya muncul pada saat awal timbulnya SIRS. PCR ini

lebih sensitif dibandingkan dengan CRP dan dapat membedakan antara SIRS dan

sepsis. Nilai absolut PCR untuk SIRS 0,5-2 ng/ml, Sepsis > 2 ng/ml dan MODS > 10 dan

sering > 100 ng/ml. 8,11-13

PENATALAKSANAAN SIRS

1. PERAWATAN SUPORTIF

Aspek yang paling utama adalah mengetahui penyebab utama penyakit dan

pengobatannya. Tanpa adanya pengobatan secara medis yang tepat waktu dan sesuai,

usaha untuk menyembuhkan inflamasi sistemik tidak akan berhasil. Perawatan suportif

ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi organ dan mencegah terjadinya infeksi yang

lebih jauh lagi. 3

2. VENTILASI MEKANIK

Beberapa pasien dengan SIRS tidak membutuhkan tambahan oksigen selain dengan

menggunakan face mask. Namun banyak juga pasien, termasuk mereka yang sudah

terjadi infeksi paru akut dan sindrom distres pernafasan akut, membutuhkan ventilasi

mekanik untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.3,8

3. PENANGANAN KARDIOVASKULAR & TERAPI CAIRAN

Untuk melindungi jalan nafas dan memastikan oksigenasi yang sukup, sangatlah

penting untuk menyimpan cadangan volume sirkulasi pada SIRS. Hipovolemi dapat

diobati dengan pemberian kristaloid atau koloid. Meskipun kristaloid aman dan murah,

namun pemberiannya dapat mencapai 4-6 kali pemberian oleh karena waktu paruhnya

yang cepat di dalam pembuluh darah. Pasien dengan SIRS, jaringannya mengalami

pembengkakan atau edema dan untuk alasan ini maka banyak klinisi yang

Page 64: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 201564

mempergunakan koloid. Pasien yang dapat bertahan dari SIRS adalah mereka yang

mampu mempertahankan peningkatan cardiac output (CO) dan oxygen delivery (DO2)

ke nilai normal. Mempertahankan Hb 7,0-9,0 g/dl sangat perlu untuk keselamatan

pasien yang tanpa penyakit jantung iskemik. 3,8,9

4. DUKUNGAN NUTRISI

Yang termasuk ke dalam dukungan nutrisi ini adalah mempertahankan struktur dan

fungsi dari usus, meningkatkan pertahanan terhadap bakteri dan menurunkan angka

infeksi yang terjadi. Pada saat pemberian makan melalui oral maupun NGT tidak dapat

dilakukan lagi maka pemberian makan secara parenteral sangatlah dianjurkan.3

5. KONTROL & PENGOBATAN INFEKSI

Kebersihan yang baik merupakan kunci utama dalam mengurangi infeksi nosokomial.

Penggunaan antibiotik yang tidak perlu dapat mematikan flora normal dan

mengakibatkan resistensi dari organisma. Untuk membantu membedakan antara pasien

dengan SIRS yang telah menderita sepsis dengan yang belum terinfeksi, dilakukan

pemeriksaan C-reaktive protein dan procalcitonin, dimana keduanya meningkat pada

keadaan sepsis.3

6. PENGOBATAN SPESIFIK.

Efek anti inflamasi dari steroid membuat steroid dipergunakan dalam penanganan

sepsis dan ARDS selama bertahun-tahun. Penggunaan steroid pada SIRS diindikasikan

jika terjadi syok septik dan insufisiensi adrenal. 3,9

7. ACTIVATED PROTEIN C

Human activated protein C rekombinan, merupakan antikoagulan yang merupakan agen

antiinflamatori yang terbukti efektif dalam penanganan sepsis. Activated protein C

membuat faktor Va dan VIIIa pada jalur koagulasi menjadi tidak aktif. Cara kerja

activated protein C ini adalah lansung menghambat agen proinflamasi termasuk

menghambat produksi sitokin dari monosit dan menghambat terjadinya adhesi dari sel.9,14

KESIMPULAN

Defenisi SIRS sangatlah sensitif dimana terdapat berbagai etiologi dan beberapa penyakit yang

berat sebagai penyebabnya. Sangat penting bagi para dokter untuk memahami SIRS dan

berbagai komplikasinya. Perawatan pasien termasuk pengobatan terhadap penyakit utama

penyebab SIRS, resusitasi dan perawatan suportif lainnya untuk mencegah terjadinya

komplikasi yang lebih jauh lagi.

Page 65: KADAR ENZIM 11 β-HYDROXYLASE, KOLESTEROL LOW DENSITY ...akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/KEDOKTERAN/Saharnauli_J_Verawaty... · LDL cholesterol level was approximately 126.04

Silvana Systemic Inflammatory Response Syndrome

Nommensen Journal Of Medicine Volume 2 *Desember 2015 65

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati ES. Disfungsi endotel pada sepsis. Dalam: Lubis M, Evalina R, Irsa L, Erniwati,

Putra DS, Siregar C, penyunting. Makalah Lengkap Simposium Nasional Pediatri Gawat

Darurat VI, Medan: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara; 2003.h.1-17

2. Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar. Edisi ke-4. Jakarta: BP FK UI; 2000. h.259-74

3. Meeran H, Messent M. The systemic inflammatory response syndrome. Trauma 2001;3:89-

100

4. Amir I, Rundjan L. Patofisiologi Sepsis Neonatorum: Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS). Dalam: Hegar B, Trihono PP, Ifran EB, penyunting. Update in Neonatal

Infection.Jakarta; 2005.h 17-31

5. Janota J. Systemic inflammatory response syndrome-SIRS and Multiple organ dysfunction

syndrome-MODS. Diunduh dari: http://www.lfl.cuni.cz/patf

6. Paterson RL, Webster NR. Sepsis and the systemic inflammatory response syndrome.

J.R.Coll.Surg.Edinb 2000;45:178-82

7. Evans TW, Smithies M. Organ dysfunction.BMJ 1999;318:1606-09

8. Kaplan LJ. Systemic inflammatory response syndrome. Diunduh dari:

http://www.emedicine.com

9. Hotchkiss RS, Karl IE. The Pathophysiology and Treatment of Sepsis. N Engl J Med

2003;384:138-50

10. Balk RA. ARDS: Pathophysiology of Systemic Inflammatory Response Syndrome and

Multiple Organ Dysfunction Syndrome. Poststudy Qestions. Lesson 24;12:1-12

11. Arkader R, Troster EJ, Lopes MR, Junior RR, Carcillo JA, Leone C, Okay TS. Procalcitonin

does discriminate between sepsis and systemic inflammatory response syndrome. Arch Dis

Child 2006;91:117-20

12. Castelli GP, Pognani C, Meisner M, Stuani A, Bellomi D, Sgarbi L. Procalcitonin and C-

reactive protein during systemic inflammatory response syndrome, sepsis and organ

dysfunction. Critical Care 2004;8:R234-42

13. Reinhart K, Karzai W. Procalcitonin-a new marker of the systemic inflammatory response to

infection. ESA 2000;12;124-8

14. Hinds CJ.Treatment of sepsis with activated protein C. BMJ 2001;323:881-2