IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF...

139
IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) As’ad Nurshodiqin 1113034000170 JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN HADITS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Transcript of IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF...

Page 1: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF

AL-QUR’ᾹN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

As’ad Nurshodiqin

1113034000170

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

i

Page 3: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

ii

Page 4: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

iii

Page 5: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman

Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2015.

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak di Lambangkan ا

B Be ب

T Te ث

Ts Te dan Es ث

J Je ج

H H dengan garis di bawah ح

Kh Ka dan Ha خ

D De د

Dz De dan Zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

S Es س

Sy Es dan Ye ش

S Es dengan garis di bawah ص

ḏ De dengan garis di bawah ض

ṯ Te dengan garis di bawah ط

ẕ Zet dengan garis di bawah ظ

Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

Gh Ge dan Ha غ

F Ef ف

Q Ki ق

K Ka ك

L El ل

M Em م

N En ن

W We و

H Ha ه

Apostrof ` ء

Y Ye ي

Page 6: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

v

2. Vokal Tunggal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal

atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya

adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

AI A dan I ي

AU A dan U و

3. Vokal panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā A dengan garis di atas ا

Ī I dengan daris di atas ي

Ū U dengan garis di atas و

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif

dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun

qamariyyah. Contoh: al-syamsiyyah bukan asy-syamsiyyah, al-rijāl bukan ar-rijāl.

5. Tasydīd

Huruf yang ber-tasydīd ditulis dengan dua huruf serupa secara berturut-turut, seperti

نت .al-sunnah = الس

Page 7: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

vi

6. Ta marbūṯah

Jika ta marbūṯah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih-

aksarakan menjadi huruf /h/, seperti أبو ه ريرة = Abū Hurairah.

7. Huruf Kapital

Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang, maka yang ditulis

dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata

sandangnya, seperti البخاري = al-Bukharī.

Page 8: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

vii

KATA PENGANTAR

بسم هللا الر حمن الرحيم

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan kasih

sayang, kesehatan dan ridha-Nya serta memberikan istiqomah, keikhlasan dan kesabaran

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : Idealitas Karakter Da’i

Modern Perspektif Al- Qur’ȃn.

Shalawat dan salam kepada nabi Muhammad Saw junjungan para umat yang berpikir,

dimana mencari sebuah kebenaran dalam sebuah konsep ketuhanan yang telah dikonsep

secara rapih dan sistematis untuk umatnya hingga akhir zaman.

Penulis sangat bersyukur atas selesainya tugas akhir untuk jenjang pendidikan Strata

Satu (S1) yang penulis tempuh. Penulis yakin di dalam penulisan skripsi ini pasti banyak

kekurangan di dalam menyelesaikannya. Maka dari itu penulis menyadari dan mempunyai

kewajiban untuk menghaturkan permintaan maaf kepada pembaca atas ketidak sempurnaan

yang memang itu telah kodrat bagi manusia itu sendiri.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat tercapai tanpa

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu sebagai ungkapan rasa hormat,

penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis, MA. Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan Segenap Civitas Akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Dr.Yusuf Rahman, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Ibu Dr. Lilik

Ummi Kultsum, MA. Selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir dan Ibu Dra.

Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir dan

Segenap Civitas Akademika Fakultas Ushuluddin Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir.

3. Bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA selaku dosen pembimbing penulis yang telah

memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis, sehingga skripsi dapat

terselesaikan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika selama proses bimbingan

penulis banyak merepotkan. Semoga bapak selalu sehat dan diberikan kelancaran

dalam segala urusannya. Amin.

Page 9: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

viii

4. Bapak Dr. Muhammad Zuhdi, MA selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis dari semester satu hingga selesai. Dan seluruh Dosen Fakultas

Ushuluddin khususnya di Program Studi Ilmu al-Qur`an dan Tafsir atas segala

motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan wawasan dan pengalaman yang telah

diberikan. Kepada seluruh Civitas Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

5. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Umum, dan Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi ayahanda

alm. H. Sholahuddin, yang semoga Allah ampuni segala kesalahan dan Allah

tempatkan disurganya. dan ibunda tercinta Hj. Masropah yang selalu memberikan

masukan kepada saya untuk selalu semangat dan sabar dalam menyelesaikan skripsi

ini dan tidak lupa mereka selalu mendoakan saya agar selalu diberikan kesehatan

dan waktu luang agar dapat mengerjakan skripsi ini dengan baik dan benar.

7. Kepada Nur Azmi Fadhillah, dialah seorang wanita yang selalu menemani dari awal

kuliah hingga selesainya skripsi ini, besar harapan saya kepada Allah semoga dialah

jodoh saya hingga akhir hayat. Amiin

8. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Tafsir Hadis angkatan 2013. Seperti Salman

yang sudah memberikan fasilitas kosan serta memeberikan arahan pada skripsi ini.

Seperti Ibad yang juga sudah memberikan fasilitas kosan untuk mengerjakan skripsi

ini.

9. Kepada teman-teman seperjuangan yakni Kaum Jenggot (Haikal, Aristo, Feby,

Fauzan, dan Fauzi) yang telah membantu serta menjadi penghibur disaat penulis

sedang pusing dalam penelitian ini semoga kalian selalu dirahmati Allah. Amiin.

10. Kepada teman-teman Pondok Pesantren At-Taqwa telah memberikan

semangat serta masukan-masukan, semoga kita selalu menjaga silaturrahim dan juga

semoga Allah memeberikan kesehatan kepada kita semua.

11. Teman-Teman KKN 104: kebersamaan dengan kalian selama kurang lebih

sebulan banyak memberi saya pelajaran yang sangat berharga, serta memberi banyak

masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

12. Kepada para sahabat Front Market, yang sudah mensupport dan menghibur

dan selalu menemani dari kecil hingga sekarang. Semoga kita semua diberi

kesehatan dan kemudahan untuk mencapai segala sesuatu. Amiin

Page 10: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

ix

Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Sungguh

hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat

ganda.

Jakarta, April 2019

As’ad Nurshodiq

Page 11: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

x

ABSTRAK

As’ad Nurshodiqin

Idealitas Karakter Dai Modern Perspektif Al-Qur’an

Skripsi ini membahas tentang Idealitas Karakter Dai Modern Perspektif

Al-Qur’ān dengan menggunakan metode Mauḏu’i (tematik). Pengankatan tema

ini berangkat dari realitas banyaknya aktivis dakwah yang menyepelekan soal

berdakwah (mudahnya dalam berdakwah). Sehingga yang terjadi pada saat ini,

keberhasilan dakwah itu sulit untuk ditempuh melainkan kemunduran yang di

hasilkan. Kemunduran itu disebabkan karena kurangnya kualifikasi yang

ditempuh oleh para aktivis dakwah.

Dengan demikian, karena banyak sekali ayat yang membahas tentang

Idealitas Karakter Dai Modern Perspektif Al-Qur’ān, maka penulis membatasi

hanya pada beberapa kualifikasi, di antaranya yaitu : 1. Keilmuan dan Wawasan

Seorang Dai, 2. Sinkronisasi Antara Ilmu dan Akhlak, 3. Metode Penyampaian ;

a. Dakwah dengan Cara Lemah Lembut, dan b. Dakwah Kepada Kerabat dan

Sekitar, c. Dakwah dengan Cara Hikmah, Mau’izah dan Diskusi. Kemudian,

dalam memaparkan penafsiran ayat-ayat tersebut, penulis menggunakan Tafsir Al-

Misbah karangan Quraish Shihab dan Tafsir Al-Jamī’Li Ahkām Al-Qur’ān

karangan Imam Al-Qurṯubī dan lain sebagainya.

Hasil dari penelitian ini penulis berkesimpulan bahwa di antara faktor-

faktor penyebab kurangnya berhasil mencapai tujuan dalam dakwahnya antara

lain : kurangnya kompetensi seorang dai dalam keilmuan dan wawasan, seringnya

ketidak sinkronan antara prilaku dan ucapan seorang dai, dan kurangnya

menguasai metode penyampaian dalam dakwanya, sehingga tidak bisa

membedakan sasaran dakwahnya.

Kata kunci : Dai Modern, Karakter dan Amar Ma’rūf Nahi Munkar

Page 12: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

xi

DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................. 11

D. Tujuan Masalah .............................................................................. 11

E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 12

F. Metodologi Penelitian .................................................................... 13

G. Sistematika Penulisan .................................................................... 14

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG DAI

A. Pengertian Dai ................................................................................ 16

B. Tujuan Dai Dalam Berdakwah ....................................................... 19

C. Motivasi Dai Dalam Berdakwah .................................................... 25

D. Sasaran Dakwah Para Dai .............................................................. 27

E. Metode Yang Diserukan Dai Dalam Dakwah ............................... 32

BAB III : WACANA DAN KRITIK KARAKTER DAI INDONESIA

A. Dai dan Dakwah di Indonesia ........................................................ 49

Page 13: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

xii

B. Pergeseran Karakter Dai di Indonesia ............................................ 61

C. Kritik Intelektual Dai di Masa Modern .......................................... 66

BAB IV : KRITERIA DAI IDEAL DALAM AL-QUR’AN

A. Keilmuan dan Wawasan Seorang Dai ............................................ 73

B. Sinkronisasi Antara Ilmu dan Amal ............................................... 86

C. Akhlak dalam Berdakwah Bagi Seorang Dai................................. 95

D. Metode Penyampaian Dai .............................................................. 100

1. Dakwah Dengan Cara Lemah Lembut ..................................... 100

2. Dakwah Kepada Kerabat Terdekat dan Sekitar ....................... 108

3. Dakwah Dengan Cara Hikmah, Mau’izhah dan Diskusi ......... 111

4. Tujuan Dalam Penyampaian Dai ............................................. 116

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 120

B. Saran ............................................................................................... 121

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 122

Page 14: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata Dai berasal dari bahasa Arab bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti

orang yang mengajak, sedangkan bentuk muannas (perempuan) di sebut Daiyah.1

Dai adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan ataupun

perbuatan dan baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau

lembaga. Kata dai ini sering di sebut dengan sebutan muballigh (orang yang

menyempurnakan ajaran islam) namun, sebenernya sebutan ini konotasinya

sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang

yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib

(orang yang berkhutbah), dan sebagainya.

Menurut Muriah, dai di bagi menjadi dua kriteria yaitu umum dan khusus.

Secara umum adalah setiap muslim dan muslimat yang berdakwah sebagai

kewajiban yang melekat tidak terpisahkan dari misinya dari sebagai penganut

Islam sesuai dengan perintah ولو اية" "بلغو عنى . Sedangkan secara khusus adalah

mereka yang mengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah Islam dengan

kesungguhan dan Qudwah Hasasah.2 Dakwah sebagai sarana usaha bagi para dai

untuk terwujudnya ajaran Islam pada semua segi kehidupan manusia, dakwah

1Enjang As dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis

(Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), h. 73. 2Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pusaka, 2000), h. 23.

Page 15: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

2

merupakan kewajiban bagi setiap muslim.3 Dakwah yang dilakukan oleh setiap

muslim harus berkesinambungan, yang bertujuan mengubah perilaku manusia

berdasarkan pengetahuan dan sikap yang benar, yakni untuk membawa manusia

mengabdi kepada Allah secara total.

Landasan yang mendasar untuk menjadi seorang dai atau muballigh yaitu

amar ma‟ruf nahi munkar yang berarti syarat mutlak bagi seorang dai untuk

kesempurnaan dan keselamatan hidup masyarakat. Ini merupakan kewajiban fitrah

manusia sebagai makhluk sosial (makhluk ijtima‟i).4 Untuk mencapai tujuan ini,

perlu direnungkan betapa pentingnya dakwah dalam kehidupan seorang muslim.

Oleh karena itu, tidak tepat jika ada asumsi bahwa dakwah ditujukan hanya

kepada orang non muslim, sedangkan orang muslim sejak lahir hidup dalam

keluarga muslim, tidak lagi membutuhkan dakwah. Pengertian di atas bersifat

ungkapan amar ma‟ruf nahyi munkar seperti dalam firman Allah SWT dalam QS.

Ali Imrān, {5}:104.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang

munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

Ungkapan ini sangat relevan dengan kegiatan dakwah. Dakwah pada

awalnya hanyalah merupakan tugas sederhana yakni kewajiban untuk

menyampaikan apa yang di terima dari Rasulullah SAW. Oleh karena itu

3Muhammad Abu Zahra, Al-Dakwah Ila Al-Islam (Dar al-Fiqry al-Araby) h. 129. Dedy

Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi Masyarakat Kontemporer (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 1999). Cet. 1, h. 54. 4Muhammad Nastsir, Fiqhud Dakwah (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiah Indonesia.

1977), h. 26.

Page 16: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

3

Rasulullah SAW menganjurkan tiap-tiap manusia untuk berdakwah sebagaimana

yang ditegaskan oleh hadits Rasulullah SAW :

اىد الغائب ف رب مب لغ اوع ى من سامع فال ت رجعوا قال النبي صلى اهلل عليو وسلم اللهم اشهد ف ليب لغ الش (۱٦۲٥)رواه بخارى : ب عضكم رقاب ب عض ب عدى كفارا يضرب

Rasulullah SAW bersabda : Ya Allah, saksikanlah. Maka hendaklah

yang menyaksikan menyampaikannya kepada yang tidak hadir, karena

betapa banyak orang yang disampaikan dapat lebih mengerti dari pada

orang yang mendengar. Dan janganlah kalian menjadi kafir sepeninggalku,

kalian saling memukul tengkuk kalian satu sama lain (saling membunuh).

(HR. Bukhȃrī: 1625).5

Kata فليبلغ pada hadis tersebut Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas

dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa

keterpanggilan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu aktivitas

dakwah memang harus berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan oleh

orang-perorang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat

melakukan dakwah.

Dakwah di ranah publik bukanlah aktivitas yang remeh. Sedangkan melihat

dari realitanya sekarang ini dakwah di anggap hal yang remeh, Seperti penulis

temukan pada salah satu media stasiun televisi di mana seorang ustazah sedang

berdakwah namun pada kajian dakwah tersebut terdapat beberapa kesalahan. Oleh

sebab itu ketika seseorang masuk dalam bidang dakwah yang di butuhkan

sekarang ini bukanlah dai yang pandai dalam beretorika saja melainkan seorang

dai harus memperhatikan kapasitas keilmuan dan pengetahuan dalam agama islam

yang dimilikinya. Oleh karena itu sebelum menjadi seorang dai alangkah baik

5HR. Bukhȃrī, Kitab Hajji – Khutbah Pada Hari-Hari Mina, Hadis No. 1625

Page 17: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

4

mempelajari terlebih dahulu ilmu agama, sebagaimana Allah SWT telah

menjelaskan di dalam QS. At-Taubah, {9}:122, sebagai berikut :

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke

medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka

tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar

mereka dapat menjaga dirinya.

Tidak seharusnya semua orang-orang mukmin itu mendatangi

Rasulullah apabila keadaan tidak menuntut itu. Tetapi hendaknya ada satu

golongan yang memenuhi seruan Rasulullah untuk memperdalam

pengetahuan agama dan berdakwah dengan memberi peringatan dan kabar

gembira kepada kaum mereka saat kembali, agar kaum mereka itu tetap

dalam kebenaran dan menjaga diri dari kebatilan dan kesesatan. Yang perlu di pahami bahwa dakwah harus di mulai dari diri sendiri

sebelum berdakwah kepada orang lain. Oleh karena itu, berdakwah secara

berkesinambungan, bukan pekerjaan yang mudah. Dakwah merupakan sesuatu

yang sangat penting demi tercapainya tujuan dakwah Islam. Dalam hubungan ini,

seorang dai harus benar-benar memiliki akhlak yang terpuji sehingga dapat

menjadi panutan bagi orang-orang yang di dakwahinya. Sebagaimana Allah Azza

Wa Jalla mewahyukan kepada Nabi Allah Isa A.s “Yang pertama, bimbinglah

dirimu menuju keridhaan-Nya. Kalau sudah tunduk, barulah engkau menasihati

orang lain. Sebab kalau tidak demikian, malulah engkau kepada-Ku dalam

menasihati orang lain.”6 Nasihat ini bukan haya ditujukan kepada Nabi Isa A.s.

dalam arti statusnya sebagai Rasul-Nya. Akan tetapi nasihat tersebut juga

mencakup seluruh para Rasul dan setiap orang yang bergerak di bidang dakwah.

6Lihat lebih lanjut penjelasannya dalam kitab Al-Risalah (Karya Imam Al-Qusyairi), h.

216. Juga dalam kitab Ihya „Ulumiddin (Karya Imam Al-Ghazali), jilid. 1, h. 78.

Page 18: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

5

Sedangkan dengan para dai yang bertolak belakang antara perbuatan dan ucapan.

Kalian akan mendapati mereka menyesatkan hanya orang yang megekor kepada

apa yang mereka sampaikan, sehingga semuanya terjatuh kedalam lembah yang

sama, yaitu kebinasaan.

Muncul sebuah kritik dari seorang psikiater kondang menulis sebuah artikel,

ini di maksudkan untuk menasehati dan mengkritisi para dai yang berprilaku

kesehariannya bertentangan dengan materi dakwah yang ia sampaikan. Sebagai

sebuah nasehat semoga Allah SWT telah memberikan pahala kepada beliau.

Namun fenomena dai pada masa berikutnya justru kian bermunculan, bahkan

lebih parah lagi daripada tahun sebelumnya. Seperti kasusnya ustadz yang sempat

viral pada saat itu, di mana dai tersebut melakukan kekerasan pada salah satu

bagian akomodasi pada saat acara tabligh berlangsung. Sehingga dai tersebut

harus berurusan dengan penegak hukum atas kesalahan yang dialaminya. Dalam

masalah ini dakwah itu tidak cukup dilakukan dengan lidah, tetapi juga harus

sinkron antara perkataan dengan perbuatan. Sebagaimana Allah SWT berfirman

dalam QS. Al-Baqarah, {2}:44, sebagai berikut:

Mengapa engkau menyuruh orang lain mengerjakan kebaikan, sedangkan

engkau melupakan kewajibanmu sendiri, padahal engkau membaca Al-

Kitab (Taurat)? Maka tidaklah engkau berpikir?.

Berdasarkan ayat tersebut beberapa ulama berpendapat bahwa apakah

kalian meminta orang lain untuk selalu berbuat kebajikan dan tetap dalam

ketaatan serta menghindari kemaksiatan, sedangkan kalian tidak melaksanakan

apa yang kalian katakan dan tidak berpegang teguh kepada apa yang kalian minta?

Page 19: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

6

sebenernya hal ini merupakan penyia-nyiaan terhadap diri sendiri. Kalian seakan-

akan melupakan diri sendiri. Padahal, kalian sudah membaca Taurat yang memuat

ancaman, seandainya perkataan bertentangan dengan perbuatan. Bukankah kalian

memiliki akal yang membentengi kalian dari perilaku yang hina itu?.

Selain melihat dari kapasitas ilmu pengetahuan dan kepribadian seorang dai,

seorang dai juga dituntut harus pandai melihat kondisi keadaan. Di mana jika

terdapat suatu keadaan yang konflik disitulah peran dai di butuhkan untuk

memberi soulusi yang baik terhadap konflik. Namun yang ada sekarang ini

realitasnya masih banyak dai yang seharusnya perannya sebagai pemberi solusi

tetapi melainkan menjadi provokator. Seperti salah satu masalah adanya seruan di

suatu masjid di daerah Setia Budi, Jakarta Selatan. Di mana seruan tersebut

“Menolak Menshalati Jenazah Orang Munafik”. Sehingga seruan yang

kontroversi ini menyulut rencana ketetapan kemenag dalam Standarisasi Dai.

Dalam masalah ini apabila seorang dai melihat adanya suatu masalah, seharusnya

menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang baik sesuai dengan tuntunan

Nabi SAW. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nahl, {16}:125.

Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan

pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang

baik. Sesungguhnya tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang

sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat

petunjuk.

Wahai Nabi, ajaklah manusia meniti jalan kebenaran yang di

perintahkan oleh tuhanmu. Pilihlah jalan dakwah terbaik yang sesuai dengan

kondisi manusia. Ajaklah kaum cendikiawan yang memiliki pengetahuan

Page 20: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

7

tinggi untuk berdialog dengan kata-kata bijak, sesuai dengan tingkat

kepandaian mereka. Terhadap kaum awam, ajaklah mereka dengan

memberikan nasihat dan perumpamaan yang sesuai dengan taraf mereka

sehingga mereka sampai kepada kebenaran melalui jalan terdekat yang

paling cocok untuk mereka. Debatlah Ahl-Kitab yang menganut agama-

agama terdahulu dengan logika dan retorika yang halus, melalui perdebatan

yang baik, lepat dari kekerasan dan umpatan agar mereka puas dan

menerima dengan lapang dada. Itulah metode dakwah yang benar kepada

agama Allah sesuai dengan kecenderungan setiap manusi. Tempuhlah cara

itu dalam menghadapi mereka. Sesudah itu serahkan urusan pada Allah

yang Maha Mengetahui siapa yang larut dalam kesesatan dan menjauhkan

diri dari jalan keselamatan, dan siapa yang sehat jiwanya lalu mendapat

petunjuk dan beriman dengan apa yang kamu bawa.

Demikian pula yang ada saat ini, jalan dan tantangannya sama seperti dulu,

hanya saja teradapat sedikit perbedaan polanya. Sebagaimana pola dakwah para

Nabi dan para Shalihin terdahulu. Setiap gerak dan langkahnya mereka menuntun

manusia ke jalan Allah SWT. Mereka telah menyampaikan dan menerapkan misi

yang mereka bawa secara simultan. Sedangkan pola dakwah sekarang ini jika ada

seorang dai yang ikhlas dan kuat imannya dalam berdakwah menyebarkan ajaran

Islam, langsung mendapat sambutan yang begitu hangat dari banyak kalangan.

Adapun yang sukses dalam berdakwah adalah gerakan yang terpancar dari

keimanan, dan jauh dari unsur campur tangan kepentingan pribadi yang

mengandalkan bentuk atau tampilan luarnya saja.

Di zaman seakarang ini, khususnya di Indonesia seiring dengan

perkembangan zaman kinerja seorang dai sangat dituntut untuk membangun

mental serta spiritual mad‟u, namun problema pun juga mengiringi tuntutan

tersebut.7 Persoalan yang di hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang

semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu

muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku

7Abu Muhammad Al-Misri, Bolehkah Ustadz Menerima Amplop (Jakarta: Pustaka Inner, 1992)

Page 21: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

8

dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan dunia internet,

yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika.8

Terjadinya ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai

bidang tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Oleh sebab itu umat Islam harus

berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat aqidah yang

berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit umat Islam yang telah menjadi

korban dari efek globalisasi informasi yang membuat identitas keislamannya

mengalami pengaburan dan masa depan generasi muda semakin suram. Jika umat

Islam terlena oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, maka secara

perlahan akan meninggalkan ajaran agama. Dengan demikian akan terjadi

kehampaan rohani yang justru merusak kepribadian setiap umat Islam. Di samping

itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam mengakses informasi dari

waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah

kita semakin tertinggal. Melihat dari fenomena-fenomena perkembangan zaman

sekarang ini seorang dai memang sudah seharusnya untuk mengikuti zaman, di

mana seorang dai harus mengubah atau menambah setrategi dakwah demi

menyebarkan agama Islam Rahmat Lil‟Alamin yang mimiliki nilai kehidupan

sepanjang zaman dan berlaku untuk setiap generasi dan tempat. Sebagaimana para

ulama berpendapat bahwa hukum islam atau nilai-nilai Islam itu memiliki

8Dewasa ini, fenomena sosial di berbagai daerah di Indonesia mengindikasikan

kerawanan, kesenjangan, keresahan dan ketidakstabilan. Banyak orang dengan mudah terpancing

untuk melakukan tindakan yang melawan hukum. Tindak kekerasan dan penyimpangan

memperlihatkan intensitas yang tinggi. Banyak orang seperti kehilangan akal sehat, jauh dari nila-

nilai luhur yang bersumber dari ajaran agama. Sikap materialisme, konsumerisme dan hedonisme

di kalangan masyarakat, munculnya berbagai macam patologi sosial adalah sejumlah

permasalahan umat Islam sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: STAIN Purwokerto dan Pustaka

Pelajar, 2006), h. 61.

Page 22: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

9

karakter, antara lain: Universal yang berlaku untuk seluruh umat manusia di mana

dan kapan saja.9 Pada hal ini tertuang dalam QS. As-Saba‟, {34}:28.

Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada

semua umat manusia sebagai pembawa berita dan sebagai pemberi

peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Dalam kaitannya dengan ayat tersebut, Syaikh Sayid Sabiq, dalam

bukunya Fiqh al-Sunnah menjelaskan bahwa tujuan syari‟at Islam itu di bangun

untuk mengembangkan kemashlahatan manusia. Dalam Islam, menurutnya

terdapat dua ketentuan: Pertama, Ketentuan khusus dan Kedua, Ketentuan umum.

Ketentuan khusus adalah ketentuan yang menyangkut persoalan akidah dan

ibadah yang tidak berubah, dan tidak boleh dirubah serta dengan jelas dan

terperinci. Sedangkan ketentuan umum yang berkaitan dengan duniawi, politik,

perang dan sebaginya, diungkap secara mujmal (global) untuk menangkap

persoalan yang berkembang guna kemashlahatan hidup manusia sepanjang masa,

dan dari generasi ke generasi. Agar hal ini dapat di jadikan sebagai burhan

(petunjuk) para penguasa untuk menegakkan kebenaran dan keadlian.10

Dalam

kontek mujmal (global) inilah hukum dalam Islam sangat kondisional dan tidak

harga mati.11

Pandangan penulis, kajian tentang dakwah ini relevan untuk di kaji dalam

kondisi sekarang, khususnya bagi bangsa Indonesia dewasa ini sedang berada di

9Yusan Asmuni, Dirasah Islamiyah, Pengantar Studi Sejarah kebudayaan Islam dan

Pemikiran (Jakarta: Grafindo Persada, 1996) h. 43. 10

Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah (Beirut: Dar al-Fik, 1996), Jilid. 1, h. 9. 11

Abu Zahrah, Ushul Fiqh (Dar al-Fikr al-„Arabi), h. 364-467.

Page 23: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

10

era modernisasi. Melihat dari pemaparan di atas berdakwah berdasarkan hadis

yang penulis paparkan sebelumnya memang diharuskan. Tetapi soal dakwah

bukan hal yang remeh, gampang dan mudah untuk dilakukakan. Karena perlunya

pemahaman yang matang dalam agama dan perlunya sinkronisasi dalam

kehidupan dengan apa yang disampaikan ketika berdakwah, untuk menjadi

panutan masyarakat dan menjunjung tinggi Islam Rahmatan Lil „Alamin. Oleh

karena itu pelaksanaan dakwah yang diusung dengan cara yang baik pasti akan

ada efek baik pula kedepannya begitupun juga sebaliknya.

Berdasarkan deskripsi di atas, maka penulis akan mengambil judul

penelitian ini “IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-

QUR’ĀN”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan tadi, penulis mengidentifikasi

adanya beberapa permasalahan yang relevan dengan penulis angkat diantaranya:

1. Kewajiban dalam berdakwah secara perorangan.

2. Komparasi bentuk dakwah klasik dan kontemporer.

3. Dakwah modernisasi.

4. Aturan dan Tata Cara dalam berdakwah.

5. Praktik Rasulullah dalam berdakwah.

6. Ayat-ayat dakwah dalam Al-Qur‟ān

Page 24: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

11

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah yang telah penulis sebutkan di atas,

maka untuk menghindari pembahasan yang berbelit-belit dan tidak mengarah

kepada maksud dan tujuan penulisan, sekiranya perlu dibuat pembatasan dan

perumusan masalah. Dalam penulisan skripsi ini penulis hanya membatasi pada

ayat-ayat Al-Qur‟ān tentang hal-hal yang di perhatikan ketika berdakwah dan

penulis membatasi pada penggunaan tafsir Imam Al-Qurṭubi dan Quraish Shihab.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

hal yang akan menjadi pertanyaan besar dalam penulisan skripsi ini adalah

Bagaimana Kriteria Dai Modern yang Ideal menurut Al-Qur’ān ?.

D. Tujuan Masalah

Adapun tujuan dari penelitian ini yang paling utama adalah untuk mengkaji

Ayat-ayat Al-Qur‟ān tentang hal-hal yang harus di perhatikan ketika berdakwah.

Adapun manfaat yang di dapat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk mencapai gelar

kesarjanaan Strata Satu (S-1) Sarjana Agama (S.Ag) pada jurusan Tafsir

Hadis Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 25: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

12

2. Untuk sebuah institusi yaitu memperkaya keilmuan Fakultas Ushuluddin

dengan mengungkapkan konsekuensi dalam menyelaraskan isi dakwah

dan prilaku kesehariannya.

3. Mengajak kepada aktivis dakwah untuk lebih di perhatikan kembali etika

dan keilmuan sebelum melaksanakan berdakwah kepada publik.

E. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini

dengan skripsi lain, terlebih dahulu penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah

dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan

menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat metodologi atau pendekatan yang

sama, sehingga diharapkan kajian yang penulis lakukan tidak plagiat dari kajian

yang telah ada.

Berdasarkan pengamatan dan pencarian yang penulis lakukan melalui Google

Cendekia, Google Schoolar dan UIN Repository, dan lainnya penulis belum

menemukan skripsi yang secara khusus membahas tentang Idealitas Karakter Dai

Modern Perspektif Al-Qur‟ān. Namun pada pencarian di atas, penulis menemukan

beberapa tulisan seperti journal yaitu Dakwah Cerdas di Era Modern Karya

Abdul Basit. Melihat dari judul skripsi penulis dengan journal ini tidak terdapat

kesamaan pembahasan. Namun di sini penulis pastikan bahwa kajian skripsi

penulis berbeda dengan journal ini, karena isi journal ini lebih condong

menjelaskan terhadap seorang dai akan metodologi dakwah di era modern.

Sedangkan skripsi penulis tidak hanya terpacu pada satu term saja melainkan

mencakup seluruh kepribadian seorang dai baiknya seperti apa berdasarkan apa

yang di jelaskan dalam alqur‟an. Begitu juga pada journal tentang Konsep

Page 26: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

13

Dakwah Dalam Islam karya Nurwahidin Alimuddin. Melihat dari isi journal ini

yang sangat sedikit yaitu hanya enam lembar, sudah penulis pastikan bahwa

journal ini kurangnya pembahasan mengenai konsep dakwah. Selain itu melihat

dari beberapa pembahasan tentang konsep dakwah yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu maka dari itu penulis tegaskan bahwa penulisan pada skripsi

ini penulis tidak terfokus membahas tentang konsep dakwah, melainkan penulis

tekankan pada sikap atau profil seorang dai agar untuk lebih hati-hati lagi dalam

menyampaikan ditambah dengan kondisi yang seperti ini yang sensitif mengenai

tentang pesoalan agama.

F. Metode Penelitian

Sebagai karya-karya ilmiah pada sebuah di siplin ilmu, setiap pembahasan

masalah tentunya mesti menggunakan metodologi untuk menganalisa

permasalahan. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan berpijak dalam

mengelaborasinya sehingga dapat di jelaskan secara mendetail dan dapat di

pahami.

Dalam penelitian ini, penulis hanya melakukakn penelitian dengan jenis

penilitian kualitatif melalui metode kepustakaan (Library Research) sebagai

landasan dalam mengumpulkan data yaitu penelitian yang menggunakan buku-

buku yang berkaitan erat dengan judul yang penulis ambil.

Page 27: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

14

Adapun teknik pembahasan pada skripsi ini adalah tematik (maudhu‟ī).

Langkah-langkah atau cara kerja metode Maudhu‟ī di jelaskan oleh tim penyusun

Kementrian Agama RI12

, sebagai berikut :

a. Menentukan topik atau tema yang akan dibahas

b. menghimpun ayat-ayat al-Qur‟ān menyangkut topik yang akan dibahas

c. Menyusun urutan ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologis

masa turunnya

d. Memahami korelasi (munāsabah) antar ayat

e. Memperhatikan Asbābun Nuzūl untuk memahami konteks ayat

f. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadits-hadits nabi dan pendapat para

ulama

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara mendalam

h. Menganalisa ayat-ayat secara utuh dan komprehensif dengan jalan

mengkompromikan antara ayat yang umum (ām) dan khusus (khās),

mutlak dan terkait (muqayyad) dan lain sebaginya

i. Membuat kesimpulan dari masalah yang dibahas.

Adapun teknis penulisan skripsi ini, penulisan berpedoman pada buku

“Pedoman Akademik Program Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2013/2014”.

12

Tim penyusun berpedoman pada beberapa langkah yang telah di rumuskan oleh para ulama, dan di sepakati dalam musyawarah para ulama al-Qur’ān di Ciloto, 14-16 Desember 2006. Lihat, Kementrian Agama Ri, Tafsir Al-Qur’ān Tematik: Jihad, Makna dan Implementasinya (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’ān, 2013), jilid. 1, h. Xxix.

Page 28: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

15

G. Sistematika Penulisan

Untuk keserasian pembahasan dan mempermudah analisis materi dalam

skripsi ini, maka berikut ini penulis jelaskan dalam sistematika penulisan.

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab di bagi menjadi

sub bab, dan setiap sub bab mempunyai pembahasan masing-masing yang antara

satu dan lainnya saling berkaitan.

Bab I, berisi pendahuluan yang menguraikan argumentasi signifikansi studi

ini. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tinjauan pustaka, tujuan masalah, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II, berisi tentang Tinjauan Umum Tentang Dai yang di dalam penulisan

bab ini meliputi : Pengertian Dai, Tujuan Dai dalam Berdakwah, Motivasi Dai

Dalam Berdakwah, Sasaran Dakwah Para Nabi, Metode Penyampaian Dakwah.

Bab III, berisi tentang Wacana dan Kritik Karakter Dai Indonesia, yang di

dalam penulisan bab ini meliputi : Dai dan Dakwah di Indonesia, Pergeseran

Karakter Dai di Indonesia, Kritik Intelektual Dai di Masa Modern.

Bab IV, berisi tentang Kriteria Dai Ideal dalam Al-Qur‟ān, yang di dalam

penulisan bab ini meliputi : Keilmuan dan Wawasan Seorang Dai, Sinkronisasi

Antara Ilmu dan Akhlak dan Metode Penyampaian Dai.

Terakhir, merupakan penutup yang berisi meliputi kesimpulan dari

keseluruhan pembahasan yang dibuat oleh penulis, serta saran-saran yang insya

allah mendapat manfaatnya.

Page 29: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG DAI

A. Pengertian Dai

Dai menurut etimologis berasal dari bahasa arab yang berarti orang yang

mengajak. Dengan kata lain Dai adalah bentuk mudzakar (laki-laki) yang berarti

orang yang mengajak, sedangkan muannas(perempuan) di sebut Daiyah.1 Dalam

ilmu komunikasi yakni mempunyai arti yang sama dengan komunikator.

Sedangkan secara terminologi dai adalah orang yang mengajak kepada orang lain

baik secara langsung atau tidak langsung, melalui lisan, tulisan atau perbuatan

untuk mengamalkan ajaran-ajaran Islam atau menyebarluaskan ajaran Islam,

melakukan upaya perubahan kearah kondisi yang lebih baik menurut Islam.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Dai adalah orang yang

kerjanya berdakwah, pendakwah: melalui kegiatan dakwah, para

menyebarluaskan ajaran agama. Dengan kata lain2. Kata dai ini sering di sebut

dengan sebutan muballigh (orang yang menyempurnakan ajaran Islam) namun,

sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum

cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui

lisan seperti penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya.

Menurut Muriah dai di bagi menjadi dua kriteria yaitu umum dan khusus.

Secara umum adalah setiap muslim dan muslimat yang berdakwah sebagai

kewajiban yang melekat tidak terpisahkan dari misinya dari sebagai penganut

1Enjang AS dan Aliyudin, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan Praktis

(Bandung: Widya Padjadjaran, 2009), h. 73. 2DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 231.

Page 30: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

17

Islam sesuai dengan perintah بهغو عنى ونو اية. Sedangkan secara khusus adalah

mereka yang mengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah Islam dengan

kesungguhan dan Qudwah Hasanah.3 Dai adalah pelaku sejarah, penerus tugas

para nabi untuk menyampaikan risalah atau amanah Allah SWT bagi umat

manusia.4 Seorang dai pada hakekatnya adalah pemberi, karenanya ia harus kaya

ilmu dari pengetahuan.5

Pada dasarnya semua pribadi Muslim itu berperan secara otomatis sebagai dai,

dalam bahasa komunikasi di sebut komunikator untuk itu dalam komunikasi

dakwah yang berperan sebagai dai adalah:

1. Secara umum adalah setiam Muslim atau Muslimat yang Mukhallaf

(dewasa) di mana bagi mereka berkewajiban untuk berdakwah.

2. Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus

(muthakhasis) dalam bidang agama Islam yang dikenal dengan sebutan

ulama/kiyai/dai6.

Menurut Quraish Shihab, agaknya lebih tepat dai di definisikan sebagai pelaku

dakwah atau pemberi dakwah7. Dai adalah orang yang melaksanakan dakwah baik

lisan maupun tulisan (bil al-Qolam) ataupun perbuatan (bil al-Hal) dan baik

secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi maupun lembaga8.

Seorang dai mempunyai peran penting dalam proses pelaksanaan dakwah.

Kepandaian atau kepiawaian seorang dai akan menjadi daya tarik tersendiri bagi

3Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h. 23.

4Ali Gharisah, Kami Dai Bukan Teroris (Solo: CV Pustaka Mantiq, 1992), cet. 4, h. 7.

5Yusuf Qarḏawī, Kritik dan Saran Untuk Para Dai (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 6.

6Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), cet. 1, h. 79.

7Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟ān (Bandung: Mizan, 1992), h. 193.

8Nurul Baddruttamam, Dakwah Kolaboratif (Jakarta: Grafindo, 2005), h. 101.

Page 31: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

18

para obyek dakwah (mad‟u). Karena setiap dai mempunyai ciri khas masing-

masing. Mengingat perkembangan perubahan kebutuhan masyarakat yang begitu

pesat maka seorang dai memiliki tugas sebagai central of change dalam suatu

masyarakat yakni tergantung dari wacana keilmuan, latar belakang

pendidikannya, dan pengalaman kehidupannya.

Dakwah sebagai sarana usaha bagi para dai bentuk terwujudnya ajaran Islam

pada semua segi kehidupan manusia, dakwah merupakan kewajiban bagi setiap

muslim.9 Dakwah yang di lakukan oleh setiap muslim harus berkesinambungan

yang bertujuan mengubah perilaku manusia berdasarkan pengetahuan dan sikap

yang benar yakni untuk mengubah manusia mengabdi kepada Allah secara total.

Mengajak manusia untuk menuruti jalan Allah SWT adalah tugas para Rasul dan

Nabi, yang merupakan hamba-hamba pilihan-Nya guna menjadi duta untuk semua

manusia dan makhluk. Tugas ini bukan hanya monopoli para Rasul itu semata,

tetapi juga menjadi kewajiban para khalifah dan ulama-ulama yang sadar akan

fungsinya sebagai pewaris dan penerus dakwah nabi-nabi.10

Mengajak manusia

untuk mentaati ajaran Allah SWT merupakan manifestasi atau pengejawantahan

yang paling utama dari pada iman yang di miliki seseorang sebab dakwah itu

tidak lain kecuali menujukkan jalan yang hak kepada segenap insan, menanamkan

rasa cinta kepada kebaikan dan kebencian kebathilan serta kejahatan, dan

membawanya keluar dari kebodohan serta kekalutan.11

9Dedy Mulyana, Nuansa-Nuansa Komunikasi Masyarakat Kontemporer (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 1999), cet. 1, h. 54. 10

Yusuf Qarḏawī, Kritik dan Saran Untuk Para Dai (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 1 11

Yusuf Qaḏrawī, Kritik dan Saran Untuk Para Dai (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 2.

Page 32: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

19

B. Tujuan Dai dalam Berdakwah

Dai sebagai komunikator sudah barang tentu usahanya tidak hanya terbatas

pada usaha menyampaikan pesan (statement of fact)semata-mata, tetapi dai harus

juga concern terhadap kelanjutan efek komunikasinya terhadap komunikan,

apakah pesan-pesan dakwah tersebut sudah cukup membangkitkan

rangsangan/dorongan bagi komunikan tertentu sesuai dengan apa yang di

harapkan, ataukah komunikan tetap pasif (mendengar tapi tidak mau

melaksanakan) atau bahkan menolak serta antipati dan apatis terhadap pesan

tersebut12

. Komunitas dai yang memiliki Visi Etis, Profektif, dan Transformatif

dan syarat dengan muatan dinamik, dihadapkan kepada pemikiran-pemikiran yang

solutif terhadap permasalahan realitas umat yang beragama termasuk di dalamnya

bagaimana materi dakwah yang di sampaikan maupun mengambil posisi sebagai

stimulator yang dapat memotivasir menuju tingkah laku atau sikap yang sesuai

dengan pesan-pesan dakwah.

Di dalam Al-Qur‟ān surah al-Ahzāb, {33}:70.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan

Katakanlah Perkataan yang benar.

Allah SWT berfirman memberikan perintah kepada hamba-hamba-Nya

yang beriman untuk bertakwa dan beribada kepada-Nya, suatu ibadah yang

seakan dia melihat-Nya serta mengatakan )ا ”.perkataan yang benar“ )قوال سذيذ

Yaitu yang lurus, tidak bengkok dan tidak menyimpang. Allah menjajikan

mereka, jika mereka melakukan demikian, Allah akan membalas mereka

dengan di perbaikinya amal-amal mereka, yaitu dengan di berinya taufiq

12

Munzier Suparta, dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2003),

cet. 1, h. 161.

Page 33: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

20

untuk beramal shalih, diampuni dosa-dosanya yang lalu, serta apa yang akan

terjadi pada mereka di masa yang akan datang.13

Perlbagai pesona dai saja tidak cukup untuk mengantarkan pada peluang

keberhasilan dakwah, manakala apa yang di sampaikan oleh dai tidak dengan

perkataan yang benar sesuai dengan ajaran Islam. selain itu juga, keberhasilan

dakwah harus di barengi keahlian dalam mengemas pesan dakwah menjadi

menarik dan dapat di pahami oleh mad‟u. Lebih tepatnya dai selaku komunikator

harus mampu melogikakan pesan dakwah dengan bahasa yang mudah di pahami

sehingga mempunyai daya panggil yang sangat berwibawa terhadap seseorang.14

Tujuan dai dalam berdakwah demikian nampak sesuai dengan definisi

komunikasi persuasif, yakni perubahan situasi orang lain. Perubahan di maksud

bukan hanya sekedar perubahan yang bersifat sementara melaikan perubahan yang

mendasar berdasarkan kesadaran dan keyakinan. Sebagaimana di ketahui bahwa

komunikasi persuasif adalah proses komunikasi untuk mempengaruhi pendapat,

sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga

orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri15

.

Tujuan dakwah adalah suatu faktor yang menjadi pedoman arah proses yang

dikendalikan secara sistematis dan konsisten, kemudian dalam kegiatan dakwah

selalu terjadi interaksi antara dai dan mad‟u yang akan membawa perubahan sikap

sesuai dengan tujuan dakwah yang mencapai kebahagian dunia dan akhirat.

13

Abdullāh bin Muhammad bin Abdurrahmān bin Ishāq Al-Syeikh, Lubābut Tafsīr Min

Ibni Katsīr, di terjemahkan oleh M. Abdul Ghofar, dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsi

(Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2004), Jilid. 6, Cet. 1, h. 542-543. 14

Munzier Suparta, dan Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2003),

cet. 1, h. 162. 15

Jepph A. Devito, Human Communication: The Basic Course (New York: Harper

Collins Publisher Fifth Edition, 1991), h. 5.

Page 34: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

21

Dalam hal ini tujuan dakwah Asmuni Syukir membagi tujuan dakwah

kedalam dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus16

:

1. Tujuan Umum (mayor objektive)

Tujuan umum dakwah adalah mengajak umat manusia meliputi orang

mukmin maupun orang kafir atau musyrik kepada jalan yang benar dan

diridhoi Allah SWT. Agar mau menerima agama Islam dan

mengamalkannya dalam dataran kenyataan kehidupan sehari-hari, baik

yang bersangkutan dengan masalah pribadi, maupun sosial

kemasyarakatan agar mendapat kehidupan di dunia dan di akhirat.

2. Tujuan Khusus (minor objektive)

Tujuan khusus dakwah merupakan perumusan tujuan sebagai perincian

dari tujuan umum dakwah. Tujuan ini di maksudkan agar dalam

pelaksanaan aktifitas dakwah dapat di ketahui arahnya secara jelas,

maupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan, kepada siapa dakwah

dan media apa yang dipergunakan agar tidak terjadi miss komunikasi

antara pelaksanaan dakwah dengan audience (penerima dakwah) yang

hanya disebabkan karena masih umumnya tujuan yang hendak di capai.

Olehnya itu tujuan umum masih perlu di terjemahkan atau di klasifikasi

lagi menjadi tujuan khusus, sehingga lebih memperjelas maksud

kandungan tujuan khusus tersebut adalah:

a. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu

meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT.

16

Asmuni Syukir, Dasar-Dasae Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 51

Page 35: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

22

b. Membina mental agama Islam bagi mereka yang masih mengkhawatirkan

tentang keIslaman dan keimanannya (orang mukallaf), seperti yang

terdapat dalam Q.S al-Baqarah, {2}:286.

c. Mengajar dan mendidik anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.17

Tujuan ini di dasarkan pada Al-Qur‟ān surat ar-Rūm, {30}:30.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah

atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada

perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan

manusia tidak mengetahui.

Allah SAW berfirman, maka perkokohlah padanganmu dan istiqamahlah di

atas agama yang di syari‟atkan Allah kepadamu, berupa kesucian inilah Ibrāhīm

AS yang Allah bimbing kamu kepadanya dan di sempurnakan Allah agama itu

untukmu dengan sangat sempurna. Di samping itu hendaknya engkau konsekuen

terhadap fitrah lurusmu yang di fitrahkan Allah atas makhluk-Nya.18

Karena Allah

SWT telah memfitrahkan makhluknya untuk mengenal dan mengesakan-Nya

yang tidak ada Ilah (yang haq) selain-Nya, sebagaimana penjelasan yang lalu

dalam firman-Nya.19

17

Gafi Ashari, Pemahaman dan Pengalaman Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 87. 18

Abdullāh bin Muhammad bin Abdurrahmān bin Ishāq Al-Syeikh, Lubābut Tafsīr Min

Ibni Katsīr, di terjemahkan oleh M. Abdul Ghofar, dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir

(Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2004), Jilid. 6, Cet. 1, h. 371.

19

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak

cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh mereka

(seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau

Page 36: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

23

Sebagian Ulama berpendapat mengenai Firman Allah ta‟la ال تبذيم نخهق للا“tidak

ada perubahan pada fitrah Allah”, bahwa “kalimat itu menjadi kabar pada

kalimat sebenarnya. Maknanya bahwa Allah SWT menyamakan seluruh makhluk-

Nya dengan fitrah dalam tabi‟at yang lurus, di mana tidak ada satupun yang lahir

kecuali berada dalam kondisi demikian serta tidak ada tingkat perbedaan manusia

dalam masalah tersebut”.20

Dengan lahirnya manusia dalam keadaan yang fitrah sebagaimana firman

Allah SWT terangkan sebelumnya, oleh karena itu penyampaian pesan dakwah

dengan metode mengajar dan mendidik yang di gunakan oleh para Dai itu

bertujuan untuk mengambalikan fitrah manusia yang telah rusak, sehingga

mengubah fitrah manusia yang telah rusak itu kembali ke jalan yang benar (yang

hak) berdasarkan fitrahnya yang Allah SWT berikan.

Pada dasarnya dakwah di maksudkan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan

bagi umat manusia baik dalam kehidupan mereka di dunia maupun di akhirat.

Adapun yang di maksud dengan tujuan dakwah, M.Syafaat Habib merinci sebagai

berikut :

a. Membentuk masyarakat yang konstruktif.

b. Mengadakan koreksi terhadap situasi atau tindakan yang menyimpang dari

ajaran agama.

c. Menembus hati nurani seseorang sebagai sarana untuk membentuk

mayarakat yang di ridhai Allah SWT.

Tuhan Kami), kami bersaksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari Kiamat kamu

tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini. 20

Abdullāh bin Muhammad bin Abdurrahmān bin Ishāq Al-Syeikh, Lubābut Tafsīr Min

Ibni Katsīr, di terjemahkan oleh M. Abdul Ghofar, dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsi

(Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i, 2004), Jilid. 6, Cet. 1, h. 372.

Page 37: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

24

d. Menjauhkan manusia dari segala bentuk frustasi, kejahilan, dan kekatan

fikiran21

.

Di samping itu, tujuan dai dalam berdakwah itu adalah mendapat kebaikan

dunia dan akhirat serta bebas dari azab neraka. Sebagaimana firman Allah dalam

surah Al-Baqarah, {2}:202.

Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan bagian dari apa yang

mereka usahakan dan Allah sangat cepat perhitungannya.

Dan jika di lihat dari sasaran aktivitasnya, tujuan dakwah dapat di klasifikasi

menjadi:

a. Mengajak orang yang belum masuk Islam untuk menerima Islam, hal ini

dapat di pahami dalam firman Allah SWT.

b. Amar ma‟rūf, perbaikan dan pembangunan masyarakat. amr ma‟rūf di sini,

di artikan sebagai usaha dorongan dan mengeratkan umat manusia agar

menerima dan melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

c. Nahi Munkar, muatan dakwah yang berarti usaha dorongan dan

menggerakan umat manusia untuk menolak dan meninggalkan hal-hal

yang munkar22

.

Meskipun definisi tentang tujuan dakwah bervariasi, namun pada hakekatnya

tujuan dawkah Islam merupakan aktualisasi imani di manifestasikan dalam suatu

kegiatan sistem manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang di

21

M. Syafaat Habib, Pedoman Dakwah (Jakarta: Wijaya, 1982), h. 130. 22

Muhammad Munir & Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Prenada Media,

2006), h. 88-89.

Page 38: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

25

laksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir bersikap dan

bertindak manusia pada dataran kenyataan individual serta kultural dalam rangka

kehidupan manusia, dengan menggunakan cara tertentu. Dengan demikian, dari

semua tujuan-tujuan tersebut di atas, merupakan penunjang dari pada tujuan akhir

aktifitas dakwah. Tujuan akhir ini aktifitas dakwah adalah terwujudnya

kebahagiaan dan kesejahteran manusia lahir dan batin di dunia dan di akhirat

nanti.

C. Motivasi Dai dalam Berdakwah

Motivasi dai dalam berdakwah adalah dorongan dalam diri seseorang dalam

usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan dalam mengajak

manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan

perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan

juga di akhirat.

Dalam sejarah, memang dai pada awalnya menjadi cultural brokeri atau

makelar budaya (Clifford Geertz). Bahkan, berdasarkan penelitiannya di Garut,

Hiroko Horikhosi23

memberikan penegasan bahwa peran kyai sekaligus sebagai

dai tidak sekedar sebagai makelar budaya, tetapi sebagai kekuatan perantara

(intermediary forces), sekaligus sebagai agen yang mampu menyeleksi dan

mengarahkan nilai-nilai budaya yang akan memberdayakan masyarakat. fungsi

mediator ini dapat juga diperankan untuk membentengi titik-titik rawan dalam

jalinan yang menghubungkan sistem lokal dengan keseluruhan sistem yang lebih

luas, dan sering bertindak sebagai penyangga atau penengah antara kelompok-

23

Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1987), h. 3.

Page 39: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

26

kelompok yang saling bertentangan menjaga terpeliharanya daya pedorong

dinamika masyarakat yang di perlukan.24

Berdasarkan fungsi ini, para dai memiliki basis yang kuat untuk memerankan

sebagai mediasi bagi perubahan sosial melalui aktifitas pemberdayaan (umat).25

Ini adalah bentuk peran dai sebagai agen perubahan sosial.

Para dai merupakan umat yang di harapkan dapat memerangi kebodohan,

kesesatan, kebobrokan dan keburukan-keburukan lainnya. Untuk itulah mereka

harus memiliki perlengkapan dan persenjataan yang di perlukan bagi kemenangan

tersebut. Mereka harus memiliki kemampuan menyerang, sebagaimana juga

kemampuan bertahan.26

Kemampuan berdakwah bukanlah semata-mata suatu ilmu yang di ajarkan

atau seni yang di pelajari. Tetapi lebih dari itu, kecakapan berdakwah merupakan

anugrah dan karunia yang di berikan Allah SWT kepada orang-orang yang Dia

kehendaki.27

Dakwah bukan saja menjadi kewajiban umat Islam, baik secara individual

maupun secara kelompok, tetapi juga merupak keperluan umat manusia. Dakwah

pada tingakat pertama kelihatan sebagai keperluan rohani, tetapi pada hakikatnya

ia juga merupakan keperluan jasmani. Rohani yang sehat akan membawa

24

Abdullah Cholis Hafidz, Ahmad Syariful Wafa, dkk, Dakwah Transformatif (Jakarta:

PP Lakspedam NU, 2006), Cet. 1, h. 3, 25

Abdullah Cholis Hafidz, Ahmad Syariful Wafa, dkk, Dakwah Transformatif, h. 3. 26

Yusuf Qarḏawī, Kritik dan saran Untuk Para Dai (Jakarta: Media Dakwah, 1988), h. 4. 27

Ali Gharisah, Kami Dai Bukan Teroris (Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1992), h. 45.

Page 40: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

27

pengaruh yang sehat pula pada jasmani. Dakwah juga bukan saja merupakan

keperluan untuk hidup ukhrawi, melainkan untuk keperluan hidup duniawi.28

D. Sasaran Dakwah Para Dai

Ditinjau dari segi etimologi sasaran dakwah (mad‟u) adalah bahasa arab dari

isim maf‟ul dari fi‟il madhi yaitu menyeru, dalam ensiklopedi Islam di artikan

“ajakan kepada Islam”.29

Sedangkan menurut Wahidin Saputra bahwa mad‟u

adalah sekelompok/orang yang lazim di sebut dengan jama‟ah yang sedang

menuntut agama dari seorang dai, baik itu mad‟u dekat ataupun jauh. Seorang dai

akan menjadikan mad‟u sebagai sasaran transformasi keilmuwan yang di

milikinya.30

Pada dasarnya sumber utama yang menjadi dasar bagi pendefinisian sasaran

dakwah adalah yang di terangkan dalam firman Allah QS. Saba‟, {34}:28, sebagai

berikut:

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada semua

umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi

peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Dari ayat itu dapat di ketahui bahwa sasaran dakwah merupakan objek tujuan

Nabi Muhammad di utus atau dakwah Nabi Muhammad. Lebih jelasnya, yang di

28

Anwar Harjono, Dakwah dan Masalah Sosial Kemasyarakatan (Jakarta: Media

Dakwah, 1987), h. 16. 29

TIM Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Djambatan, 1992),

h. 208. 30

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Praja Grafindo Persada, 2011),

jilid. 1, h. 23.

Page 41: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

28

maksud pengertian sasaran dakwah, umat manusia yang menjadi sasaran risalah

Nabi Muhammad SAW.

Meskipun Al-Qur‟ān secara simple memberikan pengertian tentang sasaran

dakwah, namun dalam beberapa ayatnya, Al-Qur‟ān juga memberikan istilah-

istilah sasaran dakwah yang lebih khusus. Muhammad Abdul al-Fath al-Bayyuni

dalam Madkhal Ila „Ilmi al-Dakwah menyebutkan beberapa istilah khusus sasaran

dakwah Islamiyah berdasarkan Al-Qur‟ān. Di antaranya, istilah berdasarkan sudut

pandang iman terhadap al-Quran, terdiri dari dua kelompok sasaran dakwah,

dakwah kedalam kalangan umat Islam (Internalisasi Dakwah) dan dakwah

kekalangan non-Muslim. Selanjutnya masyarakat muslim mendapatkan istilah

Ummah (al-Istijābah). Dalam sudut pandang yang lebih sempit, ruang lingkup

Ummah terbagi lagi berdasarkan kualitas–kualitas keimanan mereka. Al-Qur‟ān

menyebutkan bagian-bagian tersebut dengan istilah-istilah tertentu seperti fasik,

fajir, shalih, taqwa dan sebagainya. Sedangkan kalangan non-muslim mendapat

sebutan dengan istilah kafir. Keduanya masuk dalam satu cakupan dakwah yang

di sebut dengan ummat al-da‟wah (masyarakat sasaran dakwah).

Dari pandangan di atas dapat di pahami bahwa sasaran dakwah (mad‟u) dalam

istilah-istilah Al-Qur‟ān merupakan tingkat keimanan manusia terhadap ajaran

Islam, dengan lingkup utamanya umat dakwah. Jadi dakwah meliputi tingkatan-

tingkatan keimanan yang rendah sampai yang tertinggi. Begitu juga dari tingkatan

pengingkaran terendah sampai pada tingkatan yang sama sekali anti ajaran Tuhan.

Page 42: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

29

Peristilahan di atas juga menandakan bahwa sudut pandang utama hakikat sasaran

dakwah adalah berpijak pada Al-Qur‟ān sebagai dasarnya.31

Di dalam buku Manajemen Dakwah karangan Munir dan Wahyu Ilahi, yang

mana di terangkan bahwa di dalam Al-Qur‟ān menjelaskan tiga tipe sasaran

dakwah, yaitu :

1. Mukmin.

2. Kafir.

3. Munafik.32

Dari ketiga klasifikasi tersebut sasaran dakwah kemudian di kelompokkan lagi

berbagai macam pengelompokkan antara lain: Orang mukmin di bagi menjadi

tiga, Dzālim Linafsī, Muqtashid, dan Sabiqūn bil Khairāt. Kafir di bagi menjadi

dua, Kafir Zimmi dan Kafir Harbi. Mad‟u itu terbagi dalam berbagai macam

golongan, sehingga menggolongkan sasaran dakwah sama dengan

menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek profesi ekonomi, dan seterusnya.

Oleh karena itu ulama Muhammad Abduh membagi sasaran dakwah (mad‟u)

menjadi tiga golongan, yaitu :

a. Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dapat berfikir secara

kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan.

b. Golongan awam, yaiitu orang kebanyakan yang belum dapat berfikir

secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap pengertian-

pengertian yang tinggi.

31

Ridho Syabibi, Metodologi Ilmu Dakwah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 83-85. 32

Munir & Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 23.

Page 43: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

30

c. Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut yang di mana

mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batasan tertentu

saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam.

Ketiga golongan tersebut yang di mana secara garis besar kita dapat

mengetahui sasaran dakwah (mad‟u) itu dapat digolongkan berbagai macam

golongan dalam memahami mad‟u atau seseorang yang menjadi sasaran kita

dalam dakwah.33

Manusia yang menjadi audiens yang akan di ajak ke dalam Islam secara

kaffah. Mereka bersifat heterogen, baik dari sudut ideologi, misalnya atheis,

animis, musyrik, munafik, bahkan ada juga yang muslim tetapi fisiknya

penyandang dosa dan maksiat. Dari sudut lain juga berbeda baik intelektualitas,

status social, kesehatan, pendidikan, dan seharusnya ada atasan ada bawahan, ada

yang berpendidikan ada yang buta huruf, ada yang kaya ada juga yang miskin,

dan sebagainya.

Sehubungan dengan kenyataan-kenyataan di atas, maka dalam pelaksanaan

program kegiatan dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat, yaitu

meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat di lihat dari segi

sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil

serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.

b. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat di lihat dari segi struktur

kelembagaan, berupa masyarakat desa, pemerintah dan keluarga.

33

Moh. Ali dan Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), h. 91.

Page 44: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

31

c. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat di lihat dari

tingkat usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.

d. Sasaran yang di lihat dari tigkat hidup social-ekonomis berupa golongan

orang kaya, menengah, miskin dan seterusnya.

e. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat di lihat dari segi

social cultural berupa golongan priyayi, abangan, santri (klasifikasi ini

terutama terdapat dalam masyarakat jawa).34

f. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat di lihat dari segi

okuposional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang,

seniman, buruh, pegawai negri dan sebagainya.35

Bila di lihat dari kehidupan psikologis, masing-masing golongan masyarakat

tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan

kontekstualitas lingkungannya. Sehingga hal tersebut menuntut kepada system

dan metode pendekatan dakwah yang efektif dan efisien. Mengingat dakwah

adalah penyampaian ajaran agama sebagai pedoman hidup yang universal,

rasional dan dinamis. Kita dapati bahwa Al-Qur‟ān mengarahkan dakwah kepada

semua pihak, semua golongan dan siapa saja, sesuai dengan misi dakwah Nabi

sebagai Rahmatan Lil „Alamin.

Beranjak dari heterogenitas objek dakwah seperti gambaran di atas, maka

seorang dai di samping di tuntut memahami keberagaman audiens tersebut, juga

perlu menerapkan strategi dengan berbagai metode dalam berdakwah. Banyak

metode yang memungkinkan diterapkan seperti bi al-lisan, bi al-hāl, bi al-amal

34

Arifin, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi) (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 3. 35

Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta:Mitra Pustaka, 2000), h. 32-34.

Page 45: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

32

dan sebagainya, sesuai sabda Nabi “Khotibu al-Nāsa „Ala Qadri „Uqūlihim”

(Berbicaralah dengan mereka (manusia) sesuai dengan kemampuannya).36

Objek dakwah adalah manusia, baik seorang atau lebih, yaitu masyarakat.

Pemahaman mengenai masyarakat itu bias beragam, tergantung dari cara

memandangnya. Di pandang dari bidang sosiologi, masyarakat itu mempunyai

struktur dan mengalami perubahan-perubahan. Di dalam masyarakat terjadi

interaksi antara satu orang dengan orang lain, antara satu kelompok dengan

kelompok lain, individu dengan kelompok. Di dalam masyarakat terdapat

kelompok-kelompok, lapisan-lapisan, lembaga-lembaga, nilai-nilai, norma-norma,

kekuasaan, proses perubahan. Itulah pandangan sosiologi terhadap masyarakat.

pandangan psikologi lain lagi, demikian pula pandangan dari bidang antropologi,

sejarah, ekonimi, agama dan sebagainya.37

E. Metode Yang Diserukan Dai dalam Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” (melalui) dan

“hodos” (jalan, cara).38

Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah

cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain

menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa jerman methodica artinya ajaran

tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata metodhos artinya

jalan, yang dalam bahasa arab di sebut thāriq.39

Apabila kita artikan secara bebas

metode adalah cara yang telah di atur dan melalui proses pemikiran untuk

mencapai suatu maksud.

36

Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h. 32-34. 37

Wardi Bachtiar, Metodologi Peneliti Dakwah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 35-36. 38

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Askara, 1991) cet. 1, h. 61. 39

H. Hasanuddin, Hukum Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 1, h. 35.

Page 46: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

33

Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa ilmuwan adalah sebagai

berikut:

1. Pendapat Bakhial Khaulā, dakwah adalah suatu proses menghidupkan

peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu

keadaan kepada keadaan lain.40

2. Pendapat Syekh Alī Mahfūdz untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti

petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan

jelek agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.41

Pendapat

ini juga selaras dengan pendapat al-Ghazalī42

bahwa amar ma‟rūf nahi munkar

adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam.

Dari pengertiaan di atas dapat di ambil bahwa, metode dakwah adalah cara-

cara tertentu yang di lakukan oleh seorang dai (komunikator) kepada mad‟u untuk

mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.43

Hal ini mengandung

arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human

oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

Metode dakwah ialah cara dakwah yang teratur dan terprogram secara baik

agar maksud mengajak melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan

sempurna. Al-Qur‟ān telah meletakkan dasar-dasar metode dakwah dalam sebuah

ayat yang berbunyi:

40

Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah (Malaysia: Nur Niaga SDN.

BHD, 1996), Cet. 1, h. 5. 41

Abdul Kadīr Sayid Abd. Raūf, Dirasah Fī al-Dakwah al-Islamiyah (Kairo: Dar El-

Tiba‟ah al-Mahmadiyah, 1987), Cet. 1, h. 10. 42

Beliau adalah seorang ulama besar, pemikir muslim zaman klasik, hidup sampai awal

abad ke-12, pendapatnya dituangkan dalam kitabnya yang sangat terkenal yaitu Ihya Ulūmuddīn. 43

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Cet. 1, h. 43.

Page 47: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

34

Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik,

dan berdiskusilah dengan mereka menurut cara yang terbaik. Sesungguhnya

Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan lebih

mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl

{16}:125).

Ayat tersebut memberikan gambaran tentang tata cara berdakwah dengan

memperhatikan tiga hal yaitu :

1. Hikmah (انحكمة)

Metode dakwah yang pertama adalah dengan hikmah. Kata tersebut sesuai

dengan penggalan dari Q. S an-Nahl, {16}:125.

أدع الى سبيل ربك بالحكمة ...

Awal mula kata انحكم berarti mencegah kezaliman.44

Kata tersebut juga

dapat berarti mencegah untuk kemaslahatan, maka انحكم بانشيئ berarti

menetapkan suatu perkara untuk kemaslahatan umat.

Kata انحكمة menurut para etimolog mengandung arti yang banyak sekali,

yaitu dapat berarti keadilan, kesabaran dan ketabahan, kenabian. Hikmah

adalah sesuatu yang dapat mencegah seseorang dari kerusakan dan

kehancuran, setiap perkataan yang sesuai dengan kebenaran, meletakkan

sesuatu pada tempatnya, kebenaran perkara, dan mengetahui perkara-

perkaranya yang paling utama dengan yang paling utama.45

Dari arti yang di sampaikan oleh para etimolog tersebut, menurut

Muhammad Husain Fadhlullāh, yang paling sesuai berarti meletakkan sesuatu

44

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1990), h. 581-582. 45

Muhammad Husain Fadhlullāh, Ushlub al-Da‟wah Fī Al-Qur‟ān, di terjemahkan oleh

Ahmad Qasim, Metodologi Dakwah Dalam Al-Qur‟ān (Jakarta: Lentera Basritama, 1997), h. 40.

Page 48: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

35

pada tempatnya, atau kebenaran. Dari sini di temukan bahwa sifat al-hikmah

merupakan perpaduan dari unsur-unsur pengetahuan, latihan, dan

pengalaman. Orang yang di bekali dengan pengetahuan, latihan, dan

pengalaman sebagai orang yang bijaksana. Sebab, dengan pengalaman, ilmu

atau keahlian, dan latihan, seseorang dapat terbantu untuk mengeluarkan

pendapat yang benar dan memfokuskan langkah-langkah dan perbuatannya

tidak menyimpang dan tidak goyah dan meletakkan pada proporsi yang

tepat.46

Senada dengan Prof. DR. Toha Yahya Umar, MA, mengartikan hikmah

yaitu meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha

menyusun dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan

tidak bertentangan dengan larangan Allah.47

Sayyid Qutb menjelaskan, ada tiga faktor yang harus diperhatikan agar

dakwah dengan metode hikmah bisa terwujud :

a. Kondisi dan situasi mad‟u (obyek dakwah).

b. Kadar materi dakwah yang di sampaikan tidak memberatkan

mad‟u.

c. Penyampaian materi dakwah harus variatif sesuai dengan

kondisi yang di hadapi.48

Dalam hal ini Hamka menjelaskan bahwa hikmah ialah kebijaksanaan,

kebijaksanaan timbul dari budi pekerti yang halus dan bersopan santun.

46

Muhammad Husain Fadhlullāh, Ushlub al-Da‟wah Fi Al-Qur‟ān, di terjemahkan oleh

Ahmad Qasim, Metodologi Dakwah Dalam Al-Qur‟ān (Jakarta: Lentera Basritama, 1997), h. 42. 47

Hasanuddin, Hukum Dakwa, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35. 48

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi (Jakarta: Pustaka firdaus,

2000), Cet. 2, h. 122

Page 49: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

36

Orang yang menyampaikan suatu dakwah dengan budi pekerti yang kasar

tidak akan berhasil. Seorang dai hendaklah berusaha dengan segala

kebijaksanaan yang ada padanya, sehingga dapat membuka perhatian orang

yang di dakwahinya, akhirnya segala fikiran yang tertutup menjadi terbuka.49

Jadi hikmah adalah meletakkan suatu pada tempatnya, atau pada

kebenaran dengan bijaksana, „alim, sabar, tabah, dan adil, serta budi pekerti

yang halus dan sopan santun.50

2. Mau‟izhah Hasanah انموعظة انحسنة( )

Kata انموعظة انحسنة merupakan kelanjutan dari QS. An-Nahl, {16}:125. Kata

berakar kata dari huruf Waw, „Ain, Zha yang berarti وعظ berasal dari kata انموعظة

menakut-nakuti.51

Kata انوعظ berarti melarang yang berhubungan dengan hal yang

menakutkan. Al-Khalīl berpendapat bahwa kata tersebut kemudian berarti

mengingatkan pada kebaikan dengan hati yang lemah lembut.

Selanjutnya kata انحسنة berakar kata dari huruf Ha‟, Sin,dan Nun lawan kata

dari انقبح berarti sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan mata dan perbuatan-

perbuatan maupun hal ihwal yang tidak sesuai dengan hati nurani.52

Dengan

demikian kata انحسنة berarti segala sesuatu yang sesuai dengan pandangan mata,

49

Hamka, Prinsip dan Kebijkasanaan Dakwah dalam Islam (Jakarta: Pustaka Panjimas,

1990), h. 56. 50

Perlu di sampaikan bahwa berdakwah ini waktu sekarang dan yang akan datang harus

mengikuti perkembangan ilmi dan pengetahuan teknologi, yaitu menggunakan berbagai strategi

dan media teknologi yang beragam, misalnya media televisi, surat kabar, majalah, internet,

fascimile, dan SMS. Pelaksanaan dakwah dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi akan mampu memberikan manfaat yang cukup strategis bagi keberlangsungan

dakwah. Dan hal ini menunjukkan salah satu dakwah yang bijaksana, yang selalu mengikuti

zaman. Journal Budiharjo, Konsep Dakwah Dalam Islam (Salatiga: STAIN Salatiga) h. 104. 51

Ahmad bin Faris Zakariyā, Mu‟jam Maqayis Lughah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), Juz. VI,

h. 126. 52

Ahmad bin Faris Zakariya, Mu‟jam Maqayis Lughah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), Juz. II, h.

58.

Page 50: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

37

dan perbuatan-perbuatan maupun hal ihwal yang sesuai dengan hati nurani.

Dalam kamus al-Munawwir di artikan dengan bagus, baik, cantik, elok, dan

indah.53

Sebab dengan kata-kata tersebut sesuatu yang menyenangkan dan

menggembirakan serta sesuai dengan pandangan mata dan hati nurani.

Secara bahasa, mau‟izhah hasanah terdiri dari dua kata mau‟izhah dan

hasanah. Kata mau‟izhah berasal dari kata wa‟adza - ya‟idzu – wa‟dzan – „idzatan

yang berarti nasihat, bimbingan pendidikan dan peringatan.54

Sementara hasanah

merupakan kebalikan dari sayyi‟ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekkan.

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain :

a. Menurut Imam Abdullāh bin Ahmad al-Nasafī yang dikutip oleh H.

Hasanuddin adalah :

فعهم ها او با القران "والموعظة الحسنة" وهي التى ال يخفى عليهم انك ت ناصحهم بها وت قصد ما ي ن في al-Mau‟idzah al-Hasanah” adalah (perkataan-perkataan) yang tidak

tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan

menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-Qur‟ān.55

b. Menurut Abd. Hamīd al-Bilalī, al-Mau‟izhah al-Hasanah merupakan salah

satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah

dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar

mereka mau berbuat baik.56

Mau‟izhah Hasanah ialah menasihati seseorang dengan tujuan tercapainya

suatu manfaat atau maslahat baginya atau cara berdakwah yang di senangi;

mendekatkan manusia kepadanya dan tidak menjerakan mereka, memudahkan

53

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantrren al-

Munawwir, 1984), h. 285. 54

Lois Ma‟luf, Munjid Fī al-Lughah Wa A‟lam (Beitrut: Dār al-Fikr, 1986), h. 907 dan

Ibnu Mandzur, Lisān al-„Arabī (Beirut: Dār Fikr, 1990), jilid. VI, h. 466. 55

Hasanuddin, Hukum Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 37.. 56

Abdul Hamid al-Bilalī, Fiqih al-Dakwah Fī Inkar al-Munkar (Kuwait: Dār al-Dakwah,

1989), h. 260.

Page 51: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

38

dan tidak menyulitkan, sehingga dakwahnya dapat masuk ke dalam kalbu dengan

penuh kasih sayang dan ke dalam perasaaan dengan penuh kelembutan; tidak

berupa larangan pada sesuatu yang tidak harus di larang; tidak menjelek-jelekkan

atau membongkar kesalahan.

Mau‟izhah hasanah dapat di artikan sebagai ungkapan yang mengandung

unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan,

pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa di jadikan pedoman dalam kehidupan agar

mendapatkannya keselamatan dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi di atas, mau‟izhah hasanah tersebut bisa di

klarifikasikan dalam beberapa bentuk :

a. Nasihat atau petuah57

b. Bimbingan, pengajaran (pendidikan)58

c. Kisah-kisah

d. Kabar gembira dan peringatan (al-Basyīr dan al-Nadzīr)

e. Wasiat (pesan-pesan positif).

Jadi, kalau kita telusuri kesimpulan dari mau‟izhah hasanah akan

mengandung arti kata-kata yang masuk kedalam Qalbu (hati) dengan penuh kasih

sayang dan kedalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar atau

membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasihati

57

Nasihat biasanya di lakukan oleh orang yang levelnya lebih tinggi kepada yang lebih

rendah, baik tingkatan umur maupun pengaruh, misalnya nasihat orang tua kepada anaknya,

perhatikan QS. Lukman {31}:13, yang artinya : “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada

anaknya, yaitu memberikan mau‟izhah (nasihat) kepadanya: hai anakku, janganlah kamu

memepersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukkan Allah adalah kedzaliman yang amat

besar. 58

Mau‟izhah hasanah dalam bentuk bimbingan, pendidikan dan pengajaran ini seringkali

di gunakan dalam bentuk kelembagaan (institusi) formal dan non formal, misalnya: mau‟izhah

Nabi kepada umatnya, guru kepada muridnya, kiyai kepada santrinya, mursyid kepada

pengikutnya, dan lain sebagainya.

Page 52: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

39

seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan Qalbu (hati) yang

liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.

3. Berdiskusi atau Tukar Fikiran dengan Cara Yang Baik (دنة باانتى هي اانمج

احسن(

Berkenaan dengan bagian ketiga, yang berarti “Dan berdiskusilah atau

debatlah mereka dengan cara terbaik.” Mujādalah adalah pintu kekuatan sesuatu

dalam menguraikan yang ada di dalamnya, dan terulurnya permusuhan dan saling

memberikan argumentasi.59

Al-Raghīb al-Ashfahānī menjelaskan bahwa maksud

Mujādalah adalah perundingan atau percakapan dengan jalan berbantah-bantahan

dan adu argumentasi untuk memenangkannya.60

Penjelasan arti tersebut menunjukkan bahwa metode tersebut seakan-akan

adanya metode konfrontasi antara juru dakwah dengan reaksi sasaran dakwah

terhadap dakwah yang di sampaikannya dan seakan-akan yang di dakwahi itu

sebagai musuh atau lawan, namun jika di cermati dengan kata sesudahnya adalah

kata احسن berarti mengajak lawan yang di ajak berdiskusi atau berbantahan itu

dengan segala sesuatu yang sesuai dengan pandangan mata dan sesuatu perbuatn-

perbuatan maupun hal ihwal yang sesuai dengan hati nurani. Jadi ada dialogis

yang terbaik, sehingga mengena pada pemandangan dan hati nurani yang di ajak

bicara.

Dari segi etimologi lafazh mujādalah di ambil dati kata جذل yang bermakna

memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan

59

Ahmad bin Faris Zakariya, Mu‟jam Maqayis Lughah (Beirut: Dār al-Fikr, t.t), juz. II, h.

433. 60

Al-Raghīb Al-Asfhānī, Mu‟jam Mufradat al-Fādh Al-Qur‟ān (Beirut: Dār al-Fikr, tth),

h. 189.

Page 53: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

40

Fa‟ala “jā dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujādalah” artinya

“perdebatan”.61

Kata “Jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna

menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan

untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui

argumentasi yang di sampaikan.62

Menurut Ali al-Jarisyah dalam kitabnya Adab al-Hiwār Wa al-Mudharah,

mengartikan bahwa “al-jidāl” secara bahasa dapat bermakna pula “Datang untuk

memilih kebenaran” dan apabila berbentuk isim “al-jadlu” maka berarti

“Pertentangan atau perseteruan yang tajam”,63

bahkan al-Jarisyah menambahkan

bahwa lafazh “al-jadlu” musytaq dari lafadz “al-Qotlu” yang berarti sama-sama

terjadi pertentangan, seperti halnya terjadinya perseteruan antara dua orang yang

saling bertentangan sehingga saling melawan/menyerang dan salah satu menjadi

kalah.

Dari segi terminologi terdapat beberapa pengertian al-Mujādalah (al-Hiwār)

dari segi istilah. Al-Mujādalah (al-Hiwār) berarti upaya tukar pendapat yang di

lakukan oleh dua belah pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang

mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.64

Sedangkan menurut

DR. Sayyid Muhammad Thantawī ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk

61

Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), Cet.

14, h. 175, hal ini juga dapat di lihat pada Kamus al-Bisri (Karangan KH. Adib Bisri dan KH.

Munawwir AF, (Jakarta: Pustaka Progresif, 2000), h. 67 dan ini berarti sama pula dengan lafazh

al-Hiwār yang berarti jawaban, al-Muhāwaroh : Tanya jawab, perdebatan. Lebih jelas lihat Kamus

al-Bisri, h. 140. 62

M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2000), Cet. 1, h. 553. 63

Ali al-Jarisyah, Adab al-Hiwār Wa al-Mudharah (Al-Munawarah: Dār al-Wifa, 1989),

Cet. 1, h. 19. 64

World Assembly of Muslim Youth (WAMY), Fī Ushūl al-Hiwār, (Mesir: Maktabah

Wahbah Cairo), di terjemahkan oleh Abdus Salam M. dan Muhil Dhafir, dengan judul terjemahan

Etika Diskusi, (Jakarta: Era Inter Media, 2001), Cet. 2, h. 21

Page 54: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

41

mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti

yang kuat.65

Metode diskusi dengan cara yang terbaik, harus memperhatikan hal-hal

berikut :

a. Tidak merendahkan pihak lawan, sehingga ia merasa yakin bahwa tujuan

diskusi itu bukanlah mencari kemenganan, melainkan menundukkannya

agar ia sampai kepada kebenaran.

b. Tujuan diskusi hanyalah semata-mata menunjukkan kebenaran sesuai

dengan ajaran Allah, bukan yang lain.

c. Tetap menghormati pihak lawan, sebab jiwa manusia tetap memiliki harga

diri. Ia tidak boleh merasa kalah dalam diskusi, karenanya harus di

upayakan agar ia tetap merasa di hargai dan di hormarti.66

Yang di maksud dengan cara yang terbaik di sini adalah berdiskusi tanpa

menekan dan menghina penentang, sehingga mereka memahami bahwa berdiskusi

bukan ditunjukkan untuk mengalahkan mereka, tetapi untuk memberikan

peringatan serta menemukan kebenaran. Al-Qur‟ān menggunakan lafazh al-

mujādalah tidaklah menunjukkan harus terjadi debat (saling membantah).67

Biasanya, dalam perdebatan seringkali muncul perseteruan, meski hanya sebatas

perseteruan lisan. Perdebatan senantiasa bermuara pada permusuhan yang di

warnai oleh fanatisme terhadap pendapatnya masing-masing pihak dengan

merendahkan pendapat pihak lain.

65

Sayyid Muhammad Ṯantawī, Adab al-Khiwar Fī al-Islam, (Mesir: Dār al-Naḏah), di

terjemahkan oleh Zuhaeri Misrawi dan Zamroni Kamal, (Jakarta: Azan, 2001), Cet. 1. 66

Muhammad Said Ramadhan al-Būthī, Fiqh al-Sirah (Beirut: Dār al-Fikr, 1980), h. 95. 67

Debat pada hakikatnya adalah saling adu argumentasi antar pribadi atau antar kelompok

manusia, dengan tujuan mencapai kemenangan untuk satu pihak. Dalam debat, setiap pribadai atau

kelompok mencoba menjatuhkan lawannya, supaya pihaknya berada pada posisi yang benar. Dori

Wuwur Hendrikus, Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi, Beragumentasi, Bernegosiasi

(Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 120.

Page 55: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

42

Dari pengertian di atas dapatlah di ambil kesimpulan bahwa, al-Mujādalah

merupakan tukar pendapat yang di lakukan oleh dua belah pihak secara sinergis,

yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat

yang di ajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Namun,

dakwah dengan menggunakan metode diskusi ini menuntut adanya keahlian

(profesionalisme) dari para dai. Mereka harus memiliki kemampuan keilmuan

yang cukup, bukan hanya kemampuan berbicara yang tidak dapat di

pertanggungjawabkan secara ilmiah

4. Kisah ()قصص

Kata قصص berasal dari fi‟il قص yang berakar dari huruf qaf, dan shad

menunjukkan untuk mengikuti sesuatu atau mengikuti jejak sesuatu, selangkah

demi selangkah, atau menyampaikan berita, menceriterakan sesuatu kepada

seseorang.68

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kisah berarti cerita tentang

kejadian (riwayat) dikehidupan seseorang.69

Apabila kisah ini di kaitkan dengan Al-Qur„ân, maka dapat di berikan

pengertian bahwa kisah Al-Qur„ân adalah suatu cerita yang dapat di ikuti jejaknya

yang menyampaikan kejadian umat-umat terdahulu, nabi-nabi atau Rasul, serta

kejadian-kejadian lain yang benar terjadi di masa kini maupun yang akan datang.

Metode kisah berarti suatu metode dakwah dengan mengutarakan atau

menyampaikan kisah atau cerita seseorang di masa lampau maupun kejadian yang

akan datang dalam Al-Qur„ân.

68

Chadijah Nasution, Bercerita Sebagai Metode Dakwah (Jakarta: Bulan Bintang, 1978),

h. 6. 69

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

Balai Pustaka, 1990), h. 443-444.

Page 56: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

43

Metode kisah ini cukup penting, karena di dalam Al-Qur„ân sendiri banyak

ayat-ayat yang berisi tentang kisah orang-orang dahulu. Sebagai contoh adalah

dalam QS. Al-A‟rāf {7}:176-177.

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan

(derajat)-nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan

menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti

anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu

membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah

perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka

ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat

buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami

dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. Ayat tersebut menjelaskan bahwa Kami (Allah SWT) akan

mengangkat orang Yahudi dan meninggikan dengan tanda-tanda

kekuasaan Kami ke derajat yang sempurna, namun ia (orang Yahudi) itu

tindakannya berlawanan dengan ketentuan Kami.70

Sehingga sulit bagi

orang yang mendustakan agama itu akan menjadi tinggi derajatnya. Hal itu

dikisahkan agar manusia mau berfikir dan tidak mengikuti orang-rang

yang mendustakan agama, sebab akibatnya justru akan menganiaya diri

sendiri.

Manfaat paling utama dan pelajaran yang paling penting yang bisa di

ambil dari kisah seperti itu adalah adanya peringatan tentang berlakunya hukum

Allah dalam kehidupan sosial serta pengaruh baik dan buruk dalam kehidupan

manusia. Kisah-kisah dalam Al-Qur‟ān merupakan petikan-petikan sejarah

70

Ahmad Mustafa Al-Maraghī, Tafsīr al-Maraghī, (Mesir: Dār al-Fikr, 1972), juz. IX, h. 107.

Page 57: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

44

sebagai pelajaran bagi umat manusia dan bagaimana mestinya kita menarik

manfaat dari peristiwa-peristiwa sejarah.71

Di lihat dari segi mad‟u yang di hadapi, maka secara umum metode

dakwah bisa di klarifikasikan kepada :

1. Metode individual, metode ini pada prakteknya di laksanakan secara

individu dari pribadi ke pribadai (face to face), atau sering di sebut dengan

cara personalapproach, yakni pendekatan secara pribadi. Meskipun

seandainya mad‟u yang di hadapi berjumlah banyak, tetapi cara

menghadapinya adalah salah satu.

2. Metode kelompok, kemungkinan mad‟u yang di hadapi merupakan

kelompok yang banyak, dan cara menghadapinya dengan sekaligus.

Semua dakwah yang menggunakan media komunikasi massa, dapat di

pastikan menggunakan metode ini, sebab pembaca koran, penonton

televisi atau pendengar radio adalah umum, yang harus di hadapi oleh Dai

secara umum pula.72

Sedangkan bila di lihat dari sifatnya, maka metode dakwah terbagi pada

beberapa macam, antara lain :73

1. Metode Ceramah, yaitu penerangan secara lisan oleh dai kepada

mad‟u, atau oleh komunikator kepada komunikan. Metode ini sangat

tepat apabila komunikan (mad‟u) yang di hadapi merupakan kelompok

yang berjumlah besar dan di perlukan menghadapinya secara

71

Ahman bin al-Syirbashī, Tārīkh Tafsīr al-Qur‟ān, di terjemahkan oleh Pustaka Fordaus,

Sejarah Tafsir Al-Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), h. 60. 72

H.A Sumianto, Metode Dakwah (Bagi Suku Baduy di Banten), Diktat, Fakultas

Ushuluddin (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1975), h. 3. 73

Rubiyanah, dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Lembaga Penelitian,

2010), h. 96-100.

Page 58: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

45

sekaligus. Kelemahan metode ini, yaitu sulit mengetahui sampai di

mana dakwah yang di sampaikan itu dapat di pahami oleh masing-

masing individu mad‟u. Sedangkan kesan yang ada pada pendengar,

belum tentu serasi dengan pesan yang di sampaikan oleh pembicara,

karena pendengar mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.

Menurut Prof. Dr. H. Husnul Aqib Suminto, kelemahan tersebut bisa

di kurangi dengan cara sebagai berikut :

a. Mengusahakan agar dakwah yang di sampaikan itu menarik.

Dalam hal ini, dai perlu memerhatikan beberapa unsur

menyangkut pemilihan bahan yang di sampaikan, sistematika

penyusunan bahan tersebut, dan penyajiannya, termasuk bahasa

serta variasinya.

b. Menggunakan alat bantu yang di perlukan, di samping

menghindarkan hal-hal yang bisa menggangu berlangsungnya

komunikasi.

2. Metode Tanya Jawab.74

Metode tanya jawab ini yang di maksudkan

adalah suatu metode bentuk pertanyaan yang di sampaikan oleh umat

74

Tanya jawab ialah proses dialog antara orang yang mencari informasi dengan orang

yang memberikan informasi. Pemberi informasi adalah seorang ahli, yang menjadi spesialis dalam

suatu bidang tertentu, atau yang dianggap mengenal dan mengetahui suatu masalah secara baik.

Penanya mengharapkan informasi yang luas atas apa yang di tanyakan. Dalam proses komunikasi

ini, penanya mengemukakan pertanyaan sedemikian rupa, sehingga orang yang di tanya

memberikan informasi atau jawaban. Jumlah orang yang bertanya bisa hanya satu orang atau lebih,

bahkan tidak terbatas jumlahnya. Jawaban yang di berikan oleh informan (pemberi informasi),

dapat hanya tertuju kepada satu orang, kepada sekelompok orang atau tertuju kepada semua orang.

Semakin tenang penampilan orang yang di tanya, semakin besar efek komunikasi dengan mereka

yang bertanya. Ada tiga bentuk Tanya Jawab, yaitu interview, komperensi pers dan tanya jawab

pengadilan. Interview adalah tanya jawab antara wartawan dan seorang pejabat (politik) atau tanya

pendapat dengan orang-perorangan dalam hubungan dengan penelitian ilmiah. Komperensi pers

adalah pertemuan informatif dengan seorang pejabat sesudah ceramah, perundingan atau

kenperensi. Tanya jawab pengadilan (interogasi) adalah dialog penyelidikan antara petugas dan

terdakwa, atau orang yang bersalah. Dori Wuwur Hendrikus, Retorika Terampil Berpidato,

Berdiskusi, Beragumentasi, Bernegosiasi (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 113-14.

Page 59: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

46

tentang sesuatu masalah, kemudian ayat selanjutnya memberikan

jawaban atas pertanyaan yang di sampaikan itu. Jadi dalam metode ini

umat menyampaikan pertanyaan pada hal-hal yang belum di ketahui

kepada seseorang yang dianggap lebih tahu yang akhirnya dapat

memberikan jawaban yang memuaskan hatinya.75

Metode ini hampir sama dengan metode ceramah, yakni dalam hal

sama-sama menggunakan lisan. Hanya bedanya, dalam metode

ceramah peran aktif berada ditangan dai. Sedangkan dalam metode

tanya jawab, perannya bisa timbal balik. Keunggulan metode tanya

jawab antara lain :

a. Dakwah berlangsung lebih hidup, sebagai dai dan mad‟u sama-

sama aktif.

b. Memberikan kesempatan kepada mad‟u untuk menggunakan hal-

hal yang di rasakan kurang jelas, sehingga ibarat dokter dai dapat

memberikan obat sesuai dengan penyakit yang dikeluhkan oleh

pasien.

c. Bisa di ketahui adanya perbedaan pendapat antara dai dan mad‟u,

sehingga dapat di bawa kearah diskusi. Adapun kelemahannya,

metode ini bisa menyebabkan penyampaian dakwah menyimpang

dari pokok persoalan. Pertanyaan yang di ajukan oleh mad‟u bisa

membawa kepada jwaban yang teerpaksa menyimpang kepersoalan

yang baru. Di samping itu, metode Tanya Jawab ini tidak dapat di

gunakan menghadapi mad‟u yang berjumlah banyak secara berdiri

75

Journal, Budiharjo, Konsep Dawkah Dalam Islam (Salatiga: IAIN Salatiga), h. 110.

Page 60: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

47

sendri. Usaha untuk mengatasinya kelemahan tersebut, yaitu

dengan mengadakan kontrol yang ketat dalam mengendalikan

jawaban.

Metode tanya jawab ini pada masa Rasulullah SAW. banyak sekali

bentuknya, yaitu para sahabat bertanya mengenai berbagai masalah

atau persoalan yang mereka temui kepada baginda Rasul. Dalam

berbagai pertanyaan dari para sahabat ini Rasulullah dalam

menjawabnya melalui wahyu atau Hadīts.

3. Metode Sinetron/Film, yakni mendramatiskan masalah-masalah sosial

dengan maksud memindahkan ide (isi dakwah) dari penulis skenario

(dai) kepada komunikan (mad‟u). Unsur hiburan inilah yang

menempatkan metode sinetron/film menjadi metode yang baik sebagai

selingan bagi metode-metode lain. Saat ini, masyarakat banyak yang

merespon positif degan adanya tayangan sinetron-sinetron dan film

religi, karena tidak hanya bersifat tontonan, melainkan juga terdapat

nilai tuntunan. Misalnya tayangan sinetron walisongo, sungguh sangat

bermanfaat bagi penonton, sebab isi dari tayangan tersebut

mengandung pesan-pesan dakwah yang mudah di cerna dan di contoh.

Demikian pula film-film layar lebar, seperti : Ayat-Ayat Cinta, Ketika

Cinta Bertasbih, Wanita Berkalung Sorban, Do‟a Yang Mengancam,

Emak Ingin Naik Haji, Sang Pencerah dan sebagainya mendapat

sambutan baik dari hampir seluruh lapisan masyarakat, termasuk

kalangan ulama. Bahkan MUI menganjurkannya kepada umat Islam

untuk menonton film itu. Padahal, film layar lebar di kalangan para

Page 61: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

48

ulama, sering kali di nilai negatif. Ini menunjukkan bahwa yang

terpenting adalah isi atau pesan yang di tayangkan. Film-film layar

lebar yang biasanya hanya menanyakan pola hidup yang sekuler,

hedonis dan pornografi memicu para ulama serta ormas-ormas Islam

Antipati. Namun ketika film-film layar lebar, menyampaikan pesan-

pesan moral yang Islami, maka mayoritas masyarakat muslim

mendukungnya.

Dari beberapa metode dakwah di atas, dapat di jadikan bahan acuan bagi

para dai untuk di aplikasikan dalam merealisasikan dakwah sesuai dengan

kebutuhan, metode mana yang di pandang relevan dengan situasi dan kondisi

yang di hadapi, dengan berpijak kepada apa yang telah di lakukan Rasulullah

SAW sebagai dai yang sukses melaksanakan dakwah. Thomas W. Arnold

mengatakan, “studi tentang pendiri Islam dan peletak dasar dakwah, akan dapat

memberi gambaran mengenai hakikat serta watak dari dakwah”.76

76

Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam (Jakarta: Widjaya, 1995), Cet. 3, h. 10.

Page 62: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

49

BAB III

WACANA DAN KRITIK KARAKTER DAI INDONESIA

A. Dai dan Dakwah di Indonesia

Sampai dengan abad ke-8 H/14 M, belum ada peng-Islaman penduduk

pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H/15 M, penduduk

pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa

masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut

disebabkan pada saat itu kaum muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang

berarti. Yaitu, di tandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam,

seperti kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa

kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra-Islam

dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara

lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan

hindu atau Budha, seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam

The Preaching of Islam mengatakan bahwa, kedatangan Islam bukanlah sebagai

penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia

Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut

kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar

menunjukkannya sebagai Rahmatan Lil „Alamin.1

Dalam literatur yang beredar dan menjadi arus besar sejarah, masuknya Islam

ke Indonesia selalu di identifikasikan dengan penyebaran agama oleh orang Arab,

1Wahyu Ilaihi, dan Harjani Efni, Pengantar SejarahDakwah, (Jakarta : Kencana, 2007),

Cet. 1, h. 171, mengutip dari Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam.

Page 63: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

50

Persia ataupun Gujarat. Namun ada penemuan lain di mana yang di tulis oleh

Slamet Mulyana ini berhasil memberikan satu warna lain, yaitu bahwa Islam di

Nusantara tidak hanya berasal dari wilayah India dan Timur Tengah, akan tetapi

juga dari Cina, tepatnya Yunan. Dipaparkan bermula dalam pergaulan dagang

antara muslim Yunan dengan penduduk Nusantara. Pada kesempatan itu terjadilah

asimilasi budaya lokal dan agama Islam yang salah satunya berasal dari daratan

Cina. Diawali saat armada Tiongkok Dinasti Ming yang pertama kali masuk

Nusantara melalui Palembang tahun 1407. Saat itu mereka mengusir perompak-

perompak dari Hokkian Cina yang telah lama bersarang di sana. Kemudian

Laksamana Cheng Ho membentuk kerajaan Islam di Palembang. Kendati kerajaan

Islam di Palembang terbentuk lebih dahulu, namun dalam perjalanannya sejarah

kerajaan Islam Demaklah yang lebih di kenal.2

Sementara itu, dalam sejarah penyebaran agama Islam terutama di Pulau Jawa

banyak di temukan Literatur bahwa pada masa awal, dai sebagai penyebar Islam

banyak dipegang peranannya oleh para “Wali Sembilan” yang lebih di kenal

dengan “Walisongo”. Kata wali berasal dari Al-Qur‟ān yang banyak memiliki arti

antara lain: penolong, yang berhak, yang berkuasa. Wali juga memiliki arti

pengawal, kekasih, ahli waris, dan pengurus. Walisongo di sini diartikan sebagai

2Sejarah masuknya Islam yang disebabkan oleh muslim Tionghoa dari Yunan tidaklah

berbeda dengan sejarah masyarakat dunia yang mengembara untuk mendapatkan kekayaan,

penyebaran agama, dan kemuliaan (Gold, Gospel dan Glory). Hanya orang-orang Tionghoa dari

Yunan datang tidak langsung secara besar-besaran dengan kekuatan Militer, tetapi bergelombang

sebagai pedagang. Awalnya yang datang pertama kali hanyalah rombongan laki-laki yang

kemudian menikah dengan wanita setempat. Dari sinilah kemudian terbentuk komunitas Tionghoa,

kemudian muncul pemimpin di antara mereka, hingga merasa perlu untuk membangun kekuatan

pasukan. Wahyu Ilaihi, S.Ag, M.A, Harjani Efni, Lc, M.A, Pengantar SejarahDakwah (Jakarta:

Kencana, 2007), Cet. 1, h. 172, mengutip dari Slamet Mulyana, Runtuhnja Keradjaan Hindu Jawa

dan Timbulnja Negara-negara Islam di Nusantara (Jakarta: Bhrata, 1968).

Page 64: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

51

sekumpulan orang (semacam dewan dakwah) yang di anggap memiliki hak untuk

mengajarkan Islam kepada masyarakat Islam di bumi Nusantara pada zamannya.3

Walisongo di percaya sebagai peletak batu pertama Islam di Pulau Jawa.

Kiprah Walisongo dalam peta dakwah Islam di Indonesia pada umumnya dan di

Pulau Jawa khususnya memang merupakan fakta sejarah yang tidak terbantahkan.

Oleh sebab itu, wajar jika H.J. Vanden Berg pun tanpa ada rasa keraguan

mengatakan, “Adapun yang memimpin penyebaran Islam ini adalah para Wali,

merekalah yang memimpin pengembangan agama Islam di seluruh Jawa”.4

Dalam menetapkan sasaran mad‟u (mitra dakwah) para walisongo terlebih

dahulu melakukan perencanaan dan perhitungan yang akurat di imbangi dengan

pertimbangan yang rasional dan strategis yakni dengan mempertombangkan

faktor geostrategis dan metode yang telah tetapkan. Maka itu proses Islamisasi di

Pulau Jawa berada dalam kerangka proses akulturasi budaya.5

Dalam melaksanakan misinya terjadi pembagian kerja yang sangat senergis

walaupun mereka tidak hidup dalam satu zaman. Hal ini dapat di lihat dari

pembagian kerja dengan mengambil resening formasi 5:3:1, yakni lima di Jawa

Timur, tiga di Jawa Tengah, dan satu di Jawa Barat. Dan pembagian tersebut

didasarkan atas kondisi yang terjadi pada mad‟u pada saat itu.6 Pertimbangan

orientasi kegiatan dakwah di arahkan pada pusat-pusat kekuasaan politik. Ini

3Asep Muhyiddin, Agus Ahmad Safe‟i, Metode Pengembangan Dakwah (Bandung : CV

Pustaka Setia, 2002), h. 124. 4Van Den Berg, Dari Panggung Sejarah, Terjemahan Koreskamp dan I.P. Simanjutak

(Bandung: W. Van Hoeve Ltd, 1959), h. 393. 5Wahyu Ilaihi, Harjani Efni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007), Cet.

1, h. 172. 6Asep Muhyiddin, Agus Ahmad Safe‟i, Metode Pengembangan Dakwah (Bandung: CV

Pustaka Setia, 2002), h. 124.

Page 65: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

52

dapat di lihat di mana wilayah yang dijadikan basis teritorial kegiatan dakwah

wali di Jawa Timur ternyata memiliki bandar atau Kota Pelabuhan.7

Di samping daerah perdagangan, Jawa Timur mendapat perhatian besar dari

para wali, dengan ditempatkannya lima wali dengan wilayah dakwah yang

berbeda-beda, karena Jawa Timur pada saat itu merupakan pusat kekuasaan

politik, yakni Kerajaan Kediri, dan Majapahit. Maulana Malik Ibrahim sebagai

perintis mengambil perannya di daerah Gresik. Setelah beliau wafat wilayah ini di

kuasai oleh Sunan Giri. Kemudian Sunan Ampel mengambil posisinya di daerah

Surabaya. Dan Sunan Bonang sedikit di Utara yaitu Tuban. Sementara Sunan

Drajat di Sedayu.8

Di Jawa Tengah para wali lebih terlihat sebagai penyebar Islam yang

berprofesi sebagai pedagang. Dengan mengambil posisi di Demak, Kudus, dan

Muria. Di Jawa Tegah pusat kekuasaan politik agama Hindu dan Buddha dapat di

katakan sudah tidak berperan lagi, namun realitasnya masyarakat masih

terpengaruh oleh budaya yang ajarannya bersumber dari ajaran Buddha dan

Hindu. Penempata ketiga wali di Jawa Tengah juga sekaligus berfungsi sebagai

pusat pelayanan penyebaran agama Islam di Indonesia Tengah, karena pada saat

itu pusat kegiatan politik dan ekonomi beralih ke daerah tersebut, dengan

runtuhnya Kerajaan Majapahit dan munculnya Kesultanan Demak.

7Hal tersebut sesuai dengan ciri Islam sebagai ajaran yang didakwahkan para Dainya

yang rata-rata berprofesi pedagang. Dengan berada ada pusat-pusat perdagangan dan pelabuhan

penyebaran agama Islam akan lebih efektif. Di mana daerah tersebut merupakan jalur komunikasi,

interaksi, dan sosialisasi ajaran melalui hubungan ekonomi atau perdagangan yang merupakan cara

yang efektif dan efisien. 8Wahyu Ilaihi, Harjani Efni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007), Cet.

1, h. 173.

Page 66: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

53

Sedangkan di Jawa Barat proses penyebaran Islam hanya di lakukan oleh

seorang wali karena penyebaran agama Islam di Indonesia Barat sudah lebih baik,

terutama di Sumatra dapat di katakan merata bila di bandingkan dengan kondisi di

Indonesia Timur.

Sedangkan metode yang di kembangkan oleh para wali dalam gerakan

dakwahnya adalah lebih banyak melalui media kesenian budaya setempat di

samping melalui jalur sosial-ekonimi. Atau lebih tepatnya peng-Islaman kultur

atau mengkulturkan Islam. Sebagai contoh adalah dengan media kesenian wayang

dan tembang-tembang Jawa yang di modifikasi dan di sesuaikan oleh para wali

dengan konteks dakwah. Dan sebagai gambaran spesifiknya dakwah yang di

kembang oleh masing-masing para wali sembilan tersebut dapat kita analisis

sebagai berikut:9

1. Maulana Malik Ibrahim

Nama lain dari Maulana Malik Ibrahim adalaha Maulana Maghribi, dan

Maulana Ibrahim. Terjadi perbedaan mengenai asal muasal dari Maulana Ibrahim

ini. Menurut tradisi atau Babad Jawa beliau adalah seorang ulama dari tanah

Arab, keturunan Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad.10

Sementara itu, Hamka

menulis bahwa beliau ini berasal dari Kasyan, Persia, dan seorang bangsa Arab

keturunan Rasulullah yang datang ke Jawa sebagai penyebar agama Islam.11

9Wahyu Ilaihi, dan Harjani Efni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007),

Cet. 1, h. 174. 10

Hoesain Djadjadiningrat, Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten (Jakarta: Djambatan,

1983), h. 274. 11

Wahyu Ilaihi, dan Harjani Efni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007),

Cet. 1, h. 174, mengutip dari Hamka, Sejarah Umat Islam IV (Jakarta: Bulan Bintang, 1981).

Page 67: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

54

Pola dakwah Islam yang berhasil beliau kembangkan adalah sebagai berikut :

a. Bergaul dengan para remaja. Dengan bergaul dan berinteraksi dengan

remaja inilah Maulana Malik Ibrahim akan lebih mudah dalam

menyebarkan dakwahnya. Karena dengan begitu dapat mengerti karakter

dari mad‟u sehingga dapat menentukan metode yang tepat dalam

menyampaikan ajaran Islamnya.

b. Membuka pendidikan pesantren. Anak-anak yang ingin belajar ilmu

agama ditampung dalam sebuah pesantren. Mereka di perkenalkan secara

langsung cara melaksanakan ajaran Islam. Dan dari sinilah kemudian

muncul para kader-kader dai yang profesional yang pada gilirannya

berperan sebagai guru dalam masyarakatnya. Dan di antara mereka

kemudian ada yang mendirikan pondok-pondok pesantren sebagai sarana

mengamalkan dan mengabdikan ilmunya pada masyarakat. Dari pesantren

yang telah di dirikan selanjutnya lahir para dai yang memiliki kemampuan

yang tinggi dalam memperjuangkan dakwah Islam selajutnya.

2. Sunan Ampel

Gelar Sunan Ampel adalah Raden Rahmat, sedangkan nama mudanya adalah

Ahmad Rahmatullah. Beliau adalah putra dari Ibrahīm Asmorokandi seorang

ulama Kamboja yang kemudian menikah dengan putri Majapahit.

Beberapa pola dakwah yang di kembangkan oleh Sunan Ampel adalah :

a. Menyerukan dan melanjutkan perjuangan yang telah di lakukan wali

sebelumnya, yaitu Maulana Malik Ibrahim. Dengan mengadakan

Page 68: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

55

pendidikan bagi masyarakat, khususunya para kader bangsa dan para

mubhaligh.

b. Menyiapkan dan melatih generasi-generasi Islam yang dapat di andalkan.

Untuk itu dipilih pemuda-pemuda yang cerdas dan tangkas yang kemudian

di persipakan sebagai kade dai inti, seperti Sunan Giri, Raden Fatah,

Maulana Ishak, dan lain sebagainya.

c. Membangun hubungan silaturrahmi dan persaudaraan dengan putra

pertiwi (pribumi). Yaitu, dengan menikahkan putri daerah setempat.

d. Melebarkan wilayah dakwahnya, yaitu dengan mengutus para

kepercayaannya untuk berdakwah ke wilayah lain. Seperti dengan

mengutus Maulana Ishak untuk berdakwah di daerah Blambangan.

3. Sunan Giri

Nama lain dari Sunan Giri adalah Joko Samudro, Raden Paku, Prabu Satmata.

Selain nama tersebut beliau juga memiliki gelar, yaitu Sultan Abdul Faqih karena

sangat yakin dan mendalam ilmu fiqihnya. Beliau adalah putra dari Maulana

Ishak.12

Sunan Giri adalah seorang dai sekaligus ulama ulung yang di bekali

pengetahuan agama yang cukup memadai. Dalam syiar dakwah yang pertama kali

di lakukannya adalah dengan mendirikan masjid. Dan kemudian beliau

mendirikan beberapa pondok pesantren dan mengajarkan ilmu-ilmu agama,

seperti ilmu fiqih, ilmu hadis, serta nahwu dan shorof kepada anak didiknya.

12

Umar Hasyim, Sunan Giri (Kudus: Menara Kudus, 1979), h. 17.

Page 69: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

56

Namun, secara keseluruhan pola dakwah yang telah di kembangkan beliau

adalah :

a. Membina kader dai inti, yaitu mereka yang dididik di diperguruan Giri.

b. Mengembangkan Islam ke jalur Jawa. Pola dakwah yang di

kembangkannya dan tidak di lakukan wali-wali sebelumnya adalah

usahanya mengirim anak muridnya ke plosok-plosok Indonesia untuk

menyiarkan Islam, misalnya Pulau Madura, Bawean, Kangean, bahkan

sampai ke Ternate dan Huraku yakni kepulauan Maluku.

c. Menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat secara luas, yaitu dengan

mewujudkan gamelan sekatan,13

kesenian wayang kulit yang sarat

berisikan ajaran Islam, merintis permainan-permainan anak yang berisikan

ajaran Islam,14

serta mengarang lagu-lagu Jawa yang di sisipi dengan

ajaran Islam.

4. Sunan Kudus

Nama lain dari Sunan Kudus adalah Ja‟far Shadiq, Raden Udung atau Raden

Utung, dan Raden Amir Haji. Sunan Kudus terkenal sebagai ulama besar yang

menguasai ilmu hadis, ilmu tafsir Al-Qur‟ān, ilmu sastra, mantik, dan terutama

sekali ilmu fiqih. Dengan ketinggian ilmunya itulah, maka kemudian beliau di

juluki “Waliyul „Ilmi” yang artinya wali yang menjadi gudang ilmu.15

Di samping

13

Gamelan dipasang di serambi dan hanya dibunyikan pada peringatan Maulid Nabi.

Orang-orang yang ingin menyaksikan harus datang ke masjid. Dan sebagi orang ongkosnya

mereka harus mengikuti ketentuan, seperti berwudhu terlebh dahulu. Setelah itu mereka harus

memasuki gapura masjid yang artinya mereka mendapat ampunan (ghofur). Kemudian membaca

syahadat, yang dengan sendirinya mereka telah masuk Islam. 14

Main-mainan tersebut ternyata tetap populer dan eksis sampai sekarang di antaranya

yang di kenal dengan permaina, jamuran, jalungan, gula ganti, dan sebagainya. 15

Muhammad Syamsu as, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya (Jakarta:

Lentera, 1999), h. 55.

Page 70: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

57

itu, beliau juga merupakan seorang pujangga besar daengan daya kreativitasnya

berinisiatif mengarang dongeng-dongeng pondok yang bersifat dan berjiwa seni

Islam.

Pola dakwah yang di kembangkannya banyak bercorak pada bidang kesenian.

Salah satu karya ciptanya yang terkenal adalah Gending Maskumambang dan

Mijil. Dalam menarik simpati masa, beliau meleburkan diri dengan budaya

setempat, sehingga lebih menarik dan merakyat. Seperti yang di lakukan pada

peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, banyak warga yang berduyun-duyun

datang untuk menyaksikannya. Dan inilah yang di manfaatkan untuk syiar Islam.

Di gapura masjid semua orang harus membaca dua kalimat syahadat terlebih

dahulu sebelum memasukinya. Dan inilah yang kemudian di sebut dengan

syahadatain suatu ucapan dalam dakwah Islam. Yang di Jawa Tengah dan Jawa

Timur terkenal dengan upacara sekaten (dari asal syahadatain).

5. Sunan Bonang

Jika Sunan Giri mendapat gelar Prabu Satmata, maka Sunan Bonang

mendapat julukan nama Prabu Nyokrokusumo.16

Namun ketika remja Sunan

Bonang memiliki nama Maulana Makhdum Ibrahim. Beliau adalah putra Sunan

Ampel dan Nyai Ageng Manila.17

Di masa hidupnya sunan bonang adalah termasuk penyokong dari Kerajaan

Demak dan ikut pula membantu pendirian Masjid Agung di kota Bintaro Demak.

Program dakwah yang di kembangnya adalah :

16

Tamar Djaya, Pusaka Indonesia-Riwayat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air

(Jakarta: Bulan Bintang, 1965), h. 147. 17

Wahyu Ilaihi, dan Harjani Efni, Pengantar Sejarah Dakwah (Jakarta: Kencana, 2007),

Cet. 1, h. 177, mengutip dari Salihin Salam, Sekitar Walisanga (Kudus: Menara Kudus, 1982)

Page 71: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

58

a. Pemberdayaan dan peningkatan jumlah dan mutu kader dai, yaitu dengan

mendirikan pendidikan dan dakwah Islam.

b. Memasukkan pengaruh Islam kedalam kalangan bangsawan keraton

Majapahit. Sunan Bonang lah yang memberikan didikan Islam kepada

Raden Fatah, Sultan Demak pertama, dan putra bangsawan lainnya.

c. Terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat. dalam berinteraksi dengan

masyarakat tersebut beliau menciptakan gending-gending atau tembang-

tembang Jawa yang sarat dengan misi pendidikan dan dakwah Islam,

seperti Simon, Dandang Gulo, Pangkur, dan lain-lain. Selain itu juga,

mengganti nama-nama hari naas menurut kepercayaan Hindu dan nama-

nama dewa Hindu dengan nama-nama malaikat dan nabi-nabi menurut

Islam.18

d. Melakukan kodifikasi atau pembukuan dakwah. Kodifiasi pesan dakwh

atau ajarannya di lakukan oleh murid-muridnya. Kitab itu ada yang

berbentuk puisi maupun prosa. Kitab inilah yang kemudian di kenal

dengan Suluk Sunan Bonang.

6. Sunan Drajat

Nama asli dari Sunan Drajat adalah Syaifuddin Hasyim, merupakan putra dari

Sunan Ampel. Dalam kehidupan beliau sehari-harinya beliau di kenal sebagai

waliyullah yang bersifat sosial, di mana dalam menjalankan aktivitas dakwahnya

beliau tidak segan-segan untuk menolong masyarakat bawah serta memperbaiki

kehidupan sosialnya.

18

Tamar Djaya, Pusaka Indonesia-Riwayat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air

(Jakarta: Bulan Bintang, 1965), h. 147.

Page 72: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

59

Adapun pola dakwah yang telah di kembangkannya adalah :

a. Mendirikan pusat-pusat atau pos-pos bantuan yang di atur sedemikian

rupa, sehingga memudahkan dalam pengaturan dan penyaluran bagi

masyarakat yang membutuhkannya.

b. Membuat kampung-kampung percontohan. Kampung-kampung

percontohan ini di pilih di tengah-tengah dengan tujuan agar menjadi pusat

rujukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mereka dalam segala hal.

c. Menanamkan ajaran kolektivisme, yaitu ajaran untuk bergotong-royong di

mana yang kuat menolong yang lemah, dan yang kaya menolong yang

miskin.

d. Dibidang kesenian beliau menciptakan tembang-tembang Jawa, yaitu

Pangkur.

7. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau nama lengkapnya adalah Syarif Hidayatullah putra

dari Syarif Abdullah dan Nyai Larasantang. Sunan Gunung Jati atau Fatahillah

selain seorang dai juga di kenal sebagai pahlawan bangsa yang gigih melawan

penjajahan. Dalam mempertahankan daerah teritorialnya adalah dengan

mengintegrasikan dari ancaman penjajah. Beliau berhasil mematahkan kekuasaan

Portugis pada tanggal 22 Juni 1527, yang kemudian menggatikan Sunda Kelapa

dengan Jayakarta (kemenangan yang paripurna).

Strategi metode pengembangan dakwah yang di lakukan Sunan Gunung Jati

lebih terfokus pada job description atau pembagian tugas di antaranya adalah

dengan melakukan :

Page 73: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

60

a. Melakukan pembinaan intern kesultanan dan rakyat yang masuk dalam

wilayah Demak di tangan wali senior. Dengan program utamanya adalah

masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah harus segera di Islamkan sebab

mereka merupakan kekuatan pokok. Sunan Gunung Jati mengorientasikan

dakwahnya pertahanan di Jawa bagian Barat dan ekspansi Asing.

b. Melakukan pembinaan terhadap luar daerah dengan menyerahkan

tanggung-jawabnya kepada para pemuda.

8. Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga memiliki nama lain Muhammad Said atau Joko Said. Putra

dari Raden Tumenggung Wilotileto merupakan seorang Bupati Tuban. Sunan

Kalijaga merupakan wali yang sangat dekat dengan masyarakat muslim Tanah

Jawa melebihi yang lainnya, sehingga banyak dongen-dongeng yang

menyelimutinya pada masa kehidupannya. Kelebihan lain yang beliau miliki

adalah kemampuannya memasukkan pengaruh Islam kepada kebiasaan adat

istiadat masyarakat Jawa.

Pola dakwah yang telah di kembangkannya adalah :

a. Mendirikan pusat pendidikan di Kadilangu

b. Berdakwah lewat kesenian. Di antaranya adalah tradisi selamatan peninggalan

agama Hindu dan Buddha didekati dengan cara tahlil

c. Memasukkan hikayat-hikayat Islam ke dalam permainan wayang. Dan beliau

ini merupakan pencipta wayang kulit dan pengarang buku-buku wayang yang

mengandung cerita dramatis dan berjiwa Islam.19

19

Hamka, Sejarah Umat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 288.

Page 74: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

61

9. Sunan Muria

Nama lain dari Sunan Muria adalah Raden Prawoto, Raden Umar Syahid.

Beliau adalah putra Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh.20

Dalam kesehariannya

beliau mencerminkan pribadi yang menempatkan rasa cinta kepada Allah SWT.

Maka tak heran beliau merupakan seorang sufi atau ahli tasawuf.

Seperti dengan wali-wali sebelumnya pola dakwah yang beliau kembangkan

yang syarat dengan ajaran Islam yang berbentuk seni. Adapun pola dakwah yang

di kembangkan oleh Sunan Muria adalah :

a. Menjadikan daerah-daerah pelosok pegunungan sebagai pusat kegiatan

dakwah

b. Berdakwah melalui jalur kesenian. Dengan menciptakan geding Sinom,

Kinanti, dan sebagainya.

B. Pergeseran Karakter Dai di Era Modern

Untuk memahami konsep modern akan lebih mudah kalau di lacak dari akar

katanya. Secara etimologis term modern berasal dari bahasa Latin “moderna”

yang berarti sekarang, baru, atau saat ini. Atas dasar itu, manusia di katakan

modern sejauh kekinian menjadi pola kesadarannya. Dalam bahasa Indonesia

istilah modern sendiri adalah adjektive (kata sifat), di mana dalam gramatikal

Indonesia sebuah adjektive apabila di tambahi dengan “isasi” berarti mempunyai

makna proses, jadi modernisasi merupakan sebuah proses modern. Kata sifat ini

akan mempunyai arti lain lagi, bila di bubuhi dengan “isme”. Karena

20

Abdul Rozaq, Kisah Keteladanan Wali Songo, Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa

(Surabaya: CV Surabaya, tt). h. 83.

Page 75: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

62

menunjukkan paham, kredo, atau aliran, maka modernisme mempunyai makna

paham tentang modernitas.21

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam,

terutama sesudah pembukaan abad ke-19, yang dalam sejarah Islam di pandang

sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya

membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme,

demokrasi, dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru,

dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-

persoalan baru itu.22

Di dalam kemajuan teknologi dan cepatnya arus informasi,

cara dakwah bisa di katakan sangat “meriah”. Dakwah kian merambah ke

kelompok-kelompok yang sebelumnya atau dahulu tidak terbayangkan untuk di

sentuh.

Islam memandang kemajuan adalah sebuah perubahan yang sesuai dengan

tujuan dakwahnya. Dr. A. Ilyas Ismail, MA mengutip dari berbagai pandangan

Ulama Islam dan analisis Barat, mengatakan bahwa inti dari dakwah adalah

perbaikan (islah), yang berarti the improvment and development of society.23

Sedangkan al-„Alamah Ṯabāṯaba‟ī berpendapat: “manusia pada hakikatnya

senantiasa ingin sampai pada tujuanya dengan perantaraan jalan yang lebih dekat

dan mudah. Sedangkan manusia di berbagai tempat, kebutuhan akan alat dan

sarana berubah-ubah sejalan dengan temuan-temuan barunya.24

Oleh sebab itu

21

Zulkarnaini, “Dakwah Islam Di Era Modern,” Vol.26, No.3, (September 2015): h. 151-

158. 22

Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta:

Bulan Bintang, 1975), cet. 1, h. 11. 23

A Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Qutb (Penamadani, 2006), cet. 1, h. 8-9. 24

Murtadha Mutahhari, Islam dan Tantangan Zaman (Bandung : Pustaka Hidayah, 1996),

h. 137.

Page 76: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

63

negara-negara Muslim menyambut dengan baik datangnya ideologi modern.

Karena dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW adalah seorang yang mampu

menciptakan perubahan jahiliyah menuju peradaban Islam modern. Nabi

Muhammad SAW bersama sahabat-sahabatnya dapat mengubah demoralisasi

ekonomi, politik, dan budaya pada masa itu.

Kini agama berada di pojok gerbang abad modernitas. Sebuah zaman yang di

tandai dengan sangat intensnya perubahan yang melanda ranah kehidupan sosial

lantaran dipicu temuan-temuan baru dibidang teknologi dan industri.25

Seiring perkembangan kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi),

perubahan sosial di anggap sebuah fenomena yang bersifat problematik sampai

sekarang. Perubahan sosial yang di tuju dalam aktivitas dakwah adalah perubahan

yang terencana (planned changed). Dampak dari perubahan sosial yang terjadi

membuat pola pikir masyarakat semakin kritis terutama bagi golongan masyarakat

terpelajar. Mereka biasanya tidak tertarik pada ceramah-ceramah, atau pengajian-

pengajian yang bersifat umum yang cenderung klise, monoton, tidak rasional dan

berulang-ulang, bersifat indoktrinasi dan menggurui. Bahkan terkadang mereka

mengkritik atau menentang penjelasan-penjelasan tentang ajaran agama yang

dalam anggapan mereka tidak secara rasional atau ilmiah.

Perubahan masyarakat yang berlangsung pada erea kontemporer, maka para

dai perlu mengembangkan kredibilitasnya dan strategi dakwahnya sehingga dapat

melahirkan pemikiran-pemikiran atau metode dakwah yang kreatif dan inovatif,

sehingga dapat mengubah kemapanan pemahaman agama Islam di kalangan

25

Abdul Qasim al-Khu‟i, Menuju Islam Rasional, Sebuah Pilihan Memahami Islam

(Jakarta: PT. Hawra, 2003), h. IX

Page 77: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

64

masyarakat terpelajar maupun yang masih tertutup. Oleh karena itu, untuk

mendukung keberhasilan dakwah yang optimal pada era kontemporer, maka aspek

dasar yang harus di lakukan dari gerakan dakwah yaitu pengembangan pola dan

strategi dakwah para dai harus relevan dengan perubahan-perubahan sosial yang

selalu terjadi.26

Dengan demikian, pelbagai usaha untuk keberhasilan menyebarkan dakwah

Islam sangat terkait dengan perubahan-perubahan yang di alami manusia, tidak

dapat di pisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah

membuat manusia dapat menguasai, mengelola dan memanfaatkan alam untuk

kesejahteraan umat manusia, sehingga dakwah Islam dapat di terima oleh seluruh

alam.27

Untuk mencapai keberhasilan dalam berdakwah, perlunya langkah

seorang dai dalam dakwahnya mulai dari awal hingga akhir di iringi dengan ilmu

dan pengetahuan. Jika tidak, berarti dia dan petunjuk serta keberhasilan

dakwahnya akan tertahan. Pernyataan ini telah di sepakati oleh orang-orang yang

berpengetahuan.28

Oleh karena itu sebagai seorang dai sebelum masuk dakwah ke

ranah dunia modern hal yang harus di perhatikan pada aspek keilmuan dan

pengetahuan untuk keberhasilan dakwah pada masyarakat yang kritis.

Pada era kontemporer, ruang lingkup dakwah Islam menurut penulis seorang

dai juga harus mampu mendialogkan antara realitas dan pengajaran agama dengan

mengikutiperkembangan budaya modern dan secara aktif mengisinya dengan

nuansa-nuansa Islami dengan cara yang baik. Mendialogkan antara realitas dan

26

Thohir Yuli Kuswanto, Gerakan Dakwah di Kampus Riwayatmu Kini (Semarang:

Lemabaga Penelitian IAIN Walisongo, 2012), h. 39. 27

Muhammad Jakfar Puteh, Dakwah Dalam Kehidupan Modern (Yogyakarta: AK Group,

2006), h. 131. 28

Syaikh Sa‟id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Menjadi Dai Yang Sukses (Jakarta: Qisthi

Press, 2005), h. 10.

Page 78: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

65

pengajaran agama dalam penyampaian dakwah Islami tidak harus di mimbar,

masjid, majlis maupun lingkungan masyarakat. Sebagaimana yang di lakukan

walisongo, metode yang di lakukannya cenderung klasik atau tradisional. Bukan

berarti karena masuknya era kontemporer metode dakwah yang di gunakan para

walisongo tersebut ditinggalkan begitu saja, akan tetapi metode tersebut tetap di

gunakan, hanya saja ada penambahan metode baru yang sesuai dengan

perkembangan dunia modern seperti dakwah di media-media : baik televisi, media

sosial dan lain sebagainya.

Perkembangan dunia modernisasi saat ini sudah banyak di salah artikan.

Kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang menjadi ciri utama

modernisasi hanya menjadi sarana untuk mendapatkan kepuasan duniawi.

Sebagaimana yang kita lihat sekarang, saat ini tidak hanya kalangan artis saja

yang ingin masuk televisi, bahkan para dai pun juga banyak yang

menginginkannya, dan sekarang mulai menjamur di mana-mana. Menurut penulis

ketika seorang dai yang berdakwah di media televisi bertujuan untuk menegakkan

ajaran Islam, dan menyampaikan syari‟atnya itu sangat bagus, patut didukung dan

diapresiasi.

Namun realitasnya sebagian para dai yang dalam dakwahnya mengikuti

perkembangan dunia modern, seperti melalui media televisi. Saat ini tidak lagi

melihat sebuah makna atau menghayati makna mengajak, menyeru, mengundang

dan arti keikhlasan dalam menegakkan ajaran Islam. Akan tetapi yang di lihat

oleh dai televisi hanya sebuah mata pencaharian keuntungan pribadi baginya

dalam berdakwah. Sehingga esensi dakwah dalam artian mengajak kebaikan

tersebut hilang.

Page 79: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

66

Dengan demikian tujuan dakwah saat ini berbeda dengan tujuan dakwah

zaman dulu. Di mana tujuan dakwah zaman dahulu yang di bawakan oleh para

walisongo itu tidak sedikitpun memikirkan akan keuntungan duniawi, melainkan

pada saat itu para walisongo dalam dakwahnya hanya memikirkan visi misi

keberhasilan dakwahnya saja, sehingga mudahnya di terima dakwahnya di

kalangan oleh orang awam. Sedangkan sebagian dai saat ini hanya sekedar

menyampaikan ajaran Islam tanpa melakukakn evaluasi dan memikirkan

bagaimana keberhasilannya. Dengan kata lain, dai yang seperti ini lepas dari

tanggung-jawab akan keberhasilan dakwah yang di lakukan. Padahal berdakwah

tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban, tetapi perlu juga perencanaan yang

matang agar dakwah yang di lakukan dapat membuahkan hasil yang maksimal.

Jadi dai saat ini lebih mementingkan keuntungan dalam masalah materialnya

dibadingkan daripada keberhasilan dakwahnya, apalagi saat ini sebagian dai yang

seperti itu lebih cenderung pandai retorika dan berguyon atau bercanda saja

sehingga pesan penting dalam dakwahnya itu tidak ada, hanya menghibur

audiens/mad‟u saja, di bandingkan mementingkan keberhasilan dakwahnya.

C. Kritik Intelektual Dai di Masa Modern

Saat ini para Dai tidak lagi melakukan aktifitas dakwahnya dengan cara

Offline saja. Trend dakwah Online melalui media digital semakin di minati para

Dai „Zaman Now‟. Bahkan ada penceremah/muballigh yang belum sampai pada

tahap kualifikasi kajian keagamaan yang cukup, tapi sosoknya sudah “viral” dan

semakin terkenal.

Page 80: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

67

Ini sebenarnya yang menjadi penyebab turunnya martabat Dai di kalangan

para Dai Indonesia. Di mana banyak dari para dai yang berfokus hanya pada

aspek “rethoric” saja dalam berdakwah. Misalnya, humor yang berlebihan dan

mahir bercerita tetapi tidak melihat keilmuan dalam wawasan ke Islaman,

sehingga isi dari ceramah tersebut tidak memberika pesan penting dalam nilai ke-

agamaan melainkan hanyalah humor saja yang di dapat pada masyarakat.

Terkadang karena seringnya humor dan hanya menggunakan aspek “rethoric”

saja dalam berdakwah, pesan substansial dari ceramah agama yang di sampaikan

tidak bisa di pahami atau bisa jadi tidak di terima oleh masyarakat luas, sehingga

isi pesan tersebut menyebabkan kontroversial di mana-mana.

Beberapa waktu lalu masyarakat kita mengalami kehebohan luar biasa. Tiba-

tiba saja mereka sangat antusias memperdebatkan kata tertentu dalam Al-Qur‟ān,

tentang “Pendukung Pemimpin non-Muslim” pada pilgub DKI Jakarta lalu.

Sehingga menghasilkan perdebatan yang sangat seru. Sebagaimana Firman Allah

SWT pada ayat Al-Qur‟ān yang diperdebatkan pada saat itu :

Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan shalat untuk seseorang yang

mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau

berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah

dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS.At-Taubah {9}:84)

Ayat ini menunjukkan sebuah larangan untuk menshalatkan jenazah orang

munafik. Kemudian terjadilah saling menghujat, masyarakat yang mendukung Ca-

Gub DKI non-Muslim berpendapat bahwa ayat itu tidak di maksudkan untuk

Page 81: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

68

pendukung orang kafir. Namun masyarakat masjid tersebut, meyakini bahwa

siapapun yang mendukung calon pemimpin gubernur Non-Muslim adalah orang

munafik. Sehingga membuat masyarakat masjid setempat berujung pada sarkasme

dan kata-kata kasar. Yang paling mutakhir dibuatlah suatu banner dengan

bertuliskan “Masjid ini tidak menerima menshalatkan jenazah orang munafik”

dengan tujuan kepada pendukung Ca-Gub DKI Non-Muslim.

Menurut penulis, seharusnya di sinilah peran penting bagi para dai untuk

menjelaskan maksud dari ayat tersebut, sehingga mencegah umat Islam untuk

tidak gampang mengeluarkan kata kafir dan munafik kepada orang yang berbeda

pandangan politik.

Namun realitanya, peran dai pada saat itu tidak ada, layaknya tidak ada

masalah pada pandangan masyarakat tersebut. Sehingga tersulutnya pemerintah

untuk membuat suatu peraturan bagi para dai yaitu “Standarisasi untuk Para Dai

di Indonesia” dengan begitu pemerintah mengharuskan para dai/mubaligh untuk

mendaftarkan diri ke pemerintah hanya untuk mendapatkan “Sertifikat

Dai/Mubaligh Legal”.

Belakangan ini, masyarakat kita khususnya masyarakat awam mudah sekali

terpearangai akan suatu ajakan dai yang menurut penulis kurang berkompeten.

Dengan jargonnya kembali kepada Al-Qur‟ān dan kembali kepada Sunnah atau

Hadis yang membuat masyarakat awam mudah mau mengikutinya. Sehingga

membuat pola pikir masyarakat menjadi jumud (beku), tidak memberikan ruang

pada pendapat yang berbeda.

Page 82: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

69

Pada beberapa hari yang lalu, masyarakat kritis atau terpelajar di hebohkan

dengan dakwahnya salah seorang ustadz muda, ustadz muda tersebut di juluki

“ustadz gapleh” (gaul tapi sholeh) oleh sebagian kelompok Islam kalangan anak

muda setempat. Ustadz tersebut belum lama melakukan aktifitasnya dakwahnya di

kalangan anak muda daerah tersebut, isi dari pesan ustadz tersebut menuai banyak

kontroversi. Pada isi dakwahnya ustadz tersebut mengutip firman Allah dalam

ayat Al-Qur‟ān:

Dan dia mendapatimu sebagai orang yang sesat (bingung), lalu dia

memberikan petunjuk. (QS. Adh-Dhuha {93}:7)

Pada ayat tersebut ustadz muda yang di juluki Gapleh itu menjelaskan maksud

dari firman Allah Ta‟ala ضاال yang berarti sesat, ia menjelaskan makna sesat di sini

pada dasarnya manusia itu awalnya dalam ke adaan sesat, termasuk Nabi

Muhammad. Menurut dia nabi ketika lahir itu dalam keadaan sesat, dan siapapun

yang merayakan kelahiran Nabi (Maulid Nabi) menurut dia sama saja merayakan

kesesatan Nabi Muhammad. Dengan demikian, penjelasan ustadz tersebut

menjadi Viral di jagad maya Indonesia sehingga menimbulkan kontroversial pada

isi dakwah tersebut.

Kaum konservatif menganggap bahwa isi pesan ceramah yang di sampaikan

ustadz tersebut adalah membuat keributan antara kalangan selaku pecinta maulid

dan kalangan yang non maulid. Bagi kaum pencinta maulid isi pesan ustadz

tersebut sangat menyinggung perasaan kalangannya, di mana suatu kebiasaan

maulid yang di lakukan oleh kalangan pencinta maulid di nilai ustadz tersebut

sifatnya kurang baik, karena menilai perayaan maulid nabi itu memperingati

Page 83: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

70

sesatnya nabi Muhammad. Atas fenomena tersebut mengundang komentar dari

salah satu penDai yang sangat populer di kalangan masyarakat, yaitu UAS. Pada

narasi ceramah UAS, dia menjelaskan bahwa makna dari kata ضاال فهدى yaitu

sebelumnya engkau (Muhammad SAW) tahu makna hakikat Allah maka setelah

turun jibril membawa wahyu engkau (Muhammad SAW) pun menjadi tahu. Akan

tetapi, bagi kaum antipati terhadap maulid menilai isi pesan ustadz Gapleh

tersebut menurutnya sangatlah rasional dan di terima di kalangan tersebut.

Menurut penulis, perbedaan pemahaman sebenarnya perkara hal yang lumrah

dan wajar-wajar saja. Perbedaan memahami Al-Qur‟ān dan Hadis telah terjadi

sejak zaman Nabi Muhammad SAW dalam sebuah riwayat, di sebutkan tentang

toleransi yang di tunjukkan/di praktikkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika

menghadapi para sahabatnya dalam memahami perintah beliau.29

Adapun narasi video ceramah ustadz tersebut yang semakin viral itu menurut

penulis, banyak memuat pesan-pesan yang sifatnya penalaran sendiri saja tanpa di

dasari oleh kajian mendalam terhadap persaolan agama seperti merujuk pada

kitab-kitab yang populer dan terpercaya. Dengan demikian, menurut penulis

sebagai dai itu tidak serta-merta hanya menyamapaikan saja, apalagi

penyampaiannya itu tidak di imbangi dengan ilmu. Oleh karena itu sebelum

melakukan aktivitas dakwah, perlunya menguasai keilmuan agama terlebih.

29

Abdul Karim Munthe, dkk., Meluruskan Pemahaman Hadis Kaum Jihadis (Tangerang:

Yayasan Pengkajian el-Bukhori), h. xi.

Page 84: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

71

BAB IV

KRITERIA DAI IDEAL DALAM AL-QUR’ĀN

Nabi Muhammad SAW di utus oleh Allah SWT selain untuk memperbaiki

kerusakan akhlak juga memperbaiki aqidah umat manusia. Kini estafet perjuangan

Nabi diteruskan oleh umatnya. Penerus tugas para Nabi untuk menyampaikan

risalah atau amanah Allah SWT bagi umat manusia.1 Dai adalah pengambilan kata

dari penerus tugas Nabi, yang artinya dai di definisikan sebagai pelaku dakwah

atau meminjam istilah Quraish Shihab, yakni “pemberi dakwah”.2 Landasan dasar

untuk menjadi dai yaitu mengingatkan “amar ma‟ruf nahi munkar” yang berarti

syarat mutlak bagi seorang dai untuk kesempurnaan dan keselamatan hidup

masyarakat. ini merupakan kewajiban fitrah manusia sebagai makhluk sosisal

(makhluk ijtima‟i).3

Namun, menjadi dai adalah bukan tugas yang mudah untuk di lakukan bagi

setiap manusia. Sebagaimana Rasulullah SAW ketika di tanya oleh seorang

sahabatnya, seperti yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, “Apakah ayat yang

paling berat bagi engkau, ya Rasulullah?”. Lantas Rasulullah SAW membaca

surah al-Maidah {5} : 67.4

1Al Gharisah, Kami Dai Bukan Teroris (Solo: CV Pustaka Mantiq, 1992), cet. 4, h. 7.

2Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟ān (Bandung: Mizan, 1992), h. 193.

3Muhammad Natsir, Fiqhhud Dakwah (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, 1977),

h. 26. 4Atabik Luthfi, Tafsir Da‟awi Tadabbur Ayat-Ayat Dakwah Untuk Para Dai (Jakarta: Al-

I‟tishom Cahaya Umat, 2011), cet. 1, h. 38.

Page 85: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

72

Hai Rasul, sampaikanlah (semua) apa yang diturunkan kepadamu dari

Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang di perintahkan itu, berarti)

kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari

(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada

orang-orang yang kafir.

Meskipun ayat ini di tunjukkan kepada Rasulullah SAW, selaku muballigh

pertama dakwah Islam, namun kaidah “Amrun Lil-Rasul Amrun Li Ummatihi”,

bahwa perintah untuk Rasul adalah perintah juga untuk umatnya.5 Maka manhaj

dakwah dalam ayat ini berlaku untuk semua dai pasca Rasulullah SAW wafat.

Sehingga dalam konteks manhaj dakwah, ayat ini secara konseptual menunjukkan

manhaj dakwah Rasulullah yang asasi yaitu dakwah yang bersifat terbuka, umum,

terang-terangan dan komprehensif yang mencakup seluruh aspek kehidupan

manusia yang mengacu kepada totalitas agama Islam itu sendiri.

Dengan demikian, untuk mencapai keberhasilan misi dan tugas yang mulia

ini, tentu kualifikasi dan syarat kelayakan terutama dalam bentuk sifat-sifat terpuji

bagi para dai mutlak harus di penuhi, karena para dai adalah pencitra dakwah. Jika

mereka baik, maka dakwah akan di citrakan baik, begitupun juga sebaliknya “Ad-

Da‟watu Muhjabatun Bi ad-Du‟at” begitulah kemuliaan dakwah seringkali

tertutup dan tidak di rasakan oleh umat, justru karena perilaku dai sendiri yang

bertolak belakang dengan citra dakwah. Oleh karena itu, untuk mencegah hal yang

seperti ini, pada pembahasan bab ini, hal-hal yang harus di perhatikan untuk para

Dai sebelum berdakwah di sini penulis membagi pada empat sub. Di antara empat

sub yang penulis akan bahas, yaitu:

5Atabik Luthfi, Tafsir Da‟awi Tadabbur Ayat-Ayat Dakwah Untuk Para Dai, (Jakarta:

Al-I‟tishom Cahaya Umat, 2011), cet-1, h.39.

Page 86: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

73

A. Keilmuan dan Wawasan Bagi Seorang Dai

Bagi seorang dai dalam menunaikan tugas dakwahnya itu sangat di perlukan

persiapan yang matang agar dalam penyampaian dakwah tersebut berhasil. Di

antara persiapan-persiapan itu ialah seorang dai harus memiliki ilmu pengetahuan

dan wawasan yang luas, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah At-

Taubah {9}:122, sebagai berikut:

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi

semuanya (ke-medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan

di antara mereka beberapa orang untuk memperdalampengetahuan mereka

tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila

mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga

dirinya.

Di tinjau dari asbābun nuzūl, di mana Ibnu Abī Hātim meriwayatkan dari

„Ikrimah bahwa ketika turun ayat, “Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang),

niscaya Allah akan menghukum kamu dengan azab yang pedih...” (Qs. At-Taubah

{9}:39) Padahal waktu itu sejumlah orang tidak ikut pergi berperang karena

sedang berada di padang pasir untuk mengejar agama kepada kaum mereka, maka

orang-orang munafik mengatakan, “Ada beberapa orang di padang pasir tinggal

(tidak berangkat perang). Celakalah orang-orang padang pasir itu.” Maka turunlah

ayat, “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke-medan

perang)...”6

6Ibnu katsīr (2/528) menulis bahwa mujāhid mengatakan, “Ayat ini turun tentang beberapa

orang sahabat Rasulullahyang pergi ke padang pasir, lalu mereka mendapat perlakuan yang baik

dari pendukungnya, dan mereka memanfaatkan kesuburan daerah itu, serta mendakwahi orang-

Page 87: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

74

Ibnu Abī Hātim juga mengambil pendapat yang di riwayatkan oleh Abdullāh

bin „Ubaid bin „Umair, katanya; “Karena amat bersemangat untuk berjihad,

apabila Rasulullah mengirim suatu pasukan, kaum Muslimin biasanya ikut

bergabung ke dalamnya dan meninggalkan Nabi SAW. Di Madinah bersama

sejumlah kecil warga. Maka turunlah ayat ini.”

Menurut Quraish Shihab, ayat ini menuntun kaum Muslimin untuk

membagi tugas dengan menegaskan bahwa tidak sepatutnya bagi orang-

orang mukmin yang selama ini di anjurkan agar bergegas menuju medan

perang pergi semua ke medan perang sehingga tidak tersisa lagi yang

melaksanakan tugas-tugas yang lain. Jika memang tidak ada panggilan yang

bersifat mobolisasi ini maka mengapa tidak pergi dari setiap golongan, yakni

kelompok besar di antara mereka beberapa orang dari golongan itu untuk

bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama sehingga

mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan untuk orang lain

dan juga untuk memberi peringatan kepada kaum mereka yang menjadi

anggota pasukan yang di tugaskan Rasulullah SAW itu apabila nanti setelah

selesainya tugas, mereka yakni anggota pasukan itu telah kembali kepada

mereka yang memperdalam pengetahuan itu, supaya mereka yang jauh dari

Rasulullah SAW karena tugasnya dapat berhati-hati dan menjaga diri

mereka.7

Kata فق di sini bukan terbatas pada apa yang di istilahkan dalam disiplin ilmu

agama dengan ilmu fiqh, yakni pengetahuan tentang hukum-hukum agama Islam

yang bersifat praktis dan yang di peroleh melalui penalaran terhadap dalil-dalil

terperinci. Pengertian dengan agama, agaknya (pendalaman pengetahuan itu) تفق

untuk menggarisbawahi tujuan pendalaman itu, bukan dalam arti pengetahuan

orang yang mereka temui. Penduduk setempat berkata kepada mereka, „Kami lihat kalian telah

meninggalkan para sahabat kalian dan kalian mendatangi kami.‟ Kami itu mendatangkan rasa tidak

enak dalam hati mereka. Lalu mereka semuanya meninggalkan daerah padang pasir untuk

menghadap Rasulullah. Maka Allah menurunkan firman-Nya (وفز ال ,Jalaluddin Asy-Syuyuṯi .(في

Sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟ān, Terjemahan Lubābun Nuqūl Fī Asbābin Nuzūl (Jakarta: Gema

Insani, 2008), cet. 1, h. 309. 7M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 5, h. 288.

Page 88: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

75

tentang ilmu agama. Al-Qur‟ān tidak membedakan ilmu. Ia tidak mengenal istilah

ilmu agama dan ilmu umum karena semua bersumber dari Allah SWT.8

Menurut penulis ayat ini menggarisbawahi pentingnya memperdalam ilmu

dan menyebarluaskan informasi yang benar. Ia tidak kurang penting dari upaya

mempertahankan wilayah. Bahkan, pertahanan wilayah erat dengan kemampuan

informasi serta kehandalan ilmu pengetahuan atau sumber daya manusia.

Menurut pendapat mayoritas ulama, yang di maksud dengan orang yang

memperdalam pengetahuan demikian juga yang memberi peringatan adalah

mereka yang tinggal bersama Rasulullah SAW. Dan tidak mendapat tugas sebagai

anggota pasukan, sedangkan mereka yang di beri peringatan adalah anggota

pasukan yang keluar melaksanakan tugas yang di bebankan Rasulullah SAW.9

Ayat ini juga sebuah anjuruan bagi kita semua sebagaimana makhluk yang di

beri akal untuk menuntut ilmu, sebagaimana yang di kemukakan oleh Imam Al-

Qurṯubī, yakni ayat ini mengandung kewajiban untuk mendalami kitab (Al-

Qur‟ȃn) dan Sunah, dan kewajiban ini hanya sebatas fardhu kifayah, bukan fardhu

„ain. Oleh karena itu, sebaiknya ada satu kelompok pergi berjihad dan kelompok

lain menetap untuk mendalam ilmu agama serta menjaga kaum wanita. Dengan

demikian, apabila kelompok yang pergi berjihad kembali dari medan laga, maka

kelompok penuntut ilmu mengajarkan kepada mereka hukum-hukum syari‟at.10

8M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 5, h. 289. 9M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ān, h. 290.

10Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 1, h. 732.

Page 89: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

76

Menurut Imam Al-Qurṯubī juga, ayat ini adalah perintah untuk menuntut ilmu

dalam batas ajakan (Sunnah), bukan suatu keharusan, karena bukan itu yang di

maksud oleh ayat. Kendati demikian, ayat ini merupakan asal-muasal perintah

menuntut ilmu. Sedangkan kewajiban menuntu ilmu tersebut berdasarkan dalil-

dalilnya tersendiri. Oleh karena itu, Imam Al-Qurṯubī membagi dua dalam hal

hukum menuntut ilmu, yaitu11

: Pertama, Fardhu „ain, seperti shalat, zakat, dan

puasa. Dalam konteks ini, Imam Al-Qurṯubī mengambil dalil hadis berikut ini :

طلب العلم فريضة ان

Artinya : “Seseungguhnya menuntut ilmu adalah sesuatu yang di wajibkan.”

Kemudian dalil ini di perkuat dengan dalil hadis lainnya, yaitu :

طلب العلم فريضة على كل مسلم

Artinya : “Menuntut ilmu adalah suatu keharusan bagi setiap Muslim.”

Kedua, Fardhu Kifayah, seperti memperoleh hak-hak, menegakkan (hukum)

hudud, dan melerai dua orang yang bertengkar. Hal-hal demikian tidak harus di

pelajari oleh setiap individu, karena hanya akan mengurangi hal-hal lain yang

lebih penting dalam hidupnya. Oleh karena itu, perlu pembagian dalam

menangani hal-hal tersebut sesuai dengan kemampuan yang di berikan Allah

kepadanya.

Oleh karena itu sudah seyogyanya bagi orang yang tidak mengetahui untuk

bertanya kepada orang yang lebih mengetahui, sebagai firman Allah dalam surah

An-Nahl {16}:43, sebagai berikut:

11

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 1, h. 734.

Page 90: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

77

Dan kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad) melainkan

orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah

kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang musyrik Makkah yang

mengingkari ke Nabi-an Muhammad SAW dan mereka berkata, “Allah Maha

Agung jika utusannya hanya seorang manusia. Apakah dia tidak mengutus

seorang malaikat kepada kami?.”12

Ayat ini menegaskan bahwa: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu

kepada umat manusia kapan dan di manapun, kecuali orang-orang lelaki

yakni jenis manusia pilihan, bukan malaikat yang Kami beri wahyu kepada

mereka antara lain melalui malaikat Jibril; maka wahai orang-orang yang

ragu atau tidak tahu bertanyalah kepada ahl-Dzikr yakni orang-orang yang

berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui.13

Kata مز اىذ و pada ayat ini di pahami oleh banyak ulama dalam arti para أ

pemuka agama yakni Yahudi dan Nasrani. Mereka adalah orang-orang yang dapat

memberi informasi tentang kemanusiaan para rasul yang di utus Allah. Mereka

wajar di tanyai karena mereka tidak dapat di tuduh berpihak pada informasi Al-

Qur‟ān sebab mereka juga termasuk yang tidak mempercayainya, kendati

demikian persoalan kemanusiaan para rasul, mereka akui. Ada juga yang

memahami istilah ini dalam arti sejarawan, baik Muslim ataupun non-Muslim.

Perintah untuk bertanya kepada ahl al-kitab yang dalam ayat ini mereka di

gelari ahl-Dzikr menyangkut apa yang tidak di ketahui, selama mereka di nilai

12

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 10, h. 269. 13

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 6, h. 589.

Page 91: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

78

berpengetahuan objektif, menunjukkan betapa Islam sangat terbuka dalam

perolehan pengetahuan. Memang seperti sabda Nabi SAW: “Hikmah adalah

sesuatu yang di dambakan seorang mukmin, di manapun dia menemukannya,

maka dia yang lebih wajar mengambilnya.” Demikian juga dengan ungkapan

yang populer di nilai sebagai sabda Nabi SAW walaupun bukan, yaitu: “Tuntutlah

ilmu walaupun di Negri Cina.” Itu semua merupakan landasan untuk menyatakan

bahwa ilmu dalam pandangan Islam bersifat Universal, terbuka, serta manusiawi

dalam arti harus di manfaatkan oleh dan untuk kemashlahatan seluruh manusia.14

Menurut Imam Al-Qurṯubī yang mengambil riwayat Sufyān tentang Firman

Allah SWT مز اىذ و ا Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai“ فسئيا

pengetahuan.” Maksudnya, adalah orang-orang mukmin Ahli Kitab.”15

Sebagian ulama berpendapat, “Artinya, maka bertanyalah kepada ahli

Kitab jika mereka tidak beriman maka mereka mengakui bahwa para rasul

adalah manusia biasa.”16

مز واىذ Secara maknanya, menurut Ibnu „Abbas dan Mujāhid, itu adalah Ahli أ

Al-Qur‟ȃn.”17

Dan sebagian berpendapat, artinya Ahli Ilmu. Keduanya dalam

pandangan Imam Qurṯubī, memiliki makna yang berdekatan.18

Dengan demikian, setelah di anjurkan untuk memperdalam ilmu pengetahuan,

tak lupa Allah SWT memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki

14

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 6, h. 591-592. 15

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 10, h. 269. 16

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 10, h. 269, mengutip dari, Jamī‟ Al-Bayan, Karya

Ath-Thabarī (14/75) dan Ad-Durr Al-Mantsūr (4/118). 17

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h. 269. 18

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h. 269.

Page 92: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

79

pengetahuan yakni di angkatnya derajat di sisi Allah SWT bagi orang yang mau

memperdalam ilmu pengetahuan, sebagaimana di terangkan dalam al-Qur‟ān

surah Al-Mujādilah {58}:11, sebagai berikut :

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila di katakan kepadamu,

„Berilah kelapangan majelis-majelis,‟ maka lapangkanlah, niscaya Allah

akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila di katakan „berdirilah

kamu,‟ maka berdirilah, nisacaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-

orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu

beberapa derajat. Dan Allah maha teliti apa yang kamu kerjakan.

Bila di tinjau dari asbābun nuzūl, ayat ini di riwayatkan dari Qatadah yang

berkata, “Suatu saat, di antara sahabat ada yang ketika melihat seorang sahabat

lain datang untuk ikut duduk di dekat mereka, sewaktu menghadiri majlis

Rasulullah (di dalam masjid), mereka lantas tidak mau melapangkan tempat

duduk. Itulah sebabnya, turun ayat ini.”

Ibnu Abī Hātim meriwayatkan dari Muqāṯil bahwa ayat ini turun pada hari

jum‟at. Ketika itu, terlihat beberapa sahabat yang dulunya mengikuti perang

Badar datang ke masjid, sementara tempat duduk yang tersedia sempit. Beberapa

orang (yang lebih dulu duduk di tempat itu) kemudian terlihat enggan untuk

melapangkan tempat bagi mereka sehingga sahabat-sahabat tersebut terpaksa

berdiri, Rasulullah lantas meminta beberapa orang yang tengah duduk itu untuk

berdiri kemudian menyuruh para sahabat tadi duduk di tempat mereka. Hal ini

Page 93: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

80

menimbulkan perasaan tidak senang pada diri orang-orang yang disuruh berdiri

tadi. Allah lalu menurunkan ayat ini.19

Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan

derajat orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-

derajat yakni lebih tinggi sekedar beriman. Tidak di sebutnya kata

meninggikan itu, sebagai isyarat bahwa sebenarnya ilmu yang di milikinya

itulah yang berperan besar dalam ketinggian derajat yang di perolehnya,

bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.20

Tentu saja yang di maksud dengan اىعيم اتا yang di beri pengetahuan اىذيه

adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini

berarti ayat di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang

pertama sekedar beriman dan beramal shaleh, dan yang kedua beriman dan

beramal shaleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi

lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang di sandangnya, tetapi juga amal

pengajaranya kepada pihak lain secara lisan, atau tulisan maupun dengan

keteladanan21

.

Ilmu yang di maksud di atas bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu apapun

yang bermanfaat. Dalam QS. Fathir {35}:27-28.22

Allah menguraikan sekian

19

Jalaluddin Asy-Syuyūṯi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟ān, Terjemahan Lubābun Nuqūl Fī

Asbābin Nuzūl (Jakarta: Gema Insani, 2008), cet. 1, h. 534. 20

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 13, h. 488-489. 21

M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur‟ān,

(Tangerang: Lentera Hati, 2012), cet. 1, jilid. 4, h. 204

22

“Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menurunkan air dari langit dengan air itu Kami hasilkan

buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis

putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat {27} Dan

demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak

Page 94: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

81

banyak makhluk ilahi, dan fenomena alam, lalu ayat tersebut di tutup dengan

menyatakan bahwa: yang takut dan kagum kepada Allah dari hamba-hambanya

hanyalah ulama, ini menunjukkan bahwa ilmu dalam pandangan Al-Qur‟ān bukan

hanyalah ilmu agama. Di sisi lain juga menunjukkan bahwa ilmu haruslah

menghasilkan ة yanki rasa takut dan kagum kepada Allah, yang pada خش

gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta

memanfaatkan untuk kepentingan makhluk, Rasulullah seringkali berdo‟a (aku

berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat).23

Pandangan Imam Al-Qurṯubī, pada firman Allah SWT مىنم ا ءامى اىذيه هللا يزفع

تااىعيمدرجت اىذيها “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman

di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Yakni dalam pahala di akhirat serta kemuliaan di dunia, maka Allah SWT

meninggikan derajat orang mukmin daripada selainnya, dan meninggikan derajat

orang alim daripada yang bodoh.24

Ibnu Mas‟ūd berpendapat, bahwa “Allah SWT memuji para ulama dalam ayat

ini, maknanya adalah : Bahwasanya Allah SWT meninggikan derajat orang yang

beriman tetapi berilmu, daripada orang yang beriman tetapi tidak memiliki ilmu.”

Ada pula yang berpendapat, bahwa yang di maksud dengan orang yang

menuntut ilmu adalah orang-orang yang membaca Al-Qur‟ȃn.

ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut

kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh Allah Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” 23

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 13, h. 491. 24

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta : Pustaka Azam, 2007), jilid. 18, h. 179.

Page 95: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

82

Sedangkan menurut Imam Al-Qurṯubī, makna yang umum dan lebih mengena

dengan maksud dari pembahasan ayat di atas adalah Allah SWT mengangkat

derajat orang yang beriman karena keimanannya, ini yang pertama. Kedua karena

ilmunya.25

Analisis Penulis

Dalam Islam, ilmu pengetahuan sangatlah penting. Penulis sependapat

dengan Qurṯubī dan Quraish Shihab, bahwa menuntut ilmu pengetahuan adalah

Fardhu Kifayah. Karena, dengan ilmu dapat menjadi amal yang mengalir terus

pahalanya bagi orang yang menyamapaikan atau mengajarkan kepada orang lain.

Surah At-Taubah {9}:122, merupakan isyarat tentang pentingnya untuk

mencari ilmu dan menyampaikan kepada orang lain. Baik itu ilmu Agama,

SAINS, maupun Ilmu Teknologi dan Ilmu sebagainya. Pada hakikatnya Al-

Qur‟ān tidak membedakan Ilmu, karena Ilmu itu sumbernya dari Allah SWT.

Ayat ini bukan hanya di tujukan untuk para juru dai saja, melainkan orang lain

pun berkewajiban, sekalipun itu orang non-Muslim. Menurut penulis, berjuang

menggunakan pedang seperti di zaman Nabi saat itu, sudah tidak lagi di anjurkan

jika di terapkan di zaman sekarang ini. Artinya pendalaman ilmu dan wawasan itu

merupakan cara berjuang menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan

juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada Allah dan mengekkan

ajaran Islam. Tujuan utama ayat ini adalah menggambarkan bagaimana

seharusnya tugas-tugas di bagi sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis

pekerjaan saja. Karena itu juga, kita tidak dapat berkata bahwa masyarakat Islam

25

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h.180-181

Page 96: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

83

kini atau bahkan pada zaman Nabi SAW hanya melakukan dua tugas pokok, yaitu

berperang dan menuntut ilmu agama. Tidak! Sungguh banyak tugas lain dan

setiap masyarakat berkewajiban membagi diri guna memenuhi semua

kebutuhannya.

Senada dengan surah An-Nahl {16}:43, bahwa tujuan ayat ini adalah

pentingnya memperdalam Ilmu itu untuk menyebarluaskan, mengabarkan atau

memberikan informasi dengan benar. Ayat ini juga memberikan sebuah metode

pengajaran, secara eksplisit menjelaskan bahwa yang menjadi subyek pendidikan

bukan hanya pendidik atau guru, melainkan juga anak didik. Karena ayat ini dapat

menjadi dasar bagi pengembangan teori belajar siswa aktif dan metode tanya

jawab dalam proses belajar mengajar.

Oleh karena itu, kenapa menurut penulis sebagai seorang dai itu di haruskan

yang berkompeten dalam ilmu dan wawasan? karena salah satu metode

keberhasilan dakwah yaitu dengan menggunakan sistem tanya jawab pada saat

dakwah berlangsung. Kemudian, jika seorang dai-nya tidak mengetahui jawaban

dari pertanyaan mad‟u nya, alangkah baiknya seorang dai tersebut tidak

memberikan jawaban melalui logikanya sendiri. Artinya seorang dai terlebih

dahulu bertanya kepada orang yang lebih berpengetahuan, sekalipun orang yang

berpengetahuan itu non-Muslim. Oleh sebab itu, di sinilah Islam di nilai sangat

terbuka dalam perolehan pengetahuan.

Page 97: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

84

Menurut penulis, ilmu itu bagaikan sebuah barang yang sangat berharga. Di

mana ketika kita ingin mendapatkannya haruslah melalui prosesnya terlebih

dahulu. Sebagaimana sabda Nabi SAW :26

ها قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : الكلمة الحكمة ضا لة المؤمن فحيث وجدىا ف هو

Hikmah adalah sesuatu barang seorang mukmin yang hilang, di manapun

dia menemukannya, maka dialah yang lebih berhak mengambilnya.

Itu semua merupakan landasan untuk menyatakan bahwa Ilmu dalam

pandangan Islam di nilai bersifat Universal, terbuka, serta manusiawi dalam arti

harus di manfaatkan untuk kemaslahatan seluruh manusia.

Setelah berbicara mengenai masalah kewajiban meunutut ilmu dan

menyamapaikannya. Ayat ini yakni surah Al-Mujādilah {58}:11, justru Allah

memberikan ganjaran dari pentingnya menuntut Ilmu, yaitu di tinggikan

derajatnya orang yang berpengetahuan. Karena di lihat dari penjelasan Quraish

Shihab, ayat ini membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar. Yang

pertama, sekedar beriman dan beramal shaleh. Dan yang kedua, beriman dan

beramal shaleh serta memiliki pengetahuan. Dari pembagian dua kelompok

besar ini, di sinilah kelompok yang kedua yang memiliki nilai derajat lebih

tinggi. Bukan berarti orang yang di tinggikan derajatnya karena pengetahuan itu

26

At-Tirmidzi, Al-Jamī‟ (Sunan At-Tirmidzi), Bab Ilmu, Tentang Keutamaan Berilmu Saat

Menunaikan Ibadah,5/51, No.2687. Hadis ini telah di takhrij oleh Umar Mansur Ar-Rahimy :

Kedudukan hadis ini tidak Shahih karena tidak dari Rasulullah SAW maupun dari sahabatnya.

Hadis ini datangnya dari perkataan tabi‟in dan atba‟ tabi‟in. Akan tetapi, makna hadis ini Shahih

karena dari keumuman Nash (Al-Qur‟ān dan Hadits), yaitu bahwasanya kalimat (ucapan) yang

bermanfaat yang tidak bertentangan dengan nash syari‟at lainnya, yang terkadang diucapkan oleh

orang yang bukan ahlinya kemudian di terima oleh ahlinya, maka tidak sepantasnya bagi seorang

mukmin untuk meninggalkannya, bahkan seutamanya ia mengambil manfaat dari ucapan tersebut

dan mengamalkannya tanpa melihat siapa yang menyampaikannya. Lihat : Fatawā Al-Lajnah Ad-

Daimah 26/357. http://umar-arrahimy.blogspot.com/2015/03/takhrij-hadits-himah-milik-

orang.html?m=1

Page 98: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

85

mengharapkan kemulian dari orang lain, karena sebagaimana juga di antara

orang yang berpengetahuan pasti ada yang lebih berpengetahuan, sebagaimana

di jelaskan pada firman Allah SWT dalam surah Yusuf {12}:76.

Maka mulailah dia (memeriksa) karung-karung mereka sendiri

sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudia dia

mengeluarkan (piala raja) itu dari karung saudaranya. Demikianlah kami

mengatur (rencana) untuk Yusuf. Dia tidak menghukum saudaranya

menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami

angkat derajat orang yang Kami kehendaki, dan di atas setiap orang yang

berpengetahuan ada yang lebih mengetahui.

Oleh karena itu, jika seseorang di tinggikan derajatnya oleh Allah.

Alngkah baiknya Ilmu yang di sandangnya itu juga di terapkan amal

pengajarannya kepada pihak lain secara lisan atau tulisan maupun dengan

keteladanan. Salah satu amal pengajaran yang baik itu menghormati orang lain,

orang lemah maupun orang non-Muslim. Maka dari itu, ketika seseorang

mendapatkan dari kelompok kedua ini, kiranya penulis seseorang itu selain

memiliki pengetahuan yang luas juga memiliki akhlak yang baik.

Realitasnya, di Indonesia masih banyak juga kedapatan orang yang berilmu,

amalnya baik namun akhlaknya kurang baik. Sebagaimana terjadinya kasus-kasus

penceramah yang kita lihat di media-media, yang menurut penulis mencerminkan

akhlaknya tidak sepadan dengan ilmunya.

Page 99: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

86

B. Sinkronisasi Antara Ilmu dan Amal

Dakwah menjadi ujung tombak dari citra Islam. Sebab banyak orang

mendengar ajaran Islam dan interaksi pemberdayaan umat melalui aktivitas dai

baik dakwah secara lisan maupun dakwah yang langsung mengajak masyarakat.

Sedangkan fenomena yang marak di Indonesia masih di dominasi arti dakwah

secara lisan dalam acara-acara formal keagamaan atau tabligh pengajian. Jika

dakwah hanya sebatas di artikan secara lisan saja, dengan begitu semua orang juga

bisa melakukannya sehingga yang di hasilkan bukan kemajuan dalam dakwah

melainkan kemunduran dalam dakwah.

Suatu hal yang amat penting dalam menunjang keberhasilan dakwah adalah

menyatukan/sinkron diri dalam pikiran, ucapan dan tindakan. Sebagaimana ini

dipesankan dalam Al-Qur‟ān Surah Ash-Shāff {61}:2-3, sebagai berikut :

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa

yang tidak kamu perbuat? {2}Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa

kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan {3}.

Di tinjau dari asbābun nuzūl, sebagaimana Imam At-Tirmidzī dan al-Hākim

yang menilainya shahih, yang mengambil riwayat dari „Abdullāh bin Salām yang

berkata, “Sekiranya saja kita mengetahui amalan yang paling di sukai oleh Allah,

tentu kita akan mengamalkannya. Allah lalu menurunkan ayat, „Apa yang ada di

langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah, dan Dialah yang Maha

Perkasa, Maha Bijaksana. Wahai orang-orang yang beriman ! Mengapa kamu

Page 100: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

87

mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?‟ Rasulullah lantas

membacakannya hingga akhir.”27

Dalam pengantar surah ini, Quraish Shihab telah kemukakan riwayat at-

Tirmidzī tentang turunnya surah ini. Dengan demikian, ayat di atas dapat di nilai

sebagai kecaman yang di tunjukan kepada mereka yang berjanji akan berjihad

tetapi ternyata enggan melakukannya. Riwayat lain menyatakan bahwa ayat di

atas turun sebagai kecaman terhadap mereka yang mengatakan: “Kami telah

membunuh (musuh), menikam, memukul, dan telah melakukan ini dan itu”,

padahal mereka tidak melakukannya. Dengan demikian, ayat di atas mengecam

juga orang-orang munafik yang mengucapkan kalimat syahadat dan mengaku

Muslim tanpa melaksanakan secara baik dan benar tuntunan agama Islam.

Kendati demikian, semua riwayat ini dapat di tampung kandungannya oleh

ayat di atas karena memang ulama menggunakan kata sebab nuzul bukan saja

terhadap peristiwa yang terjadi menjelang turunnya ayat, tetapi juga peristiwa-

peristiwa yang dapat di cakup oleh kandungan ayat, baik peristiwa itu terjadi

sebelum maupun sesudah turunnya ayat itu, selama masih dalam usaha turunnya

Al-Qur‟ān.

Firman Allah Ta‟la, ن تفعي مبال ن ى تق ىم ا امى اىذيه ب Wahai orang-orang“ يبي

yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?”.

Ayat ini mewajibkan semua orang yang telah mewajibkan dirinya mengerjakan

27

Jalāluddin Asy-Syuyuṯī, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟ān, Terjemahan Lubābun Nuqūl Fī

Asbābin Nuzūl (Jakarta: Gema Insani, 2008), cet.1, h. 570.

Page 101: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

88

sebuah amalan ketaatan, bahwa dia harus memenuhi hal itu.28

Ayat ini juga

merupakan sebuah pertanyaan (istifhām) yang mengandung makna pengingkaran

dan cemoohan. Sebab manusia mengatakan (memerintahkan kebaikan, padahal

dia sendiri tidak mengerjakannya). Jika perkataan itu di tujukan untuk masa yang

telah lalu, maka itu merupakan sebuah kebohongan. Tapi jika perkataan itu

merupakan sebuah penyimpangan. Dan keduanya (kebohongan dan

penyimpangan) merupakan hal yang tercela.29

Kemudian menurut Sufyȃn bin „Uyaynah menakwilkan firman Allah tersebut,

maksud “Kenapakah kalian mengatakan sesuatu yang tidak di perintahkan

kepada kalian, sehingga kalian tidak tahu apakah kalian boleh mengerjakan atau

tidak boleh mengerjakan”. Jika berdasarkan kepada penakwilan ini, maka firman

Allah itu di maknai sesuai dengan zhahirnya, yaitu mengingkari perkataan.30

Menurut pendapat Asy-Syādi‟ī, firman Allah Ta‟ala, امبال ى مجزمقتبعىذهللاانتق

ن Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa“ تفعي

yang tidak kamu kerjakan.” Ayat ini dijadikan dalil tentang di wajibkannya

memenuhi/menepati (apa yang di katakan) dalam keadaan tertekan dan marah.31

28Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 18, h. 414.

29

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h. 420.

30

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h. 420.

31

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h. 420.

Page 102: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

89

Menurut satu pendapat, lafadz مقتب itu merupakan hal. Al-Maqt dan al-

Maqātah adalah bentuk mashdar. Di katakan : Rajulun maqitun wa mamqūtun

(orang yang di benci), jika dia di sukai oleh manusia.32

Sedangkan menurut Quraish Shihab, kata مجز berarti besar tetapi yang di

maksud adalah amat keras karena sesuatu yang besar terdiri dari banyak

hal/komponen. Kata ini di gunakan di sini untuk melukiskan sesuatu yang sangat

aneh, yakni mereka mengaku beriman, mereka sendiri yang meminta gara di

jelaskan tentang amalan yang paling di sukai Allah untuk mereka kerjakan, lalu

setelah di jelaskan oleh-Nya, mereka mengingkari janji dan enggan

melaksanakanannya. Sungguh hal tersebut adalah suatu keanehan yang luar biasa

besarnya.

Kata مقتب adalah kebencian yang sangat keras. Dari sini ayat di atas

menggabung dua hal yang keduanya sangat besar sehingga apa yang diuraikan di

sini sungguh sangat mengandung murka Allah. Ini di tambah lagi kalimat عىذهللا

yang menunjukkan bahwa kemurkaan itu jatuh langsung dari Allah SWT.

Menurut al-Qusyairī, sebagaimana di kutip oleh al-Biqā‟ī “Tidak ada

ancaman terhadap satu dosa seperti ancaman yang di kemukakan ayat ini.”33

Ṯabāṯaba‟ī menggarisbawahi perbedaan antara mengatakan sesuatu apa yang

tidak dia kerjakan dan tidak mengerjakan apa yang di katakan. Yang pertama

32Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 18 h. 421. 33

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 14, h. 12.

Page 103: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

90

adalah kemunafikan, sedang yang kedua adalah kelemahan tekad. Yang kedua ini

pun merupakan keburukan.

Ayat-ayat di atas merupakan kecaman. Sementara ulama memahaminya

sebagai kecaman kepada orang-orang munafik, bukan orang-orang mukmin,

karena sifat orang-orang mukmin sedemikian tinggi sehingga mereka tidak

perlu di kecam. Pendapat ini menurut Quraish Shihab benar, tetapi kita juga

tidak dapat mengatakan bahwa yang di kecam itu bukan hanya orang-orang

munafik, tetapi juga yang imannya masih lemah, walaupun bukan munafik.

Karena itu ayat di atas menggunakan kata ا امى ن bukan اىذيه Melalui .مؤمى

ayat-ayat inilah mereka dididik sehingga akhirnya mencapai peringkat

keimanan yang tinggi (ن .(مؤمى34

Kemudian, menurut Quraish Shihab, bila

menyuruh orang lain berbuat baik, maka apabila kebaikan itu belum

dikerjakan oleh yang menyuruh. Maka paling sedikit ia harus “menyuruh pula

dirinya” dengan menancapkan niat untuk melakukannya.35

Kemudian ayat Ash-Shaff {61}:2-3 ini juga di perkuat dengan ayat lain,

yakni terdapat pada surah Al-Baqarah {2}:44, sebagai berikut :

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang

kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-

Kitab (Taurat). Maka tidakkah kamu berpikir.

Dalam asbābun nuzūl, Al-Wāhidī dan Ats-Tsa‟labī mengutip riwayat al-Kalbī

dari Abū Shāleh dari Ibnu Abbās, dia berkata: “Ayat ini turun pada orang-orang

Yahudi Madinah. Ketika itu salah seorang dari mereka berkata kepada keluarga

menantu, para kerabat, dan orang-orang yang mempunyai hubungan sesusuan

dengannya yang suaminya adalah Muslim. Tetaplah pada agama kalian dan pada

apa yang di perintahkan oleh orang itu (Muhammad) karena apa yang di

perintahkannya adalah benar.” Ketika itu, orang-orang Yahudi memang terbiasa

34

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta :

Lentera Hati, 2002), cet-1, Vol.14, h.12-13 35

M. Quraish Shihab, Al-Lubab : Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur‟ān,

(Tangerang : Lentera Hati, 2012), cet.1, jilid.4, h. 251

Page 104: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

91

menganjurkan hal itu kepada orang-orang, namun mereka sendiri tidak

melakukannya.36

Firman Allah Ta‟ala, ىجز ثب اىىبس ن مز Mengapa kamu suruh orang lain“ اتأ

(mengerjakan) kebaktian,” ini merupakan Istifham (bentuk pertanyaan) yang

mengandung makna celaan.37

Perlu di ketahui, bahwa celaan tersebut muncul

karena tidak mengerjakan ketaatan dan kebaikan, bukan karena memerintahkan

untuk mengerjakan kebaikan. Oleh karena inilah Allah Ta‟ala melarang dalam

kitab-Nya suatu kaum yang memerintahkan perbuatan bakti namun mereka tidak

melaksanakannya.38

Menurut Quraish Shihab, Apakah kalian, wahai Bani Isrā‟īl atau pemuka-

pemuka agama Yahudi, menyuruh orang lain, yakni kaum musyrikin atau

kelompok lain dari orang-orang Yahudi yang seagama dengan kaum atau

orang lain siapapun dia melakukan aneka kebajikan dan kamu melupakan diri

kamu sendiri, yakni melupakan menyuruh diri kalian melakukan kebajikan itu

atau kalian sendiri tidak mengerjakan kebajikan itu? Tindakan demikian jelas

merupakan perbuatan yang buruk. Kalian melakukan keburukan itu, padahal

kamu membaca kitab suci, yakni Taurat yang mengandung kecaman terhadap

mereka yang pandai menyuruh tanpa mengamalkan. Tidakkah kamu berakal,

yakni tidakkah kalian memiliki kendali yang menghalangi diri kalian

terjerumus dalam dosa dan kesulitan.39

Kata اىجز juga berarti kebajikan dalam segala, hal baik dalam keduniaan atau

akhirat, maupun interaksi. Sementara ulama menyatakan bahwa al-birr mencakup

tiga hal; kebajikan dalam beribadah kepada Allah SWT, kebajikan dalam

melayani keluarga, dan kebajikan dalam melakukan interaksi dengan orang lain.

Demikian Ṯāhir Ibnu „Ᾱsyūr. Apa yang di kemukakan itu belum mencakup semua

36

Jalāluddin Asy-Syuyuṯī, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟ān, Terjemahan Lubābun Nuqūl Fī

Asbābin Nuzūl (Jakarta: Gema Insani, 2008), cet. 1, h. 30-31. 37

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 2, h. 804. 38

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h.808. 39

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta :

Lentera Hati, 2002), cet-1, Vol.1, h.218.

Page 105: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

92

kebajikan karena agama menganjurkan hubungan yang serasi dengan Allah,

sesama manusia, lingkungan, serta diri sendiri. Segala sesuatu yang menghasilkan

keserasian dalam ke empat unsur tersebut adalah kebajikan.40

Firman Allah Ta‟ala, ناوفسن تىس م “Sedang kamu melupakan (kewajiban)-mu

sendiri.” Menurut Imam Al-Qurṯubī, yakni membiarkan.

Ayat ini mengandung kecaman kepada setiap penganjur agama yang

melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang di anjurkannya. Ada

dua hal yang di sebut oleh ayat ini yang seharusnya menghalangi pemuka-

pemuka agama itu melupakan diri mereka. Pertama, mereka menyuruh orang

lain berbuat baik. Seorang yang memerintahkan sesuatu pastilah dia mengingatnya.

Sungguh aneh bila mereka melupakannya. Kedua, adalah mereka membaca kitab

suci. Bacaan tersebut seharusnya mengingatkan mereka. Tetapi ternyata, keduanya

tidak mereka hiraukan sehingga sungguh wajar mereka di kecam.

Ayat ini berarti bahwa seseorang yang tidak mengerjakan kebajikan yang di

perintahkannya otomatis di kecam Allah. Tidak! Menurut Quraish Shihab, ia baru di

kecam apabila melakukan sesuatu yang bertentangan dengan anjurannya. Ia juga di

kecam kalau tidak mengingatkan dirinya sendiri tentang perlunya melaksanakan apa yang

di perintahkannya itu. Jika ia telah berusaha mengingatkan dirinya, dan ada pula yang

keinginan untuk melaksanakannya, tidaklah wajar ia di kecam, walau seandainya ia

belum melaksanakan tuntunan-tuntunan yang di sampaikannya.41

Analisis Penulis

Dakwah dalam Islam merupakan tugas yang sangat mulia, juga merupakan

tugas para Nabi dan Rasul, dan merupakan tanggung jawab setiap Muslim.

Dakwah bukanlah pekerjaan yang mudah, semudah membalikkan telapak tangan,

juga tidak dapat di lakukan oleh setiap orang. Seorang dai harus mempunyai

40

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 1, h. 218. 41

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 1, h. 219-220.

Page 106: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

93

persiapan-persiapan yang matang, selain dari segi keilmuan juga seorang dai

harus memiliki budi pekerti yang baik.

Setelah membicarakan masalah keharusan memiliki pengetahuan yang

luas pada sub sebelumnya, faktor yang kedua untuk mencapai keberhasilan

dakwah tersebut yaitu mengenai masalah kepribadian pada diri seorang dai.

Kriteria kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan dakwah, karena

pada hakikatnya berdakwah tidak hanya sebatas menyampaikan teori, tetapi juga

harus memberikan suri tauladan bagi umat yang di seru. Menjadi seorang dai itu

nantinya akan menjadi contoh publik figur bagi para mad‟u, dengan begitu para

mad‟u akan memperhatikan kepribadian seorang dai, bahkan jika seorang dai itu

sudah di sukai/gemari oleh para mad‟u, segala apa yang di sampaikan oleh dai

tersebut akan di lakukannya. Berbicara suri tauladan, Nabi SAW bersabda :42

سنة, ف عمل ها عده, كتب لو م قال رسول ثل اجر اهلل صلى اهلل عليو وسلم : من سن فى السالم سنة قص من اجورىم شيئ, ومن سن فى السالم سنة سيئة ف عمل ها عده كتب عليو مثل من عمل ها, ول ي ن

قص من اوزارىم. {172-171 /16}. ( والن ووي ۱.۱٧اخرجو مسلم ) {وزر من عمل ها, ول ي ن

Barangsiapa yang dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam

Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang

sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang di peroleh

orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang

mereka peroleh. Seballiknya, barangsiapa memberikan suri tauladan yang

buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang

sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang di peroleh

orang-orang yang mengikutinya taىpa mengurangi dosa yang mereka

peroleh sedikitpun.

Oleh karena itu melihat dari penjelasan surah Ash-Shāf {61}:2-3 dan surah

Al-baqarah {2}:44, menurut penulis ayat ini memiliki kesamaan dalam tujuan

42

Al-Hafidz Dzaqiyyudīn Abdul „Adzīm bin Abdul Qawī Al-Mundzirī, Ringkasan Shahih

Muslim, (Surakarta: Insan Kamil, 2012), Bab Ilmu, Tentang Barangsiapa Dapat Memberikan Suri

Tauladan Yang Baik atau Buruk Dalam Islam, h. 969-970.

Page 107: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

94

yakni adalah sebuah peringatan sungguh-sungguh bagi orang yang telah mengaku

beriman agar dia benar-benar menjaga dirinya dari perbuatan dusta. Ayat ini juga

menjelaskan tentang konsistensi dan keterpaduan (sinkronisasi) antara perkataan

dan perbuatan bagi seorang dai maupun orang lain.

Oleh karena itu, dikisahkan dalam Ihya „Ulumi Ad-Dīn, Imam Abī Hamid

Muhammad tentang kisah Allah SWT mewahyukan Nabi Isa As :“Yang

pertaman, bimbinglah dirimu menuju keridhaan-Nya. Kalau sudah tunduk

barulah engkau menasihati orang lain. Sebab kalau tidak demikian, malulah

engkau kepada-Ku dalam menasihati orang lain.”43

Nasihat ini bukan hanya di tujukam kepada Nabi Isa, As. Dalam arti statusnya

sebagai Rasul-Nya. Akan tetapi nasihat tersebut juga mencakup seluruh para

Rasul dan setiap orang yang bergerak di bidang dakwah. Sedangkan dengan para

dai yang bertolak belakang antara perbuatan dan ucapan. Kalian akan mendapati

mereka menyesatkan hanya orang yang mengekor kepada apa yang mereka

sampaikan, sehingga semuanya terjatuh kedalam lembah yang sama, yaitu

kebinasaan.

Selain itu, ayat ini memberikan sebuah sanksi, umumnya bagi orang yang

beriman dan khususnya bagi para aktivis dakwah yang mengatakan apa yang tidak

diperbuat, sehingga sanksi yang didapat dari Allah kepada orang yang

melakukannya adalah kemurkaan Allah SWT. Sebagaimana Nabi SAW bersabda

:44

43

Al-Imam Abī Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazalī, Ihya ‘Ulumi Ad-Dīn (Semarang: Kerabat Putra), Jilid. 1, h. 78.

44HR. Muslim pada pembahasan tentang Zuhud dan Sikap Lemah Lembut, bab : Hukuman

Bagi Orang Yang Memerintahkan Kepada Yang Ma‟ruf Namun Dia Tidak Melakukannya dan

Mencegah Dari Munkar Namun Dia Melakukannya, 4/2291, no. 2989.

Page 108: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

95

تم ي ؤتى الرجل ي وم القيامة ف ي لقى في النار ف ت ندل ق تاب طنو ف يدورها كما يدور ى( ف ي االحمار )الر لى قد كنت اليو ىل النار ف ي قولون : يافالن مال هى عن المنكر, ف ي قول : ك لم تكن تأمر المعروف, وت ن

امر المعروف, ول اتيو, و ان هى عن المنكر

Seseorang akan didatangkan pada hari kiamat, lalu dia akan dilemparkan

kedalam neraka, sehingga usus-usus perutnya terburai (di dalam nereaka). Dia

kemudian berputar di dalam neraka seperti keledai yang mengitari alat

penggilingan (gandum). Para penghuni neraka kemudian mendatanginya, lalu

mereka bertanya, „Wahai fulan, ada apa denganmu. Bukankah engkau selalu

memerintahkan yang ma‟ruf dan dari munkar?‟. Dia menjawab, „Benar,

sesungguhnya aku memang memerintahkan kepada yang ma‟ruf namun aku

tidak melakukannya, dan aku memerintahkan agar mencegah dari munkar

namun aku melakukannya.

Oleh karena itu sebaik-baiknya orang adalah orang yang bermanfaat

ilmunya juga mengamalkannya, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Az-

Zumar {39}:9.

(Apakah orang-orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah

orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena

takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya ?.

Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-

orang yang tidak mengetahui?”. Sebenaranya hanya orang-orang yang

berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.

Sebagian ulama berpendapat, “Mereka yang berilmu (yang tahu) adalah

mereka yang bermanfaat ilmunya serta mengamalkannya. Maka orang yang tidak

bermanfaat ilmunya, serta tidak mengamalkannya, mereka di samakan dengan

orang yang tidak berilmu (tidak tahu).45

45

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 15, h. 156.

Page 109: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

96

C. Akhlak Dalam Berdakwah Bagi Seorang Dai

Dalam pembahasan ini, kita sebagai manusia yang hidup di era globalisasi di

tuntut agar berhati-hati dalam menerima atau menyampaikan berita apapun yang

sifatnya belum jelas atau valid. Terlebih media atau informasi dari orang lain yang

isinya sarat dengan muatan kebencian kepada pihak lain.

Dalam ajaran Islam, berbohong merupakan perbuatan tercela. Pembuatan

berita hoax merupakan sebuah kejahatan yang bisa menyesatkan kesadaran para

pembaca atau pendengar. Oleh karena itu, sebagai seorang dai hal yang harus di

hindarkan dalam berdakwah yaitu tidak menyampaikan berita bohong,

sebagaimana di jelaskan dalam Firman Allah SWT dalam Surah An-Nur {24}:11.

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari

golonganmu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk

bagimu bahkan ia adalah baik bagimu. Tipa-tiap seseorang dari mereka

mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya dan siapa di antara mereka

yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu,

baginya adzab yang besar.

Ayat ini menceritakan pada istri Rasulullah yaitu „Ᾱisyah R.a, di mana pada

saat itu Rasulullah dan salah satu istri beliau yakni „Ᾱisyah mengadakan

perjalanan pulang setelah selesai dari peperangan. Kemudian di sebuah

perjalanan, Ᾱisyah merasa kehilangan kalungnya. Namun saat „Ᾱisyah mencari

kalung yang hilang tersebut, pasukan Rasulullah yang mengangkut tandu saya

sudah datang dan mereka pun mengangkatnya. Mereka menaikannya ke untanya.

Mereka mengira „Ᾱisyah berada di dalam tandu bersama mereka. Pada saat itu Ia

Page 110: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

97

kebingungan, lalu Ᾱisyah pun tertidur karena mengantuk. Setelah beberapa lama,

kemudian seorang sahabat Rasulullah datang yaitu Ṣafwān Ibnu al-Mu‟aṯṯāl as-

Sulaimī melihat istri Rasulullah tersebut, kemudian Ṣafwān mengucapkan

Innalillahi dan kemudian mengantarkan „Ᾱisyah hingga sampai kepada

rombongan pasukan Rasulullah. Namun, setelah terjadinya peristiwa ini, beberapa

dari umat Islam malah ramai-ramai membicarakan dan menyebarkan berita hoax

(bohong) tentang „Ᾱisyah, di antara yang berperan penting dalam penyebaran

berita hoax itu adalah „Abdullāh bin „Ubay bin Salūl. Sehingga selama sebulan

„Ᾱisyah merasakan ada yang berbeda dari Rasulullah dalam menyikapinya,

bahkan hendak mendiskusikan untuk menceraikan „Ᾱisyah atas hal ini. Kemudian

„Ᾱisyah terus mengeluh dan mengadukan hal ini kepada Allah apa yang telah

terjadi hingga turun QS. An-Nūr {24}:11.46

Menurut Quraish Shihab, kata فل yang di maksud di sini adalah kebohongan اال

besar karena kebohongan adalah pemutarbalikkan fakta.47

Menurut Quraish Shihab, Firman-Nya: خيزىنم اىنمثو شز ي janganlah التحسج

kamu menganggapnya buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu dapat

di pahami dalam arti khusus bagi mereka yang terkena langsung dampak fitnah itu

– dalam hal ini Nabi SAW dan keluarga beliau – karena, dengan peristiwa ini,

Allah menurunkan ayat Al-Qur‟ān yang di baca sepanjang masa menyatakan

tentang kesucian mereka. Ia juga baik untuk masyarakat Muslim secara

keseluruhan karena, dengan di ketahuinya penyebar isu itu, masyarakat akan

46

Shahih, Muttafaq „Alaih. Al-Bukharī (2661) dalam Asy-Syahadāt dan Muslim (2770) dalam

Asy-Syahadāt. Riwayat di atas di sebutkan dalam semua kitab tafsir dengan konteks seperti ini

pada waktu menafsirkan ayat ini. Jalaluddin Asy-Syuyuṯī, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟ān,

Terjemahan Lubābun Nuqūl Fī Asbābin Nuzūl (Jakarta: Gema Insani, 2008), cet. 1, h. 393-397. 47

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 8, h. 492.

Page 111: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

98

berhati-hati dari ulah mereka serta dapat pula mereka meluruskan kesalahan

anggota masyarakat lain yang keliru. Bahkan, umat manusia secara keseluruhan

akan memperoleh manfaat dan kebaikan bila mengikuti tuntunan ayat-ayat yang

turun dalam konteks peristiwa pencemaran nama baik keluarga Nabi Muhammad

SAW itu.48

Ayat itu Allah mengingatkan „Aisyah dan keluarganya serta Ṣafwȃn akan

hal ini. Sebab tujuan pembicaraan yang terdapat dalam ayat tersebut di

tujukan kepada mereka. Sebab manfaat dan kebaikan yang di timbulkan

musibah tersebut lebih banyak atau lebih unggul bila dibandingkan dengan

keburukannya.49

Kemudian firman Allah ثم اال مه امتست ب م امزئ Tiap-tiap seseorang dari“ ىنو

mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya.” Maksud ayat ini

adalah dari berita bohong yang di katakannya.50

Kata مجزي terambil dari kata مجز kibr atau kubr yang di gunakan dalam arti

yang terbanyak dan terbesar. Yang di maksud di sini adalaha yang paling banyak

terlibat dan paling besar perananmya dalam penyebaran isu itu.

Ayat di atas menegaskan adanya siksa yang pedih bagi yang terlibat

langsung dalam penyebaran isu itu, khususnya yang paling berperan. Ulama

berbeda pendapat apakah siksa duniawi berupa pencambukkan delapan puluh

kali di terapkan atas mereka yang terlibat itu atau tidak. Namun demikian,

walaupun mereka tidak terkena sanksi pencambukan, kecaman ayat-ayat ini

serta pandangan negatif yang tertuju kepada merka setelah turunnya ayat-ayat

ini sungguh telah merupakan siksaan batin yang tidak kecil.51

48

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 8,h. 492-493. 49

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 12, h. 507. 50

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h. 510. 51

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, h. 494.

Page 112: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

99

Analisis Penulis

Pembahasan pada ayat surah An-Nur {24}:11 ini yaitu seruan yang

menjelaskan kepada orang-orang beriman dan para dai, mereka menerima dan

bagaimana mengolahnya serta menetapkan keharusan klarifikasi sumbernya.

Dalam ayat ini menegaskan kepada dai maupun yang lainnya untuk tidak menebar

berita bohong, apalagi tujuan memberikan berita bohong itu untuk memfitnah

sehingga menimbulkan perpecahan di antara kaum Muslimin.

Di era modern saat ini, istilah berita bohong di sebut sebagai berita “Hoax”.

Perbedaan kondisi inipun juga mempengaruhi perbedaan obyek dakwahnya.

Obyek yang di hadapi dalam penyampaian dakwahnya bukan lagi orang-orang

yang kurang mengetahui dalam pengetahuan “Awam”, melainkan kaum terpelajar

pun akan di hadapi. Jika seorang dai memberikan sebuah berita bohong dan

penyampaian ilmu yang tidak sesuai dengan pengetahuan, niscaya kemunduran

dakwah pun akan di hadapinya.

Melihat seringnya terjadi aktivitas dai yang lebih banyak menggunakan

perkataan, sudah seharusnya apa yang ia katakan itu informasinya harus

benar/valid sumbernya. Karena setiap perkataan yang tidak sesuai dengan

kenyataan adalah dusta yang merupakan dari sifat munafik. Sifat munafik tersebut

termasuk sifat tercela dan sangat berbahaya kepada pribadi pelakunya dan bahkan

berdampak buruk pada orang lain.

Dalam Adab Ad-Dunya Wa Ad-Dīn, Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa

pembuat berita bohong/hoax di ibaratkan perbuatan mencuri akal sehat (penerima

pesannya) :

Page 113: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

100

ملك, والكذاب يسرق عقلك وقيل في منث ور الحكم : الكذاب لص, لن اللص يسرق

Di katakan dalam Mantsūrul Hikām bahwa pendusta adalah „pencuri‟.

Kalau pencuri itu mengambil hartamu, maka pendusta itu mencuri akalmu.52

Menurut Imam Al-Mawardi, di jelaskan efek negatif dari pemberitaan hoax

adalah hilangnya rasa aman dan rasa tentram. Yang ada kecurigaan, waswas, dan

ketegangan.

D. Metode Penyampaian Dai

Pada pembahasan ini, di sini penulis membagi pembahasan ini dengan beberapa term,

di antara term tersebut yaitu :

1. Dakwah Dengan Cara Lemah Lembut

Sekarang ini, apalagi di tahun politik saat ini realitasnya dai itu jauh dari kata

mengajak. Seringkali penulis menemukan dakwah dai saat ini bukan lagi mengajak dalam

kebaikan melainkan dalam keburukan, yang menyebabkan terjadinya perpecahan antar

umat Muslim sendiri. Sehingga kebenaran yang pada asalnya susah untuk di terima jiwa

apalagi oleh orang Non-Muslim, ketika di sampaikan dengan cara yang buruk, cara yang

kasar, tentunya akan membuat orang semakin lari dari kebeneran. Oleh karena itu,

dakwah pada dasarnya harus di sampaikan dengan cara lemah lembut.

a. Sebagaimana firman Allah Ta‟ala pada surah Thahȃ {20}:44.

Maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah

lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.

Firman Allah Ta‟ala, ىيىب ال ق ى, ال Maka berbicaralah kamu berdua“ فق

kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut.” Menurut Imam Al-Qurṯubī,

52

Al-Imam Al-Mawardi, Adab Ad-Dunya Wa Ad-Dīn (Beirut: Dār al-Fikr, 1992 M/1412 H), h. 19.

Page 114: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

101

menunjukkan bolehnya amar ma‟ruf dan nahyi munkar, dan bahwa itu di lakukan

dengan kata-kata yang lemah lembut terhadap orang yang mempunyai kekuatan,

dan untuk itu ada jaminan keterpeliharaan. Sebagaimana jaminan yang Allah

berikan dalam lanjutan ayat tersebut, ار اسمع معنمب اوى Janganlah kamu“ التخفب,

berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan

melihat.” (Qs. At-Thȃha {20}: 46), apalagi bagi kita yang lebih utama untuk itu.

Saat itulah bisa di lakukan perintah dan larangan terhadap serta berhasil

mendapatkan yang diharapkan.53

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang

lemah lembut menjadi dasar prilakunya sikap bijaksana dalam berdakwah

yang antara lain di tandai dengan ucapan-ucapan sopan yang tidak menyakiti

hati sasaran dakwah. Karena Fir‟aun saja yang demikian durhaka, masih juga

harus lemah lembut. Memang dakwah pada dasarnya adalah ajakan hidayah

yang terdiri dari huruf-huruf Ha, Dal, dan Ya, makna yang antara lain adalah

menyampaikan dengan lemah lembut. Dari sini, lahir kata ذاية yang

merupakan menyampaikan Sesutu dengan lemah lembut guna menunjukan

simpati. Ini tentu saja bukan berarti bahwa juru dakwah tidak melakukan

kritik, hanya saja itu pun harus di sampaikan dengan tepat bukan saja kepada

kandungan tetapi juga pada waktu dan tempatnya serta susunan kata-katanya

yakni dengan tidak memaki atau memojokan.54

Kemudian, Maka bicaralah

kamu berdua dengan kata-kata yang lemah lembut, yakni ajaklah ia beriman

kepada Allah dan serulah ia kepada kebenaran dengan cara yang tidak

mengundang anti pati atau amarahnya, mudah-mudahan, yakni agar supaya ia

ingat akan kebesaran Allah akan kelemahan makhluk sehingga ia terus

menerus kagum kepada Allah dan taat secara penuh kepada-Nya atau paling

tidak ia terus-menerus takut kepada-Nya akibat kedurhakaannya kepada

Allah.55

Kata ىيىب terambil dari kata وي yang berarti melemahkan tidak bersegera, atau

tidak memerahatikan.56

53

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 11, h. 535. 54

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 7, h. 594. 55

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, h. 593. 56

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, h. 594.

Page 115: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

102

Kata ىيىب yang berarti perkataan lemah lembut adalah perkataan yang tidak

mengandung kekasaran. Bila Nabi Musa saja di perintahkan untuk mengucapkan

perkataan yang lemah lembut kepada Fir‟aun, maka apalagi selainnya, semestinya

lebih berhati-hati, yaitu dengan mengikuti perkataannya.57

Firman-Nya: mudah-mudahan ia ingat atau takut.” Dengan pengertian

yang di kemukakan di atas mengisyaratkan bahwa peringatan dzikir terus-

menerus yang mengantar kepada keridhaan Allah dalam hati dan

kekagumannya kepada-Nya merupakan peringkat yang lebih tinggi daripada

peringkat takut. Ini karena kekaguman menghasilkan cinta dan cinta member

tanpa batas serta menerima apapun yang dicintai, sedang rasa takut

mengasilkan kekaguman, bukan boleh jadi antipati.58

Kata ىعو bisa di terjemahkan mudah-mudahan yang mengandung makna

harapan terjadinya sesuatu. Tentu saja, yang mengharapkan itu bukan Allah

SWT, karena harapan tidak sesuai dengan kebesaran dan keluasan ilmu-Nya. Oleh

sebab itu ada ulama yang memahami kata ini dalam artian agar supaya atau

bahwa harapan yang dikandung oleh kata itu terarah kepada manusia. Dalam

konteks ayat ini adalah Nabi Musa AS yakni, ”Wahai Musa dan Harun

sampaikanlah tuntunan Allah kepada Fir‟aun sambil menanamkan dalam hati

kamu berdua harapan dan optimisme kiranya penyampaianmu bermanfaat

baginya.

Perintah Allah ini menunjukan bahwa manusia hendaknya selalu berusaha

tidak mengandalkan takdir semata-mata. Allah telah mengetahui penolakan

Fir‟aun terhadap ajakan Nabi Musa As, kendati demikan yang Maha kuasa Allah

tidak manjatuhkan sanksi dan ganjaran bedasarkan pengetahuannya yang azali,

tetapi berdasar pengetahuan-Nya serta kenyataan yang terjadi dalam pentas

57

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 11, h. 535. 58

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 7, h. 596.

Page 116: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

103

kehidupan dunia ini. Di sisi lain, perintah tersebut bila telah dilaksanakan dan

ditolak maka penolakan itu akan menjadi bukti yang memberatkan sasaran

dakwah karena, jika tidak ada ajakan, boleh jadi di hari kemudian kelak mereka

akan berkata: “Kami tidak mengetahui tuntunan-Mu kerena tidak ada yang pernah

menyampaikan kepada kami”.59

Sedangkan menurut pemuka ahli Nahwu, firman Allah يخش ا ز يتذم ىعي

maknanya : sebagaimana harapan dan keinginan kamu berdua. Jadi harapan ini

kembali kepada pihak manusia.60

b. Kemudian, sebagaimana firman Allah pada Surah Ali Imran {3}: 159.

Maka di sebabkan rahmat Allah-lah, engkau berlaku lemah lembut

terhadap mereka. Sekiranya engkau berlaku keras lagi berhati kasar, tentulah

mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,

memohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka

dalam urusan (itu). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, yang

bertawakal kepada-Nya.

Firman-Nya, Maka di sebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemah

lembut terhadap mereka, dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah SWT

sendiri yang mendidik dan membetuk kepribadian Nabi Muhammad SAW

sebagaimana sabda beliau : “Aku di didik oleh Tuhanku, maka sungguh baik

hasil pendidikan-Nya.” Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya

pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu Al-

59

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 7, h. 595. 60

Syaikh Imam Al-Qurthubī, Tafsir Al-Qurthubī terjemahan Tafsir Al-Jamī‟ Li Ahkȃm Al-

Qur‟ȃn (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 11, h. 538.

Page 117: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

104

Qur‟ān, tetapi juga kalbu (hati) beliau di sinari, bahkan totalitas wujud beliau

merupakan rahmat bagi seluruh alam.61

Redaksi di atas, yang di susul dengan perintah memberi maaf dan seterusnya,

seakan-akan ayat ini berkata: “Sesungguhnya perangaimu, wahai Muhammad

adalah perangai yang luhur, engkau tidak beresikap keras, tidak juga berhati kasar,

engkau pemaaf dan bersedia mendengar saran dari orang lain. Itu semua di

sebabkan rahmat Allah kepadamu yang telah mendidikmu sehingga faktor yang

dapat memengaruhi kepribadianmu disingkirkan-Nya.62

Menurut Imam Al-Qurṯubī, makna ayat di atas adalah ketika Rasulullah

bersikap lemah lembut dengan orang yang berpaling pada perang Uhud dan tidak

bersikap kasar terhadap mereka maka Allah SWT menjelaskan bahwa beliau

dapat melakukan itu dengan sebab taufik-Nya kepada beliau.63

Firman Allah Ta‟ala, اىقيت مىتفزظبغييظ ى “Sekirangnya engkau bersikap

keras lagi berhati kasar.” Ayat ini mengandung makna bahwa engkau wahai

Muhammad, bukanlah seorang yang berhati keras. Ini di pahami dari kata ى

yang di terjemahkan sekiranya. Kata ini di gunakan untuk menggambarkan

sesuatu yang bersyarat, tetapi syarat tersebut tidak dapat wujud.64

Jika

demikian, ketika ayat ini menyatakan sekiranya engkau bersikap keras lagi

berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, itu

bersikap keras lagi berhati kasar tidak ada wujudnya, dan karena itu tidak ada

wujudnya, maka tentu saja tentulah mereka menjauhkan diri dari

sekelilingmu, tidak pernah akan terjadi.65

Firman Allah Ta‟ala, اىقيت Berlaku keras lagi berhati kasar“غييظ

menggambarkan sisi dalam dan sisi luar manusia, berlaku keras menunjukkan sisi

luar manusia dan berhati kasar menunjukkan sisi dalamnya. Kedua ini hal itu

dinafikan dari Rasul SAW. Memang keduanya perlu dinafikan secara bersamaan,

karena boleh jadi ada yang berlaku keras tapi hatinya lembut atau hatinya lembut

tapi tidak mengetahui sopan santun. Karena, yang terbaik adalah yang

61

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, Vol.2, h.

310. 62

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 2 h. 310-311. 63

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 4, h. 619. 64

Seperti jika seorang yang ayahnya telah meninggal kemudian berkata “Sekiranya ayah saya

masih hidup, saya akan menamatkan kuliah.” Karena ayahnya telah wafat, kehidupan yang

diandaikannya pada hakikatnya tidak ada, dan dengan demikian tamat yang diharapkannya pun

tidak mungkin wujud. 65

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, h. 311.

Page 118: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

105

menggabungkan keindahan sisi luar dalam perilaku yang sopan, kata-kata yang

indah, sekaligus hati yang luhur, penuh kasih sayang.66

Dalam sifat Nabi SAW di sebutkan bahwa beliau bukan orang yang keras,

bukan orang yang kasar. Kata اىقيتغيظ (keras hati) adalah ungkapan untuk muka

yang sedang masem, tidak peka terhadap segala keinginan dan kurang memiliki

rasa kasih sayang.67

Menurut Imam Al-Qurṯubī, makna ayat ini : “Hai Muhammad, seandainya

bukan karena sikap lemah-lembutmu niscaya enggan dan takut mencegah mereka

untuk mendekat kepadamu setelah berpalingnya dari medan perang.68

Analisis Penulis

Di dalam ayat ini yakni surah Thaha {20}:44, Allah sengaja mengutus

Nabi Musa AS dan Harun AS untuk mendatangi fir‟aun dan mengajaknya kejalan

yang lurus. Seolah-olah firman Allah pada ayat ini mengisyaratkan kepada kita

bahwa sebagian tugas akan berhasil dengan gemilang jika tugas itu di lakukan

secara bersamaan oleh sekelompok orang. Apalagi jika tugas itu di tujukkan

kepada kalangan pembesar yang bersikap sombong seperti Fir‟aun dan para

pembesarnya.

Ayat ini memberikan isyarat bahwa Allah menyuruh Nabi-Nya dan Rasul-Nya

utuk bersikap lemah lembut kepada orang lain ketika ia menyampaikannya.

Menurut penulis, ayat ini bukan hanya di tujukan kepada Nabi dan Rasul saja.

Akan tetapi ayat tersebut juga mencakup seluruh setiap orang yang bergerak di

bidang dakwah.

66

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, h. 312. 67

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 4, h. 620. 68

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h. 621.

Page 119: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

106

Selain itu, Ayat ini juga menjadi sebuah dasar perilakunya sikap bijaksana

dalam berdakwah yang antara lain di tandai dengan ucapan-ucapan sopan yang

tidak menyakiti hati sasaran dakwah. Seorang dai yang menggunakan tutur kata

yang lemah lembut, perilaku yang baik dan kemauan yang tinggi, maka

dakwahnya akan memberi rasa tertarik pada kalbu orang-orang yang

mendengarkan dakwahnya. Tetapi jika seorang dai telah menyimpang dari tutur

kata yang lemah lembut dan perilaku yang baik, tentunya ia akan menuai

kegagalan dalam dakwahnya.

Lemah lembut di sini, menurut penulis bukan berarti seorang dai identik

dengan suara yang lembut atau halus. Akan tetapi lemah lembut di sini, di mana

seorang dai ketika menyampaikan dakwahnya itu berusaha mengambil perolehan

kata yang baik, sebagai contoh yang sekarang ini lagi viral yaitu kata Kafir dan

Non-Muslim. Menurut penulis, Esensi kata Kafir dan Non-Muslim itu sama saja

yakni orang yang tidak beriman atas keyakinan adanya Allah SWT. Tetapi, dari

kedua kata ini penulis lebih memilih kata Non-Muslim untuk di lontarkan kepada

orang yang Kafir, bukan berarti penulis menghilangkan kata Kafir dalam Al-

Qur‟ān. Hanya saja di sini penulis berusaha untuk menjaga perasaan hati dan

menjaga tali persaudaraan sebangsa se-Indonesia. Oleh karena itu, bagi seorang

dai yang memiliki suara lantang dan keras, alangkah baiknya untuk

menyampaikan dakwahnya itu mengambil kata-kata yang baik agar dalam

penyampaiannya tidak ada yang tersakiti. Sebagaimana sabda Nabi SAW :69

را و ليصمت من ك قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : رواه {ان ي ؤمن ا اهلل و الي وم الخر ف لي قل خي : 6018}خري

69

Bukhari, Shahih Bukhari : Adab – Memuliakan dan Melayani, No. 6018.

Page 120: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

107

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya berkata

baik atau diam.

Oleh karena itu, Menurut penulis metode seperti inilah yang sangat efektif

untuk penyampaian dalam tujuan amar ma‟rūf nahī munkar. Selain membawa

kebaikan untuk diri seorang dai di sisi lain juga untuk memudahkan membuka

pintu hidayah bagi para mad‟u. Karena dakwah pada dasarnya adalah ajakan

hidayah. Dalam arti hidayah itu datangnya dari Allah SWT bukan dari manusia

sekalipun Nabi dan Rasul, namun salah satu media untuk mendapatkan hidayah

adalah dengan cara berdakwah.

Ayat ini juga senada dengan Surah Ali Imrān {3}:159 yakni tujuan dakwah di

sini itu penyampaiannya dengan cara yang lemah lembut. Namun, ayat ini

memiliki keistimewaan yang sangat sulit untuk di terapkan bagi para dai yaitu

sebagai seorang dai harus memiliki sifat pemaaf sebagaimana sifat yang di miliki

oleh Nabi Muhammad SAW. Karena pada dasarnya menjadi seorang dai itu ujian

tidaklah sedikit, ujian tersebut bukan saja datangnya dari sasarannya melainkan

dari muballigh lainnya. Realitasnya yang sering terjadi di era modern ini, jika

kedapatan suatu kesalahan pada salah seorang dai dalam penyampaiannya, maka

muballigh lain yang membidik dengan mencari kesalahan dai tersebut langsung

mengomentari yang tidak baik bahkan cacian dan hinaan kepada orang tersebut di

lontarkan. Maka dari itu menjadi seorang dai itu haruslah memiliki sifat pemaaf,

jika tidak memiliki sifat tersebut. Penulis mengkhawatirkan jika terjadi suatu

kesalahan, maka perselisihan pun terjadi sehingga mengakibatkan perpecahan

dalam ukhuwah Islamiah.

Page 121: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

108

2. Dakwah Kepada Kerabat Terdekat dan Sekitarnya,

a. QS. Asy-Syu‟ara {26}:214-215.

Dan berilah kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkanlah

dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang

mukmin.

Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu juraij bahwa ketika turun ayat, “Dan

berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.” Beliau

memulai dari keluarganya dan marganya, sehingga hal itu terasa berat atas kaum

Muslimin. Maka Allah menurunkan ayat 215, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap

orang-orang yang beriman yang mengikutimu.”70

Firman Allah Ta‟ala, االقزثيه عشيزتل اوذر “Dan berilah peringatan kepada

kerabat-kerabatmu yang terdekat.” Kerabat-kerabat dekat Rasulullah SAW

mendapat perhatian pertama dan utama untuk mendapat peringatan, untuk

mencegah sikap mereka dan orang-orang di luar mereka dalam memusuhi

Rasulullah SAW karena perbuatan syirik mereka. Adapun yang di maksud dengan

kerabat-kerabat dekat tersebut adalah kaum Quraisy.71

Selain itu, ayat ini terdapat

dalil bahwa kekerabatan dan keturunan tidak berkaitan dengan sebab-sebab

70

Ibnu Katsīr (4/62-64) menyebtkan riwayat ini dan melanjutkannya dengan mamaparkan

beberapa jalur yang mencapai delapan hadis. Di kutip dari, Jalaluddin Asy-Syuyuṯī, Sebab

Turunnya Ayat Al-Qur‟ān, Terjemahan Lubābun Nuqūl Fī Asbābin Nuzūl (Jakarta: Gema Insani,

2008), cet. 1, h. 30-31. 71

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 13, h. 385.

Page 122: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

109

menjadi seorang hamba, dan terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menjalin

hubungan dengan non-Muslim serta memberinya pengajaran dan nasihat.72

Maksud ayat ini :“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu

yang terdekat tanpa pilih kasih dan rendahkanlah dirimu,” yakni berlaku

lemah lembut dan rendah hati lah, terhadap orang-orag yang sungguh-

sugguh mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin, baik kerabatmu maupun

bukan.73

Firman Allah Ta‟ala, اىمؤمىي مه اتجعل ىمه جىبحل اخفض ه “Dan rendahkanlah

dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang

beriman.” Yang di katakan, khafadha janahahu idzan (kalau begitu, dia

merendahkan dirinya), karena ك عص Jika mereka mendurhakaimu,” yakni“ فبن

menyelisihi urusanmu :ب م م ثزء اوي وفقو Maka katakanlah, „sesungguhnya“ تعيم

aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” Yakni, tidak

bertanggung jawab atas kemaksiatan kamu kepadaku. Sebab kemaksiatan mereka

kepada Rasulullah SAW adalah kemasiatan mereka kepada Allah SWT. Selain

itu, Rasulullah SAW hanya melakukan apa yang di perintahkan-Nya. Jika Rasul

berlepas diri dari seseorang, Allah SWT juga berlepas diri darinya juga.74

Kata اتجعل mengikuti yakni dalam melaksanakan tuntunan agama. Ibnu „Asyūr

hanya memahami kata ini dalam arti “beriman” sedangkan peneyebutan kata

menurutnya adalah untuk menjelaskan kenapa Nabi SAW, di perintahkan اىمؤمىيه

untuk merendah hati kepada mereka seakan-akan ayat ini berkata: “Hadapilah

mereka dengan kerendahan hati karena keimanan mereka.” Demikian Ibn „Asyūr.

72

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 9, h. 383. 73

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misba: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, h. 356. 74

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 13, h. 361.

Page 123: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

110

Demikian ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah, dan umatnya agar tidak

mengenal pilih kasih atau memberi kemudahan pada keluarga dalam hal

pemberian peringatan. Ini berarti Nabi SAW dan keluarga beliau tidak kebal

hukum, tidak juga terbebaskan dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak

berlebih atas dasar kekerabatan kepada Rasul SAW, karena semua adalah hamba

Allah, tidak ada perbuatan antara keluarga dan orang lain. Bila ada kelebihan yang

berhak mereka peroleh, itu di sebabkan keberhasilan mereka mendekat kepada

Allah dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.

Analisis Penulis

Ayat ini menjelaskan tentang satu langkah awal bagi dai sebelum

berdakwah kepada masyarakat yaitu memerintahkan atau memberikan keterangan

(ajakan) kepada ajaran Allah SWT untuk kalangan keluarga dan kerabatnya.

Kemudian ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah dan umatnya agar tidak

mengenal pilih kasih atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal

pemberian peringatan, tidak ada kebal hukum, tidak terbebaskan dari kewajiban,

dan tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan karena semua adalah

hamba Allah Ta‟ala.

Denotasi kata kerabat di sini bukan hanya keluarga dan orang terdekat

saja, tetapi juga saudara seiman dan sebangsa. Dengan demikian, untuk mencapai

penyampaian yang sempurna dalam berdakwah yakni Islam Rahmatan Lil

„Alamin. Oleh karena itu ayat ini memberikan sebuah metode, di mana seorang

dai ketika menyampaikan ajakan kepada kerabatnya itu dengan cara merendah

Page 124: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

111

hati dan lemah lembut agar yang tidak seiman pun bisa merasakan Islam

Rahmatan Lil „Alamin dan tidak terjadinya timbul pilih kasih.

3. Dakwah Dengan Cara Hikmah, Mau‟izah dan Diskusi

Sekarang ini, dakwah bukan lagi hanya sebatas menyampaikan saja75

melainkan harus mengetahui obyek yang di tuju. Seiring berkembangnya zaman,

sasaran dakwah bukan lagi orang-orang yang tidak berpengetahuan (awam)

melainkan para elit-elit negara pun juga termasuk sasaran dakwah.

Oleh karena itu pada Surah An-Nahl {16}:125 ini, di jelaskan sebuah

beberapa metode dalam dakwah. Sebagai berikut :

Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang

baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya

Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-

Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat

petunjuk.

Ayat ini turun di Makkah saat di perintahkan agar berdamai dengan Quraisy.

Allah juga memerintahkan beliau agar berdakwah menyeru kepada agama Allah

dan syari‟at-Nya dengan lemah lembut, tidak kasar atau keras. Demikianlah

seharusnya kaum Muslimin memberikan nasihat tentang hari Kiamat. Yang

75

ثاعهثىاسزائيو حذ اية ى اعى سيم:ثيغ عيي هللا صي ههللا أقبهرس ذافييتج متعم مهمذةعيي حز ال

مقعذيمهاىىبر

“Sampaikanlah dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani

Israil dan itu tidak apa {dosa}. Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-

siaplah menempati duduknya dineraka.”

Page 125: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

112

merupakan hikmah bagi para pelaku kemaksiatan dari kalangan ahli tauhid, dan

menghapus perintah perang terhadap orang-orang kafir.76

Ayat ini menyatakan; Wahai Nabi Muhammad, serulah yakni lanjutkan

usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru, kepada jalan

yang di tunjukkan Tuhanmu yakni ajaran Islam, dengan hikmah dan

pengajaran yang baik dan bantahlah mereka yakni siapapun yang menolak

atau meragukan Islam, dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara berdakwah

yang hendaknya engkau tempuh menghadapi manusia beraneka ragam

peringkat dan kecendrungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-

tudahan tidak berdasar kaum musyrikin, dan serahkan urusanmu dan urusan

mereka pada Allah karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing

dan berbuat baik kepadamu Dia-lah sendiri yang lebih mengetahui dari

siapapun yang menduga tahu tentang siapa yang bejat jiwanya sehingga

tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah saja juga yang lebih mengetahui orang-

orang yang sehat jiwanya sehingga mendapat petunjuk.77

Ayat ini di pahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan tiga macam

metode dakwah yang harus di sesuaikan dengan sasaran dakwah :

a. Terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi di perintahkan

menyampaikan dakwah dengan hikmah yakni berdialog dengan kata-kata

bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka.

b. Terhadap kaum awam di perintahkan untuk menerapkan mau‟izhah yakni

memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai

dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana.

c. Sedang, terhadap Ahl-Kitab dan penganut agama-agama lain yang di

perintahkan adalah jidal/perdebatan dengan cara yang terbaik yaitu

dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.

76

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 10, h. 498. 77

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 6, h. 274.

Page 126: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

113

Kata حنمة antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik

pengetahuan maupun perbuatan adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas

dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga di artikan sebagai sesuatu yang bila

di gunakan/di perhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang

besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang

besar atau lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah yang berarti kendali,

karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak

diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah

perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang

burukpun di namai hikmah, dan pelakunya di namai hakim (bijaksana). Siapa

yang tepat dalam penilaiannya dan dalam pengaturannya, dialah yang wajar

menyandang sifat ini atau dengan kata lain dia yang hakim.78

Kata عظة عظ terambil dari kata اىم yang berarti nasihat. Mau‟izhah adalah

uraian yang menyeru hati yang mengantar kepada kebaikan. Demikian di

kemukakan oleh banyak ulama. Sedang, kata م yang جذاه terambil dari kata جبدى

bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalih mitra

diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang di paparkan itu di

terima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara.

Di temukan di atas bahwa mau‟izhah hendaknya di sampaikan dengan حسىة

baik, sedang perintah berjidal di sifati dengan احسه yang terbaik. Bukan sekedar

yang baik. keduanya berbeda dengan hikmah yang tidak di sifati oleh satu sifat

78

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 6, h. 275.

Page 127: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

114

pun. Ini berarti bahwa mau‟izhah ada yang baik dan ada yang tidak baik, sedang

jidal ada tiga macam, yang baik, yang terbaik dan yang buruk.

Hikmah tidak perlu di sifati dengan sesuatu karena dari maknanya telah di

ketahui bahwa ia adalah sesuatu yang mengena kebenaran berdasar ilmu dan akal

seperti tulis ar-Raghīb atau seperti tulis Ibn „Asyūr, ia adalah segala ucapan atau

pengetahuan yang mengarah kepada perbaikan keadaan dan kepercayaa manusia

secara bersinambung. Di sisi lain, hikmah yang di sampaikan itu adalah yang di

miliki oleh seorang حنيم (bijaksana).

Sedang jidal terdiri dari tiga macam, yang buruk adalah yang di sampaikan

dengan kasar, yang mengundang kemarahan lawan, serta yang menggunakan

dalih-dalih yang tidak benar. Yang baik adalah yang di sampaikan dengan sopan

serta menggunakan dalil-dalil atau dalih walau hanya yang diakui oleh lawan,

tetapi yang terbaik adalah yang di sampaikan dengan baik dan dengan argumen

yang benar lagi membungkam lawan.79

Analisis Penulis

Pada pembahasan ini, ayat ini di pahami sebagai menjelaskan prinsip dalam

metode dakwah yakni terdiri dari tiga macam cara menyampaikan kepada sasaran

dakwah yaitu dengan cara hikmah, mau‟izhah dan jidal. Ketiga metode ini di

sesuaikan dengan kemampuan intelektual masyarakat yang di hadapi.

Metode dakwah yang pertama, dakwah dengan menggunakan metode hikmah

yaitu dakwah terhadap cendekiawan atau kalangan terpelajar yang memiliki

79

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 6, h. 275.

Page 128: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

115

pengetahuan tinggi. Penggunaan metode hikmah di sini maksudnya sesuatu yang

bila di praktikkan/di gunakan akan mendatangkan kemashlahatan dan kemudahan

yang besar atau lebih besar kepada sasaran. Oleh karena itu, bagi seorang dai

syarat utama untuk menggunakan metode ini harus memiliki pengetahuan dan

wawasan yang luas agar dalam penyampaian dakwahnya jelas disertai dalil yang

dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keraguan.

Adapun, metode dakwah yang kedua, yaitu dakwah dengan menggunakan

metode mau‟izhah yaitu dakwah terhadap kaum awam. Penggunaan metode

mau‟izhah di sini ialah dengan tujuan memberikan nasihat dan perumpamaan

yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana.

Oleh karena itu, bagi seorang dai untuk menggunakan metode ini yang di

butuhkan seorang dai yaitu memiliki keteladanan yang baik. Keteladanan yang

baik di sini yaitu sinkronisasi antara perkataan dan perbuatan, selain itu seorang

dai harus pandai dalam beretorika dan pandai menggunakan pengambilan kata

yang baik dalam penyampaian agar dalam penyampaiannya mudah di mengerti

dan tidak menyinggung perasaan sasaran.

Kemudian metode dakwah yang ketiga, yaitu dakwah dengan menggunakan

metode jidal (diskusi). Sasaran metode jidal di sini ialah dakwah terhadap Ahl-

Kitab dan penganut Agama-agama lain bahkan terhadap orang yang Atheis.

Metode penyamapaian di sini yaitu dengan cara yang baik dan lemah lembut,

lepas dari kekerasan dan umpatan. Oleh karena itu, seorang dai dalam

menggunakan metode ini selain syarat utama harus memiliki keilmuan dan

wawasan juga harus memiliki perkataan yang lembut, agar dalam penyampaian

sasaran tersebut dapat di terima dan memberikan kesan yang baik di hati mereka.

Page 129: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

116

4. Tujuan Dalam Penyampaian Dakwah

a. QS. Ali Imran {3} : 104.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang

munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

Kata مه pada kalimat مىنم adalah untuk menunjukkan sebagian.80

Artinya,

orang-orang yang memerintahkan yang ma‟ruf haruslah para Ulama. Karena tidak

semua orang itu ulama. Ada juga ulama yang memfungsikan kata نممى adalah

untuk penjelasan sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang

Muslim untuk melaksanakan tugas dakwah, masing-masing sesuai

kemampuannya.81

Al-Qurṯubi dalam tafsirnya berpendapat, bahwa pendapat yang pertama lebih

benar. Kata tersebut menunjukkan bahwa amar ma‟rūf nahī munkar hukumnya

adalah fardhu kifayah.82

Sedangkan Quraish Shihab, mengomentari masalah ayat tersebut. Bagi yang

memahami pada pendapat yang pertama, ayat ini mengandung dua macam

perintah. Perintah pertama, kepada seluruh umat Islam agar membentuk dan

menyiapkan satu kelompok khusus yang bertugas melaksanakan dakwah, dan

perintah yang kedua adalah kepada kelompok khusus itu untuk melaksanakan

80

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), jilid. 4, h. 411 dan lihat juga, M. Quraish Shihab, Tafsir

Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān (Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 2, h.

209. 81

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, h. 209. 82

Syaikh Imam Al-Qurṯubī, Tafsīr Al-Qurṯubī terjemahan Tafsīr Al-Jamī‟ Li Ahkām Al-

Qur‟ān, h. 411.

Page 130: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

117

dakwah kepada kebajikan dan makruf serta mencegah kemunkaran.83

Kemudian,

jika mereka memahami ayat ini merupakan perintah kepada setiap Muslim untuk

melaksanakan tugas dakwah dengan maksud dakwah yang sempurna, tentu saja

tidak semua orang dapat melakukannya. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat

dewasa ini menyangkut informasi yang benar di tengah arus informasi, bahkan

perang informasi yang demikian pesat dengan sajian nilai-nilai baru yang sering

kali membingungkan, semua itu menuntut adanya kelompok khusus yang

menangani dakwah dan membendung informasi yang menyesatkan. Karena itu,

adalah lebih tepat memahami kata مىنم pada ayat di atas dalam arti sebagian kamu

tanpa menutup kewajiban setiap Muslim untuk saling mengingatkan.84

Sedangkan, di temukan bahwa ayat di atas menggunakan dua kata yang

berbeda dalam rangka perintah dakwah. Pertama adalah kata ن yakni يذع

mengajak, dan kedua adalah ن .yakni memerintahkan يأمز

Menurut Quraish Shihab, tidak ada dua kata yang berbeda walaupun sama

akar katanya, kecuali mengandung pula perbedaan makna. Tanpa mendiskusikan

perlu tidaknya ada kekuatan yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah

kemunkaran. Paling tidak ada dua hal yang perlu di garisbawahi berkaitan dengan

ayat di atas. Pertama, nilai-nilai Ilahi tidak boleh dipaksakan, tetapi di sampaikan

secara persuasif dalam bentuk ajaran yang baik. Kedua, yang perlu di garisbawahi

adalah al-Ma‟ruf yang merupakan kesepakatan umum masyarakat. Ini sewajarnya

83

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan KeserasianAl-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 2, h. 209. 84

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan KeserasianAl-Qur‟ān, h. 210.

Page 131: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

118

di perintahkan, demikian juga al-Munkar seharusnya dicegah. Baik yang

memerintahkan dan yang mencegah itu pemilik kekuasaan maupun bukan.85

Analisis Penulis

Setelah membahas berbagai macam metode penyampaian pada pembahasan

sebelumnya. Kemudian pada pembahasan di sini adalah tujuan utama dalam

berdakwah yakni Amar Ma‟rūf Nahī Munkar. Tujuan amar ma‟ruf nahi munkar di

sini hukumnya adalah Fardhu Kifayah. Karena realitasnya sekarang ini, banyak

orang yang mengerti dalam suatu larangan namun tidak mau menegur kepada

yang melakukannya, dan banyak juga orang yang mengerti suatu larangan tetapi

tetap melakukannya. Oleh karena itu, di butuhkannya ulama pada zaman sekarang

ini untuk menyadarkan/memerintahkan dari perbuatan yang ma‟ruf dan yang

munkar.

Penjelasan pada ayat di atas, ayat ini menggunakan dua kata yang berbeda

dalam rangka perintah dakwah. Pertama adalah kata ن yakni mengajak, dan يذع

kedua adalah ن yakni memerintahkan. Oleh sebab itu, menurut penulis يأمز

seorang yang bergerak di bidang dakwah, dalam tujuan mengajak dan

memerintahkan harus dengan cara yang baik, tidak disarankan dengan

menggunakan yang kasar sekalipun itu untuk menegakkan nahi munkar.

Namun realitasnya, di zaman modern sekarang ini, yang sering terjadi pada

seorang dai ternyata tujuan menjadi juru dai itu bukan untuk menegakkan amar

ma‟rūf nahī munkar melainkan untuk mencari keuntungan diri sendiri dalam

berdakwah, dalam arti menjadi seorang dai itu seperti pekerjaan yang menjanjikan

85

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan Kesan dan KeserasianAl-Qur‟ān (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), cet. 1, vol. 2, h. 210-212.

Page 132: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

119

akan suatu finansial, di mana menjadi dai adalah ladang mata pencaharian untuk

kehidupan pribadinya, apalagi jika dakwahnya tersebut sudah di management

kepada suatu media televisi. Oleh sebab itu, perbuatan seperti inilah yang menurut

penulis tidak mencerminkan dalam dakwahnya membawa suatu kebaikan.

Menurut penulis, membedakan antara menerima upah dan meminta upah. Pada

konteks menerima upah, seorang dai itu diperbolehkan karena itu sebuah imbalan

dari orang yang di dakwahinya. Sedangkan konteks meminta upah, dalam arti

memasang tarif dalam berdakwah seorang dai itu tidak diperbolehkan. Karena

mengkhawatirkan membebani orang yang di dakwahinya.

Page 133: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

120

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada hakikatnya dakwah itu memiliki satu tujuan utama yaitu amar ma’ruf

nahi munkar. Mengajak seseorang ataupun banyak orang dalam menegakkan

amar ma’ruf nahi munkar itu tidaklah mudah sebagaimana pepatah bilang “tidak

semudah membalikkan telapak tangan”, karena setiap orang memiliki daya

tangkap dan sifat yang berbeda-beda.

Dengan demikian, untuk mencapai keberhasilan dalam dakwahnya. Kiranya

seorang dai harus memiliki beberapa faktor standarisasi yang penulis paparkan :

1. Seorang dai harus memiliki kesiapan ilmu dan wawasan yang matang, karena

obyek yang di hadapi sekarang ini bukan lagi orang awam melainkan

masyarakat terpelajar.

2. Seorang dai harus menguasai metode dakwah, yakni dai harus bisa

membedakan dakwah kepada dakwah kepada orang awam, dakwah kepada

cendekiawan atau kalangan terpelajar dan dakwah kepada orang yang

menutup dari ajaran Islam (atheis dan Non Musim).

3. Seorang dai harus memberikan budi pekerti yang baik, dengan cara

menghindari memberikan berita bohong atau hoax.

4. Seorang dai juga harus menyelaraskan ucapan dan perbuatan dan berlaku

lemah lembut kepada obyek dakwahnya.

Page 134: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

121

5. Pada dasarnya Islam itu Rahmatan Lil ‘Alamin, oleh karena itu seorang dai

harus pandai dalam beretorika, pandai memilih pengambilan kata yang baik

dan berlaku bijaksana kepada sasaran dakwah, karena sifat masyarakat yang

didakwahinya itu bervarian type.

B. Saran

Kajian mengenai Idealitas Karakter Dai Modern Menurut Al-Qur’an

sangatlah penting untuk di kaji, sebab hampir sebagian manusia yang melakukan

pekerjaan dakwah, hanya saja jiwanya merasa terpanggil karena suatu hadis بلغو

sehingga yang melakukan berdasarkan hadis tersebut, keseringan tidak عنى ولو اية

perlu lagi melihat faktor-faktor yang harus di tempuh sebelum berdakwah. Oleh

karena itu, penelitian ini belum cukup sampai di sini, untuk itu penulis berharap

para pembaca skripsi bersedia untuk melanjutkan penelitian ini dengan lebih luas

dan lebih baik. Karena penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penulisan ini meskipun ini di tulis dengan semaksimal mungkin, akan tetapi

penulis menyadari kemampuan dan keterbatasan penulis.

Dengan adanya skripsi ini, penulis berharap agar kajian mengenai Idealitas

Karakter Dai Modern Menurut Al-Qur’ān bisa memberikan pemahaman baru

yang merevisi cara penyajian dalam penyampaian dakwahnya. Ᾱmīn

Page 135: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

122

DAFTAR PUSTAKA

Arifin. Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi). Jakarta: BumiAksara, 1994.

Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

Arnold, Thomas W,Sejarah Dakwah Islam. Jakarta: Widjaya, 1995.

As, Enjang dan Aliyudin. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah: Pendekatan Filosofis dan

Praktis. Bandung: Widjaya Padjajaran, 2009.

As, Muhammad Syamsu. Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitarnya.

Jakarta: Lentera, 1999.

Al-Asfhani, Al-Raghib. Mu’jam Mufradat Al-Fāḏ Al-Qur’ān. Beirut: Dār al-Fikr,

1993.

Ashari, Gafi. Pemahaman dan Pengalaman Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.

Asmuni, Yusan. Dirasah Islamiyah, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam

dan Pemikiran. Jakarta: Grafindo Persada, 1996.

Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004.

Bachtiar, Wardi. Metodelogi Penelitian Dakwah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1997.

Badruttamam, Nurul. Dakwah Kolaboratif. Jakarta: Grafindo, 2005

Basit, Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: STAIN Purwokerto

dan Pustaka Pelajar, 2006.

Al-Buthi, Muhammad Said Ramadhan. Fiqh Al-Sīrah. Beirut: Dār al-Fikr, 1980.

Berg, Van Den. Dari Panggung Sejarah. Bandung: W. Van Houve, 1959.

Bilali, Abdul Hamid. Fiqhud Dakwah Fī Ingkar Al-Mungkar. Kuwait: Daar Al-

Dakwah, 1989.

Budiharjo. Konsep Dakwah Dalam Islam. Salatiga: STAIN Salatiga.

Page 136: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

123

Darussalam, Ghazali. Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah. Malaysia: Nur Niaga

SDN, 1996.

DEPDIKNAS. Kamus Besar Bahsa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2007.

Devito, Jepph A. Human Communication: The Bassic Course. New York: Happer

Collins Publisher Fifth Edition, 1991.

Djadjadiningrat, Hoesain. Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. Jakarta:

Djambatan, 1983.

Djaya, Tamar. Pusaka Indonesia-Riwayat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air.

Jakarta: Bulan Bintang, 1965.

Al-Ghazali, Al-Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya ‘Ulumi Ad-

Dīn. Semarang: Kerabat Putra.

Ghofur, M. Abdul, dan Al-Atsari, Abu Al-Ihsan. Tafsīr Ibnu Katsīr. Bogor:

Pustaka Imam, 2004

Gharisah, Ali. Kami Da’I Bukan Teroris. Solo: CV Pustaka Mantiq, 1992.

Habib, M. Syafaat. Pedoman Dakwah. Jakarta: Widjaya, 1982.

Hafidz, Abdullah Cholis, dkk. Dakwah Transformatif. Jakarta: PP Lakpedam NU,

2006.

Hamka. Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Dalam Islam. Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1990.

______. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Harjono, Anwar. Dakwah dan Masalah Soisal Kemasyaraktan. Jakarta: Media

Dakwah, 1987.

Hasanuddin. Hukum Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Hasyim, Umar. Sunan Giri. Kudus: Menara Kudus, 1979.

Hendrikus, Dori Wuwu. Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi,

Berargumentasi, Bernegoisasi. Jakarta: Kanisius, 1991.

Horikoshi, Hiroko. Kyai dan Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1987.

Ismail, A. Ilyas. Paradigma Dakwah Sayyid Quṯub. Penamadani, 2006.

Page 137: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

124

Ilaihi, Wahyu dan Efni, Harjani. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana,

2007.

Al-Jarisyah, Ali. Adab Al-Khiwār Wa Al-Muḏarah. Al-Munawarah: Dār Al-Wifa,

1989.

Al-Khu’i, Abdul Qasim. Menuju Islam Rasional, Sebuah Pilihan Memahami

Islam. Jakarta: PT Hawra, 2003.

Kuswanto, Thohir Yuli. Gerakan dakwah Kampus Riwayantmu Kini. Semarang:

Lembaga Penilitian IAIN Walisongo, 2012.

Luthfi, Atabik. Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-Ayat Dakwah Untuk Para Da’i.

Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2011.

Mandzur, Ibnu. Lisān Al-‘Arab. Beirut: Dār Fikr, 1990.

Ma’luf, Lois. Munjid Fī Al-Lughah Wa A’lam. Beirut: Dār al-Fikr, 1986.

Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsīr al-Maraghi. Mesir: Dār al-Fikr, 1972.

Al-Misri, Abu Muhammad. Bolehkah Ustadz Menerima Amplop. Jakarta: Pustaka

Inner, 1992.

Muhyiddin, Asep, dan Agus Ahmad Safe’i. Metode Pengembangan Dakwah.

Bandung: CV Pustaka Setia, 2002.

Mulyana, Dedy. Nuansa-Nuansa Komunikasi Masyarakat Kontemporer.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999.

Munawir, Ahmad Warson. Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta: Pondok

Pesantren Al-Munawir, 1984.

Al-Mundzirī, Al-Hafidz Dzaqiyuddīn Abdul Adzīm bin Abdul Qawī. Ringkasan

Shahih Muslim. Surakarta: Insan Kamil, 2012

Mulyana, Slamet. Runtuhnya Keradjaan Hindu Jawa dan Timbulnja Negara-

Negara Islam di Nusantara. Jakarta: Bharata, 1968.

Munir, Muhammad dan Ilaihhi, Wahyu. Manajeman Dakwah. Jakarta: Prenada

Media, 2006.

Munthe, abdul Karim, dkk. Meluruskan Pemahaman Kaum Hadit Kaum Jihadis.

Tanggerang: Yayasan Pengkajian El-Bukhori.

Muriah, Siti. Metodelogi Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Mitra Pustaka,

2000.

Mutahhari, Murtadha. Islam dan Tantangan Zaman. Bandung: Pustaka Hidayah,

1996.

Page 138: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

125

Natsir, Muhammad. Fiqhud Dakwah. Jakarta: Dewan Dakwah Islamiah

Indonesia, 1997.

Nasution, Chodijah. Bercerita Sebagai Metode Dakwah. Jakarta: Bulan Bintang,

1978.

Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.

Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Puteh, Muhammad Jakfar. Dakwah Dalam Kehidupan Modern. Yogyakarta: AK

Group, 2006.

Al-Qahthani, Sa’id bin Ali Wahf. Menjadi Da’i Yang Sukses. Jakarta: Qisthi

Press, 2005.

Qardhawi, Yusuf. Kritik dan Saran Para Da’i. Diterjemahkan oleh Nabhan

Husein. Jakarta: Media Dakwah, 1988.

Qasim, Ahmad. Metodelogi Dakwah Dalam Al-Qur’ȃn. Jakarta: Lentera

Basritama, 1997.

Al-Qurṯubi, Syaikh Imam. Tafsīr al-Qurṯubī Terjemahan Tafsīr Al-Jamī’ Li

Ahkām Al-Qur’ān. Jakarta: Pustaka Azam, 2007.

Rauf, Abdul Khadir Sayyid Abdul. Dirasah Fī Ad-Dakwah Al-Islamiyah. Kairo:

Dār Al-Tiba’ah Al-Muhammadiah, 1987.

Rozak, Abdul. Kisah Keteladanan Wali Songo Penyebar Agama Islam Ditanah

Jawa. Surabaya: CV Surabaya.

Rubiyanah, dan Ade Masturi. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Lembaga

Penelitian, 2010.

Sabik, Sayyid. Fiqih Sunnah. Beirut: Dār Al-Fikr, 1996.

Saputra, Wahidin. Pengantar llmu Dakwah. Jakarta: Praja Grafindo Persada,

2011.

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an (Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat). Bandung: Mizan, 1992.

___________. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an).

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

___________. Al-Lubāb (Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah Al-

Qur’an). Tangerang: Lentera Hati, 2012.

Sumianto, H.A. Metode Dakwah (Bagi Suku Badui di Banten). Jakarta: Diktat,

Fakultas Ushuluddin Syarif Hidayatullah, 1975.

Page 139: IDEALITAS KARAKTER DAI MODERN PERSPEKTIF AL-QUR’ᾹNrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46928/1/AS'AD NURSHODIQIN-FUF.pdfsemangat serta masukan-masukan, semoga kita

126

Suparta, Munzier, dan Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media,

2003.

Syabibi, Ridho. Metodelogi Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Syirbashi, Ahmad bin. Tarīkh Tafsīr Al-Qur’ān. diterjemahkan oleh Pustaka

Firdaus. Sejarah Tafsir Al-Qur’ān. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.

Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.

Asy-Syuyuti, Jalaludin. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, Terjemahan Lubābun

Nuqūl Fī Asbābin Nuzūl. Jakarta: Gema Insani, 2008.

Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya media Pratama, 1997.

TIM Penulis IAIN Syaruf Hidayatullah, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Djambatan,

1992

Thantawi, Sayyid Muhammad. Adab Al-Khiwār Fī Islam Dār Al-Naḏah Mesir,

Terjemahkan Zuheiri Misrawi dan Zamroni Kamal. Jakarta: Azan, 2001.

Yaqub, Ali Mustafa. Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus,

2000

Zakariya, Ahmad bin Fariz. Mu’jam Maqayis Lughah. Beirut: Dār al-Fikr.

Zahra, Muhammad Abu. Ushul Fiqih. Beirut: Dār Al-Fikr Al-‘Arabi

____________________. Al-Dakwah Ila Al-Islam. Beirut: Dār Al-Fikr Al-Araby.

Zulkarnain. Dakwah Islam Di Era Modern. Risalah, Vol.26, No. 3, 2015.

http://umar-arrahimy.blogspot.com/2015/03/takhrij-hadits-himah-milik-

orang.html?m=1