BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri nonmotil berbentuk
batang kurus dengan panjang 2-4 μm dan lebar 0,2-0,5 μm, bakteri ini juga
tak berspora. Dengan pengecatan Ziehl-Neelsen kuman berbentuk batang
berwarna merah terang dengan latar belakang biru tanpa ada sisa-sisa zat
warna fuchsin. Bakteri ini paling banyak ditemukan di lokasi yang kering dan
lembab. Bakteri memiliki sifat tidak tahan panas dan akan mati pada suhu
6°C dalam waktu 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena
sinar matahari langsung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri M. tuberculosis
dapat bertahan selama 20-30 jam. (Masyun, 2006).
Berikut adalah taksonomi dari M. tuberculosis
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium tuberculosis (Greenwood et al, 2002).
1. Transmisi Tuberkulosis
Pada waktu batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi penderita
menyebarkan bakteri diudara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
6
Droplet diproduksi penderita tuberkulosis paru dengan batuk produktif dan
BTA positif. Angka droplet terinfeksi di udara sangat tinggi, ketika batuk
sekitar 3500 atau bersin sekitar 1 juta. Ketika droplet terdispersi di udara,
droplet ini akan cepat kering dan menjadi partikel yang sangat ringan. Di
tempat tertutup droplet dapat bertahan untuk waktu yang lama, dan bakteri
akan tetap hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap. Droplet yang
lebih besar jatuh ke lantai, sedangkan yang berukuran 1 hingga 10 μm
tetap melayang di udara selama periode waktu tertentu tergantung dari
kondisi lingkungan (Jawetz, 2005).
Sinar matahari dapat menghancurkan bakteri dengan cepat,
sehingga dapat mengurangi risiko infeksi pada orang-orang yang
mengadakan kontak dengan pasien tersebut.
Ketika seseorang menghirup partikel terinfeksi, partikel yang
besarnya lebih dari 10 μ akan menempel pada mukosa nasofaring
trakeobronkial kemudian dengan mekanisme mukosilia akan ditelan dan
dicerna, sedangkan partikel terkecil akan masuk ke alveoli (Depkes, 2006).
Setelah masuk ke tubuh manusia melalui sistem pernafasan, bakteri
M. tuberculosis dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya seperti
otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening dan lain-
lain. Penyebaran ini melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh (Depkes,
2007)
7
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
bakteri yang dikeluarkan dari paru. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat bakteri), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi ditentukan
oleh konsentrasi droplet dalam udara, durasi paparan, keefektifan ventilasi,
dan virulensi strain M. tuberculosis. Banyaknya kuman di udara
tergantung dari percikan batuk (expulsive force of cough) dan adanya
kavitas paru pada pasien tuberkulosis (Depkes, 2007).
2. Patogenesis
Saat M. tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri ini akan berusaha dihambat
dengan pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri M. tuberculosis akan
menjadi dormant. Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen (Israr, 2009)
Terjadinya tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap
infeksi primer dan pasca primer (post primer). Infeksi primer terjadi saat
seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosilia bronkus, dan terus berjalan sampai di alveolus dan menetap
8
disana. Infeksi dimulai saat bakteri M. tuberculosis mengalami fagositosis
oleh makrofag alveoli kemudian berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru-paru. Makrofag lain dan monosit berperan dalam
proses pertahanan melawan infeksi (Depkes, 2007).
Fokus infeksi yang terdiri dari sel-sel inflamasi yaitu 1) fokus
primer atau fokus ghon mengakibatkan peradangan dalam paru diikuti
pembesaran kelenjar getah bening di hilus atau limfadenitis regional , 2)
kompleks primer yang merupakan gabungan dari fokus primer limfangitis
lokal dan limfadenitis regional. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4 - 6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan uji tuberkulin.
Kompleks primer selanjutnya bisa menjadi tiga kemungkinan yaitu
1) bisa sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, 2) sembuh dengan
meninggalkan sedikit bekas berupa jaringan parut fibrous dimana
makrofag yang berisi bakteri terisolasi dan mati, merupakan pengganti
jaringan inflamasi di fokus infeksi.
Pada keadaaan ini juga terbentuk kalsifikasi di hilus biasanya
terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5mm dan kurang lebih 10 %
diantaranya terjadi karena reaktivitas lesi oleh kuman yang dormant, 3)
terjadi komplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum yakni menyebar
ke sekitarnya, pada paru maupun paru disebelahnya, kuman dapat juga
tertelan bersama dahak dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara
limfogen dan secara hematogen ke organ tubuh lain.
9
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan bakteri, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi yang
diperlukan dari terinfeksi hingga menjadi sakit diperkirakan sekitar 6
bulan.
Tahap kedua adalah tuberkulosis pasca primer (post primary TB)
Kuman dormant akan muncul bertahun-tahun kemudian. TB post infeksi
ini terjadi karena imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alkohol,
penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB post primer dimulai
dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru pada bagian apikal-
posterior lobus superior atau inferior. Invasiya adalah ke daerah parenkim
paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru (Israr, 2009).
Sarang dini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam
3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma yang
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel-sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam
jaringan ikat. Tuberkulosis post primer juga dapat berasal dari infeksi
eksogen dari usia muda menjadi penyakit TB di usia tua.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas pasien,
sarang dini dapat direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan
cacat atau sarang yang mula-mula meluas segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma
10
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju.
Bila jaringan keju dibatukkan akan terjadi kavitas. Kavitas ini
mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena
infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
sklerotik kronik. Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis
protein lipid dan asam nukleat oleh makrofag dan proses yang berlebihan
antara sitokin dan TNF-nya.
B. Kulit Manggis
1. Spesifikasi Tanaman
Di Asia Tenggara, manggis dikenal dengan banyak nama, seperti
manggis di Malaysia, kadang dikenal nama setor, mesetor, atau sementah.
Manggustan atau manggis sering disebut di Filipina, mongkhul di
Kamboja, mangkhud di Laos, dodol atau mangkhut di Thailand, dan cay
mang cut di Vietnam, mangustai di Tamil. Di Perancis disebut
mangostanaier, mangouste, atau mangostier, di Spanyol disebut
mangostan, di Jerman mangostane, di Belanda mangoestan atau manggis,
sedangkan di Portugis dikenal dengan mangosta atau mangusta. Di
Indonesia pun, manggis mempunyai beberapa nama daerah (lokal), seperti
di Minangkabau disebut manggih, dan di Jawa Barat (Sunda) dikenal
dengan nama manggu.
11
Sistematika tanaman manggis adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angispermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo : Guttiferanales
Famili : Guttiferae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L (Rukmana, 1995).
Gambar 1. Buah manggis ( A ) dan kulit buah manggis ( B )
(Sudarsono, 2002)
2. Morfologi Tanaman
Tanaman manggis berbentuk pohon, selalu hijau, tinggi 6-20 m.
Batang tegak, batang pokok jelas, kulit batang cokelat, memiliki getah
kuning. Daunnya tunggal, duduk daun berhadapan atau bersilang
berhadapan, mengkilat di permukaan, permukaan atas hijau gelap
permukaan bawah hijau terang, bentuk elips memanjang. Buahnya
A B
b
12
berbentuk bola tertekan, garis tengah 3,5-7 cm, ungu tua, dengan kepala
putik duduk (tetap), kelopak tetap, dinding buah tebal, berdaging, ungu,
dengan getah kuning. Biji diselimuti oleh selaput biji yang tebal berair,
putih, dapat dimakan (termasuk biji yang gagal tumbuh sempurna). Waktu
berbunga Mei-Januari.
Tumbuhan ini dapat tumbuh di Jawa pada ketinggian 1-1000 m dpl
pada berbagai tipe tanah (pada tanah liat dan lempung yang kaya bahan
organik), sering sebagai tanaman buah. lklim yang diperlukan adalah
adanya kelembaban dan panas dengan curah hujan yang merata
(Sudarsono, 2002).
Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji yang telah
dikecambahkan terlebih dahulu dalam kantong plastik (segera setelah
dikeluarkan dari buah). Kecambah dapat ditanam di lapangan setelah
berumur 2 - 3 tahun, dengan jarak tanam 10 m. Tanaman muda harus
dilindungi dan akan berbuah setelah berumur 8-15 tahun. Pohon yang
dipupuk akan lebih cepat berbuah. Tingkat keberhasilan perbanyakan
dengan metode kultur jaringan turus kuncup ketiak daun menggunakan
Indole Butyric Acid (IBA) sangat kecil (Sudarsono, 2002).
3. Kandungan Kimia Manggis
Selain buah, kulit buah manggis juga dimanfaatkan sebagai
pewarna alami dan bahan baku obat-obatan. Kulit buah mengandung
senyawa xanton yang meliputi mangostin, mangostenol, mangostinon A,
mangostenon B, trapezifolixanton, tovopilin B, alfa mangostin, beta
13
mangostin, garcinon B, mangostanol, flavonoid epikatesin, dan gartanin.
Senyawa tersebut sangat bermanfaat untuk kesehatan. Senyawa xanton
tersebut hanya dihasilkan dari genus Garcinia.
Pada kulit buah manggis mengandung alkaloid, tanin, saponin,
triterpenoid, fenolik, flavanoid, glikosida, dan steroid (Masniari, 2010) .
Kulit buahnya mengandung 7-13% tanin, dan bijinya mengandung 3%
minyak, resin, dan zat pahit yang dinamakan mangostin. Pada kulit buah
manggis terdapat 5,5% tanin, resin yang berwarna kuning kristalin dan zat
pahit yang dinamakan mangostin (C20H22O5) atau mangosim.
Kesemuanya itu diisolasi dari kulit buah manggis (Burkkill, 1996).
4. Manfaat Manggis
Menurut Sudarsono et al., (2002) buah manggis digunakan untuk
mengobati diare, radang amandel, keputihan, disentri, wasir, borok dan sakit
gigi. Kulit buahnya digunakan untuk mengobati sariawan, disentri, nyeri urat,
sembelit. Ekstrak metanol kulit buah manggis mempunyai efek antiploriferatif
dan antioksidan yang poten (Moongkarndi et al, 2004). Senyawa xanton yang
terdapat dalam kulit buah manggis dapat menghambat pertumbuhan sel
kanker payudara, epidermoid carcinoma, small cell lung cancer dan
hepatocellular carcinoma (Suksamrarn et al., 2006).
Senyawa xanton dalam kulit buah manggis dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker usus besar DLD-1 dengan nilai IC metoksi-β-
mangostin, β-mangostin, α-mangostin, γ-mangostin (Akao et al, 2008).
Penelitian oleh Matsumoto et al (2003) menyatakan bahwa α-mangostin yang
terdapat dalam kulit buah manggis mempunyai aktivitas antiploriferatif
14
terhadap sel leukemia HL60 dengan cara menginduksi apoptosis. Menurut
penelitian Jung et al. (2006), α-mangostin mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Mycobacterium tuberculosis dengan nilai IC 6,25 μg/ml, dan
mempunyai aktivitas antioksidan dengan nilai IC 1,0 μg/ml.
C. Diagnosa Laboratorium Tuberkulosis
Beberapa metode laboratorium yang dapat dipakai untuk membantu
klinisi dalam menegakkan diagnosa tuberkulosis, antara lain :
1. Pemeriksaan Mikroskopis / Sputum
Cara pengecatan Basil Tahan Asam (BTA) ini dapat dilakukan dengan
berbagai macam, diantaranya dengan pengecatan Ziehl-Neelsen, pengecatan
cara Kinyoun Gabbett, dan pengecatan Fluorchrome. Akan tetapi sampai
sekarang yang lazim dipakai adalah cara Ziehl Neelsen, karena hasilnya lebih
baik, murah dan mudah pengerjaannya (Haribi, 2005).
Sekarang pemeriksaan BTA masih merupakan pemeriksaan yang
praktis, murah dan spesifik (sekitar 90%). Sampai saat ini belum ada
pemeriksaan yang lebih praktis dan murah dibanding BTA. Perogram
nasional maupun WHO masih menggunakan pemeriksaan ini. (Erma, 2003)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak secara mikroskopis langsung nilainya
identik dengan pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan
dahak secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisisen,
mudah, murah dan hampir semua unit laboratorium dapat melaksanakan.
(Depkes, 2007).
15
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis bersifat spesifik dan cukup
sensitif. Pelaksanaan pengumpulan dahak Sewaktu, Pagi dan Sewaktu ( SPS )
adalah sebagai berikut (Depkes, 2007) :
1. S (sewaktu) dahak dikumpulkan pada saat penderita TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, penderita membawa sebuah pot dahak
untuk mengumpulkan dahak hari kedua.
2. P (pagi) dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Unit
Pelayanan Kesehatan ( UPK ).
3. S (sewaktu) dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
Untuk menghindari risiko penularan, pengambilan dahak dilakukan
ditempat terbuka dan jauh dari orang lain, misalnya di belakang puskesmas,
jika keadaan tidak memungkinkan gunakan kamar terpisah dengan ventilasi
yang cukup. Untuk memperoleh kualitas dahak yang baik, petugas
laboratorium harus memperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini :
1. Memberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak, baik
pemeriksaan dahak pertama maupun pemeriksaan dahak ulang
2. Memberi penjelasan tentang cara batuk yang benar untuk mendapatkan
dahak yang kental dan purulen
3. Memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak. Dahak yang baik untuk
pemeriksaan adalah bewarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen),
16
kental, dengan volume 3-5 ml. Bila volumenya kurang petugas harus
meminta agar penderita batuk lagi sampai volumenya mencukupi.
4. Jika tidak ada dahak yang keluar, pot dahak dianggap sudah selesai dan
harus dimusnahkan untuk menghindari kontaminasi kuman TB (Jusuf,
2006).
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
spesimen SPS Basil Tahan Asam ( BTA ) hasilnya positif.
Pemeriksaan BTA hanya mempunyai arti dalam pemantauan terapi
bila pada awal terapi hasil BTA positif dan pada akhir terapi menjadi negatif
selama 3 bulan berturut dikatakan pengobatan berhasil. Bila sebelumnya BTA
negatif dan setelah terapi berakhir BTA menjadi positif maka dikatakan
terjadi kegagalan terapi. Pemeriksaan BTA ini tidak dapat membedakan M.
tuberculosis dan mikobakterium yang lain.
Hasil positif palsu mungkin disebabkan antara lain basil tahan asam
saprolitik, spora dan Bacillus subtilis, endapan cat, serta kapas atau
kontaminasi gelas pengaduk dari sampel sebelumnya.
2. Kultur
Spesimen pemeriksaan seringkali mengandung banyak bakteri dan
jamur yang dapat tumbuh menutupi pertumbuhan mikobakterium pada media
kultur. cara yang banyak digunakan untuk dekontaminasi adalah Petroff
methods, sputum dicampur dengan sodium hidroksida 4% selama 15-30
menit kemudian dinetralisir dengan potassium dihidrogen orthophosphatase
dan disentrifus.
17
Kultur untuk biakan sebaiknya meliputi pembenihan selektif dan non
selektif. Pembenihan selektif mengandung antibiotika yang dapat mencegah
pertumbuhan berlebihan dari bakteri dan jamur. Terdapat 3 formula umum
yang dapat dipakai untuk pembenihan selektif maupun non selektif, yaitu :
(Jawetz, 2005).
a. Pembenihan agar semisintetik (Middlebrook 7H10 dan 7 H11)
Mengandung agar, vitamin, asam oleat, albumin, katalase,
gliserol, glukosa dan malsit hijau. Pembenihan dengan agar ini
digunakan untuk memantau morfologi koloni, untuk uji kepekaan dan
dengan penambahan antibiotika sebagai pembenihan selektif tetapi
kurang sensitif untuk isolasi primer mikobakteria. Pembenihan akan
tumbuh beberapa minggu dalam bentuk koloni besar.
b. Pembenihan telur tebal (Lowenstein-Jensen)
Mengandung garam, gliserol dan substansi organik kompleks
(telur agar atau kuning telur dan tepung kentang serta bahan lain dalam
bentuk kombinasi). Malasit hijau dimasukkan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri lain. Pembenihan akan tumbuh dalam waktu 3
minggu dengan bentuk koloni-koloni kecil.
c. Pembenihan Kaldu (Middlebrook 7H9 dan 7H12)
Pembenihan 7H12 dengan penambahan antibiotika dan
suplemen asam C-palmiat adalah dasar untuk sistem biakan bactec
untuk mikobakteria. Selama pertumbuhan, mikobakteria akan
menggunakan asam C-palmitat dan melepaskan CO2 yang terdeteksi
18
oleh mesin. Biakan positif dengan sistem ini dalam waktu kurang lebih
2 minggu dengan bentuk koloni-koloni kecil.
3. Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk menegakkan diagnosis
tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux,
tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi Bacilus
Calmette Guerin (BCG), dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes
tuberkulin adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman
patogen baik yang virulen ataupun tidak (M. tuberculosis atau BCG) tubuh
manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi
selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi
humoral yang dalam perannya akan menekan antibodi selular (Zulkifli, 2006).
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak
sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin amat
dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral,
makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi
matoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu
yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain.
Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.
19
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu),
yaitu Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis, alergi, penyakit
sistemik berat (sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan panas yang
akut (morbili, cacar air, poliomielitis), reaksi hipersensitivitas menurun pada
penyakit limforetikular (Hodgkin), pemberian kortikosteroid yang lama,
pemberian obat-obat imunosupresi lainnya, usia tua, malnutrisi dan penyakit
keganasan (Jawetz, 2005).
4. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Prinsip metode ini adalah deteksi DNA kuman. DNA direplikasi
mengikuti prinsip alami yang terjadi pada saat pembelahan sel.
Tahapan PCR dimulai dengan tahap denaturasi segmen DNA “double
standed” yang akan diamplifikasi (dari material yang akan diperiksa) yang
berfungsi sebagai “template” dua macam primer (IS6110 atau 16SrRNA)
pada suhu 940C. Pada tahap kedua suhu diturunkan sampai 50
0C untuk
memberi kesempatan primer “annealing” pada tempat yang sesuai
(compementary strand), kemudian pada tahap amplifikasi suhu dinaikkan
720C dengan mengaktifkan enzim taq polymerase terjadi pemanjangan
primer, dengan demikian selesailah 1 siklus. Dari 1 DNA double stranded
akan dihasilkan 2 DNA double stranded. Siklus ini akan diulangi sebanyak
20-35 kali dan secara teori diharapkan dapat diproduksi 1 milyar copi dari
setiap target.
Reaksi rantai polymerase menjanjikan suatu cara pendeteksian M.
tuberculosis secara cepat 2-8 jam. Selain itu dengan jumlah kuman 3 batang
20
per ml sampel sudah dapat dideteksi. Secara keseluruhan sensitivitasnya 80-
85% dengan spesifitas 99% (Winarto, 2007).
D. Mekanisme Kerja Anti Bakteri
Anti bakteri dapat bersifat bakteriostatik yaitu menghambat atau
menghentikan laju pertumbuhan bakteri dan bakterisid yaitu bersifat
membunuh bakteri. Antibiotik menghambat mikroba melalui mekanisme
yang berbeda yaitu mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat
sintesis dinding sel mikroba, mengganggu permeabilitas membran sel
mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba dan menghambat sintesis
atau merusak asam nukleat sel mikroba.
Daya kerja obat anti tuberkulosis tergantung dari jumlah mikobakteria
perkembangan selanjutnya, serta resistensi dan hipersensitifitas penderita.
Tempat pertumbuhan mikobakteria adalah intraseluler. Sekali menetap dalam
jaringan, akan sulit dihilangkan. Bakteri terutama akan menetap dalam
monosit, sel-sel retikuloendotelial dan sel-sel raksasa (Brooks, 2001). Obat
anti tuberkulosis bekerja melalui tiga cara yaitu :
a. Menghambat dinding sel mikobakteria
Penghambatan biosintesis dinding sel menyebabkan kelemahan jaringan
dinding sel mikobakteria, terjadi kerusakan membrane sel diikuti dengan
pecahnya sel karena lisis osmotik sehingga mikroorganisme mengalami
kematian. Obat yang bekerja dengan mekanisme diatas adalah sikloserin,
etambutol dan isoniazid.
21
b. Menghambat biosintesis protein
Protein adalah komponen yang penting dalam sistem kehidupan
mikobakteria. Obat-obatan yang menghambat biosintesis protein adalah
asam p-aminosalisilat, pirazinamid, etionamid, kanamisin dan
streptomisin.
c. Menghambat biosintesis asam nukleat
Asam nukleat berperan penting pada proses pembelahan sel.
Penghambatan biosintesis asam nukleat dapat menyebabkan kematian
mikroorganisme. Obat yang bekerja menghambat biosintesis asam nukleat
adalah rifampisin dan fluorokuinolon.
Gambar 2. Mekanisme kerja obat anti tuberkulosis (Butler, 2012)
Mekanisme kerja dari zat yang terkandung dalam infusum kulit manggis
yaitu tanin membunuh bakteri dengan cara mengkoagulasi atau menggumpalkan
22
protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang stabil dengan protein bakteri;
saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel, apabila saponin berinteraksi dengan sel kuman,
kuman tersebut akan pecah atau lisis; flavonoid, mekanisme kerjanya adalah
dengan membentuk ikatan kompleks dengan protein yang terdapat pada dinding
sel bakteri (Masniari, 2010; Ida, 2013; Lawal, 2011).