BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -...
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperglikemia
2.1.1 Definisi
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah lebih
dari normal (Moghissi, et al., 2009). Pada keadaan normal, glukosa
diperlukan sebagai stimulator sel β dalam produksi insulin. Glukosa
ekstraseluler akan masuk ke dalam sel β dengan bantuan GLUT 2.
Glukosa akan mengalami fosforilasi dan glikolisis untuk membentuk
adenosin triphosphate (ATP). ATP akan menyebabkan menutupnya kanal
ion K+ sehingga terjadi depolarisasi pankreas, yang diikuti masuknya Ca2
ke dalam sel β sehingga menyebabkan peningkatan sekresi insulin.
Penyerapan glukosa ke dalam sel diawali dengan penangkapan insulin
oleh insulin receptor substrat-1 (IRS-1) yang kemudian memberi sinyal
pada glucose transporter-4 (GLUT4) untuk memindahkan glukosa dari
luar ke dalam sel (Sunaryo, 2014)
2.1.2 Stres Oksidatif Pada Hiperglikemia
Stres oksidatif adalah kondisi di mana produksi radikal bebas
terjadi secara berlebihan yang dapat merusak sel tetapi tidak diimbangi
oleh antioksidan. Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik
berupa atom atau molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan, bila
elektron bebas pada radikal bebas cenderung menarik elektron lain dari
molekul nonradikal sehingga molekul tersebut dapat rusak. Jenis radikal
bebas yang dihasilkan oleh keadaan hiperglikemia kronis adalah reactive
7
oxygen species (ROS). Keadaan Hiperglikemia kronis dapat
mengakibatkan terjadinya glucose toxicity yang meningkatkan
terbentuknya ROS dengan berbagai cara antara lain :
1. Oksidasi glukosa dalam proses glikolisis akan menghasilkan
superoxide radical (O2-), yang merupakan jenis dari ROS
2. Glukosa yang berlebih akan mengalami reduksi menjadi polyalcohol
sorbitol yang reaksinya dapat menurunkan gluthatione, yaitu enzim
antioksidan alami tubuh untuk melawan radikal bebas.
3. Aktivasi jalur pembentukan advanced glycation end products (AGEs),
glukosa yang berlebih akan berikatan dengan asam amino bebas yang
akan membentuk AGEs. AGEs akan berikatan dengan reseptornya di
berbagai jaringan yang dapat menghasilkan ROS.
4. Kelebihan glukosa akan menyebabkan aktivasi jalur heksosamin, di
mana glukosa berlebih akan diubah menjadi fructose-6-phosphatase
dan acetilglucosamine yang dapat mensistesi glikoprotein. Proses ini
juga dapat menhasilkan H2O2 yang merupakan jenis dari ROS.
5. Hiperglikemi dalam sel akan meningkatkan sintesis molekul diasil
gliserol yang merupakan kofaktor penting pada aktifasi protein kinase-
C (PKC), yang akan meningkatkan NAD(P)H oxydased pada
membran sel yang mengkatalis terbentuknya radical superoxyde
Meningkatnya ROS pada keadaan hiperglikemia akan menyebabkan
kerusakan berbagai sel termasuk sel beta pankreas sehingga dapat
menurunkan produksi insulin. Selain itu glucose toxicity dapat
menyebabkan terjadinya gangguan translokasi pada GLUT 4, penurunan
8
aktifitas IRS-1 sehingga terjadi resistensi pada insulin. Hal ini
menyebabkan glukosa plasma akan semakin meningkat. Resistensi insulin
pada awalnya dapat ditoleransi dengan peningkatan sekresi insulin yang
apabila terjadi terus menerus akan menyebabkan kelelahan pada sel β
pankreas kemudian sel β pankreas mengalami destruksi yang dapat
menurukan sekresi insulin (Campos, 2012).
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis gangguan
metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai
normal (hiperglikemia), sebagai akibat dari kelainan pada sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan
kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah (ADA, 2014).
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
DM Tipe 1, DM Tipe 2, diabetes gestasional dan DM tipe lain antara
lain defek genetik fungsi sel β, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin, endokrinopati, karena obat/zat kimia, infeksi, imunologi,
sindrom genetik lain (ADA, 2014).
2.2.3 Patofisiologi Diabetes Melitus
2.2.3.1 DM Tipe 1
DM tipe 1 adalah diabetes yang muncul akibat kerusakan
sebagian besar sel β pankreas oleh proses autoimun. Urutan
9
patogenetik dari DM tipe 1 adalah predisposisi genetik pengaruh
lingkungan insulitis perubahan sel β pankreas menjadi sel
asing aktivasi sistim imun perusakan sel β diabetes
melitus. (Foster,2014). Manifestasi klinis DM terjadi jika lebih dari
90% sel-sel β rusak (Price dan Lorraine, 2014)
2.2.3.2 Diabetes Melitus Tipe 2
Pada DM tipe 2 atau NIDDM (Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus) mempunyai 2 defek yaitu seksresi insulin yang
abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan target.
Terdapat 3 fase pada diabetes tipe ini. Fase pertama, glukosa
plasma tetap normal meskipun terjadi resistensi insulin karena
kadar insulin yang meningkat (hiperinsulinemia). Pada fase kedua,
resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun
konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam
bentuk hiperglikemia setelah makan. Fase ketiga, resistensi insulin
tidak berubah , tetapi sekresi insulin semakin menurun,
menyebabkan hiperglikemia puasa. Jadi, sekresi insulin meningkat
dikarenakan adanya defek pada sel β pankreas dan untuk
mengkompensasi keadaan resistensi. Namun hipersekresi insulin
akan semakin menyebabkan resistensi insulin, sehingga
menyebabkan kadar glukosa tinggi yang nyata dalam darah
(Foster, 2014).
Mekanisme lain kegagalan sel β pankreas pada diabetes
melitus tipe 2 adalah adanya endapan amiloid pada pulau
10
langerhans. . Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap,
secara normal dihasilkan oleh sel β pankreas dan disekresikan
bersama dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian
glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin
pada fase awal diabetes tipe 2 menyebabkan produksi amilin
meningkat yang kemudian mengendap sebagai amiloid di
langerhans. Amilin yang mengelilingi sel β mungkin menyebabkan
sel β refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Amiloid juga
bersifat toksik bagi sel β sehingga berperan menyebabkan
kerusakan sel β yang ditemukan pada kasus DM tipe 2 tahap lanjut
(Robbins, Vinay dan Ramzi, 2013).
2.2.4 Diagnosis Diabetes Melitus
Kriteria diagnosis DM menurut ADA tahun 2014 adalah:
A1C ≥ 6,5 % atau
Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L) atau
Kadar gula darah ≥ 200mg/dL (11,1 mmol/L) pada dua jam setelah
beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa atau
Kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
Gambar 2.3 menunjukan alur diagnosis DM menurut konsensus
pengendalian dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia tahun
2011. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara yaitu :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L) atau
11
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7.0
mmol/L) atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO dengan beban 75 gram ≥ 200
mg/dL (11,1 mmol/L) (Ndraha, 2014).
(Ndraha, 2014)
Gambar 2.1
Alur diagnostik Pada diabetes melitus secara klinis dan laboratorium
2.2.5 Penatalaksanaan Pada Diabetes Melitus
Penatalaksanaan diabetes melitus dimulai dari pengaturan diet
dalam hal ini adalah jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Pengaturan
diet harus disesuaikan juga dengan index massa tubuh (IMT) pasien.
Selain itu latihan jasmani dianjurkan secata teratur (3-4 kali seminggu)
selama kurang lebih 30 menit. Jika kadar glukosa darah belum mencapai
12
sasaran maka dipertimbangkan untuk menggunakan OAD baik secara oral
maupun insulin. OAD dapat membantu mengontrol glukosa darah namun
tobat-obat tersebut juga memiliki efek samping antara lain hipoglikemia,
hiperglikemia, mual, diare dan sakit perut (Fatimah, 2015).
2.3 Kenikir
2.3.1 Taksonomi
Kingdom Plantae, Subdivision Angiospermae, Class Dicotyledona,
Order Asterales, Family Asteraceae, Genus Cosmos, Species Cosmos
caudatus H.B.K (CCRC Farmasi UGM, 2010)
(Bunawan et al., 2014)
Gambar 2.2
Tanaman Kenikir
2.3.2 Deskripsi
Tanaman kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) adalah tanaman herbal
dari kelas Asteraceae yang berasal dari Amerika Utara dan banyak
13
ditemukan di negara tropis dan subtropics, memiliki tinggi 30-250 cm dan
memiliki aroma yang khas. Gambar 2.2 menunjukan bahwa daun kenikir
memiliki batangnya berwarna hijau di mana pada bagian atas memiliki
cabang yang lebih banyak dari pada bagian bawah. Daun kenikir (Cosmos
caudatus H.B.K) memiliki tangkai sepanjang 1-7 cm, daunnya majemuk
yang bersilang berhadapan dengan pertulangan daunnya menyirip dan
ujungnya meruncing, memiliki panjang daun 10-20 cm. Kenikir (Cosmos
caudatus H.B.K) berbunga majemuk yang tumbuh diujung batang,
memiliki tangkai bunga memiliki panjang 10-30 cm, bunganya memiliki
mahkota berjumlah 8, berwarna ungu kemerahan, kadang berwarna kuning
atau putih. Buah kenikir berbiji tunggal, panjangnya 1-3 cm, berwarna
coklat dan berbentuk seperti jarum yang ujungnya berambut (Bunawan et
al., 2014).
2.3.3 Kandungan
Kandungan fitokimia daun kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) yang
diekstrak menggunakan etanol dan pelarut lain menunjukkan adanya
senyawa aktif flavonoid, saponin, terpenoid, alkaloid, tanin dan minyak
atsiri yang berpotensi sebagai antimikroba (Liliwiarianis et al., 2011).
Tabel 1.1 menunjukan kandungan senyawa aktif dalam 100 gram daun
kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) adalah ascorbid acid, quercetin,
kaempferol, chlorogenic acid, caffeic acid, ferulic acid, anthocyanin dan
β-carotene (Cheng et al., 2015).
14
Tabel 1.1 Kandungan Senyawa Daun Kenikir
Kandungan Total (mg/100g)
Ascorbid acid 38,83
Quercetin 51,28
Kaempferol 0,90
Chlorogenic acid 4,54
Caffeic acid 3,64
Ferulic acid 3,14
Anthocyanin 0,78
β-carotene 1,35
Sumber : (Cheng et al., 2015)
Tanaman kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) memiliki total
kapasitas antioksidan sebesar 2511,7 Ascorbic acid Equivalent Antioxidant
Capacity (AEAC) mg/100g (Cheng et al., 2015) dan total phenol 1,52
mgGAE/g (Andarwulan et al., 2010).
2.3.4 Manfaat Kenikir sebagai Antioksidan
Daun kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) mengandung minyak atsiri,
alkaloid dan saponin. Minyak atsiri dalam ekstrak daun kenikir (Cosmos
caudatus H.B.K) dapat mengganggu terbentuknya membran atau dinding
sel. Gangguan tersebut diakibatkan oleh terpenoid dari minyak atsiri akan
mengikat protein, lipid ataupun karbohidrat pada membran maupun
dinding sel. Alkaloid dalam ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus
H.B.K) mengganggu penyusunan peptidoglikan melalui reaksi antara
gugus basa dari alkaloid dengan senyawa asam amino yang menyusun
15
dinding sel sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh,
sementara saponin akan membentuk senyawa kompleks dengan protein
bakteri melalui ikatan hidrogen sehingga dapat mengganggu permeabilitas
membran sel bakteri (Dwiyanti, Muslimin dan Guntur, 2014).
Kandungan Flavonoid dapat berpotensial sebagai antioksidan
(Selawa, Max dan Gayatri, 2013). Jenis flavonoid pada kenikir dengan
jumlah paling tinggi adalah quercetin (Andarwulan et al., 2010).
Quercetin merupakan antioksidan potensial golongan flavonoid
subkelas flavonols yang memiliki efek proteksi pada beberapa penyakit
seperti kanker, penyakit kardiovaskular, arthtritis, hiperurisemia dan
diabetes melitus melalui proteksi membran sel untuk menghambat stress
oksidatif (El-Baky, 2011; Gregory, 2011).
2.4 Aloksan
2.4.1 Definisi dan Sifat Aloksan
Aloksan merupakan analog dari glukosa yang dapat terakumulasi di
sel β pankreas melalui transporter glukosa (GLUT2) yang dapat
menyebabkan diabetes. Nama lain dari aloksan berdasarkan struktur
kimianya seperti pada gambar 2.3 adalah 2,4,5,6-Tetraoxypyrimidine;
2,4,5,6-pyrimidinetetrone. Aloksan memiliki rumus kimia C4H2N2O4 dan
merupakan turunan asam barbiturat. Aloksan termasuk asam lemah yang
bersifat hidrofilik, tidak stabil dan waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan
suhu 37˚C adalah 1,5 menit.
16
(Lenzen, 2008)
Gambar 2.3
Struktur Kimia Aloksan
2.4.2 Fase Induksi Diabetes pada Aloksan
Aloksan memiliki bentuk molekul yang mirip dengan glukosa
(glukomimetik). Sehingga ketika aloksan diinduksikan ke tubuh tikus,
maka glukosa transpoter GLUT 2 pada sel β pankreas akan mengenali
aloksan sebagai glukosa dan aloksan akan dibawa menuju sitosol (Lenzen,
2008).
Aloksan dapat menyebabkan diabetes dalam empat fase. Fase
pertama terjadi pada menit pertama dan berlangsug maksimal sampai
menit ke-30 setelah injeksi, pada fase ini terjadi hipoglikemia akut karena
struktur aloksan yang mirip dengan glukosa menyebabkan terjadinya
peningkatan ATP yang menghambat proses glukokinase dan
menyebabkan peningkatan insulin darah. Pada fase ini belum terdapat
adanya kerusakan dari sel β pankreas. Fase kedua yaitu terjadi setelah satu
jam pasca injeksi aloksan dan berlangsung selama 2-4 jam, pada fase
terjadi penurunan sekresi insulin dan peningkatan kadar glukosa darah.
Fase ketiga, terjadi 4-8 jam setelah injeksi aloksan. Pada fase ini sel β
pankreas mengalami kerusakan sel yaitu rupturnya membran sel, badan
golgi, retikulum endoplasma dan kerusakan mitokondria sehingga sel
mengalami nekrosis dan kerusakan ini bersifat iireversibel. Fase keempat,
17
terjadi 24-48 jam setelah injeksi aloksan. Pada fase ini terjadi degranulasi
yang komplit dan diabetes yang permanen (Rohilla dan Shahjad, 2012).
2.4.3 Mekanisme Kerja Aloksan
Dalam sel β pankreas, aloksan mengalami proses reduksi menjadi
dialuric acid kemudian dialuric acid akan mengalami autooksidasi dan
menghasilkan ROS yaitu O2-, H2O2, alloxan radical dan oxydised
gluthation (GSSG) (Lenzen, 2008). ROS akan menyebabkan fragmentasi
Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga DNA menjadi rusak, proses ini
akan menyebabkan nekrosis dari sel β pankreas dan kematian pada sel β
pancreas sehingga produksi insulin akan berkurang (Rohilla dan Shahjad,
2012).
2.5 Pengaruh Ekstrak Daun Kenikir Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah
Daun kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) merupakan tanaman yang
kaya akan antioksidan dan mampu membantu proses regenerasi sel β
pankreas. Kandungan daun kenikir yang dapat digunakan sebagai agen anti-
diabetes adalah senyawa quercetin, senyawa ini adalah senyawa yang
terbanyak yang terdapat pada daun kenikir (Cheng et al., 2015). Quercetin
dapat meregenerasi melindungi sel β pankreas dari kerusakan lebih lanjut
akibat stres oksidatif sehinggafungsi dari sel β pankreas dapat membaik
(Hussain, 2012).
Quercetin dapat meningkatkan aktivitas dari enzim superoxide
dismutase (SOD), SOD akan menghambat proses reduksi pada aloksan
menjadi dialuric acid sehingga produksi ROS dapat dicegah (Endremitlioglu,
18
2012). Penghambatan pembentukan ROS akan menghambat terjadinya proses
kerusakan DNA pada sel β pankreas (Serrano et al., 2012).
Regenerasi sel β pankreas akan meningkatkan kemampuan sel β
pankreas untuk memproduksi insulin. Insulin ini kemudian akan bekerja
meningkatkan transport glukosa dari darah kedalam sel dengan cara
meningkatkan permeabilitas dari membran sel terhadap glukosa. Setelah
masuk ke dalam sel, glukosa kemudian akan digunakan untuk menghasilkan
energi. Pada hati dan otot juga akan mengubah glukosa menjadi glikogen
yang kemudian akan disimpan untuk digunakan kemudian. Dengan adanya
proses tersebut akan menyebabkan kadar glukosa darah dapat menurun secara
perlahan-lahan (Sandhar et al,. 2011).
Mekanisme lain dari quercetin adalah mengontrol kadar glukosa
darah dengan cara menghambat uptake glukosa pada GLUT2 di intestinal
(Aguirre et al., 2011).