BETA BLOCKER.docx

29
BETA BLOCKER Reseptor Beta Obat-obat penyekat reseptor beta (β blocker) bekerja pada reseptor beta yang merupakan kelompok reseptor adrenergik. Reseptor ini merupakan reseptor yang terkait dengan protein G sehingga disebut G protein-coupled receptors (GPCRs). Protein reseptor memiliki ujung N (nitrogen) yang berada di luar sel, melintasi membran 7 kali (bagian transmembran) sehingga membentuk 3 lengkungan di dalam dan 3 lengkungan di luar membran, dan memiliki ujung karboksil yang terdapat di dalam sel. Masing-masing protein G terdiri atas 3 protein (heterotrimer) yaitu sub-unit α, β, dan γ. Molekul efektor protein G pada reseptor beta adrenergik ( Gs) adalah enzim adenilil siklase. Mekanisme kerja obat pada reseptor beta adalah pertama dengan berikatan dengan reseptor beta, hal ini akan mengaktifkan protein G . Subunit α pada protein G akan melepaskan diri kemudian berikatan dengan enzim adenilil siklase. Ikatan sub unit alfa dengan adenilil siklase akan mengaktifkan enzim ini dan selanjutnya akan dihasilkan siklik AMP (cAMP). Senyawa cAMP merupakan suatu caraka kedua (second messenger) yang salah satu aksinya adalah menyebabkan pembukaan kanal kalsium sehingga meningkatkan laju dan kekuatan kontraksi dari miokard (inotropik positif) dan meningkatkan reuptake kalsium ke dalam reticulum sitoplasma (efek relaksasi atau lusitropik). Pada nodus sinus, arus listrik pace maker meningkat (kronotropik positif), sementara laju konduksi juga meningkat (dromotropik). Efek pemberian

Transcript of BETA BLOCKER.docx

Page 1: BETA BLOCKER.docx

BETA BLOCKER

Reseptor Beta

Obat-obat penyekat reseptor beta (β blocker) bekerja pada reseptor beta yang

merupakan kelompok reseptor adrenergik. Reseptor ini merupakan reseptor yang terkait

dengan protein G sehingga disebut G protein-coupled receptors (GPCRs). Protein reseptor

memiliki ujung N (nitrogen) yang berada di luar sel, melintasi membran 7 kali (bagian

transmembran) sehingga membentuk 3 lengkungan di dalam dan 3 lengkungan di luar

membran, dan memiliki ujung karboksil yang terdapat di dalam sel. Masing-masing protein G

terdiri atas 3 protein (heterotrimer) yaitu sub-unit α, β, dan γ. Molekul efektor protein G pada

reseptor beta adrenergik ( Gs) adalah enzim adenilil siklase. Mekanisme kerja obat pada

reseptor beta adalah pertama dengan berikatan dengan reseptor beta, hal ini akan

mengaktifkan protein G . Subunit α pada protein G akan melepaskan diri kemudian berikatan

dengan enzim adenilil siklase. Ikatan sub unit alfa dengan adenilil siklase akan mengaktifkan

enzim ini dan selanjutnya akan dihasilkan siklik AMP (cAMP). Senyawa cAMP merupakan

suatu caraka kedua (second messenger) yang salah satu aksinya adalah menyebabkan

pembukaan kanal kalsium sehingga meningkatkan laju dan kekuatan kontraksi dari miokard

(inotropik positif) dan meningkatkan reuptake kalsium ke dalam reticulum sitoplasma (efek

relaksasi atau lusitropik). Pada nodus sinus, arus listrik pace maker meningkat (kronotropik

positif), sementara laju konduksi juga meningkat (dromotropik). Efek pemberian penyekat

beta tergantung bagaimana dia diabsorpsi, ikatan dengan protein plasma, pembentukan

metabolit, dan seberapa luas dia dapat menghambat reseptor beta.

Reseptor beta terdiri atas 3 klas yaitu β1, 2 dan 3. Reseptor β1 terdapat di jantung dan

sel jukstaglomerular ginjal bekerja dengan cara meningkatkan kontraksi otot jantung dan

meningkatkan laju kontraksi jantung. Sementara itu di ginjal reseptor ini bekerja

meningkatkan pelepasan rennin di sel jukstaglomerular ginjal. Reseptor β2 terdapat pada otot

polos saluran nafas, uterus, dan pembuluh darah. Stimulasi reseptor ini akan menyebabkan

relaksasi otot polos. Reseptor β3 terdapat pada sel-sel lemak dan stimulasinya akan

menyebabkan terjadinya lipolysis.

Respon tekanan darah terhadap agonis beta reseptor tergantung kepada efeknya yang

bertolak belakang pada jantung dan pembuluh darah. Stimulasi reseptor beta pada jantung

meningkatkan cardiac output dengan cara merangsang kontraktilitas dan dengan cara

Page 2: BETA BLOCKER.docx

stimulasi langsung nodus SA untuk meningkatkan laju denyut jantung. Agonis beta juga

menurunkan resistensi perifer dengan cara mengaktifkan reseptor β2, sehingga terjadi

vasodilatasi pada pembuluh darah tertentu. Isoproterenol adalah suatu agonis β yang non

selektif, ia mengaktifkan baik reseptor β1 maupun β2. Efek bersih dari stimulasi ini adalah

mempertahankan atau sedikit meningkatkan tekanan sistolik dan menurunkan tekanan

diastolik sehingga tekanan darah rata-rata menjadi menurun.

Pada jantung, efek langsung stimulasi reseptor beta ditentukan oleh reseptor β1,

meskipun reseptor β2 dan α juga terlibat. Stimulasi reseptor β akan menyebabkan

peningkatan masuknya kalsium ke dalam sel jantung. Hal ini akan memberikan konsekuensi

elektrik maupun mekanik. Aktivitas pacu jantung (pace maker) baik normal (nodus SA)

maupun abnormal (misalnya serabut purkinye) ditingkatkan (efek kronotropik positif).

Kecepatan konduktivitas nodus atrioventrikular (AV) meningkat (efek dromotropik positif)

dan periode refrakter menurun. Kontraktilitas intrinsik meningkat dan masa relaksasi

dipercepat. Sehingga pada jantung akan terjadi peningkatan tekanan intraventrikuler yang

kemudian turun secara cepat, dan waktu ejeksi yang menurun. Efek langsung ini akan mudah

terlihat pada keadaan tidak adanya refleks yang dihasilkan oleh perubahan tekanan darah

seperti pada pasien yang menjalani pemblokiran ganglionik. Pada kondisi adanya aktivitas

refleks normal, efek langsung pada frekuensi jantung dapat didominasi oleh oleh respons

refleks terhadap perubahan tekanan darah. Stimulasi fisiologik jantung oleh katekolamin

cenderung meningkatkan aliran darah koroner.

Page 3: BETA BLOCKER.docx

Reseptor β adrenergik dan reseptor α adrenergik. Reseptor ini bekerja melalui pengaktifan

protein G yang kemudian mengaktifkan enzim adenil siklase. Pengaktifan adenil

siklase selanjutnya akan menyebabkan efek biologis pada sel.

Obat-obat Penyekat reseptor beta adrenergik

Obat-obat penyekat reseptor β memiliki ciri utama yaitu melawan efek katekolamin

pada adrenoseptor β. Obat-obatan ini menempati reseptor dan secara kompetitif menurunkan

jumlah pengikatan reseptor ini oleh katekolamin dan agonis β yang lain. Sebagian besar

penyekat β murni sebagai antagonis, yang mana dengan menempati reseptor β menyebabkan

hilangnya aktivitas reseptor. Namun demikian, beberapa dari obat-obat ini bersifat agonis

parsial yang mana obat ini menyebabkan aktivasi parsial yang lebih lemah dibandingkan

epinefrin atau isoproterenol. Karakteristik beta blocker berdasarkan farmakologinya dapat

dilihat pada table dibawah.

Page 4: BETA BLOCKER.docx

Selektifitas relatif antagonis adrenoseptor

selektifitas Aktivitas

agonis

parsial

Kerja

anestetik

lokal

Kelarutan

dalam

lipid

Waktu

paruh

Bioavailibilitas

(%)

Acebutolol

Atenolol

Betaxolol

bisoprolol

Carteolol

Carvedilol1

Celiprolol

Esmolol

Labetalol 1

Metoprolol

Nadolol

Nebivolol

Penbutolol

Pindolol

Propanolol

Sotalol

Timolol

β1

β1

β1

β1

tidak

tidak

β1

β1

tidak

β1

tidak

β1

tidak

tidak

tidak

tidak

tidak

ya

tidak

tidak

tidak

ya

tidak

ya

tidak

ya

tidak

tidak

?2

ya

ya

tidak

tidak

tidak

ya

tidak

ringan

tidak

tidak

tidak

tidak

tidak

ya

ya

tidak

tidak

tidak

ya

ya

tidak

tidak

rendah

rendah

rendah

rendah

rendah

sedang

rendah

rendah

rendah

sedang

rendah

rendah

tinggi

sedang

tinggi

rendah

sedang

3-4 jam

6-9 jam

14-22

jam

9-12

jam

6 jam

7-10

jam

4-5 jam

10

menit

5 jam

3-4 jam

14-24

jam

11-30

jam

5 jam

3-4 jam

50

40

90

80

85

25-35

70

0

30

50

33

NF3

>90

90

304

90

50

RhYmxlPjx0YWJs

Page 5: BETA BLOCKER.docx

3,5-6

jam

12 jam

4-5 jam

Keterangan:1 Juga menyebabkan blokade reseptor β12Tidak ditentukan 3 Tidak ditemukan 4 Biavailibilitas tergantung dosis

Seperti telah diutarakan sebelumnya bahwa agonis parsial menghambat aktivasi

reseptor pada kondisi kadar katekolamin tinggi namun agak mengaktifkan reseptor bila dalam

kondisi tidak ada agonis parsial. Akhirnya bukti-bukti menunjukkan bahwa beberapa beta

blocker tertentu (seperti: betaxolol, metoprolol) merupakan suatu agonis terbalik yaitu obat

yang menurunkan aktivitas konstitutif reseptor pada beberapa jaringan. Namun demikian

kemaknaan klinik dari sifat ini belum diketahui. Obat-obat penyekat reseptor berbeda dalam

hal afinitas relatifnya untuk β1 atau β2, dan selektifitas ini dapat memiliki implikasi klinik.

Disebabkan tak satupun antagonis reseptor yang tersedia yang memiliki sifat spesifik mutlak

terhadap reseptor β1, selektifitas tersebut berhubungan dengan dosis, dan cenderung

menghilang pada kadar obat tinggi. Perbedaan utama yang lain diantara antagonis

berhubungan dengan sifat farmakokinetik dan efek stabilisasi-membran anestetik lokal.

Absorpsi.

Sebagian besar obat-obatan ini dapat diabsorpsi dengan baik diusus, puncak kadar di dalam

plasma tercapai sekitar 1-3 jam. Saat ini juga tersedia beberapa sediaan lepas lambat dari

jenis propanolol dan metoprolol.

Bioavalibilitas

Propanolol di dalam hati menjalani metabolisme yang ekstensif oleh karena itu

bioavailabilitasnya menjadi relatif rendah. Proporsi obat yang mencapai sirkulasi meningkat

sesuai peningkatan dosis, hal ini menunjukkan bahwa mekanis ekstraksi hati dapat menjadi

Page 6: BETA BLOCKER.docx

jenuh. Konsekuensi utama dari rendahnya bioavailabilitas propanolol setelah pemberian oral

adalah kadar obat ini pada pemberian oral dapat sangat kecil dibandingkan dengan pemberian

intravena. Namun demikian terdapat variasi individual dalam hal kadar plasma yang dapat

dicapai setelah pemberian oral.

Distribusi dan Pembersihan

Obat-obat β antagonis didistribusikan secara cepat dan memiliki volume distribusi

yang besar. Propanolol dan penbutolol merupakan obat yang agak lipofilik dan dapat

melintasi sawar otak. Sebagian besar antagonis β memiliki waktu paruh 3-10 jam. Sebuah

pengecualian adalah esmolol, yang mana cepat mengalami hidrolisis dan memiliki waktu

paruh yang sangat pendek (10 menit). Propanolol dan metoprolol mengalami metabolism hati

yang luas, dengan sedikit obat dapat ditemukan di dalam urin. Genotipe sitokrom P450 2D6

(CYP2D6) merupakan penentu utama adanya perbedaan antar individu dalam hal bersihan

plasma metoprolol. Individu yang kurang memetabolisms obat ini menunjukkan 3 -10 kali

lipat lebih kadar plasma obat dibandingkan dengan pada pasien dengan kemampuan

metabolisme luas. Atenolol, celiprolol dan pindolol merupakan obat-obat yang dimetabolisir

kurang lengkap. Nadolol disekresikan tanpa ada perubahan di urin dan memiliki waktu paruh

terpanjang dari sediaan yang ada (lebih dari 24 jam). Waktu paruh nadolol mengalami

pemanjangan pada gagal ginjal. Eliminasi obat-obat seperti propanolol dapat mengalami

pemanjangan pada pasien penyakit hati, berkurangnya aliran darah hati atau inhibisi enzim

hepatik. Sebagai catatan bahwa efek farmakodinamik dari obat-obat ini terkadang

memanjang di atas waktu yang diprediksi dari data waktu paruh.

Efek kardiovaskuler β blocker

Obat golongan β blocker mulanya didisain oleh pemenang hadiah nobel Sir James

Black untuk melawan efek samping kardial dari stimulasi adrenergik karena meningkatkan

kebutuhan oksigen dan memperburuk angina. Hasil risetnya menghasilkan prototype beta

blocker yaitu propanolol. Penemu ini menunjukkan bahwa dengan menyekat reseptor beta

jantung, obat ini dapat menginduksi efek inhibisi terhadap nodus sinoatrial, nodus

atrioventrikular dan kontraksi miokard. Ini yang kemudian secara berurutan dikenal dengan

kronotropik negative, dromotropik negative, dan ionotropik negative.

Page 7: BETA BLOCKER.docx

Efek kardiak obat-obat penyekat reseptor β pada tingkat nodus SA, AV

dan miokard.

Meskipun obat-obat penghambat reseptor beta ini menyebabkan vasokontriksi

koroner melalui peningkatan resistensi vaskuler koroner. Namun pemanjangan waktu

pengisian diastolik yang diakibatkan oleh obat ini menyebabkan penurunan denyut jantung

pada waktu olahraga, sehingga menyebabkan perfusi miokard yang lebih baik. Sehingga

secara umum memberikan manfaat terapi terhadap myokard.

Interaksi obat dengan beta blocker

Interaksi farmakodinamik dapat diprediksi dan terjadi pada saat obat beta blocker

dikombinasikan dengan obat yang menekan nodus SA atau AV atau dengan obat yang

memiliki kerja inotropik negative lain. Interaksi farmakokinetik umumnya terjadi pada

tingkat metabolism di hati. Simetidin menurunkan aliran darah ke hati dan meningkatkan

kadar beta blocker di dalam darah, terutamanya untuk yang dimetabolisme di dalam hati

yaitu propanolol. Verapamil dapat menghambat pemecahan metoprolol dan propanolol, dan

juga beta blocker lain yang dimetabolisme di hati. Untuk menghindari interaksi ini, secara

sederhana dapat digunakan beta blocker yang tidak dimetabolisme di hati. Beta blocker juga

Page 8: BETA BLOCKER.docx

dapat menekan aliran darah hati sehingga kadar lidokain di dalam darah akan meningkat

sehingga dapat meningkatkan toksisitas terhadap lidokain.

Kontraindikasi penggunaan beta blocker

Kontraindikasi absolute beta blocker dapat disimpulkan berdasarkan profil

farmakologis efek dan efek samping beta blocker. Kontraindikasi absolut jantung meliputi

bradikardi berat, AV block derajat tinggi, sindroma sinus sick, kegagalan ventrikel kiri yang

nyata, kecuali bila ditangani secara konvensional dan stabil. Sementara itu kontraindikasi

paru adalah asma yang jelas, bronkospasme berat, tergantung dari beratnya penyakit dan

kardioselektivitas beta blocker yang digunakan, hal ini dapat menjadi kontraindikasi absolute

atau relatif. Kontraindikasi system saraf pusat adalah depresi berat (khususnya propanolol).

Secara terperinci kontraindikasi beta blocker dapat dilihat pada tabel berikut.

Kontraindikasi dan Perhatian pada Penggunaan Beta blocker

Jantung

Absolut:

Bradikardi berat, block jantung derajat tinggi, syok kardiogenik, gagal ventrikel kiri yang

tidak dalam pengobatan.

Relatif:

Kontraindikasi dan Perhatian pada Penggunaan Beta blocker-lanjutan

Angina Prinzmetal, pengobatan yang menekan nodus SA dan AV dosis tinggi (verapamil,

diltiazem, digoksin, agen antiaritmik): pada angina hindari penghentian mendadak.

Paru

Absolut:

Asma berat dan bronkospasme. Tak seorangpun dapat diberikan beta blocker tanpa

anamnesis tentang riwayat asma. Pengabaian terhadap aturan ini dapat berakibat fatal.

Relatif:

Asma, bronkospasme atau penyakit saluran nafas ringan. Berikanlah obat-obat selektif yang

disertai stimulan β2 (inhalasi)

Page 9: BETA BLOCKER.docx

Sistem saraf pusat

Absolut:

Depresi berat (hindari propanolol)

Relatif:

Gangguan mimpi: hindari agen yang larut dalam lemak dan pindolol; hindari pemberian di

malam hari. Halusinasi visual: beralih dari propanolol. Fatigue (semua agen). Apabila low

cardiac output adalah penyebab fatigue, coba betablocker vasodilator. Impotensia dapat

terjadi (cek penggunaan diuretik; pertimbangkan untuk beralih ke ACE inhibitor atau ARB).

Obat-obat psikotropika (yang dapat meningkatkan adrenergik) dapat berinteraksi dengan

beta-blocker.

Pembuluh darah perifer, fenomena Rainaud

Absolut:

Penyakit aktif: ganggren, nekrosis kulit, klaudikasio berat atau memburuk, nyeri pada saat

istirahat.

Relatif:

Ekstremitas dingin, pulsasi yang menghilang, fenomena Raynaud. Hindari agen nonselektif

(propanolol, sotalol, nadolol); pilihlah agen vasodilator.

Diabetes melitus

Relatif;

Diabetes yang membutuhkan insulin: agen nonselektif menurunkan reaksi terhadap

hipoglikemi; gunakan agen yang selektif. Sebagai catatan terdapat penggunaan yang berhasil

dari atenolol pada pasien DM tipe 2 pada uji klinis yang dilakukan di UK.

Sindroma Metabolik

Beta blocker dapat meningkatkan kadar gula darah 1.0-1,5 mmol/L dan mengganggu

sensitifitas insulin khususnya pada yang disertai dengan diuretik, maka perlu dilakukan

kontrol gula darah dan hindari kombinasi.

Gagal ginjal

Relatif:

Apabila ditemukan penurunan aliran darah ke ginjal, kurangi dosis obat yang dihancurkan di

ginjal.

Page 10: BETA BLOCKER.docx

Penyakit Hati

Relatif:

Hindari agen yang banyak dibersihkan dihati (propanolol, carvedilol, timolol, acebutolol,

metoprolol). Gunakan agen yang sedikit mengalami pembersihan di hati (atenolol, nadolol,

sotalol). Apabila protein plasma menurun, kurangi dosis agen yang banyak terikat protein

(pindolol, propanolol, bisoprolol).

Hipertensi pada Kehamilan

Penggunaan beta blocker mengalami peningkatan namun mungkin dapat menekan tanda-

tanda vital neonatus dan menyebabkan vasokontriksi rahim. Labetolol dan atenolol adalah

obat yang diujicoba dengan sangat baik. Obat yang lebih dianjurkan adalah metildopa.

Operasi pembedahan

Lebih dianjurkan penggunaan esmolol. Gunakan atropine untuk bradikardi dan beta agonis

untuk hipotensi berat.

Page 11: BETA BLOCKER.docx

DAFTAR PUSTAKA

BIBLIOGRAPHY 1. Flaherty JD, Bax JJ, Luca LD, et al. Acute Heart Failure Syndromes in Patients With

Coronary Artery Disease Early Assessment and Treatment. J Am Coll Cardiol 2009; 53:254–63.

2. Ezekowitz JA, Hernandez AF, Starling RC, et al. Standardizing care for acute

decompensated heart failure in a large megatrial: The approach for the Acute Studies of

Clinical Effectiveness of Nesiritide in Subjects with Decompensated Heart Failure

(ASCEND-HF). Am Heart J 2009;157:219-28.

3. Laothavorn P, Hengrussamee, K, Kanjanavanit, R, et al. Thai Acute Decompensated Heart

Failure Registry (Thai ADHERE). CVD Prevention and Control 2010; 5: 89–95.

4. Hollister A, Neubauer S, Richard D, et al. Use of beta blocker in heart failure. Medicines

Advisory Committee. Oxford Radcliffe Hospitals 2002;3(5): 1-2.

5. Jondeau G, Neuder Y, Eicher JC, et al. B-CONVINCED: Beta-blocker CONtinuation

Vs.interruption in patients with Congestive heart failure hospitalizED for a

decompensation episode.  European Heart Journal 2009; 30: 2186-92.

6. Biaggioni I, Robertson D. Adrenoceptor agonist & sympathomimetic drugs.In: Katzung

BG, Master SB , Trevor AJ, editor. Basic and clinical pharmacology, 11th ed . McGraw

Hill: 2009; 127-148.

7. Opie LH, Wilson PAP. Beta blocking agent. In: Opie LH, Gersh BJ, editors. Drug of the

heart, 6th ed. Elsivier: 2006; 1-32

8. Robertson D, Biaggioni I. Adrenoceptor antagonist drugs. In: Katzung BG, Masters SB,

Trevor AJ, editors. Basic and clinical pharmacology. McGraw Hill Medical: 2009; 149-

66.

9. Teerlink JR. Diagnosis and management of acute heart failure. In: Libby P, editor.

Braunwalds's Heart Disease. WB Saunders Elsevier: 2008; 583-610.

10. Nieminen MS, Bohm M, Chowie MR, et al. Guidelines on diagnosis and treatment of

acute heart failure. The European Society of Cardiology, 2005.

Page 12: BETA BLOCKER.docx

11. Khan SS, Gheorghiade M, Dunn JD, et al. Managed Care Interventions for Improving

Outcomes in Acute Heart Failure Syndromes. Am J Manag Care. 2008; (supl) 14: S273-

86.

12. Abraham WT, Adams KF, Fonarow GC, et al. In-Hospital Mortality in Patients With

Acute Decompensated Heart Failure Requiring Intravenous Vasoactive Medications: An

Analysis From the Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE). J

Am Coll Cardio 2005; 46: 57-64.

13. Manurung D. Gagal Jantung Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Penerbit FKUI: 2006; 1505-10.

14. Fuster V, Rourke RA, Wilson PP, et al. Hurst's the heart, 12 ed. Philadelphia: McGraw

Hill; 2008.

15. Vahanian A, Camm J, Dean V, et al. ESC guideline desk reference. London: Lippincott

William & Wilkins; 2008.

16. Domanski MJ, , Steinrauf HK, Massie BM, et al. A Comparative Analysis of the Results

From 4 Trials of b-Blocker Therapy for Heart Failure: BEST, CIBIS-II,MERIT-HF, and

COPERNICUS. J of Cardiac Failure, 2003: 9;354-63.

17. Vielma LL, Mendoza HC, Donis JH, et al. Acutely decompensated systolic heart failure:

Effects of frequent doses of furosemide vs a single dose plus carvedilol on clinical status,

neurohormonal activation and ventricular arrhythmias. ijcard 2009: 28; 302-4.

18. Fonarow GC, Abraham WT, Albert NM, et al. Influence of Beta-Blocker Continuation

or Withdrawal on Outcomes in Patients Hospitalized With Heart Failure. J of the Am Coll

Cardiol 2008;52(3):190-9.

19. Swedberg K. b-Blockers in worsening heart failure. European Heart Journal 2009;

30;2177-79.

Page 13: BETA BLOCKER.docx

β Blocker

Adrenoseptor dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu reseptor α dan reseptor β.

Reseptor α memperantarai efek eksitasi dari amina simpatomimetik, sementaraefek

inhibisinya secara umum diperantarai oleh reseptor β (kecuali pada otot polos usus, dimana

stimulasi α merupakan inhibisi dan pada jantung, dimana stimulasi β merupakan eksitasi).

Adrenoseptor β tidak bersifat homogen, sebagai contoh norepinefrin merupakan stimulan

yang efektif untuk reseptor β pada jantung, tetapi hanya sedikit berpengaruh atau tidak

berpengaruh sama sekali pada resptor β yang memperantarai vasodilatasi.

Obat-obat yang menghalangi pengikatan norepinefrin dan epinefrin (adrenalin) pada

reseptornya di syaraf simpatis, khususnya reseptor β disebut juga dengan β blocker. Hal ini

menghambat efek simpatik normal yang bertindak melalui reseptor tersebut. β blocker

bersifat mengurangi atau menghilangkan efek stimulasi pada reseptor beta oleh katekolamin

(noradrenalin dan adrenalin) yang dihasilkan pada ujung postganglion saraf simpatik dan

pada medula suprarenalis. Oleh karena itu β blocker termasuk obat simpatolitik. β blocker

disebut juga dengan β-adrenergic blocking agents. Pemakaian β blocker dapat

memperlambat atau menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kontraksi otot

jantung, menurunkan kontraksi pembuluh darah di jantung, otak, serta dapat mengurangi

produksi zat berbahaya yang dihasilkan oleh tubuh sebagai respon terhadap gagal jantung. β

blocker mengurangi produksi dari aqueous humor dalam mata dan oleh karenanya digunakan

untuk mengurangi tekanan dalam mata yang disebabkan oleh glukoma.

β blocker dapat diberikan pada pasien dengan aritmia jantung, takikardia dan irama

jantung yang tidak teratur, seperti denyut prematur ventrikel. Juga dapat digunakan untuk

mengobati angina karena dapat menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung. Angina pectoris

terjadi ketika kebutuhan jantung akan oksigen lebih besar dari pasokan yang tersedia. Beta-

blocker juga digunakan untuk mencegah sakit kepala migrain dan beberapa golongan

penyakit tremor.

Berdasarkan dari jenis reseptor beta yang dihalangi dan efek yang ditimbulkan, beta-

bloker dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

1. Non-selektif beta bloker cotohnya propanolol (Inderal), yang fungsinya

menghalangi beta-1 dan beta-2 reseptor. Efek yang ditimbulkan akan

Page 14: BETA BLOCKER.docx

mempengaruhi jantung, pembuluh-pembuluh darah, dan saluran-saluran

pernafasan.

Diciptakan oleh Sir James W. Black pada akhir 1950-an, Propranolol merupakan

beta bloker penggunaan klinis pertama, itu merevolusi pengelolaan medis angina

pektoris dan dianggap sebagai salah satu kontribusi paling penting klinis

Kedokteran dan farmakologi abad ke-20.

2. Selektif beta bloker contohnya metoprolol (Lopressor, Toprol XL) yang

memiliki fungsi menghalangi beta-1 reseptor dan oleh karenanya kebanyakan

mempengaruhi jantung dan tidak mempengaruhi saluran-saluran pernafasan.

3. Dan beberapa beta bloker contohnya pindolo (Visken) mempunyai Intrinsic

Sympahtomimetic Activity (ISA), yang berarti meniru efek-efek dari epinefrin

dan norepinefrin serta dapat menyebabkan peningkatan dalam tekanan darah dan

denyut jantung. Beta-bloker dengan ISA mempunyai efek-efek yang lebih kecil

pada denyut jantung daripada agen-agen yang tidak mempunyai ISA.

4. Labetalol dan carvedilol menghalangi beta dan alfa-1 reseptor. Menghalangi alfa

reseptor menambah pada pembuluh darah efek yang melebarkan.

Macam-macam beta-blocker

Kardioselektif dengan sifat ISA : Practolol

Tanpa sifat ISA : Metoprolol

Atenolol

Bevantolol

Non-kardioselektif dengan sifat ISA : Oxprenolol

Alprenolol

Pindolol

Tanpa sifat ISA : Propanolol

Timolol

Page 15: BETA BLOCKER.docx

Beta blocker bervariasi dalam hal kelarutan dalam lemak dan kardioselektifitasnya.

Akan tetapi, kesemuanya memblok reseptor beta-1 dan sama efektifnya dalam menurunkan

tekanan darah dan mencegah angina. Obat yang lebih larut lemak akan lebih cepat diabsorbsi

dalam usus, lebih banyak mengalami metabolisme lintas pertama dalam hati, dan lebih cepat

dieliminasi. Obat tersebut juga lebih mungkin menembus otak dan menyebabkan efek sentral

(misalnya mimpi-mimpi buruk). Kardioselektifitasnya relatif dan berkurang dengan

peningkatan dosis. Akan tetapi, blokade beta-1 selektif sendenrung menyebabkan

vasokonstriksi perifer yang lebih ringan dan tidak mengurangi respons hipoglikemia yang

diinduksi oleh olahraga. Obat kardioselektif bisa mempunyai aktifitas beta-2 yang cukup

untuk mempresipitasi bronkospasme berat pada pasien asma dan mereka harus menghindari

penggunaan beta bloker.

Generasi pertama dari beta-blocker merupakan non-selektif beta-blocker, yang berarti

bahwa mereka diblokir baik oleh β1 dan β2 adrenoseptor. Generasi kedua beta-blocker lebih

cardioselective yang artinya relatif selektif untuk β1 adrenoseptor. Dengan catatan bahwa

selektivitas relatif ini dapat hilang pada dosis obat yang lebih tinggi. Akhirnya, generasi

ketiga beta-blocker adalah obat yang juga memiliki tindakan vasodilator melalui blokade

pembuluh darah alpha-adrenoseptor.

Mekanisme kerja β blocker tidak dimengerti dengan jelas. Yang sekarang diketahui

adalah obat ini menyebabkan penurunan curah jantung, dengan refleks baroreseptor tidak

mengompensasi secara penuh, dan kemudian reseptor barorefleks ini diatur kembali, dan

dengan demikian resistensi perifer turun. Hipotesis lainnya adalah obat β blocker memiliki

efek sentral, yang mengubah tonus simpatis atau dengan menghambat pelepasan renin dari

ginjal.

Efek samping dari beta-bloker dapat mencakup, antara lain:

1. Bronko spasme, beta-bloker non-kardioselektif dan tanpa mengandung sifat AIS

sering menyebabkan spasme bronkhus pasa pasien dengan riwayat asma bronkial

atau penyakit paru-paru kronik.

2. Bradikardi, semua beta-bloker terutama yang tidak mengandung sifat AIS

menyebabkan penurunan denyut jantung kira-kira 10-15%.

3. Payah jantung, beta-bloker non-kardioselektif dan tanpa mengandung AIS dapat

menyebabkan payah jantung pada pasien yang sudah menderita gangguan faal

jantung.

Page 16: BETA BLOCKER.docx

4. Gangguan susunan saraf pusat, beta-bloker yang larut lemak seperti propanolol

dapat menyebabkan gangguan susunan saraf pusat seperti agitasi, insomnia, dan

depresi

5. Gangguan saluran pencernaan, semua beta-bloker menyebabkan iritasi lambung,

diare atau konstipasi pada pasien tertentu, indvidual.

Penggunaan Pada Angina Pectoris

Angina pectoris merupakan gejala yang terjadi karena ketidak seimbangan antara

kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaan oksigen, umumnya oleh karena berkurangnya

aliran darah melalui sistem koroner, karena meningkatnya kerja ventrikel kiri maka

kebutuhan oksigen akan meningkat. Beta-bloker mengurangi kerja ventrikel kiri dengan cara

mengurangi kekuatan kontraksi miokard, mengurangi kecepatan denyut ventrikel, serta

mengurangi tahanan sistole ventrikel kiri. Pada keadaan angina yang disertai dengan

kegagalan jantung yang membahayakan, dapat diberikan digitalis kombinasikan dengan beta-

bloker.

Penggunaan Pada Hipertensi

Para peneliti telah sependapat bahwa beta-bloker efektif menurunkan tekanan darah

pada hipertensi esensial. Aspek lain peranan beta-bloker untuk terapi hipertensi, disinyalir

beta bloker dapat mencegah penyulit-penyulit vaskuler stroke atau infark miokard. Golongan

beta-bloker merupakan salah satu obat antihipertensi yang diduga dapat menekan plasma

renin. Blokade reseptor beta-1 dalam sel jukstaglomerolus ginjal mungkin terlibat, tetapi

beta-bloker hanya efektif pada pasien dengan kadar renin normal atau bahkan rendah.

Mekanisme Beta-bloker Pada Pasien Asma

β bloker non selektif bekerja dengan cara memblok seluruh reseptor β yang terdapat

pada otot polos. Reseptor β berdasarkan perbedaan selektivitas berbagai agonis dan

antagonisnya masih dibedakan lagi menjadi 2 subtipe yang disebut β1 dan β2. Reseptor β1

Page 17: BETA BLOCKER.docx

terdapat di jantung dan sel-sel jukstaglomeruler, sedangkan reseptor β2 pada bronkus,

pembuluh darah, saluran cerna dan saluran kemih-kelamin, selain itu juga terdapat di otot

rangka dan hati. Aktivasi reseptor β1 menimbulkan perangsangan jantung dan peningkatan

sekresi renin dari sel jukstaglomerular. Sedangkan aktivasi β2 menimbulkan relaksasi otot

polos dan glikogenesis dalam otot rangka dan hati.Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa

adanya perangsangan adrenergik pada reseptor β dapat menyebabkan denyut jantung

meningkat, kontraktilitas otot jantung meningkat, dan dilatasi pada ateriola dan vena. Selain

itu juga dapat mengakibatkan bronkodilatasi, penurunan sekresi dari kelenjar bronkus dan

penurunan pelepasan mediator inflamasi (sel mast). Perangsangan adrenergik tersebut terjadi

apabila sel efektor distimulasi oleh agonis adrenergiknya. Melalui perangsangan/stimulus

reseptor beta (khususnya β 2) pada bronkus menyebabkan aktivasi adenilsikliklase. Enzim ini

mengubah ATP (adenosintriphosphat) menjadi cAMP (cyclic adenosine monophosphat)

dengan membebaskan energi yang digunakanuntuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya

kadar cAMP dalam sel menghasilkan efek bronkodilatasi.

Efek dari agonis pada reseptor β ini bertentangan dengan efek antagonisnya (β

bloker). Jika reseptor β2 dari sistem adrenergis terhambat oleh antagonisnya maka sistem

kolinergis akan mendominasi dan menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi.Stimulasi saraf

parasimpatis, menyebabkan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin pada reseptor muskarinik dari

saraf-saraf kolinergis di otot polos bronki akan mengaktivasi enzim guanisiklase untuk

mengubah GTP (guanosine triphosphat) menjadi cGMP (cyclic guanosine monophosphat).

Fosfodiesterase kemudian memecah cGMP menjadi GMP (guanosine monophosphat).

Peningkatan kadar GMP ini akan mengakibatkan bronkokonstriksi.

Daftar Pustaka

http://medic-care.blogspot.com/2008/12/artikel-kontraindikasi-penggunaan.html

http://www.cvpharmacology.com/cardioinhibitory/beta-blockers.htm

Neal, Michael J, 2006, Medical Pharmacology at a Glance Edisi V, Erlangga, Jakarta

Page 18: BETA BLOCKER.docx

Prawirakusumah, Abidin A. dr., 1980, Penggunaan Beta-Bloker Pada Pasien Kardiovaskuler,

Cermin Dunia Kedokteran, Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma,

Jakarta.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya, 2004, Kumpulan Kuliah

Farmakologi Edisi 2, Pnerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Sukandar, Enday. dr., 1980, Hipertensi Esensial: Petogenesa, Patofisiologi & Peranan Beta-

Blocker, Cermin Dunia Kedokteran, Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe

Farma, Jakarta

Page 19: BETA BLOCKER.docx

Bagaimana farmakodinamik obat enalapril?

EFEK SAMPING

1%-10 % : - Kardiovaskuler : hipotensi 0,9%-6,7%, Chest pain (2%), syncope (0,5%-2%),

orthostasis (2%), orthostatic hypotension (2%). - CNS : sakit kepala (2%-5%),

pusing/dizzines (4%-8%), fatigue (2%-3%) - Dermatologic : rash (1,5%) - Gastrointestinal :

abnormal taste, sakit perut, muntah, mual, diare, anoreksia, konstipasi. - Neuromuscular &

skeletal : weakness. - Ginjal : peningkatan serum kreatinin (0,2%-20%), memburuknya fungsi

ginjal (pada pasien dengan bilateral renal artery stenosis atau hipovolemia). - Respiratory (1

% - 2 %) : bronchitis, batuk, dyspnea. < 1 % (limited to important or life-threatening ) :

agranulositosis, alopecia, angina pectoris, angioedema, ataxia, bronchospasme, cardiac arrest,

cerebral vascular accident, depresi, erythema multiforme, exfoliative dermatitis, halusinasi,

hemolisis pada pasien G6PD, psikosis, odem paru, Stevens Johnson syndrome, SLE, toksis

epidermal necrolysis, vertigo dan lain–lain 5.

INTERAKSI OBAT

Interaksi enalapril dengan obat lain : Efek Cytochrome P450 : substatre of CYP34A (major)

Efek meningkat / toksisitas : suplemen kalium, kotrimoksazol (dosis tinggi), angiotensin II

reseptor antagonist (contoh candesartan, losartan, irbesartan) atau diuretik hemat kalium

(amiloride, spironolakton, triamterene) dapat menghasilkan kadar kalium dalam darah bila

dikombinasi dengan enalapril. Efek ACE inhibitor dapat ditingkatkan oleh phenothiazine atau

probenecid (kadar kaptopril meningkat). ACE inhibitor dapat meningkatkan konsentrasi

dalam serum obat lithium. Diuretik dapat meningkatkan efek hipotensi dengan ACE

inhibitor, dan meningkatkan hipovolimia yang potensial menimbulkan adverse renal effects

dari ACE inhibitor. Pada pasien dengan compromised renal fuction pemberian bersamaan

dengan NSAIDs dapat memperburuk fungsi ginjal. Allopurinal dan ACE inhibitor dapat

meningkatkan resiko hipersensitivitas bila digunakan bersamaan. Efek menurun : Aspirin

(dosis tinggi) dapat menurunkan efek terapi ACE inhibitor; pada dosis rendah efek ini tidak

Page 20: BETA BLOCKER.docx

signifikan. Antasid dapat mengurangi bioavailabilitas ACE inhibitor; berikan terpisah dengan

selang waktu 1–2 jam. NSAIDs dapat menurunkan efek hipotensi ACE inhibitor. CYP3A4

inducer dapat menurunkan kadar atau efek enalapril; contoh inducer termasuk amino

glutethimide, karbamazepin, nafcillin, nevirapine, phenobarbital, phenytoin, rifampisin5.

DAFTAR PUSTAKA

AHFS Drug Information 2005, hal. 1863–1874. 2. AHFS Drug Information 2008 (e-book) 3.

ASHP Patient Information, reviewed Jan 2007. 4. British National Formulary, 56th ed.,

September 2008, hal. 101. 5. Drug Information Handbook, 15th ed., 2007-2008, hal. 578-581.

6. Drug Information Handbook, 12th ed., 2004-2005, hal. 7. Handbook on injectable Drug,

12th ed, 2003, hal. 511-516 8. ISO Indonesia vol. 43, 2008 , hal 253, 255, 259--260. 9.

Martindale : The Complate Drug Reference, 35 th ed., 2007 (e-book). 10. MIMS Indonesia

109th ed. 2008, hal 54, 66, 68, 99. 11. USP Drug Information, 2005, Thomson Micromedex,

hal. 197-198.