HUBUNGAN ANTARA RASIO KADAR TNF-α DAN IL-10...
Transcript of HUBUNGAN ANTARA RASIO KADAR TNF-α DAN IL-10...
1
TESIS
HUBUNGAN ANTARA
RASIO KADAR TNF-α DAN IL-10 CAIRAN SENDI
DENGAN DERAJAT OSTEOARTRITIS
SATRIAWAN ABADI
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2008
2
ABSTRAK Tujuan Mengetahui hubungan rasio TNF-α dan IL-10 cairan sendi dengan derajat kerusakan OA sendi lutut menurut kriteria radiologis Kellgren Lawrence. Bahan dan cara Diteliti cairan sendi 41 pasien OA sendi lutut yang datang berobat di Poliklinik Rematologi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dari bulan September sampai dengan November 2008. Kadar TNF-α dan IL-10 cairan sendi dalam satuan pg/ml, ditentukan dengan metode Quantitative sandwich immunoassay di Laboratoium Prodia.Pemeriksaan radiologis dilakukan di SMF Radiologi RSWS dan dijadikan dasar penilaian derajat kerusakan radiologis menurut Kellgren Lawrence. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS versi 15.0 Hasil Dari 41 pasien, 13 laki-laki, 28 perempuan, umur antara 45-72 tahun, ditemukan kadar TNFα berkisar antara 0,39-1062, 33 dengan rerata 94,35 pg/dl. Kadar IL-10 berkisar antara 0,77-66,83 dengan rerata 8,35 pg/dl. Rasio TNFα dan IL-10 berkisar antara 0,46-192,56 dengan rerata 16,34. Ketiganya berhubungan secara bermakna dengan derajat keparahan radiologis Kellgren Lawrence dengan koefisien korelasi menurut Spearman masing-masing 0,819, 0,355 dan 0,620 Diskusi Sebagai sitokin proinflamasi kadar TNFα meningkat sesuai dengan derajat keparahan radiologis OA. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan oleh Neidel dkk (1995) dan Deng dkk (1998). Scheepers dkk pada tahun 2008 juga menemukan hubungan kadar TNFα yang tinggi dengan penyempitan sendi. Sebagai sitokin antiinflamasi seharusnya jika kadar IL=-10 tinggi inflamasi tertekan tetapi pada penelitian ini ternyata kadar IL-10 juga meningkat sesuai derajat keparahan radiologis, hal ini juga ditemukan oleh Scheepers dkk meskipun hubungannya tidak seerat dengan TNFα. Menurut Mittal dkk IL-10 diproduksi agak lambat dalam respon imunologis jadi tidak bersifat prevensi primer, mungkin hanya mencegah agar proses inflamasi tidak terlalu berat. Disamping itu masih banyak sitokin lain yang ikut berperan. Demikianlah sehingga rasio TNFα dan IL-10 meskipun berhubungan bermakna dengan derajat keparahan radiologis namun masih lebih rendah dibanding dengan TNFα sendiri. Simpulan Kadar TNFα, dean IL-10 serta rasio TNFα dan IL-10 berhubungan secara bermakna dengan derajat OA menurut Kellgren Lawrence, makin tinggi kadar TNFα, kadar IL-10 dan rasio TNFα dan IL-10 makin berat OA-nya menurut kriteria Kellgran Lawrence
3
ABSTRACT Objective To investigate whether synovial fluid concentrations of TNF α, IL-10 and ratio TNFα / IL-10 are associated with disease severity according radiographic criteria of Kellgran Lawrence in adults patients with knee osteoarthritis (OA). Subjects and Methods Data are from synovial fluid of 41 patients with knee OA participating as outpatients of Rheumatology Clinic of Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital, from September to November 2008. The synovial fluid concentration of TNFα and IL-10 were examined by Quantitative sandwich immunoassay methods in pg/dl units at Prodia Laboratory. Radiographic examination at Radiology Department of Dr. Wahidin Sudirohusodo Hospital to classified the severity of OA by Kellgran-Lawrence criteria. Statistic analyzed by SPSS version 15.0 Results From 41 patients were 13 males, 28 females, age 45-72 years, we found TNFα concentration range from 0,39 to1062, 33, mean 94,35 pg/dl. Concentration of IL-10, were 0.77 - 66.83 and mean 8.35 pg/dl. Ratio TNFα and IL-10 were 0.46-192.56 and mean 16.34. These values significantly associated with degree of OA severity as Kellgran-Lawrence classification by Spearman correlation coefficient were 0,819, 0,355 and 0,620 Discussion As proinflammatory cytokine, the increasing level of TNFα associated with the degree of OA severity. These phenomena like to report by Neidel et al (1995) and Deng et al. (1998). Scheepers et al. in 2008 found the association of TNFα concentration with the narrow of joint space. As anti-inflammatory cytokine the IL-10 level if high can protect us to inflammation process, however in this series the IL-10 level increase associated with the degree of OA severity although not so strong like TNFα. Mittal et al report that IL-10 was produced relatively late in immunologic response, it may be not in primary prevention but may be act as suppressor to reduce inflammation process. In another alternative may be the role of other cytokine. That also in the ratio of TNFα and IL-10 were although has association with OA severity but lower than TNFα alone Conclusion The level of TNFα, IL-10 and ratio TNF/ IL-10 have significantly association with OA severity according to Kellgren-Lawrence classification. More high level of TNFα, IL-10 or ratio TNFα/IL-10 more severe radiographic destruction of OA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Osteoartritis (OA) adalah suatu penyakit sendi degeneratif kronik dengan
etiologi multi faktorial yang ditandai oleh hilangnya rawan sendi, hipertrofi tepi
tulang, sklerosis subkondral, perubahan biokimia dan morfologi membrana synovia
dan capsul sendi. OA dapat menyebabkan perubahan seluruh struktur sendi.
Osteoartritis dapat mengenai satu atau beberapa sendi, antara lain sendi servikal,
lumbosakral, panggul, lutut dan metatarsa-phalangeal.(1)
Osteoartritis adalah bentuk umum atau kelanjutan seluruh jenis artritis. OA
memiliki prevalensi yang tinggi dan cepatnya terjadi keadaan disabilitas yang
berhubungan dengan penyakit sehingga membuat penyakit ini dihubungkan dengan
penyebab disabilitas terbanyak pada orang tua. Di Rotterdam hanya 135 dari 1040
orang yang berumur 55-65 tahun yang bebas dari OA (secara radiologik), meskipun
tidak semua OA simtomatik.Peningkatan prevalensi OA berkorelasi erat dengan usia,
dimana OA jarang didapatkan pada usia dibawah 40 tahun. Penyakit ini lebih banyak
menyerang perempuan dibanding lelaki.(2)
Keadaan patologik pada penyakit ini ditandai oleh hilangnya hyalin
kartilago sendi yang biasanya fokal. Hal ini ditandai oleh peningkatan ketebalan dan
sklerosis tulang subkondral, peningkatan osteofit pada pinggir sendi, peningkatan
ketegangan kapsul sendi dan sinovitis ringan pada beberapa sendi. Pada sendi lutut,
degenerasi meniskus adalah bagian dari penyakit ini.(3,4)
Faktor risiko OA terdiri atas faktor risiko kejadian awal (incident) dan
faktor risiko progresivitas serta beratnya OA. Faktor risiko kejadian awal OA telah
banyak diteliti, yang dapat dibedakan atas: (1) faktor biomekanik lokal seperti
trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan karena pekerjaan/aktivitas;
(2) faktor sistemik seperti umur, jenis kelamin, hormonal, obesitas, genetik, ras, dan
densitas massa tulang.(5)
5
Banyak pasien dengan gambaran radiologik OA yang tidak memiliki gejala
klinik, hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara gambaran radiologis
dengan gejala klinis OA.(3)
Sitokin adalah protein messenger yang membawa informasi antara dan
dengan sel melalui reseptor molekul permukaan sel. Sitokin terdiri atas sitokin pro
inflamasi yang mempunyai sifat predominan terhadap activated makrofag dan terlibat
dalam reaksi inflamasi dan sitokin anti inflamasi yang dihubungkan dengan sitokin
derived T sel yang terlibat dalam down regulation dari reaksi inflamasi. Sitokin
memegang peranan penting pada remodelling dan pembentukan jaringan yang secara
signifikan memberikan kontribusi terhadap keseimbangan regulasi homeostatik. Efek
utama seluruh sitokin tergantung dari waktu pelepasan sitokin, lingkungan tempat
kerja, adanya elemen yang bekerja secara sinergis, densitas reseptor sitokin dan kerja
sitokin di tiap jaringan. Kerja sitokin ini dipengaruhi oleh genetik, lingkungan dan
elemen mikrobial.(6) Pemeran utama respon inflamasi adalah IL1 dan TNF-α.(Tumor
necrosis factor-a) merupakan polipeptida yang terdiri dari 157 residu asam amino.
TNF-a dihasilkan terutama oleh makrofag sinovial, merupakan sitokin yang
memegang peranan penting dalam proses destruktif pada OA, dengan menimbulkan
respon kondrosit untuk melepaskan kolagenase dan stromyelisin yang akan merusak
kolagen dan proteoglikan.(7,8) Dalam membran sinovial, TNF-α secara langsung
mempengaruhi intensitas inflamasi. TNF-a berkontribusi pada proses inflamasi akut
dan kronik penyakit OA.(9,10) Inhibitor alami sitokin proinflamasi seperti IL-10 telah
ditemukan peranannya pada jaringan artikuler. Sitokin ini mempunyai kemampuan
untuk menekan berbagai proses inflamasi akibat sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan
TNF α.(11) IL-10 adalah sitokin 35kD hemodinamik yang diproduksi oleh sel T, B,
dan monosit. IL-10 adalah sitokin anti inflamasi yang penting yang ditemukan dalam
respon imun manusia. Dia bersifat sitokin inhibitor terhadap sel Th1. Aktivitasnya
juga sebagai faktor inhibisi sintesis sitokin. Selain itu juga berperan dalam deaktivasi
sintesis sitokin pro inflamasi. IL-10 menghambat produksi sitokin oleh neutrofil dan
NK sel. IL-10 menghambat sintesis sitokin pro inflamasi seperti TNF-α, IL-1 dan
6
GCSF, juga ekspresi HLA kelas 2 yang diekspresikan oleh monosit.(12) . IL-10 secara
spontan diproduksi pada OA dan berperan sebagai komponen immunoregulator.
Ekspresi mRNA dan potensi IL-10 telah ditemukan pada sendi OA. Proses inflamasi
akan terjadi bila keseimbangan antara sitokin pro inflamasi lebih berat dibandingkan
dengan kadar sitokin anti inflamasi. Bagaimanapun sebagai tambahan terhadap
sitokin pro inflamasi, respon kompensasi berupa anti inflamasi telah diobservasi pada
OA. Adanya laporan tentang kerja anti inflamasi IL-10 mendorong untuk
menginvestigasi lebih lanjut peran IL-10 pada pasien OA.(13)
Oleh karena TNFα sebagai sitokin proinflamasi dan IL-10 sebagai sitokin
antiinflamasi maka diduga bahwa makin besar ketidakseimbangan antara kedua
sitokin ini makin besar peluang atau makin berat inflamasi yang terjadi sehingga
dicoba meneliti hubungan rasio TNFα / IL-10 dengan derajat OA.
Sampai saat ini belum ada penelitian tentang hubungan antara rasio kadar
TNF-α dan IL-10 cairan sendi dengan derajat kerusakan OA sendi lutut menurut
Kellgren Lawrence di Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tesebut di atas, maka ditetapkan rumusan
masalah sebagai berikut :
” Apakah terdapat hubungan antara rasio kadar TNF-α dan IL-10 cairan
sendi dengan derajat kerusakan osteoartritis menurut Kellgren-Lawrence pada pasien
osteoartritis sendi lutut?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan rasio TNF-α dan IL-10 cairan sendi dengan derajat
kerusakan OA sendi lutut menurut Kellgren Lawrence.
7
2. Tujuan Khusus
Diketahuinya hubungan antara kadar TNF- α , IL-10 dan rasio TNF- α
dan IL-10 cairan sendi dengan derajat kerusakan OA sendi lutut menurut
Kellgren Lawrence
D. Manfaat Penelitian
Memberi gambaran tentang kadar TNF- α, IL-10 dan rasio TNF- α dan IL-
10 cairan sendi pada pasien OA sendi lutut sehingga dapat dilakukan
penanganan yang lebih dini dan lebih akurat untuk mencegah kerusakan
sendi yang lebih luas.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tulang Rawan Sendi Normal
Faktor proteksi sendi meliputi kapsul sendi, ligamen, otot, dan serabut saraf
afferen. Kapsul sendi dan ligamen bekerja sebagai proteksi sendi.(14)
Ligamen yang berada antara kulit dan tendon mengandung serabut aferen
mekanoreseptor. Fungsi mekanoreseptor mengatur dengan frekuensi yang berbeda
pada seluruh rangkaian. Sebagai konsekuensi, keseluruhan otot dan tendon dapat
memberikan tekanan yang tepat pada titik yang tepat untuk mengantisipasi kelebihan
beban yang diterima. Otot dan tendon yang menjembatani persendian tersebut
merupakan titik kunci bagi fungsi protektor. Adanya ko-kontraksi pada waktu yang
tepat pada suatu pergerakan sendi dapat memberikan suatu kekuatan yang bersinergi
dengan tulang belakang untuk menjalankan tugasnya.(15)
Sebagai suatu bagian target primer dari penyakit ini, kartilago juga
mempunyai fungsi sebagai protektor sendi. Suatu jaringan yang melingkar pada
ujung suatu tulang yang saling berhadapan, kartilago dilubrikasi oleh cairan sinovial
untuk melindungi dirinya dari gesekan-gesekan permukaan pada pergerakan-
pergerakan dua buah tulang. Kelenturan kartilago terhadap tulang melindungi sendi
terhadap beban yang berlebih. Peniadaan gesekan-gesekan pada permukaan sendi
dan efek kompressif pada kartilago bekerja sebagai mekanisme protektif untuk
mencegah injury sendi.(16)
Ada dua makromolekul pada tulang rawan yaitu kolagen tipe II yang
bertanggung jawab terhadap kekuatan dan ketegangan tulang rawan dan aggrekan
yaitu suatu makromolekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hyaluronat.
Kondrosit, yang menyusun suatu jaringan avaskuler, mensintesis seluruh komponen
matriks. Selain itu kondrosit tersebut juga memproduksi enzim yang menghancurkan
matriks, sitokin dan growth factors yang mengatur mekanisme feedback parakrin dan
autokrin yang memodulasi sintesis matriks. Sintesis matriks kartilago dan
9
katabolisme adalah merupakan suatu keseimbangan dinamik yang dipengaruhi oleh
sitokin growth factors dan stress mekanik(15)
Rawan sendi normal merupakan jaringan ikat khusus yang bersifat
avaskuler, aneural dan alimfatik yang melapisi permukaan tulang sendi diartrodial.
Jaringan ini viskoelastik dengan ketebalan sekitar 1-2 mm pada sendi kecil dan 5-7
mm pada sendi besar, berbentuk konvek sehingga pada bagian tengah lebih tebal
dibanding bagian tepi.(17,18)
Rawan sendi berperan sebagai bantalan yang menerima dan meredam beban
benturan yang terjadi selama gerakan sendi normal dan meneruskannya ke tulang di
bawah sendi. Pelumasan oleh cairan sendi memungkinkan berkurangnya gesekan
antara permukaan tulang rawan sendi pada pergerakan.(19)
Rawan sendi dibentuk oleh matriks ekstraseluler dan suatu sel spesifik yang
disebut kondrosit. Kondrosit berfungsi dalam sintesis dan pemeliharaan matriks
ekstraseluler, yang pada orang dewasa normal merupakan 2% dari berat total tulang
rawan sendi. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air (>70%), kolagen tipe II dan
proteoglikan berukuran besar yaitu agrekan.(20)
Kolagen merupakan molekul protein yang sangat kuat. Kolagen pada rawan
sendi terutama adalah kolagen tipe II, serta sejumlah kecil kolagen tipe IX dan XI,
membentuk anyaman fibriler yang berfungsi sebagai struktur penyangga / kerangka
dari matriks dan mencegah pengembangan berlebihan agregat
proteoglikan.(5,21)
Proteoglikan merupakan suatu makromolekul kompleks yang tersusun atas
inti protein dan glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan yang menyusun proteoglikan
terdiri dari keratan sulfat, kondroitin-4-sulfat dan kondroitin-6-sulfat. Proteoglikan
bersama dengan asam hialuronat membentuk agregat yang dapat menyerap air di
sekitarnya sehingga mengembang sedemikian rupa membentuk bantalan yang baik
sesuai dengan fungsi rawan sendi. Dalam jaringan tulang rawan sendi ditemukan pula
sejumlah proteoglikan lain yang berukuran lebih kecil serta sejumlah molekul lain
yang mungkin berhubungan langsung dengan fibril kolagen.(19,22)
10
Berdasarkan komposisi matriks dan kondrosit maka rawan sendi terbagi
dalam 3 zona/lapisan. Lapisan paling atas disebut zona superfisial (tangential zone).
Pada zona ini sel kondrosit tidak tersusun padat, berbentuk pipih dan mempunyai
kapasitas sintesis matriks lebih rendah dibanding dengan lapisan lainnya. Kolagen
fibrilnya tersusun paralel, dan kadar proteoglikan agrekannya rendah. Lapisan tengah
(middle zone, transitional zone) dengan kondrosit berbentuk bulat yang dikelilingi
matriks ekstraseluler yang padat. Lapisan dalam (radial zone) dengan kondrosit
tersusun perpendikuler, tersusun lebih berkelompok.(16,18)
Rawan sendi normal mengandung pula sejumlah molekul non-kolagen dan
non-agrekan yang diantaranya dapat digunakan dalam investigasi patofisiologi
OA.(19)
B. Cairan Sendi Normal
Cairan sendi yang normal berfungsi mengurangi gesekan permukaan tulang
rawan, juga melakukan tugas sebagai faktor protektor mayor. Fungsi lubrikasi
dilakukan oleh suatu molekul lubricin yaitu suatu glikoprotein musin yang disekresi
oleh fibroblast sinovial yang konsentrasinya berkurang akibat suatu injury atau akibat
dari inflamasi permukaan sinovial.(23)
Cairan sendi (sinovia) adalah lapisan cairan tipis yang mengisi ruang sendi
normal, cairan sendi ini memberikan nutrisi esensial dan membersihkan sisa
metabolisme kondrosit di dalam rawan sendi. Cairan sendi juga berfungsi sebagai
pelumas permukaan sendi yang mendapat beban mekanik, dan sebagai perekat yang
meningkatkan stabilitas dan menjaga agar permukaan sendi tetap pada posisi
normalnya saat sendi digerakkan. Viskositas yang tinggi cairan sendi terjadi karena
adanya asam hyaluronat yang disekresi oleh fibroblast-like B cells di dalam
sinovium.(24)
Cairan sendi normal adalah ultra filtrat atau dialisat plasma. Dengan
demikian kadar ion-ion dan molekul-molekul kecil ekivalen dengan kadarnya di
dalam plasma, sedangkan kadar proteinnya lebih rendah. Molekul-molekul yang
11
berpindah dari plasma ke cairan sendi terlebih dahulu harus melewati endotel
mikrovaskuler yang merupakan barier paling kritis, kemudian melalui matriks di
sekeliling sel sinovia. Protein plasma yang melewati endotel bergerak secara difusi
dengan tingkat kecepatan yang berbanding terbalik dengan ukuran molekulnya.(24,25)
Sebaliknya, kembalinya cairan dari cairan sendi ke plasma tidak size
selective. Setelah molekul protein melewati endotel dan masuk ke intertisiel, protein
ini akan dibersihkan kembali ke plasma melalui saluran limfe. Konsentrasi protein-
protein tertentu di dalam cairan sinovia mencerminkan keseimbangan dari dua proses
tersebut. Hal inilah yang menjelaskan mengapa rasio konsentrasi cairan sendi dengan
plasma (CS/P) dari protein besar lebih rendah dari protein kecil seperti albumin.
Rasio albumin adalah 0,2-0,3 pada sendi lutut normal, sedang rasio fibrinogen jauh
lebih kecil karena ukurannya jauh lebih besar. Relatif tidak adanya fibrinogen pada
cairan sendi ini menjelaskan mengapa cairan sendi normal tidak membeku. Pada efusi
patologis, permeabilitas endotel meningkat dan kadar protemnya meningkat
mendekati kadamya di plasma, sehingga kadar fibrinogen juga meningkat
menyebabkan aspirat cairan sendi menjadi beku.(25)
C. Faktor Risiko Osteoartritis
Adanya kerapuhan dan beban yang berlebihan pada sendi adalah dua faktor
utama yang memberi kontribusi terhadap perkembangan OA. Pada satu pihak, suatu
sendi yang rapuh akibat fungsi protektor yang abnormal dapat berkembang menjadi
OA dengan tingkat beban yang minimal. Di sisi lain, pada sendi usia muda dengan
fungsi protektor yang masih baik, adanya injury akut yang berat atau faktor beban
yang terlalu berlebihan dalam jangka waktu lama dapat mencetuskan penyakit
tersebut. (3)
12
Gambar 1. Faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan OA.(3)
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko
OA. Beberapa bukti tidak langsung menunjukkan adanya kemungkinan mekanisme
yang berbeda antara timbulnya OA dan progresivitas perburukan radiologis OA.(26)
C. 1. Umur
Umur adalah faktor risiko yang sangat poten pada perkembangan OA yang
prevalensi dan insidennya meningkat sesuai dengan peningkatan umur. Kejadian
radiologis OA pada mereka dengan umur kurang dari 40 tahun jarang ditemukan.
Pada umur lebih dari 70 tahun, pada beberapa sendi seperti tangan ditemukan
kejadian sekitar lebih dari 50 %. Umur meningkatkan kerapuhan sendi melalui
beberapa mekanisme. Pada usia muda, adanya beban yang dinamis pada sendi akan
13
merangsang pembentukan matriks kartilago oleh kondrosit, pada usia tua, mereka
kurang responsif terhadap stimulus tersebut. Kegagalan untuk mensintesis matriks
selama pembebanan, penipisan kartilago sesuai umur meningkatkan terjadinya risiko
kerusakan kartilago. Peningkatan umur juga meningkatkan kegagalan proteksi sendi.
Impuls saraf sensoris melambat sesuai dengan umur, mekanisme umpan balik
mekanoreseptor terhadap otot dan tendon yang dihubungkan dengan perubahan posisi
yang melambat. Ligamen yang melemah sehingga kurang dapat mengabsorbsi impuls
terdapat pada usia tua. Kombinasi semua itu meningkatkan kerapuhan sendi pada usia
tua.(27)
Prevalensi OA berkaitan erat dengan umur sehingga dianggap sebagai faktor
risiko utama terjadinya OA. Osteoartritis hampir tidak pemah dijumpai pada anak-
anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun, dan sering pada umur diatas 60 tahun. (28)
Sebelum usia 50 tahun, prevalensi dan insidens OA lebih tinggi pada laki-
laki. Tetapi setelah usia 50 tahun perempuan mempunyai prevalensi dan insidens
yang lebih tinggi. Perbedaan prevalensi berdasarkan gender ini semakin meningkat
seiring bertambahnya usia. Usia telah diketahui berpengaruh pada timbulnya OA,
diduga akibat perubahan fungsi kondrosit dan komposisi matriks rawan sendi serta
respon yang berbeda terhadap berbagai sitokin dan growth factor(2)
C. 2. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki risiko tinggi untuk mendapatkan OA pada semua
sendi, risiko ini semakin meningkat pada usia 50 tahun ke atas. Diduga karena
kekurangan hormon akibat menopause, tetapi belum jelas apakah hal ini semata-mata
karena faktor hormonal. (29)
Pengaruh gender pada patogenesis OA mungkin melalui berbagai
mekanisme seperti hormon seks yaitu estrogen pada metabolisme rawan sendi, variasi
gender akibat trauma dan lingkungan, serta kekuatan relatif terhadap berat badan.(30)
14
C. 3. Obesitas
Lutut biasanya dipergunakan sebagai tempat tumpuan berat badan pada
orang yang berdiri lama. Semua jenis peningkatan berat badan akan meningkatkan
beban yang diterima oleh genu. Obesitas telah dikenal luas dan dianggap sebagai
faktor risiko terhadap munculnya OA terutama pada genu dan jarang OA pinggul.
Obesitas meningkatkan kejadian dan perkembangan penyakit ini dan ini bukan hanya
sebagai konsekuensi keadaan inaktif tetapi juga oleh beban trauma pada permukaan
sendi. Obesitas adalah faktor resiko mayor perkembangan penyakit ini terutama pada
perempuan dibanding laki-laki, Pada perempuan, terdapat hubungan yang linear
antara peningkatan berat badan dengan risiko penyakit ini. Penurunan berat badan
pada perempuan menurunkan risiko perkembangan penyakit ini. Tidak hanya obesitas
sebagai faktor risiko OA dihubungkan dengan weight bearing joints tetapi orang-
orang yang obese memiliki gejala yang lebih berat. Obesitas mempengaruhi
perkembangan dan progresi penyakit terutama karena pengaruh beban yang
berlebihan pada permukaan sendi. Tetapi di lain pihak ditemukan hubungan antara
obesitas dan peningkatan risiko mendapatkan OA tangan yang sebenarnya kurang
beban. Ini memberi gambaran bahwa mungkin ada faktor sirkulasi metabolik sistemik
pada orang obese yang mempengaruhi risiko penyakit ini. (31)
Populasi berat badan lebih dan obesitas berisiko mendapatkan OA lutut
lebih besar dibandingkan dengan yang mempunyai berat badan normal. Pada subyek
obes, penurunan berat badan sebanyak 5 kg akan menurunkan risiko perkembangan
OA lutut sebesar 50%.(30)
Osteoartritis banyak melibatkan sendi-sendi penopang tubuh, dengan
demikian obesitas meningkatkan beban mekanik pada sendi dan meningkatkan
kecenderungan timbulnya OA dikemudian hari. Distribusi lemak juga disebutkan
mempengaruhi timbulnya OA. Diduga adanya akumulasi lemak pada paha yang
sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki menyebabkan
bertambahnya stress mekanik pada meniskus medial dan menyebabkan efek obesitas
yang lebih besar pada perempuan untuk berkembangnya OA lutut.(26)
15
C. 4. Hormonal
Estrogen mempunyai pengaruh terhadap rawan sendi dan progresivitas OA
melalui efek bimodalnya terhadap produksi sitokin proinflamasi (IL-1 dan TNF-α).
Pada konsentrasi fisiologis (<10~8 M) estrogen menyebabkan peningkatan produksi
sitokin proinflamasi melalui efek stimulasinya terhadap makrofag, sebaliknya pada
konsentrasi farmakologis (10"6 M) menghambat produksi sitokin tersebut.(32)
Pada Framingham Osteoarthritis Study didapatkan odds ratio (OR) 0,8 pada
kelompok yang menggunakan terapi sulih estrogen dibandingkan dengan yang tidak.
Sandmark dkk (1999) menemukan pada perempuan usia lebih dari 50 tahun yang
mendapat terapi ini justeru memiliki risiko relatif yang meningkat yaitu 1,8
dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan
penelitian sebelumnya, yang mungkin disebabkan perbedaan populasi perempuan
yang diteliti dan alasan pemberian terapi itu sendiri.(31)
C. 5. Densitas Massa Tulang
Penelitian epidemiologik dalam skala besar untuk melihat hubungan antara
OA dengan densitas massa tulang (DMT) telah dilakukan di Inggris, Belanda dan
Amerika Serikat mendapatkan bahwa DMT tinggi berperan sebagai salah satu faktor
inisiasi kejadian OA lutut.(5)
Hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan hubungan tersebut berfokus
pada stress mekanik, dimana tulang subkondral yang kaku dengan DMT yang tinggi
meningkatkan beban mekanik dan memicu timbulnya OA serta kerusakan sendi.(26)
C .6. Genetik
OA adalah penyakit yang dapat diwariskan, tetapi bervariasi pada sendi-
sendi. Lima puluh persen OA tangan dan panggul pada suatu komunitas memiliki
kecendrungan sebagai suatu penyakit keturunan sesuai data pada beberapa anggota-
angota keluarga yang lain. Tetapi pada penelitian lain proporsi pewarisan dari OA
lutut paling banyak yaitu 30%, dan pada beberapa penelitian tidak ditemukan indiasi
16
keturunan. Beberapa orang ditemukan OA pada banyak sendi, fenotipe untuk
generalized OA ini jarang diwariskan dan biasanya akibat konsekuensi umur.(33)
Penelitian-penelitian pada orang dengan mutasi genetika protein yang
meregulasi transkripsi molekul kartilago merupakan resiko tinggi untuk OA. Gen itu
antara lain FRZB yang pada perempuan merupakan risiko tinggi terhadap OA. FRZB
adalah merupakan suatu gen protein Frizzle yang bekerja antagonis terhadap ligand
Wnd ekstraseluler yang memegang peranan penting pada sintesis matriks dan
perkembangan sendi. (33)
Adanya mutasi gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain dari unsur-
unsur rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan
ternyata berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu.
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA. Osteoartitis pada
lutut, panggul dan tangan mempunyai heritabilitas yang berbeda-beda dan pada
umumnya sekitar 50% variasi kerentanan terhadap timbulnya OA adalah akibat faktor
genetik. Gen bekerja melalui mekanisme yang kompleks dari massa tubuh,
metabolisme tulang dan rawan sendi, serta respon terhadap injuri, yang kesemuanya
berpengaruh terhadap timbulnya OA.(33)
C. 7. Ras dan Etnik
OA pinggul jarang pada populasi Tionghoa dan imigran Tionghoa. Tetapi
OA genu lebih banyak dibanding dengan populasi Kaukasian di AS dan OA genu
merupakan penyebab terbesar dari disabiltas di populasi Tionghoa. Adanya
perbedaan anatomis antara pinggul populasi Tionghoa dan Kaukasian menyebabkan
tingginya prevalensi OA pinggul pada populasi Kaukasian. Penduduk Afrika tapi
bukan Afrika Amerika memiliki insidens OA pinggul yang jarang. (34)
Ras dan etnik juga berperan terhadap timbulnya OA. Salah satu yang
mendukung hipotesis ini adalah bahwa OA lebih sering dijumpai pada ras kulit
berwarna (suku Indian) dibandingkan kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan. Osteoartritis lutut yang lebih banyak ditemukan pada warna kulit
17
hitam mungkin berhubungan dengan berat badan yang relatif lebih tinggi
dibandingkan kulit putih.(35)
D. Patogenesis Osteoartritis
Osteoartritis alah suatu penyakit yang ditandai dengan hilangnya
keseimbangan normal proses sintesis dan degradasi makromolekul yang dibutuhkan
untuk menjaga fungsi dan kemampuan biomekanikal rawan sendi artikuler(36).
Adanya kegagalan fungsi protektor pada suatu sendi meningkatkan risiko injury sendi
dan OA. Sebagai contoh, pada hewan percobaan, OA berkembang secara cepat ketika
serabut sensoris pada sendi terganggu dan diperberat oleh adanya injury sendi. Sama
seperti pada hewan, Charcot arthropaty yang merupakan suatu OA yang progresif
dan berat berkembang ketika terjadi minor injury sendi disertai kehadiran neuropati
pada column perifer posterior. Contoh yang lain dari kegagalan proteksi sendi adalah
ruptur ligamen, yang diketahui merupakan awal perkembangan OA.(37)
Adanya perubahan awal yang terjadi pada kartilago akan mengakselerasi
perkembangan OA di kemudian hari.
Pada tulang rawan sendi yang sehat, metabolisme yang terjadi sifatnya
sederhana, dengan turn over matriks yang lambat dan keseimbangan antara sintesis
dan degradasi, sedangkan kartilago pada OA awal atau setelah injury adalah suatu
keadaan metabolik yang aktif. Situasi tersebut, akan menstimulasi kondrosit
mensintesis enzim dan molekul matriks yang baru yang selanjutnya menyebabkan
pelepasan aggrekan degradasi dan kolagen tipe II ke dalam kartilago dan cairan
sinovial. Kartilago OA ditandai oleh deplesi yang bertahap dari aggrekan, sehingga
mengendurkan ikatan kuat matriks kolagen dan hilangnya kolagen tipe II. Perubahan
ini meningkatkan kerapuhan kartilago. (38)
Keadaan patologik OA melibatkan seluruh bagian artikular. Awalnya
kartilago menunjukkan adanya irregularitas permukaan. Sepanjang perjalanan OA
akan berkembang menjadi fokal erosi. Kemudian erosi kartilago meluas hingga
meliputi daerah permukaan sendi yang luas.(37)
18
Setelah injury kartilago, kondrosit akan mengalami mitosis dan klustering.
Ketika aktivitas metabolik kondrosit tinggi, dampaknya adalah deplesi proteoglikan
pada daerah matriks di sekitar kondrosit. Ini disebabkan karena aktivitas katabolik
lebih besar dari pada anabolik. Selanjutnya akan terjadi kerusakan matriks kolagen,
terpaparnya pengisian negatif proteoglikan dan pembengkakan kartilago. Karena
adanya kerusakan proteoglikan kartilago, kartilago menjadi tidak memiliki kelenturan
sehingga kartilago mudah mengalami injury. Kondrosit pada daerah basal kartilago
akan mengalami apoptosis. (3)
Hilangnya kartilago dapat terjadi pada daerah subkondral. Oleh rangsangan
growth factor dan sitokin menyebabkan osteoblast dan osteoklast pada daerah
subkondral akan teraktivasi. Formasi tulang akan membentuk penebalan dan
kekakuan daerah subkondral yang biasanya terjadi sebelum ulserasi kartilago.
Trauma pada tulang akibat pembebanan berlebihan pada sendi mungkin sebagai
faktor utama yang menyebabkan pencetus respon tersebut, yang proses
penyembuhannya menimbulkan kekakuan sendi. Beberapa daerah dari osteonekrosis
biasanya tetap ada pada penyakit stadium lanjut dari penyakit. Kematian tulang dapat
juga disebabkan oleh trauma yang memotong mikrovaskuler sehingga menyebabkan
terputusnya suplai darah pada beberapa area tulang. Pada tepi sendi dekat area
hilangnya kartilago terbentuk osteofit. Hal ini diawali oleh pertumbuhan berlebihan
kartilago baru dan dengan adanya invasi neurovaskuler terjadi pertulangan pada
kondrosit. Osteofit adalah gambaran radiografik yang penting OA, Pada mereka
dengan kelainan bentuk sendi, osteofit tumbuh lebih besar pada area sendi tempat
yang paling banyak mendapatkan pembebanan.(3)
Synovia memproduksi cairan lubrikasi yang meminimalisir stress pada
waktu pergerakan. Pada sendi yang sehat, synovia mengandung lapisan tunggal yang
diskontinu yang terisi lemak dan mengandung dua jenis sel yaitu makrofag dan
fibroblast, tetapi pada OA kadang-kadang menjadi udema dan inflamasi. Terdapat
migrasi makrofag dari perifer ke jaringan. Enzim yang disekresikan oleh sinovium
mencerna matriks pada permukaan kartilago.(39)
19
Kalsium fosfat dan kalsium pirofosfat dapat ditemukan secara mikroskopis
pada sendi stadium akhir OA. Hubungan OA dengan kartilago masih belum jelas,
tetapi pelepasan kartilago pada ruang sendi dan cairan sendi akibat pelepasan enzim
dan rangsangan nosiseptif.(25)
Terdapat kesamaan mendasar pada patogenesis OA berupa kerusakan
rawan sendi serta upaya perbaikan yang tidak sempuma, baik OA pada sendi
penumpu berat tubuh atau bukan.
Osteoartritis terjadi akibat kegagalan kondrosit mensintesis matriks yang
berkualitas dan kegagalan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis
matriks ekstraseluler. Perubahan kualitas matriks tersebut termasuk produksi kolagen
tipe I, III, VI dan X yang berlebihan, dan sintesis proteoglikan rantai pendek.
Gangguan keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks termasuk
peningkatan produksi berbagai proteinase (MMPs) yang bersifat katabolik dan
penurunan sintesis inhibitor proteinase (TIMPs) yang bersifat anabolik. Sintesis
kondrosit yang abnormal tersebut disebabkan oleh berbagai sitokin (TNF-α, IL-1),
mediator lipid (prostaglandin), radikal bebas (NO, FtCh), dan konstituen matriks itu
sendiri (fragmen fibronektin). Kondrosit yang teraktivasi memiliki kemampuan
mensintesis berbagai proteinase dan mediator proinflamasi.(28)
Kerusakan tulang rawan sendi pada OA umumnya dimulai dengan suatu proses
fokal, yang kemudian progresif meluas melibatkan kompartemen lainnya serta
mengakibatkan perubahan permukaan rawan sendi, yang selanjutnya mengakibatkan
perubahan kemampuan tulang rawan sendi untuk menahan beban. Secara
mikroskopik, perubahan awal degenerasi tulang rawan sendi nampak sebagai fibrilasi
berupa terbelahnya tulang rawan sendi yang agak paralel dengan permukaan tulang
rawan sendi. Pada stadium lanjut, kerusakan akan mencapai seluruh tulang rawan
sendi sampai ke tulang subkondral.(40)
Perubahan matriks tulang rawan sendi pada awalnya berupa reaksi hipertrofik
yang terlihat sebagai peningkatan sintesis agrekan dan kerusakan kolagen. Kemudian
diikuti dengan peningkatan turnover matriks tulang rawan sendi dengan hasil akhir
20
deplesi komponen utama matriks. Pada stadium akhir terjadi kerusakan dan
hilangnya anyaman kolagen serta hilangnya kemampuan biomekanik tulang rawan
sendi. Keadaan ini disertai pula perubahan pada tulang yaitu pembentukan osteofit
dan penebalan lapisan subkondral. Pada stadium klinik perubahan akibat OA tidak
hanya melibatkan tulang rawan sendi tetapi juga membran sinovia berupa reaksi
inflamasi.(28)
Pada OA didapatkan peningkatan jumlah interleukin-1 (IL-1) dan ekspresi
reseptor IL-1, serta peningkatan jumlah TNF- α dan ekspresi reseptor TNF- α pada
kondrosit. Secara in vitro IL-1 dan TNF- α merupakan aktivator kuat degradasi tulang
rawan sendi. Inducible nitrioxide synthase (iNOS) meningkat pada kondrosit yang
diikuti pembentukan NO. Interlukin-1 dan TNF- α merupakan stimulator kuat NO,
sedangkan NO merupakan mediator penghamba sintesis agrekan.(4)
Proses sintesis matriks tulang rawan sendi terjadi dibawah kontrol 2 (dua)
faktor pertumbuhan utama yaitu insulin like growth factor-l (IGF-1) dan transforming
growth factor-fi (TGF- p). Selain itu berbagai sitokin antiinflamasi dan modulasi
sinovium, tulang rawan sendi dan jaringan lainnya seperti platelet-derived growth
factor (PDGF), IL-4, IL-6, IL-10 dan IL-13 berperan dalam proses anabolik dengan
cara yang berbeda. IGF-1 meningkat pada OA, selain itu juga didapatkan peningkatan
IGF-1 binding proteins (IGFBPs). IGF-1 yang berasal dari tulang rawan sendi
distimulasi oleh IL-1 dan TNF-α. Walaupun terjadi peningkatan IGF-1 pada OA,
ternyata kondrosit kurang memberikan respon untuk sintesis makromolekul, hal ini
disebabkan karena terjadi hambatan oleh IGFBPs yang diregulasi oleh sitokin seperti
IL-1.(35)
Pada OA terdapat bukti terjadinya sinovitis yang akan mempercepat
progresivitas deregulasi tulang rawan sendi, seperti halnya kerusakan sendi pada
artritis rematoid. Pada OA ditemukan peningkatan asam hialuronat, bila kadarnya
dalam serum persisten maka penyakit akan lebih progresif. Cartilage oligomeric
matrix protein (COMP) yang disintesis baik oleh kondrosit maupun oleh sel sinovia
21
akibat rangsangan oleh TGF-P pada keadaan inflamasi, akan meningkat pada pasien
dengan kerusakan sendi progresif.(4)
E. Petanda Molekuler Kerusakan Tulang Rawan Sendi
Sintesis matriks kartilago dan katabolisme merupakan suatu keseimbangan
dinamik yang dipengaruhi oleh sitokin growth factors dan stress mekanik. Sinovia
dan kondrosit mensintesis beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin. Beberapa
diantaranya yaitu TNF α dan IL-1. IL-1 memiliki efek transkripsi kartilago ,
menstimulus produksi proteinase dan menekan sintesis matriks kartilago.Kerjanya
serupa dengan TNF α.(41)
NO menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan aktivitas proteinase,
sedangkan BMP-2 merupakan stimulator poten terhadap aktivitas anabolik. Enzim
pada matriks diatur oleh aktivasi inhibitor , seperti TIMP. Growth factors termasuk
suatu jaringan kompleks, seperti insulin like growth factors dan TGF β berperan
merangsang anabolik kondrosit. (41)
Osteoartritis dihubungkan dengan hilangnya keseimbangan normal antara
sintesis dan degradasi makromolekul yang diperlukan untuk membentuk tulang
rawan sendi beserta kemampuan biomekanis dan fungsionalnya. Kerusakan tulang
rawan sendi pada OA menyebabkan degradasi molekul matriks menjadi fragmen-
fragmen yang kemudian dilepas ke dalam cairan sendi, darah dan urin, sehingga
dapat dideteksi. Petanda molekuler (marker) kerusakan tulang rawan sendi tersebut
dapat untuk mendiagnosis, meramal prognosis, memantau penyakit, dan juga untuk
mengidentifikasi mekanisme penyakit tersebut pada tingkat molekuler.(18)
Petanda molekuler OA didefinisikan sebagai suatu molekul yang
konsentrasinya didalam cairan tubuh menunjukkan ukuran satu atau lebih proses
metabolik yang terjadi pada tulang rawan sendi, sinovium dan jaringan sendi lainnya.
Marker tersebut meliputi sitokin, enzim protease dan inhibitomya, komponen matriks
dan fragmennya, antibodi terhadap kolagen matriks, membran protein kondrosit, dan
hormon pertumbuhan.(42)
22
Petanda molekuler mempunyai variasi dalam besar dan ukuran yaitu sebagian
utuh, sebagian dibentuk pada masa sintesis, dan sebagian besar lainnya merupakan
fragmen dari molekul yang mengalami degradasi. Terdapat dua kelompok petanda
molekuler, yaitu petanda langsung dan petanda tidak langsung.(43)
Petanda molekuler langsung merupakan molekul yang pada prinsipnya berasal
dari struktur tulang rawan sendi. Molekul tersebut menunjukkan pengukuran respon
sel atau perubahan jaringan tulang rawan sendi asalnya. Petanda molekuler langsung
ini antara lain terdiri dari: agrekan protein inti, antigen keratin sulfat, kondroitin
sulfat, dan fragmen kolagen tipe II.(18,42)
Petanda molekuler tidak langsung dapat ditemukan pada berbagai jaringan dan
diproduksi oleh beberapa jenis sel. Sebagian besar petanda molekuler tidak langsung
merupakan molekul yang potensial mempengaruhi metabolisme tidak hanya terhadap
kondrosit tetapi juga terhadap sel sinovia dan sel lainnya. Petanda molekuler tidak
langsung ini antara lain terdiri dari: enzim proteolitik (MMP-1 dan MMP-3), TIMP-
1, COMP, hialuronat, sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6 dan TNF-α), YKL-40. Petanda
molekuler dapat pula dibedakan atas petanda sintesis dan petanda degradasi. Selain
itu dapat pula dibedakan atas petanda molekuler untuk tulang rawan sendi, sinovia
dan tulang.(15)
F. Interleukin-10
Seperti sitokin lainnya yang menginisiasi dan menginduksi respon
inflamasi, ada sitokin tambahan yang memegang peranan utama terhadap aktivitas
anti inflamasi. Contohnya IL-10. Sitokin anti inflamasi ini adalah suatu molekul
immunoregulator yang mengatur respon sitokin pro inflamasi. Sitokin ini bekerja
secara teratur bersama sitokin inhibitor spesifik dan reseptor sitokin soluble untuk
meregulasi respon imun. Sitokin inhibitor ini bekerja sebagai elemen
immunomodulator yang membatasi efek injury potensial dan suatu reaksi inflamasi.
Pada kondisi patologik mediator anti inflamasi ini melengkapi kontrol yang kurang
terhadap aktivitas pro inflamasi dan menghambat respon imun yang berlebihan.
Selalu terjaganya balans yang dinamik dan berkesinambungan antara komponen
23
sitokin pro dan anti inflamasi pada kondisi fisiologi dan patologik akibat inflamasi
menarik untuk diteliti.(11)
IL-10 adalah anggota keluarga sitokin dimerik nonkovalen yang setiap
cabang mengandung 6 ikatan heliks. IL-10 adalah sitokin 35kD dan memiliki 160
asam amino. IL-10 memiliki nama lain B-TCGF (B Cell Derived T Cell Growth
Factor), CSIF ( Cytokine Sintesis Inhibitory Factor), TGIF ( T Cell Growth
Inhibitory Factor). Reseptor IL-10 yaitu IL-10r termasuk keluarga reseptor sitokin
tipe II dan mengandung rantai cabang yang dihubungkan oleh Jak1 dan Tyk2. STAT
3 adalah molekul yang dihasilkan oleh IL-10. IL-10 dihasilkan oleh aktivasi
makrofag dan sel T regulator. Karena diproduksi dan diinhibisi oleh makrofag
sehingga berguna dalam regulasi feedback negatif. Kerja ini belum begitu jelas,
kapan rangsangan berbeda bekerja terhadap makrofag untuk menghasilkan sitokin
regulator seperti IL-10 atau sebagai sitokin efektor seperti IL12 dan TNF α atau
kapan rangsangan yang sama menimbulkan seluruh produksi tersebut dengan target
kerja yang berbeda.(44)
IL-10 adalah sitokin pleitropik yang diproduksi oleh makrofag, fibroblast
atau sel T. Efek anti inflamasi ini adalah menurunkan efek respon imun yang didapat.
Sitokin ini juga ikut menekan ekspresi MMP sel dan menghambat sintesis IL-1 dan
TNF α melalui promosi dan degradasi mRNA. IL-10 juga diproduksi oleh beberapa
sel non limfoid seperti keratinosit dan beberapa sel tumor..(13)
IL-10 memiliki efek anti inflamasi melalui jalur yang berbeda seperti
supresi produksi sitokin monosit. Efek biologi IL-10 adalah kemampuannya
menghambat fungsi aktivitas makrofag. Makrofag merespon adanya mikroba melalui
sekresi sitokin dan ekspresi kostimulator mengaktivasi sel T dan immune mediated
sel. IL-10 bekerja pada aktivasi makrofag dan menghentikan respon ini yang
mengembalikan sistem ke dalam keadaan status istirahat. IL-10 bekerja sebagai
sitokin regulator yang menghambat produksi IL-12. Pada manusia IL-10 diproduksi
dan didown regulated oleh sel Th1 dan Th2.(45)
24
Sitokin yang diproduksi oleh Th terbagi atas Th1 dan Th2. Th1 termasuk
IL-2, TNF-α, IFN-γ mengaktivasi makrofag dan mempromosikan sel imun untuk
melawan patogen intraseluler. Sel Th1 memproduksi sitokin anti inflamasi seperti IL-
4, IL-10, IL-13.(46) Sitokin Th2 mempromosikan respon imun humoral kuman
patogen ekstra seluler dan alergi.
IL-10 menghambat ekspresi kostimulator dan molekul MHC kelas II pada
makrofag dan sel dendritik. Karena aksi ini maka IL-10 bekerja menghambat
aktivitas sel T dan menghentikan reaksi immune mediated cell.(47)
IL-10 adalah suatu inhibitor hasil produksi makrofag dan sel dendritik dan
dia terlibat dalam pengawasan reaksi imun. Mempunyai fungsi menghambat produksi
sitokin proinflamasi, down regulasi sitokin kelas II dan ekspresi B7-1 dan B7-2,
menghambat differensiasi sel Th 1, menghambat fungsi NK sel, merangsang
proliferasi sel mast dan aktivasi serta differensiasi sel B dan juga memiliki efek
imunostimulator terhadap sel endotel.(48)
Gambar 2. Peranan sitokin anti inflamasi pada differensiasi sel T(48)
OA adalah proses debilitating progresif pada sendi diatrodial yang
dihubungkan dengan proses ketuaan. Meskipun banyak yang diketahui tentang
25
patogenesis OA, pemahaman kita tentang perubahan imunologik masih belum
lengkap.(49)
Ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler
berperan terhadap perkembangan OA. Faktor yang mempengaruhi degradasi kartilago
adalah sitokin pro inflamasi dan yang menstimulus sintesis kartilago adalah sitokin
anti inflamasi.(50)
Pada kondisi normal, komponen matriks kartilago biasanya secara gradual
terganti. Kondrosit adalah sel yang bertanggung jawab terhadap patofisiologi OA
yang menjaga keseimbangan antara anabolisme dan katabolisme. Protease inhibitor
dan sitokin anti inflamasi bertanggung jawab terhadap proses anabolik tujuannya
untuk fungsi sintesis matriks ekstraseluler dan proliferasi sel. Sitokin pro inflamasi
dan protease bertanggung jawab terhadap proses katabolik.(44)
Gambar 3. Ketidakseimbangan antara faktor anabolisme dan katabolisme
menyebabkan peningkatan protease yang menyebabkan terjadinya OA.(39)
26
Adanya profil monokin yang ditemukan pada kasus OA mengindikasikan
bahwa sel T terlibat pada patogenesis penyakit ini (50)
Inhibitor alami sitokin proinflamasi seperti IL-10 telah ditemukan
peranannya pada jaringan artikuler dan juga pada cairan synovial. Sitokin ini
mempunyai kemampuan menekan berbagai proses inflamasi dari rangsangan sitokin
proinflamasi seperti IL-1 dan TNF α. Sejumlah penelitian menemukan pemakaian
anti katabolik atau sitokin anti inflamasi seperti IL-10 terhadap destruksi kartilago
menguntungkan. Sekarang ada nama obat yaitu recombinant mouse IL-10.(6)
Adanya laporan tentang kerja anti inflamasi IL-10 merangsang untuk
meneliti lebih lanjut peran IL-10 terhadap OA. Minimal weigt bearing melepaskan
sitokin seperti IL-10 dan menurunkan respon inflamasi akut dan promosi sintesis
matriks ekstraseluler untuk kondrosit. (12)
Sitokin pro inflamasi yang diproduksi oleh monosit seperti TNF-α, IL-1 dan
produk anti inflamasi seperti soluble TNF- α, IL-1RA diproduksi oleh makrofag
synovial OA.
Secara in vivo sel T pada cairan synovial dapat memberikan reaksi inflamasi
pada suatu sendi melalui mekanisme multi kompleks(51)
Sebagai sitokin anti inflamasi Th2, IL-10 menghambat produksi sitokin pro
inflamasi oleh monosit dan makrofag synovial. Sitokin IL-10 dapat menghambat
sintesis IL-1 dan TNF- α dan dapat menjadi target potensial untuk terapi(50)
Glukokortikoid dan katekolamin sebagai sebagai hormon stress utama
menghambat produksi sitokin pro inflamasi dan merangsang sitokin anti inflamasi
seperti IL-10(52)
IL-10 dapat dideteksi dengan pemeriksaan ELISA. Nilai yang ditemukan
kadang-kadang kadarnya rendah di bawah limit karena semua sitokin sel Th sulit
untuk dideteksi bersamaan. Problem dalam mengidentifikasi marker Th2 pada
27
manusia adalah tidak adanya clear cut dari dikotomi Th1/Th2.. Kadar tinggi IL-10
cairan synovial ditemukan pada kasus akut dibanding pada orang sehat.(49)
Polimorfisme gen yang mengatur IL-10 dihubungkan dengan kadar
produksi IL-10 yang menurun. Subjek dengan produksi IL-10 yang rendah memiliki
kecendrungan untuk mendapatkan OA familial.(53)
G. Tumor Necrosis Factor-α
TNF α memiliki kerja serupa dengan sitokin IL-1. Sitokin ini juga
merangsang kondrosit untuk mensintesis prostaglandin E2, NO, dan BMP-2 yang
memiliki efek kompleks antara sintesis dan degradasi.(54)
Tumor necrosis factor- α merupakan polipeptida yang terdiri dari 157
residu asam amino. Bentuk sekresi TNF- α yang terdapat dalam sirkulasi adalah
homo-trimer dalam bentuk stabil dengan berat molekul (BM) 51 kDa, dimana
masing-masing subunit terdiri dari peptida dengan BM 17 kDa.(55)
Tumor necrosis factor- α adalah suatu sitokin proinflamasi, yang pada
awalnya diduga hanya dihasilkan oleh makrofag sebagai respon terhadap adanya
endotoksin. Namun ternyata TNF- α juga dihasilkan oleh berbagai sel seperti basofil,
eosinofil, sel mast, sel natural killer (NK), sel T, sel B, keratinosit, sel Kupffer, sel
endotel dan astrosit, sebagai respon terhadap berbagai keadaan misalnya iskemia.(42)
Tumor necrosis factor- α yang dihasilkan terutama oleh makrofag sinovial,
bersama dengan IL-1 merupakan sitokin yang memegang peranan penting dalam
proses destruktif pada OA. Adanya kedua sitokin tersebut yang dihasilkan oleh
sinoviosit atau makrofag yang teraktivasi menimbulkan respon kondrosit melepaskan
kolagenase dan stromelisin yang akan merusak kolagen dan proteoglikan. Dalam
waktu yang bersamaan kondrosit menurunkan sintesis kolagen dan proteoglikan,
meningkatkan produksi prostaglandin £2, serta mengaktivasi osteoklas untuk
mensintesis enzim proteolitik, dengan degradasi matriks rawan sendi sebagai hasil
akhir. Akibat destruksi kolagen dan proteoglikan tersebut terlepas fragmen-fragmen
ke dalam cairan sinovia sehingga terjadi sinovitis. (24)
28
Tumor necrosis factor- α juga menstimulasi fibroblas sinovia untuk
memproduksi IL-6, IL-8 dan PGE2, yang masing-masing berkontribusi pada proses
inflamasi akut dan kronik penyakit OA. Efek proinflamasi TNF- α juga ditunjukkan
dengan aktivitasnya dalam rekruitmen sel-sel inflamasi dan limfosit dari sirkulasi
sistemik melaui peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti E-selectin, VCAM-1
dan ICAM-1 pada sel endotel vaskular sinovia.(10)
Aktivasi MMPs diregulasi antara lain oleh urokinase-like plasminogen
activator receptors (uPA-r) yang bersifat memacu dan plasminogen activator
inhibitor-l (PAI-1) yang bersifat menghambat. Pada OA didapatkan defisiensi PAI-1
dan peningkatan uPA-r. Tumor Necrosis Factor- α menyebabkan peningkatan uPA-r
dan menurunkan jumlah PAI-1 sehingga meningkatkan regulasi pengubahan
plasminogen menjadi plasmin. Selanjutnya plasmin mengubah pro-MMPs inaktif
menjadi MMPs aktif seperti stromelisin dan kolagenase.(4,56)
Efek destruktif TNF-a juga berhubungan dengan aktifitasnya sebagai
stimulator poten dalam pembentukan NO dengan mengaktivasi induced nitric oxide
synthase (iNOS). Nitric oxide merupakan aktivator utama respon imun, sebagai
mediator hambatan sintesis agrekan, memiliki aktivitas menghambat antagonis
reseptor IL-1 (IL-lra), menghambat produksi kolagen dan proteoglikan serta
menginduksi apoptosis kondrosit, yang menjadi gambaran utama OA.Aktifitas TNF-a
dihambat oleh antagonis alaminya yang dikenal dengan soluble tumor necrosis factor
receptor antagonist (sTNF-RA).(55)
H. Diagnosis Osteoartritis
OA dapat didiagnosis berdasarkan abnormalitas struktur atau gejala-gejala
akibat kelainan struktural tersebut.(57)
Nyeri sendi pada OA timbul dari struktur periartikuler dan intraartikuler.
Oleh karena kartilago sendi tidak punya saraf nyeri sendi pada OA timbul dari
struktur yang lain.(57)Nyeri pada tulang dihubungkan dengan aktivitas, di mana nyeri
biasanya mucul selama atau setelah melakukan aktivitas dan kemudian menghilang
secara gradual. Misalnya nyeri lutut atau pinggang ketika naik atau turun tangga,
29
nyeri ketika berjalan, atau pada waktu masak. Pada awal penyakit, biasanya
dicetuskan akibat pemakaian berlebih satu atau dua sendi yang sakit seperti jalan
jauh. Kekakuan sendi dapat ditemukan utamanya pagi hari yang berlangsung kurang
dari 30 menit. (58)
Pada sendi lutut, pembengkokan sendi dapat terjadi sebagian dihubungkan
dengan kelemahan otot sendi. Gejala mekanik seperti pembengkokan, atau
penguncian sendi perlu dipikirkan adanya perubahan internal sendi.(1)
Tidak ada pemeriksaan darah rutin yang diindikasikan pada pasien OA.
Pemeriksaan cairan sendi lebih menolong untuk diagnostik dibandingkan
pemeriksaan radiologik. Bila ditemukan cairan sinovial mengandung sel darah putih
> 1000 per ul, kemungkinan adanya arthritis inflamasi atau pseudogout.(25)
Radiologik diindikasikan untuk mengevaluasi nyeri pada sendi tangan yang
kronik dan nyeri pinggul yang diagnosis sulit tanpa adanya konfirmasi radiologik.
Untuk sendi lutut, radiologik dianjurkan jika gejala tidak tipikal untuk OA atau nyeri
pada sendi lutut masih persisten setelah terapi. Pada OA, temuan radiologik tidak
terlalu berhubungan dengan derajat nyeri.(59)
OA adalah penyebab nyeri sendi lutut yang terbanyak ditemukan pada usia
lebih dari 45 tahun, sehingga diagnosis bandingnya banyak. Seperti inflamasi artritis
yang lain, anserine bursitis.
Diagnosis OA biasanya sudah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisis. Pemeriksaan laboratorium rutin hasilnya normal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu adalah pemeriksaan radiologis.
Kelainan yang tampak pada pemeriksaan radiologis berupa osteofit pada tepi sendi,
penyempitan celah sendi yang asimetris, sklerosis subkondral, kista subkondral, dan
perubahan struktur anatomi sendi.(57)
Kriteria klasifikasi American College of Rheumatology (ACR) untuk OA
lutut meliputi nyeri sendi dan osteofit (radiologis) disertai paling sedikit 1 dari 3
kriteria di bawah ini :
- usia>50 tahun
30
- kaku pagi hari, lamanya <30 menit
- krepitasi
Secara radiologis OA dapat digradasi menjadi ringan sampai berat
berdasarkan kriteria Kellgren dan Lawrence (tabel 1).(2)
Tabel 1. Gradasi OA secara radiologis menurut kriteria Kellgren dan
Lawrence
0. Normal
1. Possible osteophytes only
2. Definite osteophytes, possible joint space narrowing
3. Moderate osteophytes and/or definite joint space narrowing
4. Large osteophytes, severe joint space narrowing and/or bony sclerosis
I. Visual Analogue Scale (VAS)
Visual analogue scale adalah instrumen pengukuran nyeri yang paling
banyak dipakai dalam berbagai studi klinik dan diterapkan terhadap berbagai jenis
nyeri. Metoda pengukuran ini sebagaimana yang dikembangkan oleh Stevenson KK
dan kawan-kawan dari Pusat Penanganan Nyeri Kanker di Wisconsin USA, terdiri
dari suatu garis lurus sepanjang 10 cm. Garis paling kin menunjukkan tidak ada rasa
nyeri sama sekali, sedangkan garis paling kanan menandakan rasa sangat nyeri.
Kepada pasien diminta untuk memberikan garis tegak lurus pada salah satu tempat
dalam skala sesuai dengan berat nyeri yang dirasakannya.(58)
J. Penatalaksanaan Osteoartritis
Tujuan penangan OA adalah mengurangi nyeri dan meminimalisasi
kehilangan fungsi aktivitas. Adanya nyeri dan kehilangan fungsi, atau adanya
kelemahan sendi, kelelahan atau instabilitas merupakan sasaran penanganan OA
meliputi seluruh bagian ini. Penanganan komperhensif meliputi pendekatan
31
multimodal seperti nonfarmakologik dan farmakologik.Pasien dengan gejala ringan
sampai sedang hanya memerlukan terapi non farmakologik, sedangkan pasien-pasien
dengan nyeri yang membatasi aktivitas memerlukan penanganan keduanya. (60)
Pendekatan non farmakologik meliputi exercise dan koreksi kelainan sendi
sebelumnya. Exercise yang dianjurkan adalah mencegah aktivitas sendi yang
berlebihan, memperbaiki kekuatan dan mengatur otot pada sendi sehingga dapat
melakukan aktivitas dan mencegah beban berlebihan dengan jalan pemakaian
penyangga atau yang lainnya. Gerakan isokinetik dan penguatan isotonik dianggap
lebih efektif. Begitupun seperti latihan aerobik air dan resistensi air dapat ditolerir
pada pasien. Koreksi kelainan sendi dengan jalan operasi atau pemakaian penyangga
dapat mengurangi nyeri pada sendi yang terlibat. Juga termasuk dalam hal ini adalah
pemakaian orthotic pada alas kaki.(61)
Apabila pendekatan nonfarmakologik tidak berhasil atau gejala masih
menetap, dilanjutkan dengan pendekatan lain. Terapi OA saat ini meliputi pemberian
oral, topikal, atau intra artikular. Farmakoterapi itu meliputi golongan asetaminofen,
NSAIDs, COX-2 inhibitors dan injeksi artikular seperti glukokortikoid dan asam
hyaluronat.(20)
Salah satu terapi alternatif untuk OA adalah operasi seperti lavase dan
arthroscopic debridemant. Juga meliputi operasi reposisi kelainan sendi seperti
osteotomi atau knee replacement.
Penatalaksanaan OA yang ideal ditujukan terhadap dua hal, yaitu mengatasi
gejala dan perbaikan aktivitas keseharian (symptom-modifying effect) serta perbaikan
cacat struktural rawan sendi (structure-modifying effect). Penatalaksanaan OA terdiri
dari terapi non-farmakologik, terapi farmakologik sistemik dan lokal, serta tindakan
bedah.(35)
Terapi non-farmakologik meliputi edukasi, terapi fisik, terapi okupasi dan
penurunan berat badan. Edukasi bertujuan meyakinkan pasien untuk dapat mandiri,
tidak selalu tergantung pada orang lain. Walaupun OA tidak dapat disembuhkan,
tetapi kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. Terapi fisik dan rehabilitasi bertujuan