BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penisilin merupakan jenis antibiotik β-laktam yang paling banyak diproduksi dan digunakan di dunia, sekitar 19 % dari pasar antibiotik dunia. Hal ini karena penisilin memiliki daya hambat yang kuat terhadap dinding sel bakteri, spektrum aktivitas antibakteri yang luas dengan toksisitas yang rendah, dan merupakan antibiotik yang efektif untuk berbagai jenis bakteri gram positif (Parmar, et al., 2000). Namun, penggunaan antibiotik penisilin secara berlebihan dapat mengarah pada resistensi patogen. Salah satu cara untuk mengatasi masalah resistensi adalah dengan memunculkan produk semisintetik yang memiliki sifat- sifat lebih baik dari antibiotik penisilin alami. Produksi antibiotik β-laktam dan produk intermedietnya saat ini telah mengalami transformasi. Produksi yang semula secara konversi kimia tradisional berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi yang dikatalisis enzim (Bruggink, et al., 1998). Penggunaan enzim dalam produksi antibiotik memiliki efisiensi yang tinggi dalam mengkatalisis reaksi organik yang kompleks, dapat dilakukan pada kondisi yang lunak, seperti pH netral, suhu dan tekanan yang tidak ekstrem, serta dapat dihindarinya penggunaan pelarut yang toksik. Selain itu, enzim memiliki spesifikasi substrat yang tinggi, sehingga by product yang dihasilkan sedikit serta sifatnya yang stereoselektif. Enzim dapat digunakan dalam bentuk bebas maupun terikat, baik itu terikat pada

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penisilin merupakan jenis antibiotik β-laktam yang paling banyak

diproduksi dan digunakan di dunia, sekitar 19 % dari pasar antibiotik dunia. Hal

ini karena penisilin memiliki daya hambat yang kuat terhadap dinding sel bakteri,

spektrum aktivitas antibakteri yang luas dengan toksisitas yang rendah, dan

merupakan antibiotik yang efektif untuk berbagai jenis bakteri gram positif

(Parmar, et al., 2000). Namun, penggunaan antibiotik penisilin secara berlebihan

dapat mengarah pada resistensi patogen. Salah satu cara untuk mengatasi masalah

resistensi adalah dengan memunculkan produk semisintetik yang memiliki sifat-

sifat lebih baik dari antibiotik penisilin alami.

Produksi antibiotik β-laktam dan produk intermedietnya saat ini telah

mengalami transformasi. Produksi yang semula secara konversi kimia tradisional

berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

yang dikatalisis enzim (Bruggink, et al., 1998). Penggunaan enzim dalam

produksi antibiotik memiliki efisiensi yang tinggi dalam mengkatalisis reaksi

organik yang kompleks, dapat dilakukan pada kondisi yang lunak, seperti pH

netral, suhu dan tekanan yang tidak ekstrem, serta dapat dihindarinya penggunaan

pelarut yang toksik. Selain itu, enzim memiliki spesifikasi substrat yang tinggi,

sehingga by product yang dihasilkan sedikit serta sifatnya yang stereoselektif.

Enzim dapat digunakan dalam bentuk bebas maupun terikat, baik itu terikat pada

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

2

sel atau carrier (immobilized) dengan sifat yang ramah lingkungan serta dapat

diproduksi dalam jumlah yang besar. Proses produksi antibiotik β-laktam dengan

menggunakan enzim biasanya dilakukan secara fermentasi untuk menghasilkan

produk antara 6-APA dari bahan seperti penisilin G, penisilin V dan

cephalosporin C (Bruggink, et al., 1998).

Penisilin semisintetik kebanyakan diproduksi dari asam 6-amino

penisilinat atau 6-Aminopenicillanic acid (6-APA), inti molekul penisilin yang

dihasilkan terutama dengan deasetilasi enzimatik penisilin alami (Chisti dan Moo-

Young, 1991). Perkembangan tentang pengetahuan mengenai jalur biosintesis

memungkinkan dilakukannya optimasi yang membuat ruahan produk semaksimal

mungkin. Enzim yang digunakan merupakan enzim dengan memiliki mekanisme

kerja N-deasilasi pada struktur antibiotik β-laktam, umumnya digunakan enzim

penisilin asilase (Bruggink, et al., 1998).

Penisilin asilase merupakan enzim anggota serin hidrolase dengan

mekanisme aksi transfer gugus asil dari satu nukleofil ke lainnya, mengkatalisis

reaksi deasilasi penisilin menjadi 6-APA. Enzim penisilin asilase diklasifikasikan

menjadi tiga kelompok, yaitu: penisilin G asilase, penisilin V asilase dan

ampisilin asilase yang dikelompokkan berdasarkan spesifisitas substratnya.

Penisilin G asilase dihasilkan oleh bakteri, aktivitas mengkatalisis hidrolisis dari

benzilpenisilin (penisilin G atau Pen-G) lebih cepat daripada fenoksimetil

penisilin (penisilin V atau Pen-V). Penisilin V asilase umumnya dihasilkan oleh

fungi, beberapa spesies bakteri dan ragi tertentu, aktivitas mengkatalisis hidrolisis

dari penisilin V lebih cepat dari penisilin G. Ampisilin asilase secara spesifik

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

3

memiliki kemampuan untuk mengkatalisis hidrolisis ampisilin (Crueger dan

Crueger, 1984; Shewale dan Sivaraman, 1989; Carrington, 1971). Salah satu

contoh dari penggunaan enzim penisilin asilase yang banyak digunakan adalah

penisilin G asilase dalam industri farmasi untuk memproduksi 6-APA dari

penisilin G, dengan pengeluaran yang mencapai 10-30 ton per tahun di seluruh

dunia. Penisilin G asilase umum digunakan dalam konversi antibiotik β-laktam

karena merupakan ide baru dalam perindustrian yang lebih aman dan ramah

lingkungan (Dolui dan Das, 2010).

Penghasil penisilin asilase dalam hidrolisis penisilin G umumnya berasal

dari bakteri-bakteri, seperti; Bacillus megaterium, Streptomyces lavendulae,

Achromobacter sp., Bovista plumbea, Kluyvera atrophila, Pseudomonas

melanogenum, Fusarium sp., dan Chainia (Cascaval, et al., 2002). Salah satu

bakteri yang telah dilaporkan menghasilkan enzim penisilin asilase dengan

stabilitas yang tinggi, terutama kaitannya dengan pengaruh suhu adalah

Alcaligenes faecalis (t1/2 15 menit, suhu 55°C) (Torres, et al., 2012). Kerja

penisilin asilase dipengaruhi banyak faktor, penisilin asilase memiliki kondisi

optimal untuk mengkatalisis konversi penisilin G. Enzim ini memiliki pH optimal

dalam range 6-8 (Bruggink, et al., 1998) dengan suhu kerja optimal pada suhu 35-

40°C. Penelitian yang dilaporkan oleh Cascaval, et al (2002), terhadap enzim

penisilin asilase Eschericia coli yang diimobilisasi, memberikan hasil terbaik

dengan penisilin G terhidrolisis melampaui 90% pada suhu 35-40°C dan pH 8,2.

Laju reaksi enzim penisilin asilase juga dipengaruhi oleh hambatan substrat dan

produk reaksinya, pada konsentrasi substrat tinggi, konversi hanya mencapai 60-

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

4

80% bergantung pada pH reaksi dan konsentrasi substrat (Cole, 1969).

Konsentrasi substrat yang tinggi dapat menghambat laju reaksi secara

uncompetitive. Kedua produk, yaitu 6-APA sebagai produk yang diinginkan dan

PAA (Asam fenil asetat) sebagai produk samping, menghambat laju reaksi kerja

enzim secara non-kompetitif dan secara kompetitif (Erarslan, et al., 1991).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH, konsentrasi

substrat, dan jenis bufer sebagai pelarut terhadap kinerja enzim penisilin asilase

dari bakteri Alcaligenes faecalis (A. faecalis) terhadap katalisis dalam hidrolisis

pensilin G menjadi produk 6-APA. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan

akan diketahui kondisi optimal dalam konversi penisilin G menjadi produk 6-APA

dengan menggunakan katalis enzim penisilin asilase dari bakteri A. faecalis.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran latar belakang, rumusan masalah yang dapat

diambil dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi optimal aktivitas penisilin

asilase dari bakteri A. faecalis kaitannya dengan pengaruh pH, konsentrasi

substrat dan jenis bufer sebagai media, dalam mengkatalisis hidrolisis pensilin G

menjadi produk 6-APA?

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

5

C. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini diharapkan meningkatkan pengetahuan di bidang produksi

antibiotik semisintetik, serta dapat mengetahui kondisi kerja enzimatis yang

optimal dari enzim penisilin asilase dalam menghidrolisis penisilin G menjadi 6-

APA.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut, yaitu mengetahui kondisi

optimal kinerja enzim penisilin asilase dari bakteri A. faecalis dengan mengetahui

dan mengontrol pengaruh pH, konsentrasi substrat, dan jenis bufer.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

6

E. Tinjauan Pustaka

1. Hidrolisis Penisilin G

Produksi penisilin semisintetik dalam industri membutuhkan bahan baku

6-APA yang dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu: fermentasi, hidrolisis

penisilin secara kimiawi, dan hidrolisis penisilin secara enzimatik. Namun,

metode yang paling mudah dilakukan dan paling menguntungkan adalah hidrolisis

penisilin secara enzimatik (Crueger dan Crueger, 1984; Shewale dan Sivaraman,

1989; Carrington, 1971). Beberapa mikroorganisme hasil rekayasa yang

dilaporkan memberikan hasil hidrolisis penisilin secara enzimatik terbaik

diantaranya adalah adalah Bacillus megaterium, Kluyvera citropholia, Alcaligenes

faecalis, dan Proteus rettgeri (van Langen, et al., 2000).

Hidrolisis penisilin G memerlukan adanya optimasi agar diperoleh

kinerja yang optimal dalam mengkatalisis konversi penisilin G, seperti: pH

lingkungan pada range 6,0-8,0 (Bruggink, et al., 1998), suhu 35-40°C, serta

pengaruh reagen atau zat-zat lain, seperti: penggunaan derivat asam karboksilat,

contohnya: fenilasetilglisin yang dapat meningkatkan kecepatan sintesis benzil

penisilin (Kaufmann, et al., 1960). Penelitian hidrolisis penisilin G dengan

menggunakan enzim penisilin asilase yang diimobilisasi dari Eschericia coli

memberikan hasil terbaik dengan Pen-G terhidrolisis melampaui 90% pada suhu

35-40°C dan pH 8,2 (Cascaval, et al., 2002). Penelitian lain mengungkapkan

bahwa proses hidrolisis dengan penisilin asilase Eschericia coli, memberikan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

7

hasili terbaik pada rentang pH 7,5-8,0 dan temperatur 30-50oC (Bruggink, et al.,

1998). Reaksi secara umum dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

Gambar 1. Hidrolisis enzimatis penisilin G menjadi 6-APA dan asam fenilasetat. (Sebayang,

2005)

Salah satu kendala yang telah dilaporkan pada proses hidrolisis penisilin

secara enzimatik, adalah adanya fenomena inhibisi aktivitas enzim oleh asam

fenilasetat yang dihasilkan. Sehingga berbagai desain reaktor untuk proses

hidrolisis dan pemisahan 6-APA telah banyak dioptimasi, salah satunya adalah

dengan menggunakan sistem mengalir dengan enzim yang terimobilisasi pada

kolom reaktor seperti yang diaplikasi pada industri Toyo Jo Japan, dimana dalam

satu siklus reaksi dapat dihidrolisis sebanyak 200 kg penisilin G dengan efisiensi

reaksi sebesar 86% (Bruggink, et al., 1998). Metoda lain yang telah diteliti adalah

dengan menggunakan sistem dua fase dari campuran PEG 2000 terkumpul pada

fase dasar, yang terpisah dari produk reaksi asam fenilasetat sehingga inhibisi

enzim dapat dicegah (Cao Xue, 2004). Selain itu, kendala lain berupa adanya

pengaruh konsentrasi substrat yang tinggi dapat menghambat laju reaksi secara

N

O

S

COOH

N

O

N

H2N

O

S

COOH

O

OH

PENISILIN G

6- APAASAM FENILASETATphenylacetic acid (PAA)

PENISILIN ASILASE

30 - 50oC

Buffer fosfat pH 7.5

+

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

8

uncompetitive. Kedua produk, yaitu 6-APA sebagai produk yang diinginkan dan

PAA (asam fenil asetat) sebagai produk samping, menghambat laju reaksi kerja

enzim secara non-kompetitif dan secara kompetitif (Erarslan, et al., 1991).

2. Penisilin G

Penisilin merupakan suatu senyawa dengan struktur utama cincin β-

laktam yang tidak stabil, mudah terdegradasi pada suasana asam maupun basa.

Penisilin mengalami reaksi penyusunan ulang dengan cepat membentuk asam

penilat pada pH rendah. Pada pH tinggi, cincin β-laktam pada struktur penisilin

akan cepat terbuka hingga terbentuk asam penisiloat, yang akan mengalami

dekarboksilasi menjadi asam peniloat (Vandamme dan Voet, 1974; Carrington,

1971). Selain itu, penisilin juga memiliki beberapa kekurangan dalam

pemakaiannya, yaitu: munculnya gejala alergi, waktu paruh dalam tubuh sempit,

tidak tahan terhadap asam dan β-laktamase, serta spektrum kerjanya sempit hanya

efektif pada bakteri gram positif (Sebayang, 2005).

Penisilin memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel

bakteri, melalui penghambatan kerja enzim D-alanil karboksipetidase yang

berperanan pada proses cross-linking antara rantai peptidoglikan penyusun

dinding sel bakteri. Struktur penisilin yang mirip dengan struktur peptida D-alil-

D-alanin pada ujung rantai peptidoglikan, menyebabkan antibiotika ini dapat

berikatan dengan enzim D-alanil karboksipeptidase dan menghambat kerja enzim

tersebut pada proses pembentukan dinding sel bakteri (Katzung, 1998).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

9

Pengembangan penisilin pada saat sekarang ini telah dilakukan hingga ke

tahap produksi penisilin semisintetik untuk menanggulangi masalah resistensi dan

memperbaiki sifat-sifat penisilin alami. Penisilin semisintetik dibuat dengan cara

memodifikasi struktur rantai samping penisilin, yaitu dengan menggabungkan

gugus rantai samping tertentu secara langsung melalui reaksi asilasi terhadap inti

penisilin yang dikenal sebagai 6-APA. Penisilin semisintetik dibuat dengan bahan

baku 6-APA yang dapat dihasilkan melalui proses-proses: fermentasi, hidrolisis

penisilin secara kimiawi dan hidrolisis penisilin secara enzimatik. Berdasarkan

spesifisitas enzim penghidrolisisnya, penisilin diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok, yaitu: penisilin G, penisilin V dan ampisilin (Crueger dan Crueger,

1984; Shewale dan Sivaraman, 1989; Carrington, 1971).

Penisilin G merupakan substrat yang sering digunakan dalam reaksi

penting biokonversi menjadi 6-APA dalam produksi antibiotik semisintetik, yang

merupakan bahan baku penisilin semisintetik (Braun, et al, 1988). Penisilin G

merupakan penisilin alami dengan nama lain benzil penisilin yang memiliki

rumus struktur C16H18N2O4S (Anonim, 1995). Penisilin G memiliki struktur

utama cincin β-laktam pada strukturnya dengan benzil sebagai rantai samping.

Rumus bangunnya sebagai berikut:

Gambar 2. Struktur penisilin G (Sebayang, 2005)

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

10

Penisilin G dapat diperoleh melalui ekstraksi dari fermentation broth

menggunakan solven organik, seperti metil isobutil keton (MIBK), atau butil

asetat, pada pH rendah (Harrison dan Gibson, 1984). Kemudian penisilin G

dihasilkan kembali ke fase aqueous pada pH yang lebih tinggi, dan dilakukan

kristalisasi lebih lanjut menghasilkan garam potasiumnya (KPen-G). Sesudah itu,

KPen-G dilarutkan pada medium aqueous dan dihidrolisis dengan penisilin G

asilase (PGA) pada pH 7-8 untuk menghasilkan 6-APA dan PAA (van der

Wielen, et al., 1997).

3. 6-APA (Asam 6-amino penisilinat)

Asam 6-amino penisilinat atau 6-APA adalah produk intermediet dalam

produksi penisilin semisintetik, seperti amoksisilin dan ampisilin, yang secara

industri dapat diperoleh melalui hidrolisis penisilin G yang dikatalisis oleh

penisilin G asilase (De Souza, et al., 2005). 6-APA merupakan prekursor pada

pembuatan penisilin semisintetik yang sifatnya lebih baik dari penisilin alam,

karena memperbaiki kekurangan yang terdapat pada penisilin alami. Produk

penisilin yang dapat dihasilkan dari 6-APA diantaranya: proposilin, ampisilin,

metesilin, oksasilin, kloksasilin, karbenesilin, fenetisilin, dan sebagainya

(Sebayang, 2005).

Biosintesis 6-APA di alam dihasilkan oleh golongan jamur Penicillium

yang tumbuh pada media yang kaya akan karbohidrat, asam organik, garam

ammonium dan garam sulfat. Jalur biosintesis 6-APA secara alamiah

menggunakan asam-asam amino L-sistein, L-valin dan asam L-α-aminoadipat,

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

11

diubah menjadi L-aminoadipilsisteinilvalin, hingga terbentuk isopenisilin N, yang

kemudian diubah menjadi 6-APA dengan enzim asiltransferase (Astuti, 1991).

Produksi 6-APA dapat dihasilkan melalui proses-proses: fermentasi,

hidrolisis penisilin secara kimiawi, dan hidrolisis penisilin secara enzimatik.

Produksi melalui proses hidrolisis penisilin secara enzimatik merupakan cara yang

paling mudah dilakukan dan paling menguntungkan (Crueger dan Crueger, 1984;

Shewale dan Sivaraman, 1989; Carrington, 1971). Produksi 6-APA yang

dilakukan pada saat ini hampir semua dilakukan dengan menggunakan enzim

termobilisasi sebagai katalis reaksi hidrolisis penisilin G. Investigasi mengenai

prosedur yang lebih efisien dalam produksi 6-APA masih terus dilakukan, serta

pengembangan ke arah imobilisasi penisilin G asilase pada matriks polisakarida,

seperti chitosan, dengan hemat dan prosedur simpel dapat dilakukan melalui

biokatalisis yang menarik (Braun, et al., 1988; Dolui dan Das, 2010).

4. Penisilin Asilase

Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia yang

terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108

sampai 1011

kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut tanpa katalis. Enzim

dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia (Dixon dan Webb, 1979).

Enzim diketahui memiliki spesifisitas, yaitu hanya dapat mengkatalisis

satu jenis reaksi spesifik saja. Suatu enzim dikatakan memiliki spesifisitas nisbi

jika dapat bekerja pada beberapa substrat. Untuk dapat bekerja terhadap suatu

substrat, harus ada hubungan antara substrat dengan enzim. Hubungan tersebut

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

12

hanya terjadi pada tempat tertentu, yang dinamakan sisi aktif (active site).

Hubungan mungkin terjadi pada bagian aktif yang memiliki ruang yang tepat

untuk menampung substrat. Bila substrat mempunyai bentuk atau konformasi lain,

maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam hal ini, enzim

itu tidak dapat berfungsi terhadap substrat.

Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan

terjadinya kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang

aktif, yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan

telah terjadi (Poedjiadi, 1994). Namun, dalam kinerjanya, enzim dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Menurut Poedjiadi (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi

kerja enzim secara umum diantaranya; konsentrasi enzim, konsentrasi substrat,

suhu, pengaruh pH dan pengaruh inhibitor.

Pengaruh konsentrasi enzim sebagaimana penambahan suatu katalis,

bertambahnya konsentrasi enzim akan menaikan kecepatan reaksi pada

konsentrasi substrat tertentu. Perngaruh konsentrasi substrat ditunjukkan pada

sebuah hasil eksperimen, bahwa pada konsentrasi enzim yang tetap, pertambahan

konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi, hingga pada batas

konsentrasi tertentu, dimana penambahan substrat tidak menaikkan kecepatan

reaksi. Suhu berpengaruh terhadap energi kinetik enzim, dimana pada suatu titik

yang disebut titik optimal, suhu akan menaikkan kecepatan reaksi. Pada suhu yang

rendah, reaksi akan berjalan lambat karena energi kinetik yang diperoleh oleh

molekul enzim dengan substrat untuk melakukan benturan kecil, sedangkan pada

suhu yang terlalu tinggi, akan menyebabkan proses denaturasi yang dapat merusak

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

13

bagian aktif enzim, sehingga konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan

kecepatan reaksinya akan menurun. Pengaruh pH adalah pada bentuk struktur ion

enzim yang dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda

(zwitter ion) (Poedjiadi, 1994).

Inhibitor dikemukakan oleh Poedjiadi (1994) sebagai salah satu faktor

yang mempengaruhi kerja enzim. Inhibitor merupakan molekul atau ion yang

dapat menghambat reaksi enzimatis. Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor

dapat berupa hambatan tidak reversibel atau hambatan reversibel. Hambatan tidak

reversibel pada umumnya disebabkan oleh proses destruksi atau modifikasi

sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan

reversibel dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing, yang

diuraikan sebagai berikut:

1.) Hambatan bersaing (competitive inhibitor); merupakan hambatan

karena molekul mirip substrat, yang dapat membentuk kompleks

enzim inhibitor (EI) melalui pengikatan inhibitor pada bagian aktif

enzim.

2.) Hambatan tidak bersaing (non competitive inhibitor); merupakan

hambatan dimana inhibitor bergabung dengan enzim pada suatu

bagian di luar bagian aktif enzim, yang menyebabkan inaktifasi

enzim.

Hambatan pada kerja enzim dapat pula terjadi secara uncompetitive.

Hambatan uncompetitive terjadi melalui pengikatan suatu inhibitor pada

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

14

kompleksi enzim substrat yang telah terbentuk. Hal ini mengakibatkan terjadinya

inaktivasi enzim.

Penisilin asilase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis

benzil penisilin menjadi asam 6-amino penisilinat dan asam fenil asetat

(Sebayang, 2005). Penisilin asilase merupakan enzim anggota serin hidrolase

dengan mekanisme aksi transfer gugus asil dari satu nukleofil ke lainnya,

mengkatalisis reaksi deasilasi penisilin menjadi 6-APA. Penisilin asilase juga

dikenal dengan penisilin amidase, yang dalam biosintesis dapat dihasilkan dari

bakteri seperti: Bacillus megaterium, Streptomyces lavendulae, Achromobacter

sp., Bovista plumbea, Kluyvera atrophila, Pseudomonas melanogenum, Fusarium

sp., dan Chainia (Cascaval, et al., 2002). Selain itu, terdapat beberapa bakteri

yang menghasilkan enzim penisilin asilase dengan stabilitas yang tinggi, terutama

kaitannya dengan pengaruh suhu seperti; Alcaligenes faecalis (t1/2 15 menit, suhu

55°C), Bacillus badius (t1/2 20 menit, suhu 55°C) and Achromobacter

xylosoxidans (t1/2 55 menit, suhu 55°C) (Torres, et al., 2012).

Klasifikasi enzim penisilin asilase dibagi menjadi tiga kelompok

berdasarkan spesifisitas substratnya, yaitu penisilin G asilase yang dihasilkan oleh

bakteri, mengkatalisis hidrolisis benzilpenisilin (penisilin G) lebih cepat daripada

fenoksimetil penisilin (penisilin V), penisilin V asilase yang umumnya dihasilkan

oleh fungi dan beberapa spesies bakteri dan ragi tertentu, mengkatalisis hidrolisis

penisilin V lebih cepat dari penisilin G, dan yang terakhir adalah ampisilin asilase

yang secara spesifik memiliki kemampuan untuk mengkatalisis hidrolisis

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

15

ampisilin (Crueger dan Crueger, 1984; Shewale dan Sivaraman, 1989; Carrington,

1971).

Kinerja penisilin asilase dipengaruhi oleh banyak faktor, penisilin asilase

memiliki kondisi optimal yang dibutuhkan untuk mengkatalisis konversi penisilin

G. Enzim ini memiliki pH optimal dalam range 6-8 (Bruggink, et al., 1998)

dengan suhu kerja optimal pada suhu 35-40°C. Penelitian terhadap enzim

penisilin asilase yang diimobilisasi dari Eschericia coli memberikan hasil terbaik

dengan penisilin G terhidrolisis melampaui 90% pada suhu 35-40°C dan pH 8.2

(Cascaval, et al., 2002). Laju reaksi enzim penisilin asilase juga dipengaruhi oleh

hambatan substrat dan produk reaksinya, pada konsentrasi substrat tinggi,

konversi hanya mencapai 60-80% bergantung pada pH reaksi dan konsentrasi

substrat (Cole, 1969). Konsentrasi substrat yang tinggi dapat menghambat laju

reaksi secara uncompetitive. Kedua produk, yaitu 6-APA sebagai produk yang

diinginkan dan asam fenil asetat sebagai produk samping, dapat menghambat laju

reaksi kerja enzim penisilin asilase, secara non-kompetitif dan kompetitif

(Erarslan, et al., 1991).

Penisilin asilase dari bakteri Alcaligenes faecalis merupakan salah satu

enzim penisilin asilase yang paling termostabil. Sifat termostabil ini terbatas pada

kisaran waktu tertentu (Stepashkina, et al., 2010). Secara struktural, penisilin

asilase termasuk dalam kelas N-terminal nukleofilik hidrolase yang tidak memiliki

serangkaian katalitik, tetapi N-terminal serin diaktivasi oleh molekul jembatan air,

melalui ikatan hidrogen (gambar 3).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

16

Gambar 3. Gambaran skematik sisi aktif penisilin asilase, menunjukkan ikatan hidrogen

(Duggleby, et al., 1995)

Mekanisme kerja penisilin asilase adalah dengan memfasilitasi donor asil

dari penisilin G, melalui pengikatan pada pada acyl-donor binding site pada

enzim. Penisilin asilase merupakan enzim yang fragil, enzim ini akan kehilangan

aktivitas katalitiknya oleh dehidrasi. Oleh karena itu, dibutuhkan air untuk

melakukan reaksi, atau sebagai alternatif reaksi dilangsungkan pada media

aqueous. Penelitian terkini menunjukkan bahwa penisilin asilase dari A. faecalis

dilaporkan memiliki enantioselektivitas yang lebih tinggi dari E. coli (Ismail,

2007).

5. Larutan Bufer

Bufer adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat

mencegah perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam dan basa. Peniadaan

perubahan pH tersebut dikenal sebagai aksi bufer (Ernawati, 1991).

Kombinasi asam lemah dengan basa konjugasinya yaitu garamnya, atau

basa lemah dengan asam konjugasinya bertindak sebagai bufer. Jika 1 mol 0,1 N

larutan HCl ditambahkan dalam 100 mL air murni, pH air akan turun dari 7,0

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

17

menjadi 3,0. Jika asam kuat ditambahkan ke dalam 100 mL 0,01M larutan

mengandung asam asetat dan natrium asetat dalam jumlah yang sama, pH larutan

itu hanya berubah sebesar 0,09 satuan pH, karena basa (Ac-) mengikat ion

hidrogen sebagai berikut:

Jika suatu basa kuat, NaOH misalnya, ditambahkan ke dalam campuran

bufer, asam asetat akan menetralisir ion hidroksilnya sebagai berikut:

Kemampuan menyangga perubahan pH suatu bufer untuk asam lemah

dan garamnya yang dikenal persamaan Handerson-hasselbalch.

Larutan bufer pada mulanya tidak dibuat dari basa lemah dan garamnya

karena ketidakstabilan basanya dan pH basa tergantung pada pKw yang seringkali

dipengaruhi oleh perubahan temperatur. Namun demikian larutan obat seperti

larutan efedrin basa dan efedrin HCl seringkali merupakan kombinasi basa lemah

dan garamnya. Persamaan bufer untuk larutan yang terdiri dari basa lemah dan

garamnya dapat dikatakan hampir sama dengan dengan persamaan bufer untuk

asam lemah:

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

18

Dan dengan menggunakan hubungan persamaan

bufer ini menjadi:

Dimana

Ka : konstanta ionisasi asam

Kb : konstanta ionisasi basa

Kw : hasil kali ion asam

Sistem bufer yang efektif berkisar diantara dua unit pH yang bertitik

pusat pada harga pKa nya. Sistem bufer polibasis dapat memiliki lebih dari satu

harga pH yang bermanfaat. Rentang nilai pKa untuk bufer yang berkhasiat

biologis adalah 3,0-11,0 dan oleh karena itu larutan dapat secara efektif disangga

antara pH 2,0-12,0 (Ernawati, 1991).

a. Bufer Fosfat

Bufer fosfat merupakan bufer anorganik yang terdiri dari campuran

monobasik dan dibasik monohidrogen fosfat dalam perbandingan tertentu, sesuai

dengan konsentrasi bufer yang diinginkan. Salah satu contoh yang lazim

digunakan adalah campuran K2HPO4 dan KH2PO4. Bufer ini memiliki kapasitas

bufer yang tinggi dan larut baik dalam air, tetapi bufer ini memiliki beberapa

kekurangan, yaitu:

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

19

1). Banyak dari substansi bufer fosfat yang kurang inert dan menimbulkan efek

yang mengganggu pada pengamatan, seperti menghambat reaksi enzimatis

(inhibisi dari karboksipeptidase, urease, fumarase, enzim dengan ester fosfat

tersubstitusi, berbagai macam kinase, dan dehidrogenasi), interaksi dengan

substrat, dan lain sebagainya.

2). Pembentukan kompleks dengan ion logam bivalen, seperti Ca2+

dan Mg2+

yang membentuk garam yang tidak larut.

3). Pengendapan dengan adanya etanol.

Bufer fosfat diketahui memiliki banyak variasi pKa yang berpengaruh

pada keefektifan dalam menjaga range pH. Contoh dari variasi pKa bufer fosfat

pada suhu 25°C dapat dilihat pada tabel I:

Table I. Variasi pKa bufer fosfat pada suhu 25ºC (Anonim, 2008)

Range pH efektif pKa (25ºC)

1,70 - 2,90 2,15

5,80 - 8,00 7,20

9,70 - 11,10 12,33

Pengaplikasian bufer fosfat banyak dilakukan pada industri farmasi.

Selain itu, penerapannya juga berkembang hingga pada ranah immunoassay,

immuno-histochemical, mikrobiologi, kultur sel dan pelarutan sampel (Anonim,

2008).

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

20

b. Bufer Tris

Bufer Tris-(hidroksimetil)-aminometan atau bufer tris, merupakan bufer

yang dipreparasikan dengan mencampurkan basa Tris dengan HCl dengan

perbandingan tertentu. Tris dan amina primer yang lain dapat membentuk basa

Schiff dengan aldehid dan keton. Bufer Tris sangat dipengaruhi oleh suhu, yang

berarti dengan adanya perubahan suhu akan mengubah nilai pKa bufer Tris.

Bufer Tris sering digunakan karena beberapa alasan, yaitu: harga relatif

terjangkau, sangat larut dalam air, inert dalam banyak sistem enzimatis, dan

memiliki kapasitas bufer yang tinggi. Namun, bufer Tris memiliki beberapa

kekurangan, yaitu:

1). Harga pKa dari Tris adalah 8,06 pada suhu 25ºC, yang berarti berada di atas

range pH dari banyak sistem biologis (pH 6,0 – 8,0), dan secara relatif

memiliki kapasitas bufer yang rendah pada pH fisiologi aktual (7,0 – 7,5).

2). Sangat sensitif terhadap perubahan temperatur.

3). Tris bereaksi dengan elektroda yang memiliki penghubung serat fiber.

4). Harga pH bufer Tris bergantung pada konsentrasi larutan.

5). Toksik, karena sifatnya yang juga sangat larut lemak, sehingga dapat

melakukan penetrasi ke dalam sel.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

21

6). Tris adalah amina primer, sehingga tidak dapat digunakan bersama reagen

fiksasi seperti glutaraldehid dan aldehid dan bereaksi dengan reaksi enzimatis

(Anonim, 2008).

6. HPLC (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)

Kromatografi cair kinerja tinggi atau HPLC (High Performance Liquid

Chromatography) merupakan salah satu teknik kromatografi, yang merupakan

teknik dimana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi,

dikarenakan solut dilewatkan pada suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut ini

diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan HPLC

secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan

secara tepat dari berbagai kondisi operasional, seperti: jenis kolom, panjang dan

diameter kolom, ukuran partikel fase diam, suhu kolom, fase gerak dan kecepatan

aliran fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2009).

HPLC memiliki kegunaan umum antara lain: pemisahan sejumlah

senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian

(impurities), analisis senyawa-senyawa non volatil, penentuan molekul-molekul

netral, ionik, maupun zwitter ion, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan

senyawa-senyawa yang memiliki struktur hampir sama, pemisahan trace element,

pemisahan senyawa dalam jumlah banyak dan dalam skala proses industri. HPLC

merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan untuk analisis

kualitatif dan kuantitatif. Keterbatasan HPLC adalah terkait dengan sulitnya

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

22

memperoleh senyawa dengan resolusi yang baik jika sampelnya kompleks

(Gandjar dan Rohman, 2009).

Instrumentasi HPLC terdiri dari delapan komponen pokok, yaitu: wadah

fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel,

kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung dan

suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar dan Rohman, 2009).

Analisis hasil hidrolisis penisilin G lazim menggunakan HPLC.

Penelitian Cascaval, et al (2002), menganalisis fraksinasi dari campuran hasil

hidrolisis enzimatik penisilin. Sistem yang digunakan merupakan sistem fase

terbalik, dimana digunakan fase diam yang cenderung lebih non polar

dibandingkan fase geraknya, sebagai contohnya adalah Lichrospher®100 RP-18

(5µm). Fase gerak yang digunakan adalah campuran bufer fosfat dan asetonitril

dengan perbandingan 4:1. Hal ini berdasarkan pada sifat dari fraksinasi yang

dihasilkan. Struktur 6-APA yang memiliki karakteristik amfoterik, dengan adanya

gugus amina dan karboksilat, yang mengalami mekanisme kesetimbangan melalui

disosiasi yang bergantung pada pH (gambar 4). Hal ini membuat 6-APA

cenderung bersifat polar dibandingkan penisilin G.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

23

Gambar 4. Kesetimbangan disosiasi 6-APA terkait dengan pengaruh pH (Cascaval, et al.,

2002)

F. Landasan Teori

Hidrolisis penisilin G sercara enzimatis dipengaruhi oleh reagen-reagen

dan lingkungan, seperti pH, suhu serta konsentrasi substrat (Bruggink, et al.,

1998; Kaufmann, et al., 1960). Hidrolisis penisilin G secara enzimatis diketahui

berjalan optimal pada lingkungan pH 6,0–8,0 (Bruggink, et al., 1998). Van

Langen, et al (2000) melaporkan, hidrolisis penisilin G menjadi 6-APA,

menghasilkan hidrolisis yang terbaik dengan menggunakan penisilin asilase yang

dihasilkan oleh Bacillus megaterium, Kluyvera citropholia, Alcaligenes faecalis,

dan Proteus rettgeri pada suhu 35-40°C (van Langen, et al., 2000).

Lamanya hidrolisis penisilin G secara enzimatis akan mempengaruhi

produk 6-APA dan PAA yang dihasilkan. Apabila produk 6-APA dan PAA terjadi

secara berlebihan, akan menghambat kerja penisilin asilase, secara kompetitif dan

non kompetitif. Konsentrasi substrat penisilin G juga berpengaruh terhadap kerja

enzim, karena adanya penghambatan secara uncompetitive (Erarslan, et al., 1991).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2013-285382-chapter1.pdf · berbasis pada stereokimia, sekarang mulai tergantikan dengan proses produksi

24

G. Hipotesis

1. Hidrolisis penisilin G secara enzimatis menggunakan penisilin asilase dari

bakteri A. faecalis diperkirakan berjalan optimal pada pH 6-8 pada suhu 35-

40°C.

2. Konsentrasi substrat dalam hidrolisis penisilin G secara enzimatis

menggunakan penisilin asilase dari bakteri A. faecalis, diperkirakan

mempengaruhi aktivitas enzim, sehingga terdapat konsentrasi substrat

tertentu dimana hidrolisis akan berjalan optimal.

3. Komponen-komponen di dalam sistem seperti jenis media, contohnya bufer

yang digunakan, diperkirakan mempengaruhi hidrolisis penisilin G secara

enzimatis menggunakan katalis enzim penisilin asilase dari bakteri A.

faecalis.