Daun Sirsak Dm

40
AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK AIR DAN ETANOL DAUN SIRSAK SECARA IN VITRO MELALUI INHIBISI ENZIM α-GLUKOSIDASE EKA PURWATRESNA DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of Daun Sirsak Dm

Page 1: Daun Sirsak Dm

AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK AIR DAN ETANOL

DAUN SIRSAK SECARA IN VITRO MELALUI INHIBISI

ENZIM α-GLUKOSIDASE

EKA PURWATRESNA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: Daun Sirsak Dm

ABSTRAK

EKA PURWATRESNA. Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Air dan Etanol Daun

Sirsak secara In Vitro Melalui Inhibisi Enzim α-Glukosidase. Dibimbing oleh

ANNA P. ROSWIEM dan EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.

Daun sirsak merupakan bagian dari tanaman sirsak yang digunakan untuk

pengobatan tradisional dan terbukti mampu menjadi agen antidiabetes secara in

vivo melalui penurunan kadar glukosa darah, namun penurunan kadar glukosa

darah tersebut belum ditentukan mekanismenya. Penelitian ini dilakukan untuk

menguji aktivitas ekstrak air dan etanol daun sirsak pada konsentrasi 1%, 1.50%,

2% sebagai inhibitor α-glukosidase, membandingkannya dengan akarbosa 1%

sebagai kontrol positif, dan menentukan mekanisme inhibisinya. Daun sirsak

diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 70% dan perebusan

menggunakan air. Ekstrak diuji kandungan fitokimia, daya inhibisi, dan

mekanisme inhibisinya terhadap α-glukosidase secara in vitro. Aktivitas α-

glukosidase ditentukan dengan mengukur produk p-nitrofenol yang dihasilkan

dari reaksi enzim dan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (p-NPG)

menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 400 nm. Hasil uji

fitokimia menunjukkan ekstrak air dan etanol daun sirsak mengandung alkaloid,

flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Kedua ekstrak mampu menghambat

aktivitas α-glukosidase, namun mekanisme inhibisi terhadap α-glukosidase belum

dapat ditentukan pada penelitian ini. Ekstrak air menghambat aktivitas α-

glukosidase hingga 41.91%, sedangkan ekstrak etanol menghambat aktivitas α-

glukosidase hingga 89.33%. Daya inhibisi akarbosa sebagai kontrol positif sebesar

93.84%.

Kata kunci : Daun sirsak, α-glukosidase, inhibisi, antidiabetes, in vitro.

Page 3: Daun Sirsak Dm

ABSTRACT

EKA PURWATRESNA. Antidiabetic Activity of Aqueous and Ethanol Extract of

Soursop Leaf Through The Inhibition of α-Glucosidase Enzyme In Vitro. Under

direction of ANNA P. ROSWIEM and EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.

Soursop leaf is a part of the soursop plant used in traditional medicine and

proven for antidiabetic agent through decrease in blood glucose level. However,

the mechanism of decrease in blood glucose level has not been determined. The

research was done to determine the activity of aqueous and ethanol extract of

soursop leaf at 1, 1.50, 2% as α-glucosidase inhibitor, compared their activities

with acarbose 1% as positive control and determine the mechanism of inhibition.

Soursop leaf were extracted with ethanol 70% using maceration method and

boiling water method. Aqueous and ethanol extract of soursop leaf were used for

phytochemical assay and used for α-glucosidase inhibition method. The α-

glucosidase activity was determined by measuring the p-nitrophenol release from

the reaction of the enzyme and substrate p-nitrophenil- α-D-glucopiranoside (p-

NPG) at 400 nm. The phytochemical analysis indicates that aqueous extract and

ethanol extract contained alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, and steroid. Both of

them can inhibit α-glucosidase activity, but the mechanism of inhibition of the

extract has not been able to determined. Aqueous extract can inhibit α-glucosidase

activity up to 41.91%, and ethanol extract can inhibit α-glucosidase activity up to

89.33%. Acarbose as positive control can inhibit 93.84% of α-glucosidase

activity.

Keywords: Soursop leaf, α-glucosidase, inhibition, antidiabetic activity, in vitro.

Page 4: Daun Sirsak Dm

AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK AIR DAN ETANOL

DAUN SIRSAK SECARA IN VITRO MELALUI INHIBISI

ENZIM α-GLUKOSIDASE

EKA PURWATRESNA

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 5: Daun Sirsak Dm

Judul Skripsi : Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Air dan Etanol Daun Sirsak

secara In Vitro Melalui Inhibisi Enzim α-Glukosidase Nama : Eka Purwatresna

NIM : G84080072

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Anna P. Roswiem, M.S.

Ketua

Drs. Edy Djauhari Pk, M.Si.

Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App. Sc.

Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus :

Page 6: Daun Sirsak Dm

PRAKATA

Segenap puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Yang Maha

Kuasa yang telah memberikan kesempatan untuk menelaah sebagian kecil dari

ilmu-Nya. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad

SAW, pemimpin yang tulus memberikan teladan kepada umatnya. Penelitian yang

dipilih berjudul Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Air dan Etanol Daun Sirsak secara

In Vitro Melalui Inhibisi Enzim α-Glukosidase. Karya ilmiah ini disusun

berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada Februari-Mei 2012 di

Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor (LPSB-IPB).

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr.

Anna P. Roswiem, M.S. dan kepada Bapak Drs. Edy Djauhari Pk, M.Si. selaku

pembimbing. Terima kasih kepada Ibu Salina Febriany, S.Si. beserta seluruh

laboran LPSB-IPB yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga

penulis ucapkan kepada orang tua, Iyus Solihin dan Tini Suhartini, serta adik-adik

tercinta, Fachmi, Gita, dan Helmi atas segala dukungan dan kasih sayang yang

diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada PT. Antam Tbk. yang

telah menjadi sponsor BUD bagi penulis selama menyelesaikan perkuliahan di

IPB. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Asep Nurohman, teman-teman

Malea Atas (Elsha, Sofi, Fitri, Setyo (Tutut), Leli, Khansaa, Putri, Nova), Nisa’,

Aina, Laita, Icha, dan teman-teman Pejuang Biokimia 45 serta semua pihak yang

telah mendukung penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2012

Eka Purwatresna

Page 7: Daun Sirsak Dm

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 April 1990 dari ayah Iyus

Solihin dan ibu Tini Suhartini. Penulis merupakan anak pertama dari empat

bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMAN I Leuwiliang Kabupaten Bogor dan

pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur

masuk Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada program mayor-minor. Penulis

diterima pada program Mayor Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA), dan memilih minor Pengolahan Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif dalam kegiatan

kemahasiswaan, yaitu sebagai staf Biro Kesekretariatan BEM TPB IPB periode

2008-2009 dan Himpunan Profesi Community of Research and Education in

Biochemistry (CREB’s) pada periode 2009-2010 sebagai staf Badan Pengawas

serta pada periode 2010-2011 sebagai sekretaris Badan Pengawas. Penulis juga

pernah menjadi asisten mata kuliah Kimia Dasar (2010-2012), Struktur dan

Fungsi Subseluler (2012), serta Biokimia Umum (2012). Penulis pernah

melakukan praktik lapangan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian

dan Penerapan Teknologi (Balai Biotek-BPPT), kawasan PUSPIPTEK Serpong

Tangerang dan menulis karya ilmiah yang berjudul Perbandingan Metode Analisis

Siklamat pada Pangan Jajanan Anak Sekolah.

Page 8: Daun Sirsak Dm

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

TINJAUAN PUSTAKA

Sirsak (Annona muricata L.) ...................................................................... 2

Diabetes Mellitus ........................................................................................ 3

Pengobatan Diabetes Mellitus ................................................................... 3

Enzim α-Glukosidase ................................................................................. 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ............................................................................................ 5

Metode Penelitian ........................................................................................ 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Serbuk Daun Sirsak ...................................................................... 7

Ekstrak Air dan Etanol Daun Sirsak .............................................................. 8

Hasil Uji Fitokimia ........................................................................................ 9 Aktivitas Enzim α-Glukosidase secara in vitro .............................................. 10

Inhibisi Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak Air dan Etanol 70%

Daun Sirsak ............................................................................................. 10

Kinetika Inhibisi Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak Air dan

Etanol 70% Daun Sirsak ......................................................................... 12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ........................................................................................................ 13

Saran .............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13

LAMPIRAN ......................................................................................................... 17

Page 9: Daun Sirsak Dm

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Daun sirsak ...................................................................................................... 2

2 Grafik Lineweaver-Burk ................................................................................. 5

3 Struktur kimia akarbosa .................................................................................. 5

4 Daya inhibisi ekstrak air dan etanol daun sirsak serta kontrol positif

terhadap aktivitas α-glukosidase .................................................................... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tahapan umum penelitian .......................................................................... 18

2 Ekstraksi daun sirsak .................................................................................. 19

3 Penetapan kadar air serbuk kering daun sirsak ........................................... 20

4 Uji inhibisi aktivitas enzim α-glukosidase .................................................... 21

5 Kinetika inhibisi aktivitas enzim α-glukosidase oleh ekstrak....................... 22

6 Hasil penentuan kadar air serbuk kering daun sirsak .................................. 23

7 Rendemen hasil ekstraksi daun sirsak dengan air dan etanol 70% ............... 23

8 Hasil uji fitokimia ......................................................................................... 24

9 Hasil uji inhibisi enzim α-glukosidase oleh ekstrak air dan etanol

daun sirsak ................................................................................................... 25

10 Hasil kurva standar p-nitrofenol ................................................................... 26

11 Inhibisi ekstrak air dan etanol 70% daun sirsak terhadap aktivitas

α-glukosidase ................................................................................................ 27

12 Hasil analisis kinetika inhibisi ekstrak air dan etanol 70% daun sirsak

terhadap enzim α-glukosidase ...................................................................... 28

13 Analisis statistika inhibisi ekstrak air dan etanol 70% daun sirsak terhadap

enzim α-Glukosidase .................................................................................... 31

Page 10: Daun Sirsak Dm

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah

satu penyebab kematian terbesar di Asia

Tenggara dan Pasifik Barat (Tiwari & Rao

2002). Penderita diabetes di Indonesia

menempati urutan ke empat terbanyak di

dunia setelah Amerika Serikat, China, dan

India. Badan kesehatan dunia (WHO)

mengeluarkan data bahwa penderita diabetes

di Indonesia pada tahun 1995 terdapat lima

juta orang dan diperkirakan terjadi

peningkatan sebanyak 230.000 pasien per

tahun. Data WHO tahun 2010 menyebutkan

bahwa lebih dari 346 juta penduduk dunia

mengidap diabetes pada tahun 2010 dan 21,3

juta orang di antaranya merupakan penderita

diabetes di Indonesia. Jumlah ini meningkat

dari tahun 2000 yang berjumlah 8,4 juta

penderita (WHO 2010). Peningkatan itu

terutama disebabkan oleh pertumbuhan

populasi, peningkatan jumlah orang usia

lanjut, urbanisasi, pola makan dan gaya hidup

yang tidak sehat (Widowati 2008).

Penyakit DM merupakan salah satu

gangguan metabolik pada metabolisme

karbohidrat, yakni kondisi glukosa yang

kurang dimanfaatkan dan menyebabkan

hiperglikemia. Penyakit ini dibagi menjadi

beberapa tipe, yakni DM tipe 1, tipe 2, dan

gestasional. DM tipe 1 dikenal sebagai Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). DM

tipe 2 dikenal sebagai Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM), yang merupakan

bentuk diabetes yang umum dijumpai, sekitar

90-95% dari penderita diabetes di negara

berkembang menderita diabetes tipe 2

(Balasubramanyam 2006). DM gestasional

yaitu diabetes yang diderita oleh wanita hamil.

Penyakit ini umumnya terjadi pada trimester 3

dan akan kembali normal sesudah hamil

(ADA 2004).

Pengobatan DM telah dilakukan dengan

berbagai cara, seperti latihan teratur dan diet.

Pengobatan dapat pula dengan pemberian

insulin maupun menggunakan obat-obatan

antidiabetes yang dijual secara komersil atau

lebih dikenal sebagai obat sintetis. Pengobatan

ini memerlukan biaya yang mahal dan

menimbulkan efek samping. Beberapa gejala

efek samping yang ditimbulkan diantaranya

kembung dan diare. Efek samping lain yang

dapat ditimbulkan adalah peningkatan resiko

infraksi miokardial dan peningkatan resiko

efek samping kardiovaskular (BPOM 2010).

Beberapa obat bahkan dibekukan izin edarnya

oleh BPOM karena mempertimbangkan resiko

yang ditimbulkan obat tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, pengobatan

diabetes beralih ke pengobatan tradisional.

Faktor pendorong terjadinya peningkatan

penggunaan obat tradisional di negara maju

adalah usia harapan hidup yang lebih panjang,

adanya kegagalan penggunaan obat modern

untuk penyakit tertentu, dan semakin luasnya

akses informasi mengenai obat herbal di

seluruh dunia (Sukandar 2006). Faktor

pendorong lainnya adalah kondisi Indonesia

yang beriklim tropis memiliki

keanekaragaman tumbuhan yang dapat

digunakan sebagai obat tradisional.

Pengobatan secara tradisional didasarkan

pada faktor-faktor empiris, kebiasaan, dan

pengalaman. Umumnya mekanisme

pengobatan jenis ini tidak dapat dijelaskan

secara rinci seperti pengobatan sintetik

(Wijayakusuma 2004). Menurut Malviya et al.

(2010), terdapat banyak tumbuhan obat yang

dilaporkan bermanfaat dan digunakan sebagai

agen antidiabetes secara empiris. Kandungan

senyawa kimia dalam tumbuhan dilaporkan

aman untuk penderita diabetes mellitus.

Penelitian tentang penemuan agen

antidiabetes baru dari tumbuhan masih terus

dilakukan, walaupun telah diketahui lebih dari

400 tumbuhan memiliki aktivitas

hipoglikemik. Salah satu tanaman obat

antidiabetes yang belum banyak diteliti secara

ilmiah adalah tanaman sirsak. Bagian tanaman

sirsak yang diduga memiliki khasiat

antidiabetes adalah daunnya.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan

menyebutkan bahwa ekstrak daun sirsak

mampu menjadi agen antidiabetes secara in

vivo melalui mekanisme penurunan stres

oksidatif dan penurunan kadar glukosa darah

(Adewole et al. 2006; Adeyemi et al. 2009).

Salah satu cara menurunkan glukosa darah

adalah dengan menunda kenaikan glukosa

darah, yakni dengan mekanisme

penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase.

Penurunan glukosa darah oleh ekstrak daun

sirsak yang terbukti secara in vivo pada

penelitian sebelumnya belum diketahui

mekanismenya. Berdasarkan hal tersebut,

pengujian secara in vitro mengenai aktivitas

antidiabetes ekstrak daun sirsak melalui

pengkajian salah satu mekanisme penundaan

kenaikan glukosa darah berupa inhibisi

terhadap aktivitas α-glukosidase perlu

dilakukan.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan

masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah mengkaji aktivitas antidiabetes dari

daun sirsak dengan cara mengukur daya

inhibisi dan menentukan mekanisme inhibisi

Page 11: Daun Sirsak Dm

2

ekstrak daun sirsak tersebut terhadap aktivitas

enzim α-glukosidase secara in vitro.

Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak air

dan etanol 70% daun sirsak memiliki potensi

sebagai agen antidiabetes melalui mekanisme

penghambatan terhadap aktivitas enzim

α-glukosidase secara in vitro. Penelitian ini

dapat memberikan informasi mengenai

mekanisme aktivitas antidiabetes ekstrak daun

sirsak secara in vitro. Ekstrak daun sirsak

dapat dimanfaatkan sebagai alternatif dalam

pengobatan diabetes sehingga dapat

mengurangi resiko akibat efek samping yang

ditimbulkan obat sintetik.

TINJAUAN PUSTAKA

Sirsak (Annona muricata L.)

Sirsak (Annona muricata L.) merupakan

tanaman yang berasal dari negara Amerika

Selatan, yaitu Meksiko. Keberadaan tanaman

tersebut diduga dibawa oleh orang Belanda

semasa zaman penjajahan. Tanaman ini telah

menyebar di seluruh pelosok Indonesia,

walaupun masih ditanam di pekarangan

rumah. Penyebaran tanaman sirsak di

Indonesia dapat dijumpai di daerah Jawa

Barat, terutama Rajamandala dan Bandung

Selatan serta Jawa Tengah di daerah

Karanganyar (Sunarjono 2005).

Tanaman sirsak diklasifikasikan berasal

dari kingdom Plantae, dari superdivisi

Spermatophyta, divisi Magnoliophyta. Kelas

dari tanaman ini adalah Magnoliopsida

dengan subkelas Magnoliidae. Sirsak berasal

dari ordo Magnoliales, dari famili

Annonaceae. Genus dari tanaman ini adalah

Annona dan spesiesnya adalah Annona

muricata.

Sirsak dapat tumbuh pada daerah tropis

dan subtropis (Orwa et al 2009). Buah sirsak

memiliki bentuk hati yang dikelilingi oleh

sesuatu yang berbentuk seperti duri yang

tumpul, kulit buah sirsak berwarna hijau tua.

Sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah

dengan derajat keasaman (pH) antara 5-7.

Tanah yang sesuai adalah tanah agak asam

sampai agak alkalis, namun yang memiliki

bahan organik yang tinggi. Tumbuh subur di

ketinggian antara 100-300 mdpl (di atas

permukaan laut). Suhu udara yang sesuai

antara 22-32oC dengan curah hujan antara

1.500-3.000 mm/tahun. Lokasi yang disenangi

tanaman sirsak diantaranya lahan yang

terbuka, tidak ada naungan, dan tidak ada

kabut. Tanaman sirsak memerlukan sinar

matahari antara 50-70% (Sunarjono 2005).

Seluruh bagian tanaman sirsak dapat

digunakan sebagai obat tradisional, termasuk

kulit kayu, daun, akar, buah, dan biji. Buah

sirsak umumnya digunakan untuk mengobati

penyakit yang disebabkan oleh cacing dan

parasit, mengobati demam, meningkatkan

produksi ASI pada ibu menyusui, dan untuk

diare dan disentri. Biji yang dihancurkan

dapat digunakan sebagai vermifug dan

antelmintik terhadap internal dan eksternal

parasit dan cacing (Taylor 2002).

Bagian lain pada tanaman sirsak yang

terkenal dapat digunakan sebagai obat-obatan

adalah daun (Gambar 1). Daun sirsak banyak

dimanfaatkan sebagai obat herbal seperti

untuk penyakit kulit, rematik, batuk dan flu,

serta antikanker (Orwa et al 2009), dan

hipertensi (Lans 2006). Khasiat lain dari daun

sirsak adalah sebagai antispasmodik dan

memberi efek menenangkan. Daun sirsak

biasa dikonsumsi dalam bentuk teh. Teh daun

sirsak digunakan sebagai obat radang selaput

lendir hidung. Rebusan daun sirsak juga

efektif digunakan untuk kutu rambut dan kutu

busuk. Daun segar yang dihaluskan mampu

membantu penyembuhan luka pada kulit.

Penduduk di beberapa negara seperti Brazil

dan Peru diketahui menggunakan daun sirsak

sebagai obat diabetes (Taylor 2002).

Menurut Asprey & Thornton (2000), daun

sirsak mengandung flavonoid, alkaloid, asam

lemak, fitosterol, mirisil alkohol dan anonol.

Senyawa pada daun sirsak yang diduga

memiliki khasiat antidiabetes adalah senyawa

alkaloid dan flavonoid. Senyawa flavonoid

sebenarnya terdapat pada semua bagian

tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit,

tepung sari, bunga, buah, dan biji.

Kebanyakan flavonoid berada di dalam

tumbuh-tumbuhan kecuali alga. Penyebaran

jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yaitu

pada Angiospermae, klorofita, fungi, briofita

(Markham 1988).

Gambar 1 Daun Sirsak.

Page 12: Daun Sirsak Dm

3

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan

penyakit progresif yang ditandai oleh

defisiensi insulin dan resistensi insulin atau

keduanya (Modi 2007). DM merupakan

gangguan metabolik pada metabolisme

karbohidrat dan lemak. Penyakit ini

merupakan masalah kesehatan utama yang

meningkatkan mortalitas dan morbiditas

serius akibat penyakit kardiovaskular.

Penyakit ini juga berhubungan dengan

mortalitas yang berkaitan dengan nefropati,

neuropati, dan retinopati. Penyakit DM

didiagnosis dengan adanya kondisi

hiperglikemia (Atalay & Laaksonen 2002).

Gejala umum yang timbul pada penderita

diabetes diantaranya sering buang air kecil

(poliuria) dan terdapat gula pada air seninya

(glukosuria) yang merupakan efek langsung

kadar glukosa darah yang tinggi (melewati

ambang batas ginjal). Poliuria mengakibatkan

penderita merasakan haus yang berlebihan

sehingga banyak minum (polidipsia). Poliuria

juga mengakibatkan terjadinya polifagi

(sering lapar), kadar glukosa darah yang tinggi

pada penderita diabetes tidak diserap

sepenuhnya oleh sel-sel jaringan tubuh.

Penderita akan kekurangan energi, mudah

lelah, dan berat badan terus menurun (Utami

et al. 2003; Nethan & Delahanty 2005).

Diabetes mellitus dibagi menjadi dua tipe

yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II. DM

tipe I didefinisikan sebagai tipe diabetes yang

bergantung pada insulin atau Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM),

sedangkan DM tipe II didefinisikan sebagai

diabetes yang tidak bergantung pada insulin

atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM).

Penderita DM tipe I mengalami kerusakan

sel pankreas yang menghasilkan insulin,

akibatnya sel-sel β pankreas tidak dapat

mensekresikan insulin atau hanya dapat

mensekresikan insulin dalam jumlah sedikit.

Kerusakan pada sel-sel β pankreas disebabkan

oleh peradangan pada pankreas. Akibat sel-sel

β pankreas tidak dapat membentuk insulin

atau insulin hanya ada dalam jumlah sedikit

maka penderita diabetes tipe I ini selalu

bergantung pada insulin. Pengobatan DM tipe

I dilakukan dengan pemberian insulin kepada

penderita.

Penderita DM tipe II tidak mengalami

kerusakan sel-sel β pankreas tetapi insulin

yang disekresikan jumlahnya menurun.

Penurunan tersebut disertai defisiensi insulin

hingga resistensi insulin (Murray 2003). DM

tipe II umumnya disebabkan oleh obesitas

atau kelebihan berat badan. Pengobatan DM

tipe II dilakukan dengan pengaturan pola

makan dan olah raga, namun dapat pula

diobati dengan obat-obat antidiabetes

(Matsumono et al. 2002).

Menurut Wijayakusuma (2004), selain

DM tipe I dan DM tipe II terdapat satu tipe

DM lainnya, yaitu DM yang terjadi pada saat

kehamilan. Penyakit tersebut umumnya

diderita oleh wanita hamil dan akan kembali

normal setelah melahirkan. Seorang wanita

hamil membutuhkan lebih banyak insulin

untuk mempertahankan metabolisme

karbohidrat.

Pengobatan Diabetes Mellitus

Tujuan utama pengobatan diabetes

mellitus adalah menghilangkan keluhan,

mencegah timbulnya komplikasi, menurunkan

angka kematian, dan meningkatkan kualitas

hidup (BPOM 2009). Pengobatan penyakit

DM dapat dilakukan dengan beberapa cara,

yaitu pengendalian berat badan, olah raga, dan

diet (Atalay & Laaksonen 2002). Hal ini

senada dengan pernyataan BPOM (2009)

tentang kerangka utama penatalaksanaan DM,

yang meliputi diet, latihan jasmani secara

teratur, dan pemberian obat antidiabetik.

Pengobatan DM tipe 1 dilakukan dengan

terapi insulin. Insulin merupakan obat utama

DM tipe 1 (BPOM 2009). Insulin diperlukan

dalam penyerapan glukosa dari darah ke

dalam sel. Penderita DM tipe 1 mengalami

kerusakan pada sel-sel β pankreasnya,

sehingga tidak mampu lagi memproduksi

insulin atau hanya mampu memproduksi

dalam jumlah sedikit. Insulin menjadi mutlak

diperlukan oleh penderita DM tipe 1. Dosis

insulin yang diberikan bersifat individual.

Pemberian insulin pada umumnya disuntikkan

secara subkutan pada lemak abdomen, lengan

atas posterior, atau paha sebelah luar (Dennis

et al. 2005). Pada keadaan tertentu dapat

diberikan secara intramuskular atau intravena

(Goodman & Gilman 2006). Efek samping

yang paling umum terjadi adalah hipoglikemia

dan bertambahnya berat badan (BPOM 2009).

Pengobatan DM tipe 2 harus

memperhatikan terapi untuk kondisi yang

berkaitan dengan DM tipe 2, seperti obesitas,

hipertensi, dan penyakit kardiovaskular.

Penderita DM tipe 2 dengan obesitas dapat

melakukan latihan secara teratur untuk

mengendalikan berat badannya. Sebagian

penderita DM merasa kesulitan menurunkan

berat badan dan melakukan olah raga yang

teratur. Pengobatan biasanya dilakukan

Page 13: Daun Sirsak Dm

4

melalui pemberian obat hipoglikemik

(penurun kadar gula darah) per oral. Akan

tetapi pemberian obat-obat antidiabetik oral

dapat menimbulkan efek samping (Lau &

Harper 2007).

Pemberian obat antidiabetes secara oral

merupakan cara yang umum untuk

pengobatan DM tipe 2. Obat antiabetes oral

diberikan pada penderita jika diet dan olah

raga gagal menurunkan kadar gula darah

(Floris et al. 2005). Terdapat beberapa jenis

obat antidiabetes oral yang tersedia secara

komersial. Obat antidiabetes tersebut

digolongkan menjadi 5 kelompok berdasarkan

mekanisme kerjanya. Pertama, sulfonilurea

yang memiliki mekanisme kerja menstimulasi

sel-sel β pankreas, sehingga produksi atau

sekresi insulin meningkat. Obat ini hanya

efektif bila sel β pankreas masih dapat

berproduksi (Dipiro 2005). Golongan kedua

adalah biguanida yang bekerja menghambat

glukoneogenesis dan meningkatkan

penggunaan glukosa di jaringan. Obat ini

hanya efektif jika terdapat insulin endogen

(BPOM 2009). Ketiga, inhibitor α-glukosidase

yang salah satu contohnya adalah akarbosa.

Obat ini menghambat enzim spesifik yang

menguraikan pati dalam usus halus sehingga

menunda penyerapan glukosa hasil

pemecahan karbohidrat di dalam usus.

Keempat adalah golongan thiozolididion yang

bekerja menurunkan kadar glukosa dengan

cara meningkatkan kepekaan bagi insulin dari

otot, jaringan lemak, dan hati. Kelima yaitu

golongan miglitinida yang mencetuskan

pelepasan insulin dari pankreas segera setelah

makan.

Enzim α-Glukosidase

Salah satu cara mengendalikan kadar gula

dalam darah penderita DM adalah

menghambat aktivitas enzim α-glukosidase

(Suarsana et al. 2008). Enzim ini berperan

sebagai kunci pada akhir pemecahan

karbohidrat. Enzim α-glukosidase merupakan

jenis enzim hidrolase yang mengatalisis reaksi

hidrolisis terminal non pereduksi dari substrat

menghasilkan α-glukosa (Nashiru et al. 2001).

Enzim α-glukosidase (E.C.3.2.1.20) berperan

dalam metabolisme pati dan glikogen pada

jaringan tumbuhan dan hewan yang dicirikan

oleh berbagai substrat yang mengenalinya

yaitu maltosa, glukosamilosa, sukrosa, dan

sebagainya (Chen et al. 2004).

Inhibisi terhadap enzim α-glukosidase

menyebabkan penghambatan absorpsi

glukosa. Senyawa yang dapat menghambat

enzim α-glukosidase disebut inhibitor α-

glukosidase (IAG). Senyawa IAG banyak

digunakan untuk pengobatan pada pasien

diabetes tipe 2 (Floris et al. 2005). Obat ini

bekerja secara kompetitif di dalam saluran

pencernaan yang dapat memperlambat

penyerapan glukosa sehingga dapat

menurunkan hiperglikemia setelah makan.

Terdapat banyak inhibitor enzim α-

glukosidase yang efektif, seperti akarbosa dan

voglibosa yang dihasilkan mikrob (Liu et al.

2006). Suatu penelitian menyebutkan bahwa

konsumsi 100 mg akarbosa sebanyak tiga kali

sehari mampu mengurangi 26% progresi

pasien diabetes pada masa Impaired Glucose

Tolerance, yaitu kondisi metabolisme antara

keadaan darah normal dan diabetes (Chiasson

et al. 2002).

Inhibitor merupakan bagian modulator

enzim yang memberikan efek negatif terhadap

kerja katalis enzim. Berdasarkan efeknya

terhadap enzim inhibitor diklasifikasinkan

menjadi inhibitor reversible dan inhibitor

irreversible. Berdasarkan tempat kerjanya di

enzim, inhibitor dapat diklasifikasikan

menjadi inhibitor yang memodifikasi enzim

secara kimiawi dan inhibitor yang

mempengaruhi parameter kinetik enzim.

Inhibitor dibagi menjadi dua kelas

berdasarkan pengaruh pada parameter

kinetika, yakni inhibitor yang dipengaruhi

oleh peningkatan konsentrasi substrat dan

tidak dipengaruhi oleh peningkatan

konsentrasi substrat (Murray et al. 2009).

Jenis inhibisi berdasarkan pengaruhnya

pada kinetika dibagi menjadi tiga jenis, yaitu

kompetitif, nonkompetitif, dan uncompetitive.

Inhibisi kompetitif merupakan inhibisi dengan

inhibitor yang mempunyai tempat ikatan

substrat pada enzim. Inhibitor kompetitif

biasanya mirip dengan substrat (Murray et al.

2009). Jenis inhibisi ini dapat dikurangi

dengan menambah jumlah substrat

dibandingkan dengan jumlah inhibitor karena

jenis ini bersifat kompetisi antara substrat

dengan inhibitor.

Jenis inhibisi berikutnya adalah inhibisi

nonkompetitif, yang merupakan inhibisi

dengan inhibitor yang mempunyai tempat

ikatan berbeda dengan tempat ikatan substrat

pada enzim. Jenis inhibisi ini dapat terjadi

walaupun enzim telah berikatan dengan

substrat karena tidak bersifat kompetisi. Jenis

yang terakhir adalah inhibisi uncompetitive,

yaitu inhibisi yang dapat terjadi bila suatu

enzim telah berikatan dengan substrat. Ketiga

macam inhibisi ini dapat diketahui bila reaksi

enzim dengan dan tanpa inhibitor diplotkan ke

dalam grafik Lineweaver-Burk (Gambar 2).

Page 14: Daun Sirsak Dm

5

Gambar 2 Grafik Lineweaver-Burk : (a)

inhibisi kompetitif, (b) inhibisi

nonkompetitif, (c) inhibisi

uncompetitive (Illanes 2008).

Pengetahuan mengenai kinetika,

mekanisme, dan inhibisi enzim dapat

membantu dalam pengembangan suatu obat

(Murray et al. 2009). Contohnya adalah obat

antidiabetes yang berbasis inhibisi terhadap

enzim α-glukosidase. Obat ini menggunakan

senyawa inhibitor α-glukosidase.

Contoh senyawa inhibitor α-glukosidase

adalah akarbosa. Akarbosa merupakan produk

mikroba alami yang berasal dari proses

fermentasi mikroorganisme Actinoplanes

strain SE 50. Akarbosa merupakan

pseudotetrasakarida dengan strukuturnya yang

menyerupai tetrasakarida (Gambar 3).

Kandungan molekul siklitol jenuh telah

diidentifikasi sebagai inhibitor enzim α-

glukosidase yang esensial (Mertes 2001).

Gambar 3 Struktur kimia akarbosa

(Brzozowski & Gideon 1997).

Akarbosa mengikat enzim secara

reversibel dan kompetitif. Prinsip kerja

akarbosa adalah menghambat kerja enzim

yang bekerja menghidrolisis polisakarida di

dalam usus halus. Akarbosa tidak merangsang

sekresi insulin oleh sel-sel β pankreas,

sehingga tidak menyebabkan hipoglikemia

kecuali jika diberikan bersama-sama dengan

obat hipoglikemia oral (OHO) yang lain atau

dengan insulin (Liu et al. 2006; Misnadiarly

2006).

Pengujian aktivitas daya hambat terhadap

α-glukosidase dapat dilakukan secara in vivo

maupun in vitro. Uji in vitro menggunakan

metode spektrofotometri dengan substrat p-

nitrofenil- α-D-glukopiranosida (p-NPG).

Setelah terhidrolisis substrat akan menjadi α-

D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna

kuning. Warna kuning yang dihasilkan

menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk

menghambat reaksi yang terjadi. Semakin

besar kemampuan inhibitor menghambat kerja

α-glukosidase, maka warna kuning larutan

yang dihasilkan akan lebih pudar

dibandingkan larutan tanpa inhibitor

(Sugiwati 2005).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah daun

sirsak, akuades, etanol 70%, enzim α-

glukosidase, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida

(p-NPG), larutan bufer fosfat pH 7, serum

bovine albumin, akarbosa, dimetilsulfoksida

(DMSO), HCl 2N, dan Na2CO3. Bahan-bahan

yang dipakai untuk uji fitokimia adalah

kloroform, amoniak, larutan H2SO4 2M,

pereaksi-pereaksi (Dragendorf, Mayer, dan

Wagner), etanol 30%, asam asetat anhidrat,

H2SO4 pekat, FeCl3 1%, dan etanol 30%.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

ini terdiri dari peralatan untuk ekstraksi daun

sirsak, uji fitokimia, dan uji aktivitas

antidiabetes. Alat yang digunakan di

antaranya rotavapor, oven, penggiling,

penangas air, kertas saring, neraca analitik,

Page 15: Daun Sirsak Dm

6

pipet volumetrik, pipet Mohr, pipet tetes, pipet

mikro, labu Erlenmeyer, tabung reaksi, labu

ukur, gelas ukur, bulb, gelas piala, batang

pengaduk, sudip, dan microplate reader

(Epoch Microplate Spectrophotometer).

Metode Penelitian

Pelaksanaan penelitian meliputi beberapa

tahap kegiatan, yaitu proses preparasi serbuk

kering daun sirsak, pengukuran kadar air

serbuk daun sirsak, ekstraksi daun sirsak, uji

fitokimia, uji aktivitas ekstrak terhadap α-

glukosidase in vitro, dan analisis data.

Penyiapan Serbuk Daun Sirsak Kering dan

Penetapan Kadar Air (AOAC 1984)

Daun sirsak yang digunakan adalah

dimulai dari daun yang terletak pada lembar

keempat dari pucuk ke arah daun yang lebih

tua. Penyiapan serbuk daun sirsak kering

terlebih dahulu dilakukan sebelum diukur

kadar airnya. Serbuk daun sirsak kering

disiapkan dengan mengeringkan daun sirsak

menggunakan oven pada suhu 50 oC hingga

kadar air kurang dari 10%. Daun sirsak

kemudian dihaluskan hingga diperoleh serbuk

daun sirsak kering berukuran 80 mesh.

Cawan porselin dikeringkan pada suhu

105 oC selama 30 menit lalu didinginkan

dalam desikator kemudian ditimbang.

Sebanyak 3 gram serbuk daun sirsak

dimasukkan dalam cawan dan dipanaskan

pada suhu 105 oC selama 3 jam lalu

didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang. Pemanasan diulang sampai

diperoleh bobot konstan. Kadar air dihitung

dengan persamaan :

keterangan :

A = bobot sampel awal (g)

B = bobot sampel sesudah dikeringkan (g)

Penyiapan Sampel Ekstrak Air (Modifikasi

BPOM 2010) dan Ekstrak Etanol 70%

Daun Sirsak (BPOM 2004)

Penyiapan sampel ekstrak air daun sirsak

dilakukan dengan metode perebusan serbuk

daun sirsak kering menggunakan pelarut air

dengan perbandingan 1:10. Perebusan

simplisia daun sirsak dilakukan selama 2 jam.

Air rebusan didiamkan, kemudian disaring

dan filtratnya dikumpulkan. Filtrat kemudian

diuapkan dan dipekatkan menggunakan rotary

evaporator pada suhu 40 oC sampai diperoleh

sampel ekstrak air daun sirsak.

Ekstrak etanol 70% dari daun sirsak

disiapkan dengan metode maserasi, yakni

merendam serbuk daun sirsak kering dengan

etanol 70% dengan perbandingan 1:10.

Maserasi dilakukan selama 24 jam sambil

sesekali diaduk. Maserat yang diperoleh

dipisahkan menggunakan kertas saring dan

proses maserasi diulang dua kali dengan

menggunakan pelarut yang sama. Semua

maserat yang diperoleh dikumpulkan. Maserat

kemudian diuapkan dan dipekatkan

menggunakan rotary evaporator dengan suhu

40 oC sampai diperoleh sampel ekstrak etanol

70% daun sirsak.

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Identifikasi Alkaloid. Sebanyak 0.05

gram ekstrak daun sirsak diberi 10 mL

kloroform dan beberapa tetes amoniak. Fraksi

kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan

H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil dan dibagi

menjadi 3 bagian, kemudian ditambahkan

pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner.

Terdapatnya alkaloid ditandai dengan

terbentuknya endapan putih pada pereaksi

Meyer, endapan merah pada pereaksi

Dragendorf, dan endapan coklat pada endapan

pereaksi Wagner.

Identifikasi Flavonoid. Sebanyak 0.05

gram ekstrak daun sirsak ditambah 10 mL air.

Campuran kemudian dipanaskan selama 5

menit, disaring, dan diambil filtratnya. Filtrat

diberi serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL

amil alkohol. Campuran dikocok kuat-kuat.

Uji positif flavonoid ditandai dengan

munculnya warna merah, kuning, atau jingga

pada lapisan amil alkohol.

Identifikasi Saponin. Sebanyak 0.05

gram ekstrak daun sirsak ditambah air

kemudian dididihkan selama beberapa menit.

Larutan disaring dan filtratnya dikocok kuat-

kuat. Timbulnya buih yang stabil selama 10

menit setelah pengocokkan menunjukkan

terdapatnya saponin.

Identifikasi Tanin. Sebanyak 0.05 gram

ekstrak daun sirsak ditambah air kemudian

dididihkan selama beberapa menit. Larutan ini

disaring dan filtratnya ditambah FeCl3 1%

(b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan

menunjukkan terdapatnya tanin.

Identifikasi Triterpenoid dan Steroid.

Sebanyak 0.05 gram ekstrak daun sirsak

ditambah 25 mL etanol 30% lalu dipanaskan

selama 5 menit dan disaring. Filtratnya

diuapkan lalu ditambah eter. Lapisan eter

ditambah pereaksi Lieberman Buchard. Warna

merah atau ungu menunjukkan triterpenoid.

Warna hijau atau biru menunjukkan steroid.

Page 16: Daun Sirsak Dm

7

Uji Aktivitas α-Glukosidase secara In Vitro

Pembuatan Kurva Standar 4-nitrofenol

(Sari 2010). Kurva standar dibuat

menggunakan tujuh titik deret standar, yaitu

15 µM, 30 µM, 45 µM, 60 µM, 75 µM, dan

90 µM. Pembuatan larutan standar dilakukan

dengan melarutkan 4-nitrofenol dalam larutan

bufer fosfat pH 7 dan dibuat menjadi 6

konsentrasi seperti di atas. Bufer fosfat pH 7

juga digunakan sebagai blanko. Selanjutnya,

larutan blanko dan standar diukur

absorbannya pada panjang gelombang 400

nm. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali

ulangan.

Uji Inhibisi α-Glukosidase (Modifikasi

Sugiwati et al. 2009). Pengujian terhadap

daya hambat aktivitas enzim α-glukosidase

menggunakan substrat p-nitrofenil-α-D-

glukopiranosida (p-NPG) dan enzim α-

glukosidase. Larutan enzim dibuat dengan

melarutkan 1.0 mg enzim α-glukosidase

dalam larutan bufer fosfat (pH 7) yang

mengandung 200 mg serum bovin albumin,

sebelum digunakan enzim diencerkan 25 kali

dengan bufer fosfat pH 7.

Sampel ekstrak daun sirsak masing-masing

dilarutkan dalam DMSO hingga konsentrasi 1,

1.5, dan 2% (b/v). S0 digunakan sebagai

koreksi terhadap absorban ekstrak.

Penghentian reaksi enzim substrat dilakukan

dengan penambahan Na2CO3 200 mM. Sistem

reaksi seperti pada Tabel 1 disiapkan pada

microplate. Larutan kemudian diukur

absorbannya menggunakan microplate reader

pada panjang gelombang 400 nm. Percobaan

dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Tabel 1 Sistem reaksi inhibisi α-glukosidase

Blanko C S0 S1

Ekstrak (µL) - - 1 1

DMSO (µL) 1 1 - -

Bufer (µL) 49 49 49 49

Substrat 25 25 25 25

Inkubasi 37 oC 5 menit

Bufer (µL) 25 - 25 -

Enzim (µL) - 25 - 25

Inkubasi 37 oC 15 menit

Na2CO3 (µL) 100 100 100 100

Keterangan:

Blanko = sistem reaksi tanpa adanya ekstrak

dan enzim

C = campuran tanpa ekstrak

S0 = campuran tanpa enzim namun

dengan ekstrak

S1 = campuran dengan enzim dan

ekstrak

Tablet akarbosa (Glukobay) digunakan

sebagai kontrol positif. Akarbosa dilarutkan

dalam bufer dan HCl 2 N (1:1) dengan

konsentrasi 1% (b/v) kemudian disentrifus.

Supernatan diambil sebanyak 1 µL dan

dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti

dalam sampel ekstrak.

Analisis Kinetika Inhibisi

α-Glukosidase (Alfarabi 2010). Kinetika

inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak daun

sirsak dipelajari dengan menggunakan dua

sistem reaksi, yaitu sistem reaksi tanpa

inhibitor dan sistem reaksi dengan inhibitor

berupa ekstrak air atau ekstrak etanol 70%

daun sirsak. Ekstrak yang diuji kinetika

inhibisinya merupakan ekstrak terbaik dari

hasil pengujian inhibisi sebelumnya.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan

konsentrasi substrat (p-NPG) yang berbeda,

yaitu 5, 10, 15, 20, 25 µM dalam bufer fosfat

pH 7. Campuran sistem reaksi sama dengan

campuran pada inhibisi α-glukosidase.

Absorban dibaca pada 400 nm dan percobaan

dilakukan 3 kali ulangan.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan delapan

kelompok perlakuan dan tiga kali ulangan.

Analisis data dilakukan dengan cara ANOVA

(Gaspersz 1991). Jika terdapat perbedaan

yang nyata antar perlakuan akan

ditindaklanjuti dengan uji Duncan (Steel &

Torrie 1989) menggunakan program SPSS.

Model rancangan tersebut adalah:

Yij = µ + α i + εij

Keterangan:

µ = Pengaruh rataan umum

α i = Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5,

6, 7, 8.

εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j, j = 1, 2, 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Serbuk Daun Sirsak

Daun sirsak yang digunakan pada

penelitian ini terlebih dahulu dikeringkan dan

ditentukan kadar airnya. Daun sirsak yang

digunakan adalah daun dengan letak dimulai

dari lembar keempat setelah pucuk dengan

penampakan warna hijau tua. Daun tersebut

terlebih dahulu dibersihkan, dikeringkan, dan

digiling hingga menjadi serbuk kering daun

sirsak berukuran 80 mesh.

Page 17: Daun Sirsak Dm

8

Penentuan kadar air berguna untuk

menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan

sebagai persen bahan kering. Kadar air juga

berkaitan dengan ukuran ketahanan suatu

bahan dalam penyimpanan (Harjadi 1993).

Mikroba memerlukan air untuk dapat hidup.

Pengeringan sampel dimaksudkan agar dapat

menghindari kontaminasi mikroba, karena

kandungan air dalam suatu bahan akan

mempengaruhi daya tahan bahan tersebut

terhadap serangan mikroba. Menurut Winarno

(1997), kadar air yang baik adalah kurang dari

10%. Bahan dengan kadar air tersebut dapat

disimpan dalam jangka waktu cukup lama.

Hal ini karena kemungkinan bahan rusak oleh

jamur pada saat penyimpanan sangat kecil.

Kadar air rerata serbuk kering daun sirsak

yang diperoleh pada pengujian adalah 4.26%

Nilai ini diperoleh dari dua kali ulangan

(Lampiran 6). Nilai rerata yang diperoleh

tersebut berarti dalam setiap 100 gram bahan

terdapat 4.26 gram air. Kadar air dengan nilai

kurang dari 10% ini menunjukkan bahwa

serbuk daun sirsak kering dapat disimpan

dalam jangka waktu cukup lama.

Ekstrak Air dan Etanol Daun Sirsak

Daun sirsak yang diekstraksi terlebih

dahulu dibuat serbuk agar dapat meningkatkan

efektivitas ekstraksi. Ukuran luas permukaan

merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi laju reaksi. Menurut Tuyet dan

Chuyen (2007), semakin kecil atau halus

ukuran bahan yang digunakan maka semakin

luas bidang kontak antara bahan dengan

pelarutnya, sehingga dapat meningkatkan

efektivitas ekstraksi. Serbuk kering daun

sirsak kemudian diekstraksi hingga diperoleh

ekstrak daun sirsak.

Ekstraksi atau penyarian merupakan

pengambilan zat aktif yang semula berada

dalam sel tanaman dengan bantuan pelarut

tertentu. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan

beberapa faktor, seperti sifat dari bahan

mentah tanaman, daya penyesuaian bahan

terhadap berbagai macam metode ekstraksi,

dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak

tanaman. Metode ekstraksi yang digunakan

pada penelitian ini adalah maserasi

menggunakan pelarut etanol 70% dan

perebusan menggunakan pelarut air.

Ibtisam (2008) menyebutkan bahwa

pemilihan cairan penyari harus memenuhi

beberapa kriteria, antara lain murah dan

mudah diperoleh, stabil secara fisika dan

kimia, bereaksi netral, selektif, tidak

mempengaruhi zat yang berkhasiat, dan

diperbolehkan oleh peraturan. Air dan etanol

70% dipilih berdasarkan ketertarikan senyawa

aktif yang diduga berkhasiat antidiabetes yang

ingin diambil dari daun sirsak, yakni alkaloid

dan flavonoid. Kedua senyawa tersebut dapat

bersifat polar atau semipolar, sehingga

digunakan air yang bersifat polar dan etanol

70% yang bersifat semipolar.

Alasan lain adalah adanya peraturan yang

dikeluarkan oleh BPOM RI (2010) mengenai

cairan penyari untuk keperluan farmakologi

menyebutkan hanya boleh menggunakan air

atau etanol. Selain itu, Etanol 70% juga dipilih

karena memiliki sifat antimikroba dan mampu

memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut,

sedangkan air dipilih karena kebiasaan

masyarakat Indonesia mengonsumsi obat

tradisional yang dilarutkan dalam air

(Dalimartha 2006).

Metode dasar ekstraksi adalah maserasi,

perkolasi, dan sokletasi. Pembuatan ekstrak

etanol daun sirsak dilakukan dengan metode

maserasi. Maserasi dipilih karena memiliki

keunggulan, yakni pengerjaan yang cepat dan

cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan

sederhana, relatif mudah dan murah. Maserasi

dilakukan dengan merendam serbuk daun

sirsak dalam pelarut etanol 70% selama 24

jam kemudian disaring. Perendaman residu

diulang 2 kali agar komponen bahan aktif

pada daun sirsak dapat terambil dengan baik.

Maserat yang diperoleh kemudian

dikumpulkan dan pelarutnya diuapkan

menggunakan rotavapor dengan suhu 40 oC.

Suhu ini digunakan agar ekstrak tidak

kehilangan senyawa aktif yang tidak tahan

panas (Restasari 2008).

Ekstrak air daun sirsak dibuat dengan

metode perebusan. Serbuk daun sirsak direbus

dalam pelarut air selama 2 jam. Metode ini

dipilih karena didasarkan pada kebiasaan

masyarakat Indonesia dalam mengonsumsi

obat tradisional, yakni dengan cara direbus

(Dalimartha 2006). Pelarut yang digunakan

berupa air dapat memungkinkan terjadinya

kerusakan ekstrak oleh mikroba. Berbeda

dengan etanol yang memiliki sifat

antimikroba, air justru merupakan salah satu

bahan yang diperlukan oleh mikroba untuk

dapat hidup dan tumbuh. Penggunaan air

sebagai pelarut untuk merendam serbuk daun

sirsak pada suhu ruang sangat rentan terhadap

kontaminasi mikroba, sehingga ekstrak yang

ingin dihasilkan dapat mengalami kerusakan.

Metode perebusan dilakukan agar ekstrak

yang dibuat tidak rusak akibat mikroba. Hasil

rebusan kemudian disaring. Filtratnya

kemudian diuapkan menggunakan rotavapor

Page 18: Daun Sirsak Dm

9

dengan suhu 40 oC hingga diperoleh ekstrak

air daun sirsak.

Ekstraksi serbuk daun sirsak dengan air

maupun etanol 70% keduanya menghasilkan

serbuk ekstrak setelah melalui proses

penguapan pelarut. Sebanyak rata-rata 7.70

gram serbuk ekstrak air daun sirsak diperoleh

dari 100 gram serbuk daun sirsak, sedangkan

untuk ekstrak etanol 70% diperoleh rata-rata

5.98 gram serbuk ekstrak etanol 70% dari 30

gram serbuk daun sirsak (Lampiran 7).

Tabel 2 menunjukkan rendemen yang

diperoleh dari proses ekstraksi adalah 7,70%

untuk ekstrak air dan 19.94% untuk ekstrak

etanol 70%. Perbedaan rendemen ekstrak air

dan etanol 70% tersebut terjadi karena

terdapat perbedaan sifat antara air dan etanol

70%. Air dan etanol keduanya bersifat polar

sehingga mampu menarik senyawa yang

bersifat polar, namun berbeda dengan air,

etanol juga mampu menarik senyawa yang

bersifat semipolar. Rendemen ekstrak etanol

yang lebih tinggi jika dibandingkan rendemen

ekstrak air menunjukkan bahwa senyawa

metabolit sekunder pada daun sirsak lebih

banyak yang bersifat semipolar dibandingkan

senyawa polar.

Rendemen yang diperoleh pada penelitian

ini relatif lebih besar jika dibandingkan

dengan penelitian terkait sebelumnya. Data

penelitian Adewole et al. (2006) menyebutkan

rendemen ekstrak air daun sirsak sebesar

2.62%. Nilai ini lebih rendah 65.97% dari

rendemen ekstrak air yang diperoleh pada

penelitian ini. Ekstrak etanol pada penelitian

ini pun memberikan rendemen yang lebih

tinggi 34.18% dari rendemen ekstrak etanol

yang diperoleh pada penelitian Rachmani et

al. (2012) yang hanya sebesar 14.86%.

Perbedaan rendemen yang diperoleh dapat

disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi

yang dilakukan, perbedaan usia daun sirsak

yang digunakan, dan perbedaan kandungan

metabolit sekunder pada daun sirsak.

Tabel 2 Rendemen rerata ekstrak air dan

ekstrak etanol 70% daun sirsak

Sampel Rerata rendemen (%)

Ekstrak air 7.70

Ekstrak etanol 70% 19.94

Hasil Uji Fitokimia

Uji fitokimia merupakan analisis awal atau

analisis pendahuluan untuk mengetahui

kandungan metabolit sekunder yang terdapat

dalam tanaman yang diuji, dalam hal ini

adalah daun sirsak. Uji fitokimia yang

dilakukan termasuk jenis analisis kualitatif,

yakni hanya mengidentifikasi keberadaan

suatu senyawa tanpa menentukan kadarnnya

(Harvey 2000). Uji ini dilakukan guna

mengidentifikasi keberadaan senyawa aktif

yang diduga memiliki khasiat antidiabetes. Uji

fitokimia pada penelitian ini dilakukan

terhadap ekstrak air dan etanol daun sirsak.

Tabel 3 menunjukkan bahwa baik ekstrak

air maupun ekstrak etanol 70% keduanya

positif mengandung alkaloid, flavonoid, tanin,

saponin, dan steroid serta negatif untuk

triterpenoid. Hal ini sesuai dengan Asprey &

Thornton (2000) yang menyebutkan daun

sirsak memiliki kandungan diantaranya adalah

flavonoid, alkaloid, dan fitosterol. Hasil

fitokimia pada ekstrak etanol juga sesuai

dengan Indraswari (2008) yang menyatakan

bahwa metabolit sekunder yang mampu larut

dalam etanol diantaranya steroid, alkaloid

basa, dan flavonoid. Meskipun kandungan

fitokimia pada kedua ekstrak daun sirsak

adalah sama, namun sifat dari fitokimia pada

kedua ekstrak tersebut berbeda. Fitokimia

pada ekstrak air lebih bersifat polar sedangkan

fitokimia pada etanol lebih bersifat semipolar.

Uji fitokimia memberikan tanda hasil yang

spesifik untuk setiap ujinya (Lampiran 8). Uji

alkaloid menunjukkan hasil positif untuk

kedua ekstrak. Hasil positif ditandai dengan

terbentuknya endapan berturut-turut berwarna

putih, cokelat, dan merah setelah penambahan

pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf.

Hasil uji tanin menunjukkan uji positif bahan

mengandung tanin, ditandai dengan

terbentuknya warna hitam setelah

penambahan FeCl3, sedangkan uji positif

untuk saponin ditandai dengan terbentuknya

buih yang stabil dalam waktu 10 menit setelah

pengocokkan .

Tabel 3 Analisis fitokimia ekstrak air dan

ekstrak etanol 70% daun sirsak

Uji Ekstrak

Air Etanol 70%

Alkaloid

Meyer

Wagner

Dragendorf

+

+

+

+

+

+

Flavonoid + +

Tanin + +

Saponin + +

Triterpenoid - -

Steroid + ++

Keterangan: - = tidak terdeteksi

+ = terdeteksi

++ = terdeteksi lebih kuat

Page 19: Daun Sirsak Dm

10

Uji triterpenoid menunjukkan hasil negatif

pada kedua ekstrak. Keduanya tidak

menunjukkan perubahan warna menjadi

merah atau ungu setelah penambahan pereaksi

uji. Hal ini berarti pada kedua ektsrak

tersebut tidak terdeteksi adanya senyawa

triterpenoid.

Uji steroid menunjukkan hasil positif pada

kedua ekstrak yang ditandai dengan

terbentuknya warna hijau. Steroid bisa

terdapat dalam bentuk glikosida (Harborne

1987). Glikosida merupakan senyawa yang

terdiri dari gula dan aglikon. Adanya gula

yang terikat dan bersifat polar menyebabkan

glikosida mampu larut dalam pelarut polar,

sehingga steroid terdeteksi pada ekstrak air.

Namun sebaliknya, aglikon berupa steroid

yang bersifat nonpolar menyebabkan steroid

lebih larut pada pelarut nonpolar, sehingga

warna hijau yang lebih kuat ditunjukkan oleh

ekstrak etanol. Hasil ini berarti bahwa steroid

lebih banyak tersari oleh pelarut etanol.

Flavonoid merupakan metabolit sekunder

yang terdapat pada vakuola tanaman.

Flavonoid memiliki banyak fungsi pada

tanaman, salah satunya sebagai zat warna

pada bunga. Peran lain dari flavonoid adalah

sebagai antioksidan yang mampu

mengkompleks logam berat, juga mampu

mengikat protein dengan spesifitas yang tinggi

(Andersen & Markham 2006). Hasil uji

fitokimia menunjukkan ekstrak daun sirsak

mengandung flavonoid. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Andersen dan Markham (2006)

yang menyebutkan bahwa flavonoid

ditemukan pada semua golongan tumbuhan

hijau kecuali Anthocerotae.

Senyawa bioaktif dari beberapa jenis

tanaman obat dilaporkan mempunyai aktivitas

biologis yang berguna dalam pengobatan

penyakit DM melalui inhibisi enzim α-

glukosidase. Penelitian Alfarabi (2010)

menyebutkan bahwa daun sirih merah (Piper

crocatum) dengan kandungan bioaktif fenol,

flavonoid, alkaloid, dan triterpenoid mampu

menghambat aktivitas α-glukosidase. Selain

itu, penelitian Sugiwati (2005) menyebutkan

bahwa daun mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa (Scheff.) Boerl.) yang

mengandung senyawa fenol, tanin, flavonoid,

dan alkaloid mampu menghambat enzim α-

glukosidase. Berdasarkan beberapa hasil

penelitian tersebut dan hasil uji ekstrak daun

sirsak pada penelitian ini, maka komponen

bioaktif dari daun sirsak yang memiliki

aktivitas andiabetes melalui inhibisi enzim α-

glukosidase pada penelitian ini adalah

flavonoid, alkaloid, dan tanin.

Pengaruh Ekstrak Air dan Etanol Daun

Sirsak Terhadap Aktivitas Enzim

α-Glukosidase secara In Vitro

Inhibisi Enzim α-Glukosidase oleh Ekstrak

Air dan Etanol 70% Daun Sirsak

Kurva standar p-nitrofenol terlebih dahulu

ditentukan sebelum dilakukan penentuan daya

inhibisi dan mekanisme inhibisi ekstrak

terhadap aktivitas α-glukosidase. Aktivitas

enzim diukur berdasarkan pembentukan

produk berupa senyawa p-nitrofenol yang

berwarna kuning yang terbentuk dari reaksi

enzim substrat. Substrat yang digunakan

untuk analisis aktivitas α-glukosidase pada

penelitian ini adalah p-nitrofenil- α-D-

glukopiranosida (p-NPG).

Kurva standar yang diperoleh pada

penelitian memiliki persamaan garis

y=0.003x+0.0015 dengan nilai regresi sebesar

99.84% (Lampiran 10). Nilai regresi yang

mendekati 1 menunjukkan bahwa terdapat

hubungan dengan linieritas tinggi antara

konsentrasi p-nirofenol dengan nilai

absorbannya. Linieritas yang tinggi antara

keduanya menjadikan kurva standar yang

diperoleh dapat digunakan sebagai acuan

dalam menghitung konsentrasi produk (p-

nitrofenol) yang terbentuk saat analisis daya

inhibisi dan mekanisme inhibisi α-glukosidase

secara in vitro.

Uji inhibisi terhadap aktivitas enzim

α-glukosidase dilakukan menggunakan

ekstrak air dan ekstrak etanol daun sirsak

dengan konsentrasi ekstrak 1%, 1.5%, dan

2%. Larutan akarbosa digunakan sebagai

kontrol positif dengan konsentrasi 1%.

Larutan yang digunakan sebagai kontrol

negatif adalah DMSO yang juga digunakan

sebagai pelarut ekstrak.

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak air

dan ekstrak etanol 70% daun sirsak mampu

menghambat aktivitas enzim α-glukosidase.

Daya inhibisi masing-masing ekstrak berbeda

pada tiap konsentrasinya. Daya inhibisi

ekstrak kemudian dibandingkan dengan daya

inhibisi akarbosa 1%.

Gambar 4 menunjukkan daya inhibisi

ekstrak pada masing-masing konsentrasi serta

daya inhibisi akarbosa 1% terhadap enzim α-

glukosidase. Ekstrak air memiliki daya

inhibisi berturut-turut untuk konsentrasi 1%,

1.5%, dan 2% sebesar 21.28%, 37.44%, dan

41.91%. Ekstrak etanol memiliki daya inhibisi

berturut-turut untuk konsentrasi 1%, 1.5%,

dan 2% sebesar 83.14%, 89.33%, dan 77.20%.

Larutan akarbosa 1% menghambat enzim α-

glukosidase sebesar 93.84% (Lampiran 11).

Page 20: Daun Sirsak Dm

11

Gambar 4 Daya inhibisi ekstrak air dan

ekstrak etanol daun sirsak serta

kontrol positif terhadap aktivitas

α-glukosidase: A1= ekstrak air

1%, A2= ekstrak air 1.5%, A3=

ekstrak air 2%, E1= ekstrak

etanol 1%, E2= ekstrak etanol

1.5%, E3= ekstrak etanol 2%, dan

AC= kontrol positif akarbosa 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik

ekstrak air maupun ekstrak etanol 70% dari

daun sirsak keduanya memiliki kemampuan

sebagai agen antidiabetes melalui

penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase

secara in vitro. Terdapat perbedaan daya

inhibisi ekstrak terhadap enzim α-glukosidase

pada berbagai konsentrasi. Perbedaan ini

terjadi karena adanya perbedaan distribusi

metabolit sekunder yang dapat menghambat

aktivitas α-glukosidase.

Daya inhibisi ekstrak air dan etanol

menunjukkan nilai yang berbeda. Hal ini

terjadi karena adanya perbedaan metode

ekstraksi, yakni perebusan dan maserasi, dan

adanya perbedaan sifat pelarut air dan etanol

yang menyebabkan perbedaan ketertarikan

senyawa metabolit sekunder yang

menghambat aktivitas α-glukosidase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya

inhibisi ekstrak air meningkat sesuai

peningkatan konsentrasi. Daya inhibisi

tertinggi pada ekstrak air dimiliki oleh ekstrak

dengan konsentrasi 2%. Peningkatan daya

inhibisi terjadi karena pada konsentrasi tinggi

terdapat lebih banyak zat terlarut berupa

metabolit sekunder dari daun sirsak yang

memiliki kemampuan menghambat aktivitas

α-glukosidase.

Daya inhibisi ekstrak etanol 1.5% lebih

besar dibandingkan ekstrak etanol 1%. Hal ini

dikarenakan zat terlarut yang memiliki

aktivitas penghambatan α-glukosidase lebih

banyak pada konsentrasi 1.5% dibandingkan

1%. Sementara itu, daya inhibisi ekstrak

etanol mengalami penurunan pada konsentrasi

ekstrak 2%. Hal ini berarti konsentrasi ekstrak

etanol 1.5% merupakan konsentrasi optimum

untuk menghambat aktivitas α-glukosidase,

ditandai dengan daya inhibisinya yang

memiliki nilai paling tinggi.

Daya inhibisi tertinggi ditunjukkan oleh

akarbosa 1% yang merupakan inhibitor

α-glukosidase dan digunakan sebagai obat

diabetes. Ekstrak etanol 70% memiliki daya

inhibisi lebih tinggi jika dibandingkan dengan

ekstrak air baik pada tiap konsentrasi yang

sama maupun secara keseluruhan. Hal ini

berarti senyawa berkhasiat antidiabetes lebih

tertarik pada pelarut etanol dari pada air.

Senyawa aktif yang berkhasiat antidiabetes

pada ekstrak daun sirsak adalah flavonoid,

tanin, dan alkaloid, sesuai dengan Alfarabi

(2010) dan Sugiwati (2005).

Analisis statistika menggunakan ANOVA

(α=0.05) menunjukkan bahwa perlakuan

pemberian ekstrak daun sirsak, baik ekstrak

air maupun ekstrak etanol, keduanya

memberikan pengaruh terhadap aktivitas α-

glukosidase. Pengaruh tersebut ditindaklanjuti

menggunakan uji Duncan (α=0.05). Hasil

analisis menggunakan uji lanjut Duncan

menunjukkan bahwa daya inhibisi seluruh

ekstrak berbeda nyata dengan kontrol negatif,

bahkan ekstrak dengan daya inhibisi terkecil

pun secara signifikan berbeda nyata dengan

kontrol negatif. Adapun inhibisi tertinggi oleh

ekstrak, yaitu ektstrak etanol 1.5%, hasil

analisis statistika menunjukkan daya inhibisi

ektstrak etanol 1.5% tidak berbeda nyata

dengan daya inhibisi akarbosa 1% pada selang

kepercayaan 95%. Hal ini berarti tidak

terdapat perbedaan yang nyata dalam

penghambatan α-glukosidase oleh ekstrak

etanol 1.5% maupun akarbosa 1% yang

memiliki daya hambat tertinggi diantara

seluruh perlakuan (Lampiran 13).

Beberapa tanaman obat telah diteliti

memiliki kemampuan untuk menghambat

kerja enzim α-glukosidase. Besarnya daya

hambat terhadap kerja enzim tersebut pada

konsentrasi 1% dan penggunaan jenis pelarut

air atau etanol 70% diantaranya, ekstrak air

daun wungu memiliki daya inhibisi sebesar

40.13% (Irwan 2011), ekstrak air daun teh

jawa sebesar 62.70% (Wijaya et al. 2011),

ekstrak etanol 70% daun wungu sebesar

66.11% (Irwan 2011), dan ekstrak etanol 70%

daun sirih merah sebesar 39.62% (Alfarabi

2010).

Besarnya daya inhibisi α-glukosidase yang

ditunjukkan oleh beberapa tanaman obat

berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

21.28b

37.44c 41.91c

83.14d.e 89.33e,f

77.20d

93.84f

% i

nhib

isi

perlakuan

A1 A2 A3 E1 E2 E3 AC

Page 21: Daun Sirsak Dm

12

tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor

antara lain, adanya perbedaan senyawa

metabolit sekunder yang terkandung dalam

suatu tanaman obat, metode ekstraksi, jenis

pelarut yang digunakan, dan adanya senyawa

pengganggu (Kardono 2003).

Analisis inhibisi enzim α-glukosidase pada

penelitian ini menggunakan instrumen

microplate absorbance reader. Metode yang

digunakan merupakan modifikasi metode

analisis yang dilakukan oleh Alfarabi (2010)

menggunakan instrumen spektrofotometer.

Penggunaan microplate absorbance reader

dipilih karena memiliki prinsip yang sama

dengan spektrofotometer, yakni keduanya

menggunakan metode spektrofotometri.

Penggunaan instrumen microplate

absorbance reader dipilih karena memiliki

beberapa kelebihan, diantaranya proses

analisis cepat, sampel yang digunakan dalam

jumlah sedikit, dan biaya yang dikeluarkan

lebih rendah jika dibandingkan dengan

menggunakan spektrofotometer. Metode

tersebut dapat digunakan untuk mengkaji

adanya penghambatan enzim α-glukosidase

serta membandingkan reaksi enzim-substrat

tanpa inhibitor dan reaksi enzim-substrat

dengan inhibitor, sehingga dapat digunakan

untuk menentukan daya inhibisi dan menduga

mekanisme inhibisi enzim yang terjadi.

Metode dengan microplate absorbance

reader juga memiliki kelemahan. Kurva

standar yang diperoleh memiliki rentang nilai

absorban yang lebih kecil jika dibandingkan

dengan hasil Alfarabi (2010) yang

menggunakan spektrofotometer. Perbedaan ini

disebabkan karena instrumen yang digunakan

berbeda sehingga menyebabkan panjang

gelombang maksimum untuk senyawa p-

nitrofenol dapat berbeda. Panjang gelombang

maksimum yang digunakan pada penelitian ini

merujuk pada panjang gelombang yang

digunakan Alfarabi (2010).

Daya inhibisi oleh larutan akarbosa 1%

pada penelitian ini berbeda dengan daya

inhibisi oleh akarbosa 1% yang dihasilkan

penelitian lain yang menggunakan

spektrofotometer. Daya inhibisi oleh akarbosa

1% pada penelitian ini adalah 93.84%,

sedangkan daya inhibisi oleh akarbosa 1%

pada penelitian lain yang menggunakan

spektrofotometer adalah 78.64% (Alfarabi

2010), 81.15% (Ganesya 2010), dan 81.16

(Sari 2010). Berdasarkan perbedaan tersebut,

maka perlu dilakukan pengembangan metode

dan validasi terhadap metode analisis inhibisi

α-glukosidase menggunakan microplate

absorbance reader.

Kinetika Inhibisi Enzim α-Glukosidase oleh

Ekstrak Air dan Etanol 70% Daun Sirsak

Kinetika inhibisi α-glukosidase dilakukan

dengan dua sistem reaksi, yaitu reaksi enzim-

substrat tanpa inhibitor dan reaksi enzim-

substrat dengan inhibitor. Inhibitor berupa

ekstrak terpilih merupakan ekstrak dengan

konsentrasi yang memiliki daya inhibisi

tertinggi pada tiap pelarutnya. Dalam hal ini

digunakan ekstrak dengan konsentrasi 2%

untuk ekstrak air dan ekstrak dengan

konsentrasi 1.5% untuk ekstrak etanol.

Analisis kinetika inhibisi α-glukosidase

oleh ekstrak yang memiliki kemampuan

sebagai inhibitor dilakukan guna mengkaji

jenis inhibisi ekstrak terhadap enzim. Jenis

inhibisi enzim oleh inhibitor secara reversibel

terdiri dari tiga jenis, yakni kompetitif,

nonkompetitif, dan uncompetitive. Mekanisme

inhibisi dari ekstrak terhadap enzim α-

glukosidase pada penelitian ini dipelajari

melalui kurva Lineweaver-Burk berdasarkan

reaksi enzim dengan substrat dan enzim

dengan substrat dan inhibitor (Lampiran 12).

Pola kurva Lineweaver-Burk yang

dihasilkan cenderung menunjukkan inhibisi

uncompetitive ditandai oleh nilai Vmax dan

KMapp sistem dengan inhibitor yang berbeda

dengan nilai Vmax dan KM sistem tanpa

inhibitor, namun pola kurva yang dihasilkan

belum dapat menunjukkan mekanisme inhibisi

secara mutlak. Mekanisme inhibisi kedua

ekstrak belum dapat ditentukan pada

penelitian ini, ditunjukkan oleh pola kurva

Lineweaver-Burk yang dihasilkan tidak

menunjukkan persamaan baik dengan pola

kurva inhibisi kompetitif, nonkompetitif,

maupun uncompetitive. Hal ini dapat

disebabkan oleh pengujian mekanisme

inhibisi α-glukosidase pada penelitian ini

menggunakan ekstrak kasar daun sirsak serta

penggunaan variasi konsentrasi substrat yang

masih dalam jumlah sedikit.

Jenis inhibisi akarbosa sebagai kontrol

positif merupakan inhibisi kompetitif.

Inhibitor pada jenis inhibisi kompetitif

memiliki kemiripan dengan substrat. Jenis

inhibisi kompetitif bersifat kompetisi antara

substrat dengan inhibitor, sehingga jenis

inhibisi ini dapat dikurangi dengan

penambahan jumlah substrat.

Keberadaan inhibitor terhadap enzim tidak

selalu berakibat negatif, namun juga dapat

memberikan efek positif, misalnya membantu

dalam pengembangan suatu obat. Contoh

dalam penelitian ini adalah adanya senyawa

dari ekstrak daun sirsak yang mampu menjadi

Page 22: Daun Sirsak Dm

13

agen antidiabetes dengan menjadi inhibitor

enzim α-glukosidase. Terhambatnya aktivitas

enzim ini menyebabkan berkurangnya glukosa

yang diserap oleh usus sehingga berkurang

pula glukosa yang masuk ke dalam aliran

darah. Peristiwa ini dapat menurunkan

keadaan hiperglikemia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak air dan etanol 70% dari daun

sirsak yang mengandung alkaloid, flavonoid,

saponin, tanin, dan steroid mampu

menunjukkan inhibisi terhadap aktivitas

enzim α-glukosidase secara in vitro, sehingga

dapat digunakan sebagai agen antidiabetes.

Ekstrak yang memberikan daya inhibisi

terbaik adalah ekstrak etanol 1.5%. Ekstrak

tersebut menghambat α-glukosidase tidak

berbeda nyata dengan inhibisi oleh akarbosa

1% sebagai kontrol positif. Mekanisme

inhibisi kedua ekstrak terhadap enzim α-

glukosidase belum dapat ditentukan pada

penelitian ini.

Saran

Perlu dilakukan analisis komponen

senyawa yang berkhasiat antidiabetes pada

ekstrak air dan etanol 70% dari daun sirsak.

Pengujian menggunakan ekstrak senyawa

murni dari daun sirsak yang berkhasiat

menghambat α-glukosidase, penggunaan

variasi konsentrasi substrat yang lebih banyak,

dan disertai pengujian mekanisme inhibisi

akarbosa sebagai pembanding dapat dilakukan

untuk mengkaji lebih lanjut mengenai

mekanisme inhibisi ekstrak daun sirsak.

Selain itu perlu dilakukan pengembangan dan

validasi metode analisis inhibisi enzim α-

glukosidase menggunakan microplate

absorbance reader.

DAFTAR PUSTAKA

[ADA] American Diabetes Association. 2004.

Diagnosis and Classification of Diabetes

Mellitus. Diabetes Care 27: s5-s10.

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis.

Association of Official Analytical Chemist.

Washington D.C.

Adewole SO, Ezkiel A, Martins C. 2006.

Morphological changes and hypoglycemic

effects of Annona muricata linn.

(Annonaceae) leaf aqueous extract on

pancreatic β-cells of streptozotocin-treated

diabetic rats. African Journal of

Biomedical Research 9: 173-187.

Adeyemi et al. 2009. Antihyperglycemic

activities of Annona muricata (linn) . Afr.

J. Trad. CAM 6: 62-69.

Alfarabi M. 2010. Kajian antidiabetogenik

ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum)

in vitro [tesis]. Bogor : Institut Pertanian

Bogor.

Andersen OM, Markam KR. 2006.

Flavonoids Chemistry, Biochemistry and

Applications. Boca Raton : CRC Press.

Asprey GF, Thornton P. 2000. Medical plants

of Jamaica Part 1-11. West Indian Journal

2 : 1-86.

Atalay M, Laaksonen DE. 2002. Diabetes,

oxidative stress and physical exercise.

Journal of Sports Science and Medicine 1:

1-14.

Balasubramanyam A et al. 2006. Accuracy

and predictive value of classification

schemes for ketosis-prone diabetes.

Diabetes Care 29: 2575-9.

Brzozowski AM, Gideon JD. 1997. Structure

of the Aspergillus oryzae α-amylase

complexed with the inhibitor acarbosa at

2.0 Å resolution. Biochemistry 36: 10837-

10845.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.

2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat

Indonesia. Jakarta: BPOM RI.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.

1 Juli 2009. Diabetes mellitus. Informasi

Produk terapetik: 1, 5-8, 12.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.

2010. Acuan Sediaan Herbal, volume 5

edisi 1. Jakarta: Direktorat OAI BPOMRI.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.

November 2010. Pembekuan izin edar

obat antidiabetes yang mengandung

rosiglitazone. Buletin Berita MESO: 2.

Chen et al. 2004. A new methode for

screening a glucosidase inhobitors and

Page 23: Daun Sirsak Dm

14

applications to marine microorganisms.

Pharmaceutical Biology 42: 416-421.

Chiason J et al. 2002. Acarbose for prevention

of type 2 diabetes mellitus: the stop-

NIDDM randomized. Medical Progress

359: 2072-77.

Dalimartha S. 2006. 1001 Resep Herbal.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Dennis L et al. 2005. Harrison’s Principles of

Internal Medicine, volume II, 16th

edition.

New York : Mc Graw Hill.

Floris et al. 2005. α-glucosidase inhibitors for

patient with type 2 diabetes. Diabetes

Care 28:154-163.

Ganesya N. 2010. Aktivitas fraksi kloroform

buah makasar (Brucea javanica [L.] Merr)

sebagai inhibitor enzim α-glukosidase

[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Garret RH, Grisham CM. 2002. Biochemistry

and Molecular Biology Education. New

Orleans : Willey Intersci.

Gaspersz V. 1991. Metode Perancangan

Percobaan. Bandung : Armico.

Goodman, Gilman. 2006. The

Pharmacological Basic of Therapeutics 1st

edition. New York : Mc Graw Hill.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang

S, Kosasih P, penerjemah. Bandung: ITB

Pr. Terjemahan dari : Phytochemical

Methods.

Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar.

Jakarta: Gramedia.

Harvey D. 2000. Modern Analytical

Chemistry. The McGraw-Hill Companies,

Inc

Ibtisam. 2008. Optimasi Pembuatan Ekstrak

daun Dewandaru Menggunakan Metode

Perlokasi dengan Parameter kadar Total

Senyawa Fenolik dan Flavonoid [skripsi].

Surakarta: Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Indraswari A. 2008. Optimasi pembuatan

ekstrak daun dendawaru (Eugenia uniflora

L.) menggunakan metode maserasi dengan

parameter kadar total fenolik dan

flavonoid [skripsi]. Surakarta : Fakultas

Farmasi, Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Irwan F. 2011. Aktivitas antidiabetes dan

analisis fitokimia ekstrak air dan etanol

daun wungu (Graptophyllum pictum (L.)

Griff) [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian

Bogor.

Kardono LBS 2003. Kajian kandungan kimia

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Di

dalam: Prosiding Pameran Produk Obat

Tradisional dan Seminar Sehari Mahkota

Dewa. Jakarta: Pusat Penelitian dan

Pengembangan Farmasi dan Obat

Tradisional Departemen Kesehatan, hlm

72-76.

Lans CA. 2006. Ethnomedicines used in

Trinidad and Tobago for urinary problems

and diabetes mellitus. Journal of

Ethnobiology and Ethnomedicine 2:45-55.

Lau A, Harper W. 2007. Thiazolidinediones

and their effect on bone metabolism: a

review. Canadian journal of diabetes

31(4): 378-383.

Lee et al. 2007. Inhibitory activity of

Euonymus alatus againts α-glucosidase in

vitro and in vivo. J nutr Re Pract 1: 184-

188.

Liu et al. 2006. Synthesis and

pharmacological activities of xanthone

derivates as α-glucosidase inhibitors.

Bioorganics and Medical Chemistry 14:

5683-5690.

Malviya N, Jain S, Malviya S. 2010.

Antidiabetic potential of medicinal plants.

Acta Poloniae Pharmaceutica-Drug

Research 67: 113-118.

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi

Flavonoida. Bandung: ITB

Matsumono K et al. 2002. A novel method for

the assay of α-glucosidase inhibitory

activity using a multi-channel oxygen

sensor. J Anal Sci 18: 1315-1319.

Mertes G. 2001. Safety and efficacy of

acarbose in the treatment of type 2

diabetes. Diabetes Res Clin Pract 52: 193-

204.

Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus :

Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,

Page 24: Daun Sirsak Dm

15

Menanggulangi, dan Mencegah

Komplikasi. Jakarta : Pustaka Populer

Obor.

Modi P. 2007.Diabetes beyond insulin: review

of new drugs for treatment of diabetes

mellitus. Current Drug Discovery

Technologies 4 : 39-47.

Murray KR. 2003. Harper’s Illustrated

Biochemistry. Ed ke-26. London: Longe

Medical Pub.

Nashiru O, Koh S, Lee S, Lee D. 2001. Novel

α-glucosidase from extreme thermophile

Thermus caldophilus GK24. J Biochem

and Mol Biol 34: 347-354.

Nelson DL, Cox MM. 2004. Lehninger

Principles of Biochemistry, 4th

edition.

New York: WH Freeman and Company.

Nethan DM, Delahanty LM. 2005.

Menaklukan Diabetes. Jakarta: Bhuana

Ilmu Populer.

Orwa C, Mutua A , Kindt R , Jamnadass R,

Simons A. 2009. Agroforestree Database:a

tree reference and selection guide version

4.0

Rachmani EPN, Suhesti TS, Widiastuti R,

Aditiyono. 2012. The breast of anticancer

from leaf extract of Annona muricata

against cell line in T47D. International

Journal of Applied Science and

Technology 2: 157-164.

Restasari A. 2008. Isolasi dan identifikasi

fraksi teraktif dari ekstrak kloroform daun

ketapang Terminalia catappa Linn.

[skripsi]. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Sari. 2010. Potensi buah makasar (Brucea

javanica (L.) Merr) sebagai inhibitor

enzim α-glukosidase [skripsi]. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Steel RED, Torrie JH. 1989. Prinsip dan

Prosedur Statistika. Bambang Sumantri,

penerjemah. Jakarta: PT Gramedia.

Stryer L. 2000. Biokimia Edisi ke 4. Sadikin

M et al., penerjemah; Soebianto S, Setiadi

E, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari:

Biochemistry.

Suarsana et al. 2008. Aktivitas daya hambat

enzim α-glukosidase dan efek

hipoglikemik ekstrak tempe pada tikus

diabetes. Jurnal Veteriner 9:122-127.

Subroto MA. 2006. Ramuan Herbal untuk

Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik

dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa (Scheff) Boerl.) sebagai

inhibitor α-glukosidase in vitro dan in vivo

pada tikus putih [tesis]. Bogor: Program

Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor.

Sugiwati S, Setiasih S, Afifah E. 2009.

Antihyperglycemic activity of the mahkota

dewa [Phaleria macrocarpa (scheff.)

boerl.] leaf extracts as an alpha-

glucosidase inhibitor. Makara kesehatan

13 (2): 74-78.

Sukandar E Y. 2006. Tren dan paradigma

dunia farmasi, industri-klinik- teknologi

kesehatan [terhubung berkala].

http://itb.ac.id/focus/ focus_file/orasi-

ilmiah-dies-45.pdf [diakses Januari 2012].

Sunarjono H. 2005. Sirsak dan Srikaya : Budi

Daya untuk Menghasilkan Buah Prima.

Bogor: Penebar Swadaya.

Taylor L. 2002. Technical Data Report For

Graviola Annona muricata, 2nd

edition.

Austin : Sage Press.

Thomas ANS. 1992. Tanaman Obat

Tradisional 2. Cetakan ke-15. Yogyakarta:

Kanisius.

Tiwari AK, Rao JM. 2002. Diabetes mellitus

and multiple therapeutic approaches of

phytochemicals: Present status and future

prospect. Curent Science 83: 30-38.

Tuyet T, Chuyen NV. 2007.

Antihiperglycemic activity of an aqueous

extract from flower buds of Clistocalyx

operculatus (Roxb.) Merr and Perry.

Biosci Biotechnol Biochem 71: 69-76.

Utami et al. 2003. Tanaman Obat untuk

Mengatasi Diabetes Mellitus. Jakarta:

Agromedia Pustaka.

[WHO] World Health Organization. 2010.

Definition, diagnosis and classification of

diabetes melitus and it’s complications.

Geneva: WHO Publishing.

Page 25: Daun Sirsak Dm

16

Widowati L, Dzulkarnaein, Sa’roni. 1997.

Tanaman obat untuk diabetes mellitus.

Cermin Dunia Kedokteran 116: 53-60.

Widowati W. 2008. Potensi antioksidan

sebagai antidiabetes. JKM 7 : 193-202.

Wijaya CH, Rahminiwati M, Wu MC, Lo D.

2011. Inhibition of α-glucosidase and α-

amylase activities of some Indonesian

Herbs : in vitro studies. The 12th

ASEAN

food Conference. 16-18 Juni 2011. BITEC

Bangna, Bangkok, Thailand.

Wijayakusuma H. 2004. Atasi Diabetes

Mellitus dengan Tanaman Obat. Jakarta:

Puspa Sehat.Youngson R. 2005.

Antioksidan: Manfaat Vitamin C dan E

Bagi Kesehatan. Susi purwoko,

penerjemah. Jakarta: Arcan. Terjemahan

dari: Antioksidan:Vitamin C & E for

Health.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 26: Daun Sirsak Dm

LAMPIRAN

Page 27: Daun Sirsak Dm

18

Lampiran 1 Tahapan umum penelitian

Serbuk daun

sirsak kering

Penetapan

kadar air

Ekstraksi dengan air dan etanol 70%

Uji inhibisi

ekstrak terhadap

aktivitas

α-glukosidase

Analisis kinetika

inhibisi ekstrak

terhadap

α-glukosidase

Ekstrak air dan etanol 70%

Uji

fitokimia

Analisis

statistika

Daun sirsak

Page 28: Daun Sirsak Dm

19

Lampiran 2 Ekstraksi daun sirsak

Perebusan dengan air

Saring dengan kertas saring

Filtrat Residu

Buang Rotavapor, 40 oC

Ekstrak air dan etanol 70%

Serbuk daun sirsak kering

Maserasi dengan etanol 70%

Page 29: Daun Sirsak Dm

20

Lampiran 3 Penetapan kadar air serbuk kering daun sirsak

Cawan porselin bersih

Dikeringkan pada 105 oC

selama 30 menit

Didinginkan dalam

desikator

Cawan porselin kering

Ditimbang

Diisi dengan 3 gram

sampel

Dipanaskan pada 105 oC selama 3

jam, didinginkan dalam desikator,

dan ditimbang

Pemanasan diulangi hingga

diperoleh bobot konstan

Page 30: Daun Sirsak Dm

21

Lampiran 4 Uji inhibisi aktivitas enzim α-glukosidase

1 µL larutan

akarbosa 1%

1 µL DMSO

sebagai blanko

25 µL p-nitrofenil-

α-D-glukopiranosida

20 mM

49 µL buffer

fosfat pH 7

Campuran diinkubasi pada

37 oC selama 5 menit

Hasil inkubasi

1 mg α-

glukosidase dalam

buffer fosfat pH 7

yang mengandung

BSA

1 µL larutan ekstrak air atau

ekstrak etanol daun sirsak 1%,

1.5%, dan 2% dalam DMSO (b/v)

Absorban diukur pada

panjang gelombang 400 nm

25 µL

Campuran diinkubasi pada

37 oC selama 15 menit

Reaksi enzimatis

dihentikan dengan

penambahan100 µL

Na2CO3 200 mM

Page 31: Daun Sirsak Dm

22

Lampiran 5 Kinetika inhibisi aktivitas enzim α-glukosidase oleh ekstrak

Campuran diinkubasi 5 menit

Campuran reaksi: Substrat

(5, 10, 15, 20, 25 mM) +

bufer fosfat pH 7

Campuran reaksi: Substrat (5,

10, 15, 20, 25 mM) + ekstrak

terpilih + bufer fosfat pH 7

Reaksi enzimatis dimulai

diinkubasi 37 oC selama

15 menit

Penghentian reaksi

dengan 100 µL Na2CO3

200 mM

Absorban diukur pada

panjang gelombang

400 nm

Page 32: Daun Sirsak Dm

23

Lampiran 6 Hasil penentuan kadar air serbuk kering daun sirsak

Ulangan Bobot sampel awal (g) Bobot sampel akhir

(g)

Kadar air

(%)

Rerata

kadar air (%) ± SD

1 3.0001 2.8792 4.03 4.26 ± 0.3316

2 3.0003 2.8653 4.49

Contoh perhitungan kadar air :

Kadar air = A-B x 100%

A

Kadar air = 3.0001-2.8792 x 100% = 4.03 %

3.0001

Lampiran 7 Rendemen hasil ekstraksi daun sirsak dengan air dan etanol 70%

Sampel Ulangan Bobot awal

(g)

Bobot akhir

(g)

Rendemen

(%)

Rerata rendemen (%)

± SD

Ekstrak

air

1 100.01 9.5363 9.53

7.70 ± 1.63 2 100.01 6.4181 6.42

3 100.02 7.1405 7.14

Ekstrak

etanol

1 30.0003 5.387 17.96

19.94 ± 1.71

2 30.0001 6.2931 20.98

3 30.0003 6.2633 20.88

Contoh perhitungan rendemen :

Rendemen (%) = bobot ekstrak x 100%

bobot daun

= 9.5363 x 100%

100.01

= 9.53%

Page 33: Daun Sirsak Dm

24

Lampiran 8 Hasil uji fitokimia

Hasil uji alkaloid ekstrak air daun

sirsak.

Hasil uji alkaloid ekstrak etanol 70%

daun sirsak.

Hasil uji flavonoid ekstrak air daun

sirsak.

Hasil uji flavonoid ekstrak etanol 70%

daun sirsak.

Hasil uji saponin ekstrak air daun

sirsak.

Hasil uji saponin ekstrak etanol 70%

daun sirsak.

Hasil uji tanin ekstrak air daun sirsak.

Hasil uji tanin ekstrak etanol 70% daun

sirsak.

Page 34: Daun Sirsak Dm

25

Hasil uji triterpenoid & steroid

ekstrak air daun sirsak.

Hasil uji triterpenoid & steroid ekstrak

etanol 70% daun sirsak.

Lampiran 9 Hasil uji inhibisi enzim α-glukosidase oleh ekstrak air dan etanol

daun sirsak

Microplate analisis inhibisi enzim α-glukosidase

Page 35: Daun Sirsak Dm

26

Lampiran 10 Hasil kurva standar p-nitrofenol

[pNP]

(µM)

Absorban Terbaca Rata-rata Rerata

1 2 3 absorban terbaca absorban terkoreksi ± SD

0 0.052 0.058 0.052 0.054 0.000 ± 0.0035

15 0.104 0.102 0.102 0.103 0.049 ± 0.0012

30 0.141 0.146 0.142 0.143 0.089 ± 0.0026

45 0.187 0.186 0.194 0.189 0.135 ± 0.0044

60 0.229 0.226 0.235 0.230 0.176 ± 0.0046

75 0.283 0.285 0.286 0.285 0.231 ± 0.0015

90 0.311 0.328 0.317 0.319 0.265 ± 0.0086

Kurva standar p-Nitrofenol

Pembuatan larutan standar p-nitrofenol :

y = 0.003x + 0.0015

R² = 0.9984

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0 20 40 60 80 100

Ab

sorb

an

[p-Nitrofenol] (µM)

Sebanyak 0.0021 gram p-nitrofenol ditimbang

p-nitrofenol dilarutkan dalam buffer

fosfat pH 7 hingga volume larutan 10 mL

Diperoleh stok larutan standar p-nitrofenol 1.5 x 10-3

M

Diencerkan dengan buffer fosfat pH 7

Diperoleh larutan standar p-nitrofenol 15, 30, 45,

60, 75, dan 90 µM

Page 36: Daun Sirsak Dm

2

27

6

Lampiran 11 Inhibisi ekstrak air dan etanol 70% daun sirsak terhadap aktivitas α-glukosidase

Larutan Absorban [pNp] (µM) Daya inhibisi (%) Rerata daya

inhibisi (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Kontrol (C) 0.807 0.873 0.674 268.500 290.500 224.167 0 0 0 0a

Ekstrak air 1%

22.66 26.68 18.51 21.28b S0 0.094 30.833

S1 0.717 0.733 0.642 238.500 243.833 213.500

Ekstrak air 1.5%

41.28 42.28 28.77 37.44c S0 0.198 65.500

S1 0.671 0.701 0.677 223.167 233.167 225.167

Ekstrak air 2%

45.50 49.97 30.26 41.91c S0 0.197 65.167

S1 0.636 0.633 0.666 211.500 210.500 221.500

Ekstrak etanol 1%

85.60 80.61 83.20 83.14d,e

S0 0.161 53.167

S1 0.277 0.33 0.274 91.833 109.500 90.833

Ekstrak etanol 1.5%

87.96 89.10 90.93 89.33e,f

S0 0.218 72.167

S1 0.315 0.313 0.279 104.500 103.833 92.500

Ekstrak etanol 2%

76.41 78.08 77.10 77.20d S0 0.108 35.500

S1 0.298 0.299 0.262 98.833 99.167 86.833

Acarbose 1%

94.41 94.84 92.27 93.84f S0 0.058 18.833

S1 0.103 0.103 0.11 33.833 33.833 36.167

Page 37: Daun Sirsak Dm

2

28

7

Keterangan:

Kontrol negatif (C) = campuran tanpa ekstrak

S0 = campuran tanpa enzim

S1 = campuran enzim-substrat dengan ekstrak

Daya inhibisi (%) = ([p-NP]C – ([p-NP]S1- [p-NP]S0)) x 100%

[p-NP]C

Contoh perhitungan:

Daya hambat ekstrak air 1% ulangan 1 = ([p-NP]C – ([p-NP]S1- [p-NP]S0)) x 100%

[p-NP]C

= (268.500– (238.500-30.833) x 100%

268.500

= 22.66%

Lampiran 12 Hasil analisis kinetika inhibisi ekstrak air dan etanol 70% daun sirsak terhadap enzim α-Glukosidase

Reaksi enzim-substrat tanpa inhibitor

[S] (mM) A1 A2 A3 [pNP]1 (µM) [pNP]2 (µM) [pNP]3(µM) Aktivitas1 Aktivitas2 Aktivitas3 Rerata aktvitas

5 0.531 0.541 0.543 176.50 179.83 180.50 470.67 479.56 481.33 477.19

10 0.594 0.627 0.657 197.50 208.50 218.50 526.67 556.00 582.67 555.11

15 0.694 0.693 0.676 230.83 230.50 224.83 615.56 614.67 599.56 609.93

20 0.735 0.713 0.722 244.50 237.17 240.17 652.00 632.44 640.44 641.63

25 0.723 0.754 0.754 240.50 250.83 250.83 641.33 668.89 668.89 659.70

Page 38: Daun Sirsak Dm

2

29

7

Reaksi enzim-substrat dengan inhibitor ekstrak air 2 %

[S]

(mM) A1 A2 A3 [pNP]1 (µM) [pNP]2 (µM) [pNP]3(µM) Aktivitas1 Aktivitas2 Aktivitas3 Rerata aktvitas

5 0.323 0.326 0.314 107.17 108.17 104.17 285.78 288.44 277.78 284.00

10 0.427 0.572 0.344 141.83 190.17 114.17 378.22 507.11 304.44 396.59

15 0.401 0.53 0.428 133.17 176.17 142.17 355.11 469.78 379.11 401.33

20 0.614 0.478 0.453 204.17 158.83 150.50 544.44 423.56 401.33 456.44

25 0.463 0.508 0.498 153.83 168.83 165.50 410.22 450.22 441.33 433.93

Reaksi enzim-substrat dengan inhibitor ekstrak etanol 1.5%

[S]

(mM) A1 A2 A3 [pNP]1 (µM) [pNP]2 (µM) [pNP]3(µM) Aktivitas1 Aktivitas2 Aktivitas3 Rerata aktvitas

5 0.235 0.235 0.243 77.83 77.83 80.50 207.56 207.56 214.67 209.93

10 0.263 0.239 0.222 87.17 79.17 73.50 232.44 211.11 196.00 213.19

15 0.358 0.229 0.236 118.83 75.83 78.17 316.89 202.22 208.44 242.52

20 0.335 0.293 0.298 111.17 97.17 98.83 296.44 259.11 263.56 273.04

25 0.318 0.292 0.316 105.50 96.83 104.83 281.33 258.22 279.56 273.04

Contoh perhitungan :

Persamaan kurva standar pNP : y = 0.003x+0.0015

[pNp] = Absorban-0.0015

0.003

Aktivitas enzim = [pNP] (µM) ; V = volume enzim dalam system reaksi (mL)

V.t t = waktu inkubasi

Akivitas enzim tanpa inhibitor dengan [S] 5 mM ulangan 1 = 176.50 µM = 470.67 (U/mL.mnt)

0.025 mL.15menit

[pNp] tanpa inhibitor [S] 5 mM ulangan 1 = 0.531-0.0015 = 176.50 µM

0.003

Page 39: Daun Sirsak Dm

30

2

30

7

Nilai 1/[S] dan 1/V tanpa dan dengan inhibitor

1/[S] 1/V tanpa inhibitor 1/V dengan inhibitor

ekstrak air 2%

1/V dengan ekstrak

etanol 1.5%

0.200 0.0021 0.0035 0.0048

0.100 0.0018 0.0025 0.0047

0.067 0.0016 0.0025 0.0041

0.050 0.0016 0.0022 0.0037

0.040 0.0015 0.0023 0.0037

Persamaan garis tanpa inhibitor : y = 0.003x + 0.0012 ; R² = 0.9894

Persamaan garis dengan inhibitor ekstrak air 2% : y = 0.0065x + 0.0016 ;

R² = 0.9543

Persamaan garis dengan inhibitor ekstrak etanol 1.5% : y = 0.0057x + 0.0029 ;

R² = 0.7156

Kurva mekanisme inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak daun sirsak

Nilai KM dan 1/V enzim tanpa inhibitor dan dengan inhibitor

Sistem reaksi KMapp (µM) Vmax

Tanpa inhibitor 2.5714 714.2857

Dengan inhibitor ekstrak air 2% 4.1052 526.3158

Dengan inhibitor ekstrak etanol

1.5% 1.9444 277.7778

Contoh perhitungan KM dan 1/V :

pada reaksi enzim-substrat tanpa inhibitor :

Persamaan garis y = 0.003x + 0.0012

Titik potong pada sumbu y (1/V)

x = 0

y = 0.0036x + 0.0014

y = 0 + 0.0014

y = 0.0014 → 1/V = 0.0014

y = 0.0036x + 0.0014

R² = 0.9754

y = 0.0078x + 0.0019

R² = 0.9491

y = 0.007x + 0.0036

R² = 0.7429

0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0.006

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

1/V

1/[S]

Titik potong pada sumbu x (1/KM)

y = 0

y = 0.0036x + 0.0014

0 = 0.0036x + 0.0014

x = -0.0014 = -0.3889 → -1/KM = -0.3889

0.0036 KM = 2.5714

= tanpa

inhibitor

= dengan

inhibitor

ekstrak air

= dengan

inhibitor

ekstrak etanol

Page 40: Daun Sirsak Dm

31

2

30

7

Lampiran 13 Analisis statistika inhibisi ekstrak air dan etanol 70% daun sirsak

terhadap enzim α-Glukosidase