Hasil Dan Pembahasan HIV
-
Author
farida-maksum-lz -
Category
Documents
-
view
74 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of Hasil Dan Pembahasan HIV
HASIL PEMBAHASAN
Kelenjar Getah Bening pada HIV dengan infeksi Crytococcus neoformans
A. MORFOLOGICryptococcus neoformans adalah organisme dimorfik, merupakan basidiomisetes yang bersifat saprofit, ditemukan di seluruh dunia karena habitatnya adalah pada kotoran burung dan tanah yang terkontaminasi kotoran burung. Basidiospora berukuran kecil yaitu 1,8 m sampai 3,0 m, dapat dalam bentuk sel ragi pada suhu 37C atau membentuk hifa dikariotik pada suhu 24C.Secara mikroskopis Cryptococcus neoformans di dalam jaringan atau cairan spinal berbentuk sferis sampai oval dengan diameter 3 m-10 m, sering bertunas (budding) dan dikelilingi oleh kapsul yang tebal. Pada agar Sabouraud dengan suhu kamar, koloni yang terbentuk berwarna kecoklatan, mengkilat, dan mukoid.Biakan tidak meragi karbohidrat tapi mengasimilasi glukosa, maltosa, sukrosa, dan galaktosa (tetapi laktosa tidak). Urea dihidrolisis. Berbeda dari kriptokokus non patogen C. neoformans tumbuh baik pada suhu 370C pada sebagian besar pembenihan laboratorium yang tersedia, asalkan tidak mengandung siklo heksamida. Cryptococcus neoformans diklasifikasikan kedalam lima serotipe (A, B, C, D, dan AD) dan tiga varietas yaitu C. neoformans var. Neoformans (serotipe D), C. neoformans var. grubii (serotipe A), dan C. neoformans var. gattii (serotipe B dan C). Pembagian serotipe berdasarkan perbedaan epitop pada kapsulnya dan perbedaan reaksi aglutinasi pada kapsul sesuai dengan polisakaridanya. Perbedaan varietas ini berdasarkan pada kemampuan varietas gattii dalam menggunakan glisin atau prolin sebagai sumber nitrogen satu-satunya sedangkan varietas neoformans/grubii tidak. Varietas gattii juga resisten terhadap canavanine sedangkan varietas neoformans/grubii biasanya sensitif. Kesanggupan dalam menggunakan glisin dan ketahanan terhadap canavanine digunakan dalam membedakan varietas gattii dengan varietas neoformans/grubii. Pada Tabel berikut ditampilkan perbedaan C. neoformans varietas neoformans dan varietas gattii.
Tabel 1. Perbedaan C. neoformans var. Neoformans dengan var. gatii
Semua spesies Cryptococcus merupakan jamur non-fermentasi aerob. Pembagian spesies berdasarkan dari asimilasi berbagai macam karbohidrat dan KNO3. C. neoformans merupakan jenis Cryptococcus yang paling terkenal diantara jenis kriptokokus yang lain (sifat yang patogen).
Gambar 1. Karakter C. neoformans yang memiliki struktur polisakarida
C. KLASIFIKASI Kerajaan : Fungi Filum : Basidiomycota Subfilium : Basidiomycotina Kelas : Urediniomycetes Ordo : Sporidiales Famili : Sporidiobolaceae Genus : Filobasidiella (Cryptococcus)
Gambar 2. Cryctococcus neoformans
D. SIKLUS HIDUP
Gambar 3. Siklus hidup Cryptococcus neoformans
Jika Cryptococcus neoformans dilihat dibawah mikroskop akan terlihat ragi yang berbentuk oval atau bulat, bagian tersebut sering dihubungkan sebagai basidiomycete-nya ragi. Beberapa memiliki goresan pada permukaannya ketika pucuk sel muda betina sedang melakukan reproduksi. Basidiomycete fungi pada bagian ini dapat memproduksi spora, hal tersebut terjadi pada bagian khusus jamur yang disebut basidium. Produksi spora ini sebagai hasil dari reproduksi seksual dari C. Neoformans. Reproduksi sel C. Neoformans dimulai ketika dua sel masing masing membawa satu komplemen informasi genetic (sering disebut haploid), kedua sel saling bertemu dan terjadi penggabungan. Potensi untuk bergabung berdasarkan keteraturan bagian dari masing-masing tipe yang membawa dua materi genetic a dan . Siklus reproduksi seksual dan juga penggabungan sel melibatkan pembagian seperti dalam mitosis sel dimana terjadi produksi benang yang disebut hifa. Dan pada akhirnya hifa yang memiliki struktur unik, dan basidium telah terbentuk. Basidium yang menopang spora (terkadang disebut basidiospora) pada akhirnya akan terbentuk. Untuk itu dibutuhkan dua haploid didalam basidium harus bergabung, peristiwa ini sering disebut karyogami, yaitu pembentukan satu diploid nucleus. Pembelahan meiosis dan mitosis akan berjalan unuk membentuk spora. Spora marupakan haploid yang digunakan dalam pembentukan sel C. neoformans sehingga reproduksi terus berlanjut.
E. EPIDEMIOLOGICryptococcus neoformansdidistribusikan di seluruh dunia. Sebagian besar kasus melibatkan kriptokokosis serotipe A dan D. serotipe B dan C dibatasi ke daerah-daerah tropis dan subtropis dan terisolasi dari spesies tertentu pohon kayu putih dan udara di bawah mereka.Cryptococcusneoformans var neoformans, yang pulih dari kotoran burung merpati usia, sarang burung, dan guano, adalah selalu serotipe A atau D. Meskipun serotipe A dan D yang ada dalam konsentrasi tinggi dalam tinja merpati, jamur tidak menginfeksi unggas. Dalam lembab atau kotoran burung dara kering, neoformans C dapat bertahan hidup selama 2 tahun atau lebih. Dalam lingkungan saprobik, C neoformans tumbuh unencapsulated, namun, strain unencapsulated virulensi kembali mereka setelah diperoleh kembali kapsul polisakarida mereka.Cryptococcusneoformans var gattii biasanya menyebabkan penyakit pada pasien dengan imunitas diperantarai sel utuh.Meskipun C neoformans var neoformans ditemukan di seluruh dunia, C neoformans var gattii biasanya diidentifikasi di daerah subtropis seperti Australia, Amerika Selatan, Asia Tenggara, dan Tengah dan sub-Sahara Afrika. Di Amerika Serikat, C neoformans var gattii ditemukan di Southern California.Seperti disebutkan di atas,Cryptococcusneoformans var gattii dapat ditemukan dalam hubungan dengan pohon-pohon yang berbeda, seperti pohon-pohon karet sungai merah (E camaldulensis) dan pohon hutan karet merah (E tereticornis). Infeksi diperoleh dengan menghirup udara ditanggung propagul yang menginfeksi paru-paru dan mungkin memperluas melalui fungemia untuk melibatkan SSP.Pada tahun 1999,Cryptococcusneoformans var gattii muncul di Pulau Vancouver, British Columbia, Kanada. Infeksi telah dilaporkan antara penduduk dan pengunjung ke pulau, serta antara hewan peliharaan dan liar. Penyakit telah paling sering diidentifikasi pada kucing, anjing dan musang. mamalia laut juga telah diidentifikasi untuk membawa infeksi. Vektor dapat membubarkan spora dari daerah endemik ke daerah yang sebelumnya tidak terpengaruh. Ini mungkin telah menjadi rute penyebaran dalam kasus Pulau Vancouver. Sejak tahun 2003, penyakit kriptokokus telah menjadi infeksi di tingkat propinsi dilaporkan di British Columbia. Isolat telah diidentifikasi di cemara Douglas pesisir dan zona hemlock pesisir barat biogeoclimatic.Kejadian infeksi yang berhubungan dengan usia, ras, atau pekerjaan tidak secara signifikan berbeda. orang Sehat dengan riwayat kontak dengan merpati atau kotoran burung dan pekerja laboratorium terpapar ke aerosol organisme memiliki tingkat yang lebih tinggi reaksi kulit positif tertunda untuk antigen kriptokokus atau cryptococci. Kadang-kadang, laboratorium kecelakaan mengakibatkan transmisi neoformans C, tetapi penyakit paru dan disebarluaskan jarang dalam pengaturan ini. Terkadang inokulasi kulit dengan neoformans C menyebabkan penyakit kulit yang terlokalisasi.
F. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIInfeksi berawal dari inhalasi sel ragi kecil atau basidiospora yang memicu terjadinya kolonisasi pada saluran nafas dan kemudian diikuti oleh infeksi. Makrofag pada paru-paru sangat penting dalam sistem kontrol terhadap inokulasi jamur. Makrofag dan sel dendritik berperan penting dalam respons terhadap infeksi Cryptococcus. Sel ini berperan dalam pengenalan terhadap jamur, dalam fagositosis, presentasi antigen, dan aktivasi respons pada pejamu, serta meningkatkan efektivitas opsonisasi fagositosis terhadap jamur. Pada sel dendritik reseptor mannose berperan penting untuk pengenalan jamur dan presentasi antigen terhadap sel T, sel ini bereaksi dengan C. neoformans dan mengekspresikannya ke limfosit kemudian bermigrasi ke jaringan limfoid.Makrofag memberikan respons terhadap C. neoformans dengan melepaskan sitokin proinflamasi yaitu IL-1. Sekresi IL-1 mengatur proliferasi dan aktivasi limfosit T yang penting dalam memediasi pembersihan paru.Imunitas yang dimediasi oleh sel memiliki peranan penting dalam pertahanan terhadap Cryptococcus. Pada banyak kasus penyebaran kriptokokosis terjadi pada keadaan defisiensi sel T CD4+ (HIV/AIDS), imunitas dihubungkan dengan respons sel Th1 yang aktif menghancurkan C. neoformans. Sel CD4+ dan CD8+ berperan pada jaringan yang terinfeksi. Limfosit T CD4+ dan CD8+ secara langsung menghambat pertumbuhan jamur melalui perlekatan terhadap permukaan sel Cryptococcus. Kurangnya atau tidak adanya respons imun yang baik untuk menginaktifkan dan menghancurkan organisme yang masuk menyebabkan perluasan dan peningkatan kerusakan sel/jaringan akibat infeksi.a.Kapsul Polisakarida Sebagai Faktor VirulensiKapsul polisakarida berperan penting dalam kemampuan bertahan hidup Cryptococcus terhadap lingkungan dan menimbulkan penyakit pada manusia. Kapsul ini mengandung hampir 90% polisakarida glucuronoxylomannan (GXM), 9% galactoxylomannan (GalXM), dan 1% mannoprotein. Kapsul polisakarida ini membantu organisme tersebut menghindar dari respons sistem imun, yaitu melindungi patogen dari fagositosis dan penghancuran oleh neutrofil, monosit, dan makrofag. Kapsul ini dapat menghambat migrasi leukosit dari aliran darah ke tempat inflamasi sehingga berguna dalam invasi organisme dan memudahkan berkembangnya infeksi. Kapsul tersebut juga berperan terhadap deplesi komplemen, kurangnya respons antibodi, dan disregulasi sekresi sitokin oleh makrofag termasuk TNF- dan IL-6.13Komponen yang terdapat pada kapsul dilepaskan selama C. neoformans mengalami replikasi, GXM diakui sebagai gambaran pengenalan reseptor yang ditemukan pada berbagai sel imunitas alamiah seperti makrofag dan sel dendritik.b. Melanin Sebagai Faktor VirulensiAdanya melanin pada dinding sel C.neoformans menimbulkan adaptasi jamur terhadap perubahan lingkungan seperti radiasi ultraviolet dan temperatur yang ekstrim. Melanin menimbulkan daya tahan jamur selama proses infeksi, melindungi jamur dari reactive oxygen species dan berperan sebagai suatu antioksidan. Melanin juga berperan untuk integritas dinding sel yang penting dalam proteksi terhadap agen antijamur pada permukaan sel.Peranan melanin dalam interaksi antara pejamu dan patogen adalah bahwa melanin kemungkinan melindungi sel patogen karena efek antioksidan serta oleh adanya efek pada permukaan dinding sel yang merupakan perlindungan terhadap sejumlah efektor imunitas selular. Melanin yang diproduksi ini meningkatkan virulensi Cryptococcus.
G. PENULARAN Spora dari jamur yang menyebabkan kriptokokus dihasilkan di permukaan tanah (soil) dan terbawa dan tersebar kemana-mana oleh angin, lalu terhirup manusia dan menimbulkan infeksi. Cryptococcus neoformans suka hidup di lingkungan yang tercemar kotoran burung atau kelelawar. Kriptokokosis atau penyakit yang disebut infeksi jamur Cryptococcus neoformans terjadi bila seseorang termakan buah-buahan atau terminum susu yang telah tercemari atau terkontaminasi dengan kotoran burung yang mengandung jamur tersebut. Mastitis pada lembu bisa pula akibat infeksi jamur Cryptococcus neoformans sehingga terminum susu lembu yang mengidap mastitis bisa pula mengundang infeksi jamur tersebut. H. DIAGNOSISTes laboratorium ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang kita, pas di atas pinggul. Jarum menyedot contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.Darah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut CRAG mencari antigen (sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur C. neoformans dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasil pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India
I. MANIFESTASI KLINISGejala klinis pada kucing berupa infeksi pada rongga hidung, bersin, mucopurulent, serous (bunyi sengau), hemorrhagi, edema subcutan, juga luka pada kulit yang berupa papula atau bongkol-bongkol kecil. Luka yang lebih besar cenderung menjadi bisul yang berupa serous eksudat pada permukaan kulit. Infeksi ini juga dikaitkan dengan penyakit saraf karena berhubungan dengan perubahan CNS, bahkan bisa mengakibatkan kebutaan. Berbeda dengan kucing, pada anjing tampak gejala klinis yang berkaitan dengan kerusakan CNS dan kebutaan. Gejala klinis lain adalah meningoencephalitis, radang urat saraf yang berhubungan dengan mata, dan granulomatous chorioretinitis. Kadang juga ditemukan luka di dalam rongga hidung. Sekitar 50% anjing ditemukan infeksi pada paru-paru, ginjal, kelenjar getah bening, limpa, hati, gondok, pankreas, tulang, otot, myocardium, glandula prostata, klep hati/jantung, dan amandel. Luka yang ditimbulkan berupa massa seperti agar-agar, mengandung banyak mikroorganisme yang menyebabkan radang di fase granuloma. Luka pada umumnya terdiri atas kumpulan organisme tanpa capsula di dalam suatu jaringan. Terlihat berupa macrophages dan sel raksasa dengan beberapa sel plasma dan lymphocytes. Epithelioid sel raksasa dan area necrosis lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan infeksi sistemik mycosis yang lain.Manifestasi klinis pada manusia paling sering adalah meningtis kriptokokus, tumor otak, abses otak, serta penyakit degeneratif sistem saraf pusat.Gejala klinis yang paling sering dialami adalah sakit kepala, disusul kemudian oleh demam. Gejala klinis lain adalah mual, muntah, lemas, gangguan memori, dan penurunan kesadaran (stupor atau koma).Dari pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan penurunan kesadaran (apatis), kaku kuduk dan gangguan saraf kranialis nervus VII dextra sentral. Oleh karena itu, dipikirkan pasien mengalami meningoensefalitis. Sakit kepala progresif akibat tumor dapat disingkirkan karena pada pasien ditemukan tanda rangsang meningeal positif.
J. PENGOBATAN Terapi kombinasi amfoterisin B dengan flusitosin diduga merupakan pengobatan pilihan untuk meningtis kriptokokus, walaupun manfaat tambahan flusitosin masih kontroversial. Flukonazol dapat memasuki cairan serebrospinal dengan baik, karen itu obat ini menjadi terapi yang lebih disukai untuk meningtis kriptokokus. Ketokonazol tidak berguna bagi pasien dengan meningtis kriptokokus. Walaupun amfoterisin B (dengan atau tanpa flusitosin) dapat menyembuhkan sebagian besar pasien dengan meningtis kriptokokus, pasien AIDS dengan kriptokokus hampir selalu mengalami meningitis diobati dengan obat antijamur. Beberapa dokter memakai flukonazol. Obat ini tersedia dengan bentuk pil atau suntikan dalam pembuluh darah (intravena/IV). Flukonazol lumayan efektif, dan biasanya mudah ditahan. Itrakonazol kadang kala dipakai untuk orang yang tidak tahan dengan flukonazol. Dokter lain memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin. Amfoterisin B adalah obat yang sangat manjur. Obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan, dan dapat mengakibatkan efek samping yang parah. Efek samping ini dapat dikurangi dengan memakai obat semacam ibuprofen setengah jam sebelum amfoterisin B dipakai. Ada versi amfoterisin B yang baru, dengan obat dilapisi selaput lemak menjadi gelembang kecil yang disebut liposom. Versi ini mungkin menyebabkan lebih sedikit efek samping.Meningitis kriptokokus kambuh setelah kejadian pertama pada kurang lebih separo orang. Kemungkinan kambuh dapat dikurangi dengan terus memakai obat antijamur. Untuk beberapa orang, cairan sumsum tulang belakang harus disedot setiap hari untuk beberapa lama untuk mengurangi tekanan pada otak.
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada, dkk.. 2006. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.Angela Merici Nuki Trismayanti. Cryptococcus neoformans. http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/selengkapnya.pdfAnonim. 2005. Klasifikasi Cryptococcus neoformans, http://id.wikipedia.org.John, W., 2005, Introduction of Cryptococcus. http://www.emedicine.com. Murray P. R.. 1999. Manual of Clinical Microbiology. American Society, USA.Wulan, S. dkk. 2008. Cryptococcosis : Diagnosis Laboratorik dan Identifikasi, http://adasidna.blogspot.com.Wahyuningsih R. 2005. Diagnosis Kriptokokosis: Pemeriksaan Mikologi dan Interpretasinya. Majalah Kedokteran Indonesia (MKI). Efrida D. 2012. Kriptokokal Meningitis: Aspek Klinis Dan Diagnosis Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id
4