BAB I PENDAHULUAN -...

20
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peta topografi adalah peta yang memperlihatkan unsur - unsur alam (asli) dan unsur - unsur buatan manusia di atas permukaan bumi. Unsur unsur tersebut, di representasikan pada posisi sebenarnya. Peta topografi disebut juga sebagai peta umum (bersifat umum). Karena dalam peta topografi menyajikan semua unsur yang ada pada permukaan bumi, tentu saja dengan dengan memperhitungkan skala yang sangat terbatas. (Prihandito, 1999). Dalam pembuatan peta topografi terdapat 2 macam metode yaitu terestris dan ekstra terestris. Metode terestris adalah metode pengukuran langsung sementara metode ekstra terestis adalah metode pengukuran menggunakan metode fotogrametri yang menghasilkan foto udara ataupun citra. Pemetaan topografi dengan metode tesetris menghasilkan peta yang memiliki kualitas posisi yang tinggi. Penggunaan metode ini untuk pemetaan pada area sangat luas menjadi kurang efektif, dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Untuk area sangat luas metode seperi fotogrametri merupakan solusi yang sangat sesuai. Teknologi fotogrametri dilihat dari sisi biaya juga sangat mahal. Hal ini dikarenakan biaya yang besar harus dikeluarkan untuk urusan dan biaya perizinan dan biaya pesawat (platform penerbangan) dan juga biaya untuk security officer yang biasanya memerlukan orang militer dan security clearance. Perkembangan teknologi pesawat remote control (RC) menjadi alternatif solusi teknologi fotogrametri dengan biaya yang rendah / murah. Penggunaan pesawat RC ini selanjutnya berkembang menjadi sangat populer untuk pemotretan udara dengan pesawat tanpa awak yang biasa dikenal dengan istilah Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Teknologi UAV untuk kegiatan pemetaan menggunakan kamera non metrik sebagai sensor yang digunakan, sehingga penggunaan teknologi UAV tergolong dalam foto udara format kecil (FUFK). Beberda dengan foto udara format besar (FUFB) yang menggunakan kamera metrik sebagai sensor, kamera non metrik tidak disesain untuk keperluan pemetaan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Peta topografi adalah peta yang memperlihatkan unsur - unsur alam (asli) dan

unsur - unsur buatan manusia di atas permukaan bumi. Unsur unsur tersebut, di

representasikan pada posisi sebenarnya. Peta topografi disebut juga sebagai peta

umum (bersifat umum). Karena dalam peta topografi menyajikan semua unsur yang

ada pada permukaan bumi, tentu saja dengan dengan memperhitungkan skala yang

sangat terbatas. (Prihandito, 1999).

Dalam pembuatan peta topografi terdapat 2 macam metode yaitu terestris dan

ekstra terestris. Metode terestris adalah metode pengukuran langsung sementara

metode ekstra terestis adalah metode pengukuran menggunakan metode fotogrametri

yang menghasilkan foto udara ataupun citra. Pemetaan topografi dengan metode

tesetris menghasilkan peta yang memiliki kualitas posisi yang tinggi. Penggunaan

metode ini untuk pemetaan pada area sangat luas menjadi kurang efektif, dan

membutuhkan waktu yang sangat lama. Untuk area sangat luas metode seperi

fotogrametri merupakan solusi yang sangat sesuai.

Teknologi fotogrametri dilihat dari sisi biaya juga sangat mahal. Hal ini

dikarenakan biaya yang besar harus dikeluarkan untuk urusan dan biaya perizinan dan

biaya pesawat (platform penerbangan) dan juga biaya untuk security officer yang

biasanya memerlukan orang militer dan security clearance. Perkembangan teknologi

pesawat remote control (RC) menjadi alternatif solusi teknologi fotogrametri dengan

biaya yang rendah / murah. Penggunaan pesawat RC ini selanjutnya berkembang

menjadi sangat populer untuk pemotretan udara dengan pesawat tanpa awak yang

biasa dikenal dengan istilah Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Teknologi UAV untuk

kegiatan pemetaan menggunakan kamera non metrik sebagai sensor yang digunakan,

sehingga penggunaan teknologi UAV tergolong dalam foto udara format kecil

(FUFK). Beberda dengan foto udara format besar (FUFB) yang menggunakan kamera

metrik sebagai sensor, kamera non metrik tidak disesain untuk keperluan pemetaan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

2

sehingga perlu dilakukan uji terhadap kualitas geometri yang dihasilkan. Salah satu

metode yang dilakukan adalah melakukan perbandingan dengan data terestris, karena

data terestris dianggap memiliki ketelitian lebih tinggi.

Metode Global Navigation Satelite System (GNSS) termasuk dalam metode

terestris yang berfungsi sebagai Ground Control Point (GCP) dan Independent

Control Point (ICP). GCP digunakan untuk melakukan koreksi geometrik pada

tahapan rektifikasi foto udara sementara ICP digunakan untuk membandingkan hasil

pemetaan metode fotogrametri dengan hasil pengukuran GNSS. Dengan perbandingan

tersebut dapat diketahui kualitas pemetaan menggunakan wahana UAV terhadap

horizontal maupun vertikal pada area luas yang memiliki tingkat kompleksitas yang

tinggi. mengikuti strandarisasi yang berlaku. Standarisasi yang digunakan merupakan

Peraturan Kepala BIG No 15 tahun 2014.

I.2. Identifikasi Masalah

Kualitas pemetaan topografi dengan wahana UAV dan kamera non metrik

dipengaruhi kualitas posisi horizontal dan kualitas posisi vertikal. Untuk mengetahui

kualitas hasil pemetaan tersebut, perlu dilakukan analisis ketelitian secara horizontal

maupun vertikal, sesuai standarisasi yang berlaku, dalam hal ini mengacu pada

peraturan Peraturan Kepala BIG No 15 tahun 2014.

I.3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang muncul dari rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas posisi horizontal pemetaan menggunakan wahana UAV

yang dihasilkan dibandingkan dengan data pengukuran GNSS pada titik

Independent Control Point (ICP)?

2. Bagaimana kualitas posisi vertikal pemetaan menggunakan wahana UAV yang

dihasilkan dibandingkan dengan data pengukuran GNSS pada titik Independent

Control Point (ICP)?

3. Masuk kelas kualitas yang manakah, pemetaan menggunakan wahana UAV

yang dihasilkan tersebut mengikuti standarisasi pemetaan menurut Peraturan

Kepala BIG No 15 tahun 2014?

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

3

I.4. Tujuan Penelitian

1. Diketahuinya kualitas posisi horizontal pemetaan menggunakan wahana UAV

yang dihasilkan dibandingkan dengan data pengukuran GNSS pada titik

Independent Control Point (ICP).

2. Diketahuinya kualitas posisi vertikal pemetaan menggunakan wahana UAV yang

dihasilkan dibandingkan dengan data pengukuran GNSS pada titik Independent

Control Point (ICP).

3. Diketahui ketelitian kelas kualitas pemetaan menggunakan wahana UAV yang

dihasilkan mengikuti standarisasi pemetaan menurut Peraturan Kepala BIG No

15 tahun 2014.

I.5. Manfaat Penelitian

Setelah diketahui kualitas posisi secara horizontal maupun vertikal dan

tergolong pada skala dan kelas tertentu, maka kegiatan pemetaan menggunakan UAV

dapat diaplikasikan pada pekerjaan – pekerjaan sejenis pada skala tersebut.

I.6. Cakupan Penelitian

Kegiatan penelitan yang dilakukan dengan batasan - batasan antara lain:

1. Platform yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skywalker fixwing

sebagaimana dalam lampiran A.

2. Kamera Sony DSC-QX10 yang memiliki 18,2 MP dengan panjang fokus

f=4,45-44,5 mm sebagaimana dalam lampiran A.

3. GNSS yang digunakan adalah GNSS JAVAD Triumph-1.

4. Hasil pengukuran fotogrametri yang diolah menggunakan metode Structure

from Motion (SfM) pada software Agisoft Photoscan.

5. Kegiatan Quality Control hanya dilakukan pada tahapan input GCP dan

sewaktu analisis ketelitian ICP.

6. Ground Control Point (GCP) dan Independent Control Point (ICP) yang

diukur dengan metode statik selama 60 menit dengan interval 5 detik.

7. Objek penelitian berupa permukaan tanah di daerah Segoroyoso, Bantul

dengan area yang luas (3.330 ha) dengan kondisi terrain yang berbukit.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

4

8. Jumlah GCP yang digunakan sejumlah 7 titik dan jumlah ICP yang digunakan

sejumlah 7 titik.

9. Analisis perbandingan secara statistik dengan pengujian hipotesis dengan t

student test.

10. Analisis ketelitian yang dilakukan mengacu pada Peraturan Kepala BIG No 15

Tahun 2014.

I.7. Tinjauan Pustaka

Penelitian terkait metode fotogrametri yang digunakan untuk keperluan

pemetaan topografi dilakukan oleh Usyal, 2015. Penelitian yang dilakukan

menggunakan area yang kecil (5 ha) sebagai objek penelitian dengan data berupa 200

foto udara, hasil akhir penelitian berupa Digital Elevation Model (DEM) yang dibentuk

menggunakan 27 GCP dengan pengukuran GNSS metode Real Time Kinematik (RTK).

Dari DEM yang dihasilkan dilakukan pengujian menggunakan 30 titik cek yang

menghasilkan ketelitian vertikal keseluruhan 6,62 cm dari ketinggian 60 m. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa data yang berasal dari metode UAV fotogrametri

memiliki ketelitian yang sangat mirip dengan data GNSS RTK. Jadi sangat mungkin

untuk menggunakan UAV metode fotogrametri seperti pembuatan peta, survei, dan

beberapa aplikasi teknik lainnya.

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Hidayat, 2015. Pada penelitian

tersebut membandingkan ketelitian titik koordinat ortomosaik dari foto udara

menggunakan wahana tanpa awak dengan titik koordinat hasil pengukuran gnss.

Penelitian tersebut dilakukan dides Giritarta, Banjarnegara. Dari penelitian tersebut,

nilai pergeseran titik antara titik obyek dalam foto dengan titik jaring kontrol

horizontal pada sumbu X bergeser sejauh 0,025m dan koordinat sumbu Y bergeser

sejauh 0,033m, dengan nilai simpangan baku sebesar 0,0784m.

Berdasarkan pada kegiatan pembuatan peta desa yang dilakukan Darpono, 2017

di Kelurahan Tunjungsekar Kecamatan Lowokwaru Kotamadya Malang dengan luas

area 243 hektar dihasilkan peta orthofoto yang dibuat dengan UAV untuk rencana

penyusunan peta desa dengan skala foto 1:46.500 yang dapat menghasilkan peta

dengan skala 1:9.300 atau 1:10.000. diperoleh hasil RMSEr 0,50 m dan nilai

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

5

ketelitian (Circular Error) CE90 yaitu nilai ketelitian tersebut dengan tingkat

kepercayaan 90% adalah 0,760 meter.

Pada penelitian ini, prosedur yang digunakan adalah menganalisis pengaruh area

yang luas terhadap pengaruh ketelitian yang dihasilkan dari pemetaan menggunakan

wahana UAV dengan membandingkan Independent Control Point sehingga

menghasilkan ketelitian horizontal dan vertikal pemetaan menggunakan wahana UAV.

I.8. Landasan Teori

I.8.1. Fotogrametri

Fotogrametri merupakan ilmu dan seni pengukuran dan rekonstruksi objek fisik

dan lingkungannya melalui proses pencatatan, pengukuran, dan interpretasi bayangan

fotografis tanpa harus ada kontak langsung dengan objek tersebut pengertian

fotogrametri menurut Habib, 2007. Dalam hal ini berarti fotogrametri dapat menjadi

metode pengumpulan data spasial tanpa melakukan kontak langsung terhadap obyek

yaitu permukaan bumi.

Objek dari fotogrametri adalah permukaan bumi, oleh karena wahana yang

digunakan dalam fotogrametri adalah wahana terbang atau pesawat. Wahana tersebut

dapat juga berupa balon udara ataupun pesawat tanpa awak / Unmanned Aerial

Vehicle. Di era modern ini pesawat tanpa awak menjadi semakin diminati karena biaya

yang murah tanpa mengabaikan ketelitian yang baik.

Menurut (Wolf, 1993) dalam geometri foto vertikal pada saat pemotretan, sudut

sumbu kamera akan mempengaruhi ukuran geometri gambar objek dalam foto. Sumbu

kamera mempengaruhi nilai kesalahan geometri pada foto. Geometri foto dalam

keadaan vertikal sempurna dapat dilihat pada gambar I.1.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

6

Gambar .1 Geometri Foto Vertikal (Wolf, 1993)

Gambar I.1 menampilkan geometri foto vertikal. Pada gambar tersebut objek

ABCD pada permukaan bumi diproyeksikan pada sensor kamera a’b’c’d’. Pusat dari

foto (o’) sama dengan pusat dari objek (P) yang ada di permukaan bumi. Dalam hal

ini dapat dikatakan bahwa sumbu kamera vertikal sempurna terhadap permukaan

bumi. Dari gambar tersebut didapatkanlah konsep mengenai skala foto, yang

dinyatakan pada persamaan I.1 :

S =1

𝐻/𝑓=

𝑓

𝐻………………………………………………..….…………………(I.1)

S = Skala

f = Panjang fokus kamera udara

H = Tinggi terbang

Dari setiap foto udara hasil akuisisi data akan dibentuk pertampalan (overlap)

yang merupakan suatu area didalam foto yang terbentuk oleh 2 atau lebih foto udara.

Pekerjaan fotogrametri mensyaratkan adanya pertampalan pada foto udara yang

berdampingan. Pertampalan tersebut mencakup pertampalan dalam satu jalur terbang

(endlap) maupun pertampalan antar jalur terbang (sidelap). Syarat ini harus dipenuhi

untuk menjamin terjadinya pandangan stereoskopis yang digunakan pada pengolahan

foto udara. Kemudian konsep pandangan stereoskopis pada akhirnya dapat

membentuk model 3 dimensi dari permukaan tanah.

I.8.1.1. Orientasi Dalam. Orientasi dalam mengacu pada perspektif geometri dari

kamera. Orientasi dalam memiliki tiga macam komponen yang sering disebut sebagai

unsur orientasi dalam. Ketiga unsur orientasi dalam tersebut adalah (Wong, 1980):

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

7

1. Panjang fokus terkalibrasi, dinotasikan sebagai (f).

Panjang fokus adalah jarak yang dibentuk antara titik pusat lensa dengan bidang

proyeksi kamera secara tegak lurus. Sementara panjang fokus terkalibrasi

didefinisikan sebagai panjang fokus yang menghasilkan distribusi distorsi radial rata

– rata secara menyeluruh.

2. Posisi titik utama (Principal Point) foto, dinotasikan sebagai (xp dan yp) .

Titik utama adalah titik hasil proyeksi secara tegak lurus dari titik pusat proyeksi

(projection center) pada bidang foto. Posisi titik utama dinyatakan dalam xp dan yp.

3. Karakteristik geometri distorsi lensa.

Distorsi lensa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu distorsi radial dan

distorsi tangensial. Distorsi radial (δr) menyebabkan sinar datang yang masuk melalui

lensa kamera mengalami deviasi setelah melewati titik pusat proyeksi lensa. Hal ini

terjadi karena komposisi lensa yang tidak sempurna. Akibatnya terjadi pergeseran

bayangan secara radial terhadap titik utama. Distorsi tangensial (δx dan δy)

menyebabkan pergeseran geometrik dari foto dikarenakan terjadi pergeseran vertikal

atau rotasi pada elemen lensa dari susunannya yang sempurna. Distorsi tangensial

mempunyai komponen radial dan tangensial.

I.8.1.2. Pembuatan Foto Stereo.

Foto stereo dibentuk dari dua atau lebih foto tegak yang memiliki obyek yang

sama. Objek diidentifikasikan dengan koordinat foto pada masing masing foto udara

yang kemudian dibawa pada koordinat tanah X, Y dan Z seperti dapat dilihat pada

Gambar I.2. Pada gambar I.2 menyajikan sepasang foto tegak yang bertampalan dan

dipotret dari ketinggian terbang sama besar diatas bidang rujukan.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

8

Gambar I.2 Geometri Foto Vertikal (Wolf, 1993)

Gambar I.2 menunjukan suatu objek A tampak masing – masing pada a dan a’

di foto kiri dan foto kanan. Kedudukan planimetrik diatas tanah titik A diatas tanah

dinyatakan dengan koordinat medan XA dan YA. Ketinggian diatas bidang rujukan

dinyatakan sebagai hA. Sistem sumbu medan X Y berasal dari titik utama datum P pada

foto kiri : Sumbu X terletak pada bidang vertikal yang sama dengan sumbu jalur

fotografik x dan x’; dan sumbu Y melaluli titik utama datum pada foto kiri serta tegak

lurus terhadap sumbu X. Menurut definisi menurut (Wolf,1993) tiap pasangan foto

mempunyai sitem koordinat medan yang unik.

I.8.1.2. Orientasi Luar.

Parameter orientasi luar adalah nilai dari posisi dan orientasi kamera untuk setiap

foto. Posisi dari kamera dinyatakan dalam X, Y, Z sementara orientasi dari kamera

dinyatakan dalam (ω, φ, κ). Nilai X, Y, Z berada pada sistem koordinat tanah. Nilai ω

adalah besar perputaran kamera terhadap sumbu X, nilai φ merupakan besar

perputaran kamera terhadap sumbu Y, dan nilai κ merupakan besar perputaran kamera

pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian ataupun gradian.

Parameter orientasi luar adalah produk akhir dari proses triangulasi udara melalui

metode Bundle Adjustment.

I.8.1.3. Triangulasi Udara. Triangulasi udara merupakan suatu kegiatan dalam

proses fotogrametri berupa perapatan titik kontrol tanah (TKT) diseluruh jalur terbang.

Dalam penelitian ini dikarenakan area pemetaan yang luas, maka diperlukan banyak

TKT dimana hal ini dapat mengakibatkan pekerjaan menjadi tidak ekonomis karena

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

9

harus membangun banyak TKT. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan prinsip

triangulasi udara yaitu dengan membuat titik ikat atau Tie Point di foto. Tie Point

diekstrak dari foto udara dalam sistem koordinat foto yang kemudian dibawa kedalam

sistem koordinat tanah. Hasil dari proses Triangulasi Udara adalah nilai koordinat

tanah dari setiap titik Tie Points serta nilai parameter orientasi luar.

Keuntungan menggunakan Triangulasi Udara adalah (Wolf, 1993):

a. mengurangi resiko pekerjaan akibat cuaca yang buruk karena sebagian besar

pekerjaan dilakukan tidak di lapangan,

b. masalah perizinan dapat dikurangi,

c. dapat dilakukan pembuatan titik padamedan yang sulit,

d. ketelitian titik kontrol hasil pengukuran di medan yang diperlukan dalam proses

triangulasi udara dibenarkan selama proses berlangsung, sehingga kesalahan

pada titik kontrol setelah kompilasi dapat dihilangkan.

I.8.1.4. Foto Udara Format Kecil. Metode fotogrametri menggunakan pesawat

tanpa awak tergolong dalam Foto Udara Format Kecil atau Small Format Aerial

Photogrametry (SFAP) yang merupakan metode low-cost photogrametry yang mudah

dan dapat dilakukan oleh siapapun karena biaya yang murah.

Menurut Hofstee, 1984 pada dasarnya foto udara format kecil sangat tepat

diterapkan pada lokasi yang relatif kecil, yang tidak memerlukan pemetaan yang

presisi tetapi informasi tematik sangat diperlukan, karena dapat menggantikan foto

udara format besar jika tidak terdapat waktu dan uang yang cukup.Kamera yang

digunakan dalam foto udara format kecil bukan merupakan kamera metrik melainkan

kamera fotografi profesional atau kamera amatir yang berkualitas baik. Karena itu

kamera seperti ini tidak diharapkan memiliki kalibrasi.

I.8.2. Wahana Udara Tanpa Awak

Wahana Udara Tanpa Awak (WUTA) atau dikenal juga dengan Unmanned

Aerial Vehicle / UAV adalah istilah yang digunakan untuk merepresentasikan benda

terbang dengan suplai daya sendiri yang dapat digunakan berulang kali tanpa

dioperasikan oleh manusia secara langsung di dalamnya. Pada dasarnya UAV adalah

pesawat yang ukurannya sama atau lebih kecil dibandingkan dengan pesawat-pesawat

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

10

yang berawak. Sehingga analisis yang dilakukan pada pesawat berawak dapat

diterapkan pada UAV. (Nurdien, 2012)

Dalam pemetaan fotogrametri UAV termasuk dalam jenis fotogrametri sistem

non standard yaitu sistem pemetaan fotogrametri yang menggunakan wahana pesawat

kecil tanpa awak, dengan kamera non metrik serta disebut juga Foto Udara Format

Kecil (FUFK) karena tidak menggunakan kamera metrik dan pemrosesan data dengan

metode Structure From Motion yang otomatis. (Habib, 2007)

UAV menurut (Setyasaputra, 2014) memiliki beberapa tipe yaitu :

1. Tipe fixed wing yaitu WUTA dengan efisiensi dan kecepatan yang baik, namun

kurang dalam hal manuver terbang.

2. Tipe rotary wing yaitu WUTA dengan evisiensi rendah tetapi manuver terbang

bagus.

3. Tipe glider yaitu WUTA yang tidak memerlukan tenaga dan menggunakan

daya angkat sebagai penggerak.

Sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini bertipe fixed wing.

I.8.3. Lensa dan Kamera

Lensa adalah alat optik yang memiliki nilai simetri axial (kelengkungan yang

hampir datar) yang sempurna atau mendekati sempurna, dan dapat meneruskan atau

memantulkan cahaya, mengkonversi dan diversi gelombang. Dalam pemetaan

fotogrametri dikenal 2 jenis kamera yaitu kamera metrik dan kamera non metrik.

Kamera metrik merupakan kamera yang dirancang khusus untuk keperluan

fotogrametri. Kamera metrik yang umum digunakan memiliki format 23mm x 23mm,

dibuat stabil dan dikalibrasi secara menyeluruh sebelum digunakan. Nilai nilai

kalibrasi seperti panjang fokus, distorsi radial lensa serta koordinat titik utama foto

diketahui dan dapat digunakan dalam periode lama. Kamera non metrik merupakan

kamera yang dirancang untuk keperluan foto profesional maupun amatir, sehingga

lebih diperhatikan kualitas foto daripada kualitas geometrinya.

Jenis format kamera dipengaruhi nilai fokus lensa (jarak pusat lensa menuju

bidang fokus), untuk pemotretan udara nilai fokus adalah fixed (tidak dapat berubah)

berbeda dengan kamera fotografi yang digunakan yang dapat diubah tergantung jarak

objek. Selain itu sudut liputan (field of view) yang merupakan sudut kerucut berkas-

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

11

berkas sinar yang datang dari daratan melewati lensa, semakin lebar sudut liputan

maka fokus lensa akan berkurang. Sudut sempit cocok digunakan untuk daerah

bergunung karena pergeseran relief dipusat lensa/nadir (principal point) relatif

minimum, sedangkan kamera bersudut lebar cocok untuk daerah datar karena

keuntungan ekstra coverage dari sudut yang lebar (Wolf, 1993).

I.8.3.1. Kalibrasi Kamera Otomatis.

Prosedur kalibrasi kamera bertujuan untuk membuat kamera dapat

menggambarkan jalur sinar cahaya yang benar. Parameter yang digunakan untuk

karakterisasi ini disebut parameter orientasi dalam. Parameter utamanya adalah focal

length lensa dan lokasi titik simetri utama. Banyak pendekatan untuk kalibrasi kamera.

Dengan semakin populernya bidang Computer Vision sebagai bidang penelitian,

metode metode tersebut semakin meningkat.

Kalibrasi kamera dengan metode self-calibration menggunakan prinsip bundle

adjustment dengan model collinear, sehingga dapat membentuk model persamaan

sebagai berikut:

𝑥 − 𝑥𝑝 = −𝑓(𝑚11(𝑋−𝑋𝑐)+𝑚12(𝑌−𝑌𝑐)+𝑚13(𝑍−𝑍𝑐)

(𝑚31(𝑋−𝑋𝑐)+𝑚32(𝑌−𝑌𝑐)+𝑚33(𝑍−𝑍𝑐) .........................................................(I.2)

𝑦 − 𝑦𝑝 = −𝑓(𝑚21(𝑋−𝑋𝑐)+𝑚22(𝑌−𝑌𝑐)+𝑚23(𝑍−𝑍𝑐)

(𝑚31(𝑋−𝑋𝑐)+𝑚32(𝑌− 𝑌𝑐)+𝑚33(𝑍−𝑍𝑐).........................................................(I.3)

Keterangan :

x,y : Koordinat objek pada sistem koordinat foto

𝑥𝑝, 𝑦𝑝 : Koordinat principal point i pada sistem koordinat foto

f : focal length

M : Matriks rotasi

Matriks rotasi didefinisikan sebagai [

𝑚11 𝑚12 𝑚13

𝑚21 𝑚22 𝑚23

𝑚31 𝑚32 𝑚33

],

Dengan komponen masing masing adalah sebagai berikut :

𝑀 = 𝑀κ𝑀 φ𝑀ω............................................................................(I.4)

𝑚11 = cos φ ∗ cos κ

𝑚12 = sin ω ∗ sin φ ∗ cos κ + cos ω ∗ sin κ

𝑚13 = − cos ω ∗ sin φ ∗ cos κ + sin ω ∗ sin κ

𝑚21 = − cos φ ∗ sin κ

𝑚22 = − sin ω ∗ sin φ ∗ sin κ + cos ω ∗ cos κ

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

12

𝑚23 = cos ω ∗ sin φ ∗ cos κ + sin ω ∗ cos κ

𝑚31 = sin φ

𝑚32 = − sin ω ∗ cos φ

𝑚33 = cos ω ∗ cos φ

dengan adanya komponen distorsi kamera maka persamaan diatas perlu dilakukan

penambahan komponen distorsi (𝛿) sebagai berikut :

Komponen distorsi radial 𝛿𝑥1 = 𝑥𝛿𝑟

𝑟 .................................................(I.4)

𝛿𝑦1 = 𝑦𝛿𝑟

𝑟 .................................................(I.5)

Distorsi radial dapat di representasikan sebagai persamaan polinomial sebagai

berikut :

𝛿𝑟 = 𝐾1𝑟3 + 𝐾2𝑟5 + 𝐾3𝑟7 + ⋯ ..............................................................(I.6)

Dimana K’s adalah koefisien distorsi radial, dan 𝛿𝑟 dalam satuan mikrometer.

𝑟2 = (𝑥 − 𝑥𝑝)2 + (𝑦 − 𝑦𝑝)2...................................................................(I.7)

Dengan r, x, xp, y dan yp dalam satuan milimeter.

Komponen distorsi decentering 𝛿𝑥2 = P1 (r2 + 2x2) + 2P2xy .......................(I.8)

𝛿𝑦2 = 2P1xy + P2 (r2 + 2y2) .......................(I.9)

Komponen distorsi ketiga, khusus untuk kamera digital yang memperhitungkan

distorsi skala ukuran piksel pada arah x dan y juga digabungkan.

𝛿𝑥3= B1x + B2y.........................................(I.10)

Dengan melakukan substitusi menggunakan persamaan distorsi (I.4), (I.5), (I.8),

(I.9), (I.10), maka didapatkan persamaan akhir sebagai berikut :

𝑥 − 𝑥𝑝 = −𝑓(𝑚11(𝑋−𝑋𝑐)+𝑚12(𝑌−𝑌𝑐)+𝑚13(𝑍−𝑍𝑐)

(𝑚31(𝑋−𝑋𝑐)+𝑚32(𝑌−𝑌𝑐)+𝑚33(𝑍−𝑍𝑐) + 𝛿𝑥1 + 𝛿𝑥2 + 𝛿𝑥3......................(I.11)

𝑦 − 𝑦𝑝 = −𝑓(𝑚21(𝑋−𝑋𝑐)+𝑚22(𝑌−𝑌𝑐)+𝑚23(𝑍−𝑍𝑐)

(𝑚31(𝑋−𝑋𝑐)+𝑚32(𝑌− 𝑌𝑐)+𝑚33(𝑍−𝑍𝑐) + 𝛿𝑦1 + 𝛿𝑦2..................................(I.12)

I.8.4. Bundle Block Adjustment

Bundle Adjustment adalah metode perataan yang digunakan dalam kegiatan

Triangulasi Udara. Saat ini hampir semua perangkat lunak fotogrametri menerapkan

Bundle Adjustment dalam pemrosesan datanya. Bundle Adjustment memberikan hasil

yang lebih akurat namun membutuhkan proses hitungan yang rumit. Proses Bundle

Adjustment menghasilkan dua macam data:

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

13

1. parameter orientasi luar (ω, φ, κ, X0, Y0, Z0) untuk masing – masing foto,

2. koordinat tanah untuk setiap titik Tie Point.

Bundle Adjustment menggunakan persamaan kolinier yang digunakan untuk

menyatakan hubungan antara obyek di foto dengan obyek di tanah. Prinsip persamaan

kolinier berdasar pada kondisi kesegarisan (kolinieritas) antara titik obyek di tanah dan

di foto. Persamaan ini menyatakan titik obyek di tanah, pusat proyeksi, dan titik obyek

di foto berada dalam satu garis lurus. Kondisi segaris ini banyak digunakan untuk

menyelesaikan persoalan fotogrametri.

Hubungan proyeksi antara titik di sistem koordinat foto dengan titik di sistem

koordinat tanah dapat digambarkan seperti gambar dibawah :

Gambar I.3 Hubungan antara obyek di foto dengan di tanah

Gambar I.3. menunjukan sistem koordinat X, Y, Z merupakan sistem koordinat

tanah. XL, YL, ZL menunjukkan koordinat proyeksi pusat kamera. XA, YA, ZA

menunjukkan koordinat titik A. Sistem koordinat x’, y’, z’ merupakan sistem

koordinat foto yang sudah mengalami rotasi sebesar ω, φ, κ dari sistem koordinat foto

aslinya pada saat pemotretan (x, y, z).

Dengan metode bundle-block adjustment kesalahan yang terjadi pada saat

pengukuran baik dari proses pengikatan menggunakan tie point dan juga GCP

didistribusikan secara merata keseluruh stereo foto sehingga tingkat kesalahannya

dapat diminalisir. Metode bundle-block adjustment dapat menghitung seluruh

parameter dalam satu solusi tunggal (Aber, 2010). Prinsip triangulasi udara dengan

bundle-block adjustment dapat dilihat pada Gambar I.4.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

14

Gambar I.4 Prinsip Bundle Block Adjustment (Aber, 2010)

Berdasarkan Gambar I.4, penyatuan foto berdasarkan posisi tie point atau titik

ikat pada masing masing foto. Penentuan titik ikat dapat dilakukan secara manual

maupun otomatis. Foto stereo yang terbentuk kemudian diikatkan pada koordinat GCP

yang terlihat di foto sehingga koordinat foto pada tie point kemudian dibawa menjadi

koordinat tanah. Nilai kesalahan pada triangulasi udara pada koordinat X dan Y kecil

sedangkan untuk nilai Z lebih besar. Namun, secara umum penggunaan metode

bundle-block adjustment menghasilkan nilai kesalahan yang minimum.

I.8.5. Structure From Motion

Structure from motion (SfM) adalah suatu metode memproyeksikan koordinat

foto yang mengalami rotasi dan proyeksi sehingga menjadi koordinat tanah yang

kemudian direpresentasikan menjadi bentuk 3 dimensi sehingga menjadi sebuah

model permukaan digital berdasarkan susunan foto yang telah mengalami ekstraksi

keypoint. Hasil akhir dari stucture from motion merupakan koordinat 3D absolut yang

disebut point cloud yang merupakan titik yang memiliki koordinat yang berfungsi

untuk merepresentasikan bentuk permukaan bumi.

Point cloud didapatkan mengikuti metode direct georeferencing menggunakan

perkiraan posisi kamera yang diketahui koordinatnya melalui Ground Control Point

(GCP). Point cloud inilah yang selanjutnya digunakan untuk membentuk Digital

Surface Model (Turner, 2012). Cara kerja SfM menurut (Westoby, 2012) meliputi

langkah-langkah seperti berikut:

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

15

1. Akuisisi foto

Proses SfM membentuk titik 3D objek dari banyaknya foto, sehingga akuisisi

foto terhadap objek harus dari banyak sudut pengambilan. Banyaknya foto

terhadap objek akan mempengaruhi resolusi spasial yang dihasilkan.

2. Ekstraksi Keypoint

Keypoint diekstraksi secara otomatis berdasarkan keunikan dari nilai pixel

objek. Banyaknya keypoint didasarkan pada tekstur dan resolusi gambar.

Semakin baik tekstur dan semakin tinggi resolusi akan menghasilkan banyak

keypoint.

3. Rekonstruksi 3D

Rekonstruksi 3D diperoleh dari proses bundle adjustment dari keypoint yang

telah digabung. Hasil dari proses bundle adjustment menghasilkan sparse point

cloud. Penggabungan keypoint dilakukan dengan algoritma approximate

nearest neighbor. Algoritma approximate nearest neighbor menggabungkan

keypoint berdasarkan jarak antara minimal dua keypoint berdekatan.

4. Post-Processing

Post-processing yang dilakukan yaitu trasnformasi koordinat menggunakan

data dari pengukuran GCP agar diperoleh koordinat absolut point 3D pada

permukaan bumi.

I.8.6. Digital Elevation Model (DEM)

Digital Elevation Model menurut (Petrie, 1990) merupakan representasi statistik

permukaan tanah yang kontinyudari titik-titik yang diketahui koordinat X, Y, dan Z

nya pada suatu sistem koordinat. Dalam segi bentuk DEM bisa dibentuk sebagai

format raster maupun format vektor. Untuk memperoleh data DEM dapat dilakukan

pengukuran langsung yang menghasilkan data vektor maupun penginderaan jauh yang

menghasilkan data raster. DEM dalam penerapannya dapat menjadi representasi

permukaan tanah untuk kemudian dilaksanakan analisa lebih lanjut. Berdasarkan jenis,

DEM dibagi menjadi 2 jenis yaitu Digital Surface Model dan Digital Terrain Model.

Digital Surface Model atau disebut juga model permukaan digital adalah bentuk

representasi 3D dari objek di permukaan tanah (termasuk bangunan dan pohon di atas

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

16

tanah). Model permukaan digital didapatkan dari ektraksi informasi tinggi dari data

raster maupun dari data pengukuran langsung.

Digital Terrain Model atau disebut juga model terain digital adalah bentuk

representasi titik-titik tinggi di atas permukaan tanah (tanpa mengandung bangunan

dan pohon yang menutupi tanah). Model terain digital didapatkan dengan melakukan

proses klasifikasi terain pada model permukaan digital atau digital surface model

(DSM). Menurut (Passini, 2015) ada beberapa metode dalam proses filtering DEM,

yaitu :

1. Splines Approximation

2. Shift Invariant Filters

3. Linear Prediction

4. Morphological Filter

Proses filter yang paling sering digunakan yaitu Morphological Filter.

Morphological filter dengan metode Slope-Based Filter. Slope-Based Filter

didasarkan pada parameter kemerengan permukaan bumi dan radius area dari objek

yang akan dibuang dari objek yang dianggap sebagai permukaan bumi (Gambar I.5).

Kedua parameter digunakan dalam mendefenisikan DSM. Hasil filter dari proses ini

cukup baik.

Gambar I.5 Prinsip Slope-Based Filter

Kekurangan dari proses ini yaitu nilai kedua parameter tidak dapat digunakan

pada semua area permukaan. Permukaan yang berbeda seperti lereng dan bukit

memiliki kemiringan yang berbeda dan luasan objek yang dibuang berbeda. Perbedaan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

17

permukaan mengakibatkan tidak adanya nilai unik untuk kedua parameter dalam

proses filter area yang berbeda (Wichmann, 2012).

I.8.7. Uji Ketelitian Horizontal dan Vertikal hasil Pemetaan Topogarfi

Dalam usaha mengetahui hasil analisis pemetaan menggunakan wahana UAV

pada area luas tergolong dalam skala peta tertentu dan pada kelas tertentu, maka

digunakan acuan ketelitian peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang dikeluarkan melalui

Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) No 15 Tahun 2014 tentang

ketelitian peta RBI, sebagaimana diuraikan pada tabel I.1.

Table I.1 Kelas Ketelitian Peta Rupa Bumi oleh BIG

Nilai Ketelitian disetiap kelas mengikuti Tabel I.2, mengacu pada ketelitian

horizontal dan vertikal maka dapat ditentukan kelas ketelitian peta rupa bumi.

Table I.2 Ketentuan ketelitian Geometri Berdasarkan Kelas

Nilai ketelitian pada tabel I.2 adalah nilai Circural Error (CE) 90 untuk

ketelitian horizontal dan Linear Error (LE) 90 untuk ketelitian vertikal. Berdasarkan

USNMAS (United States National Map Accuracy Standards) nilai CE90 dan LE90

Horizontal

(CE90

dalam m)

Vertikal

(LE90

dalam m)

Horizontal

(CE90

dalam m)

Vertikal

(LE90

dalam m)

Horizontal

(CE90

dalam m)

Vertikal

(LE90

dalam m)

1 1;1.000.000 400 200 200 300 300 500 500

2 1;500.000 200 100 100 150 150 250 250

3 1;250.000 100 50 50 75 75 125 125

4 1;100.000 40 20 20 30 30 50 50

5 1;50.000 20 20 20 15 15 25 25

6 1;25.000 10 5 5 7.5 7.5 12.5 12.5

7 1;10.000 4 2 2 3 3 5 5

8 1;5.000 2 1 1 1.5 1.5 2.5 2.5

9 1;2.500 1 0.5 0.5 0.75 0.75 1.25 1.25

10 1;1.000 0.4 0.2 0.2 0.3 0.3 0.5 0.5

No Skala

Interval

Kontur

(m)

Ketelitian Peta Rupa Bumi

Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3

0.3 mm x bilangan skala

1.5 x ketelitian kelas 1

kelas 2 Kelas 3

0.5 mm x bilangan skala

2.5 x ketelitian kelas 1

Ketelitian

Horizontal

Vertikal

Kelas 1

0.2 mm x bilangan skala

0.5 x interval skala

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

18

dapat diperoleh mengikuti persamaan I.13 dan I.14 dengan mengacu kepada standar

sebagai berikut:

CE90 = 1,5175 x RMSEr…………………………………………(I.13)

LE90 = 1,6499 x RMSEz…………………………………………(I.14)

Keterangan :

RMSEr : Root Mean Square Error pada posisi x dan y (horizontal)

RMSEz : Root Mean Square Error pada posisi z (vertikal)

Uji ketelitian posisi dilakukan hingga mendapatkan tingkat kepercayaan 90%

CE dan LE. Jika hendak dilakukan uji ketelitan posisi maka suatu objek harus

memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Dapat diidentifikasi dengan jelas di lapangan dan di peta yang akan diuji.

2. Merupakan objek yang relatif tetap tidak berubah bentuk dalam jangka waktu

yang singkat.

3. Memiliki sebaran yang merata di seluruh area yang akan diuji.

Pengujian ketelitian posisi mengacu pada perbedaan koordinat (X,Y,Z) antara

ICP pada ortomosaik dan DTM dengan ICP hasil ukuran GNSS. Pada pemetaan dua

dimensi yang perlu diperhitungkan adalah selisih koordinat (X,Y) ICP pada

ortomosaik dan ICP hasil ukuran GNSS. Analisis kualitas posisi menggunakan root

mean square error (RMSE). RMSE digunakan untuk menggambarkan kualitas posisi

meliputi kesalahan random dan sistematik. Nilai RMSE diperoleh melalui persamaan

I.15, persamaan I.16 dan persamaan I.17.

nDRMSE horizontalh /2 ……………………………………………………(I.15)

222

yx DDD ………………………………...............………………….(I.16)

n

ZzRMSE cekdata

vertikalh

2)( ………………………………………….....(I.17)

Keterangan :

n = Jumlah total pengecekan pada peta

D = Selisih antara koordinat yang diukur dilapangan dengan koordinat di peta

x = Nilai koordinat pada sumbu X

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

19

y = Nilai koordinat pada sumbu Y

z = Nilai koordinat pada sumbu Z

Nilai CE90 dan LE90 kemudian dihitung dengan persamaan I.13 dan I.14 kemudian

nilai CE90 dan LE90 akan disesuaikan dengan kelas peta pada skala yang dipilih.

1.8.8.Uji Hipotesis

Uji statistik yang digunakan untuk menguji suatu hipotesis dua sampel adalah

uji-t sepihak (one tail test) dengan tingkat kepercayaan 95% atau memiliki taraf

signifikansi (α) 5%. Uji hipotesis digunakan untuk menguji rata – rata sampel terhadap

nilai dianggap benar. Dalam hal ini digunakan selisih nilai koordinat ICP ortomosaik

dan nilai koordinat ICP DTM dengan nilai koordinat ICP hasil ukuran GNSS

distribusi t digunakan untuk membangun tes ini. Hipotesis nol untuk tes ini dapat

mengambil dua bentuk: satu dan dua tes ekor. Dalam uji satu ekor perhatiannya adalah

apakah mean sampel secara statistik lebih besar atau kurang dari mean populasi.

(Ghilani, 2010).

Dalam penelitian ini digunakan hipotesis :

Ho : 𝑡 ≤ 𝑡𝛼/2

Ha : 𝑡 > 𝑡𝛼/2

Dengan dilakukan uji t menggunakan persamaan I.16 :

𝑡 =𝑦 ̅− 𝜇

𝑆 / √𝑛 ..................................................................................................(I.18)

Keterangan :

𝑦 ̅ = Rata – rata selisih ICP GNSS dan ICP Ortomosaik atau DTM

𝜇 = Nilai selisih ICP GNSS dan ICP Ortomosaik atau DTM seharusnya yaitu

0 atau dapat dikatakan tidak memiliki perbedaan

S = Nilai simpangan baku rata – rata

n = jumlah sampel yaitu 7

Sehingga Ho akan diterima jika nilai rata rata (�̅�) berada pada 𝑡 ≤ 𝑡𝛼/2 , dan jika Ho

tidak berada pada kondisi tersebut maka dinyatakan Ho ditolak dan Ha diterima.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/130594/potongan/S1-2017... · pada sumbu Z. Nilai ω, φ, κ dinyatakan dalam satuan derajat, radian

20

I.9. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemanfaatan metode fotogrametri

dengan wahana UAV pada area yang luas akan menurunkan kualitas posisinya, baik

pada koordinat X dan Y maupun Z. Secara statistik akan diketahui kualitas geometri

ICP hasil pengukuran metode fotogrametri dengan wahana UAV untuk keperluan

pemetaan menggunakan wahana UAV pada area yang luas akan bisa dikatakan berbeda

secara signifikan dibandingkan dengan ICP hasil pengukuran survei GNSS pemetaan

menggunakan wahana UAV pada area yang luas dapat masuk pada ketelitian skala

1:10.000 kelas 2.