BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin -...

12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin Nama kitin berasal dari bahas Yunani yaitu chiton, pertama kali diberikan oleh Odier pada tahun 1923, yang artinya sampul atau baju. Kitin merupakan polisakarida linear yang mengandung N-asetil-D-glukosamina yang terikat β, dimana pada hidrolisis akan menghasilkan 2-amino-2-deoksi-D-glukosa. Rumus umumnya adalah (C 8 H 13 O 5 N) n . Secara kimiawi kitin merupakan polimer (1,4)-2- asetamido-2-deoksi-β-D-glukosamin (Marganof, 2002). Kitin merupakan salah satu material penyusun eksoskleton dari serangga dan golongan crustaseae yang dapat diuraikan dengan enzim kitinase (Ogawa et.al, 2004). Zat ini ditemukan di banyak tempat di seluruh dunia. Zat kitin adalah komponen utama dari dinding sel jamur, serta mulut bangsa chepalopoda, termasuk cumi-cumi dan gurita (mulut bangsa cumi-cumi ini mirip dengan paruh burung nuri yang miring, dan mulut ini sangat keras). Kitin merupakan senyawa organik yang berwarna putih, keras, dan tidak elastis. Kitin dapat diperoleh dari kulit sotong, kulit udang, kulit kepiting dan cangkang blangkas. Kulit udang mengandung protein (25% - 40%), kitin (15% - 20%), dan kalsium karbonat (45% - 50%). Kulit kepiting mengandung protein (15,6% - 32,2%), dan kalsium karbonat (53,7% - 78,4%). Pada umumnya isolasi kitin dilakukan dari kulit udang dan kepiting karena mudah diperoleh dan memiliki kandungan kitin yang cukup banyak. (Marganof, 2002). Menurut metode Alimuniar dan Zainuddin (2004), bahan seperti kulit udang terlebih dahulu dicuci bersih, kemudian direndam dengan NaOH selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pencucian hingga pH netral. Kemuudian dilakukan perendaman HCl 2 M selama 24 jam. Setelah itu dicuci dengan air suling hingga pH netral. Selanjutnya kitin yang dihasilkan dikeringkan pada suhu kamar. 4 Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin -...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin

Nama kitin berasal dari bahas Yunani yaitu chiton, pertama kali diberikan

oleh Odier pada tahun 1923, yang artinya sampul atau baju. Kitin merupakan

polisakarida linear yang mengandung N-asetil-D-glukosamina yang terikat β,

dimana pada hidrolisis akan menghasilkan 2-amino-2-deoksi-D-glukosa. Rumus

umumnya adalah (C8H13O5N)n . Secara kimiawi kitin merupakan polimer (1,4)-2-

asetamido-2-deoksi-β-D-glukosamin (Marganof, 2002).

Kitin merupakan salah satu material penyusun eksoskleton dari serangga dan

golongan crustaseae yang dapat diuraikan dengan enzim kitinase (Ogawa et.al,

2004). Zat ini ditemukan di banyak tempat di seluruh dunia. Zat kitin adalah

komponen utama dari dinding sel jamur, serta mulut bangsa chepalopoda, termasuk

cumi-cumi dan gurita (mulut bangsa cumi-cumi ini mirip dengan paruh burung nuri

yang miring, dan mulut ini sangat keras). Kitin merupakan senyawa organik yang

berwarna putih, keras, dan tidak elastis. Kitin dapat diperoleh dari kulit sotong,

kulit udang, kulit kepiting dan cangkang blangkas. Kulit udang mengandung

protein (25% - 40%), kitin (15% - 20%), dan kalsium karbonat (45% - 50%). Kulit

kepiting mengandung protein (15,6% - 32,2%), dan kalsium karbonat (53,7% -

78,4%). Pada umumnya isolasi kitin dilakukan dari kulit udang dan kepiting karena

mudah diperoleh dan memiliki kandungan kitin yang cukup banyak. (Marganof,

2002).

Menurut metode Alimuniar dan Zainuddin (2004), bahan seperti kulit udang

terlebih dahulu dicuci bersih, kemudian direndam dengan NaOH selama 24 jam.

Selanjutnya dilakukan pencucian hingga pH netral. Kemuudian dilakukan

perendaman HCl 2 M selama 24 jam. Setelah itu dicuci dengan air suling hingga

pH netral. Selanjutnya kitin yang dihasilkan dikeringkan pada suhu kamar.

4Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

5

Menurut Widodo (2005), kitin mempunyai kadar nitrogen tidak lebih dari

70% dan memiliki kelarutan yang sangat rendah di dalam air dan pelarut-pelarut

lainnya. Selain itu, karena reaktivitas kimianya yang rendah maka pengolahan kitin

sangat sulit dan terbatas.

Tabel 2.1. Karakteristik kitin

No. Parameter Ciri-ciri

1 Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk

2 Kadar air (%) ≤ 10.0

3 Kadar abu (%) ≤ 2,0

4 N- deasetilasi (%) ≥ 15,0

5 Kelarutan dalam

Air

Asam encer

Pelarut organik

LiCl2/dimetil asetamida

Tidak larut

Tidak larut

Tidak larut

Sebagian larut

6 Enzim pemecah Lisozim dan kitinase

Sumber : Purwaningsih, (1994)

2.2 Kitosan

Kitosan atau β-1,4,2-amino-2-deoksi-D-glukosa merupakan turunan dari kitin

melalui proses deasetilasi dengan menggunakan basa kuat pada temperatur yang

cukup tinggi. Nama kitosan diberikan oleh Hoppe-Seiler pada tahun 1994 yang

membuat kitosan dengan cara merefluks kitin dalam larutan KOH pada suhu 180oC

tanpa terjadi pemutusan rantai polimernya (Muzzarelli, 1977).

Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan dengan derajat

deasetilasi tertentu. Pada metode Alimuniar dan Zainuddin (2004), pembuatan

kitosan dilakukan dengan merendam kitin dalam larutan NaOH 40% dan dibiarkan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

6

selama 6 hari. Kemudian disaring dan dicuci sampai pH netral. Kitosan yang

diperoleh dikeringkan pada suhu kamar.

Kitosan adalah padatan amorf putih yang bersifat tidak larut dalam air tetapi

sedikit larut dalam HCl, HNO3, H3PO4, dan di samping itu, kitosan juga bersifat

polielektrolit sehingga dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik

lainnya seperti protein. Dengan demikian, kitosan relatif lebih banyak digunakan

pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan daripada kitin

(Marganof, 2002).

Kitosan telah digunakan di berbagai bidang industri seperti industri makanan

aditif, kosmetik, material pertanian, dan untuk antibakterial. Kitosan juga sering

digunakan sebagai adsorben pada ion logam dan spesies organik. Hal ini

disebabkan oleh adanya gugus amino dan gugus hidroksil dari rantai kitosan yang

dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkoordinasi dan bereaksi (Juang, 2002).

Atom nitrogen pada gugus amina menyediakan pasangan elektron bebas yang dapat

bereaksi dengan kation logam. Pada pH asam, gugus amina terprotonasi sehingga

meningkatkan kelarutan kitosan yang bersifat tidak larut dalam pelarut alkali dan

pada pH netral (Bernkop dkk, 2004).

Tabel 2.2. Karakteristik kitosan

No. Parameter Ciri-ciri 1 Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk 2 Kadar air (%) � 10 3 Kadar abu (%) � 2 4 Derajat deasetilasi (%) 70 5 Warna larutan Jernih 6 Viskositas (cps)

Rendah

Medium

Tinggi

Ekstra tinggi

� 20 200 – 799 800 – 2000 � 2000

Sumber : Purwaningsih, (1994)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

Beberapa aplikasi dan fungsi kitosan adalah sebagai berikut :

a. Pengolahan limbah, kitosan berfungsi sebagai bahan koagulasi/flokulasi

untuk limbah cair, penghilang ion-ion logam dari limbah

b. Bidang pertanian, kitosan berfungsi sebagai bahan antimikrobial dan

sebagai pupuk

c. Industri tekstil, kitosan berfungsi sebagai serat tekstil, meningkatkan

ketahanan warna

d. Bidang bioteknologi, kitosan berfungsi sebagai bahan immobilasi enzim

e. Kosmetik, kitosan berfungsi untuk rambut dan kulit

f. Bidang fotografi, kitosan berfungsi untuk melindungi film dari kerusakan

g. Bidang biomedis, berfungsi untuk mempercepat penyembuhan luka,

bahan campuran obat, menurunkan kadar kolesterol

Sifat kationik, sifat biologi dan sifat kimia larutan kitosan adalah sebagai berikut :

1. Sifat kationik

a. Jumlah muatan positif tinggi : satu muatan per unit gugus

glukosamin, jika banyak material bermuatan negatif (seperti protein)

maka muatan positif kitosan berinteraksi kuat dengan permukaan

negatif.

b. Flokulan yang baik : gugus NH3+ berinteraksi dengan muatan

negatif dari koloid

c. Mengikat ion-ion logam ( Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, dll )

2. Sifat biologi

a. Dapat terdegradasi secara alami

b. Polimer alami

c. Nontoksik

3. Sifat kimia

a. Linear poliamin ( poli D-glukosamin ) yang memiliki gugus amino

yanng baik untuk reaksi kimia dan pembentukan garam dengan asam

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

8

b. Gugus amino yang reaktif

c. Gugus hidroksil yang reaktiif ( C3-OH, C6-OH ) yang dapat

membentuk senyawa turunannya

Parameter dasar yang dapat digunakan untuk karakterisasi kitosan adalah

derajat deasetilasi, berat molekul polimer, dan sifat kristalnya. Parameter ini

mempengaruhi sifat fisika-kimianya. Derajat deasetilasi pada kebanyakan kitosan

biasanya lebih rendah dari 95%. Produk dengan deasetilasi yang cukup tinggi lebih

diminati untuk aplikasi biomedis. Untuk memperoleh hasil yang diinginkan,

parameter ini dapat dimodifikasi. Derajat deasetilasi dapat diturunkan dengan

reasetilasi sedangkan berat molekul melalui depolimerisasi menggunakan asam.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan ion logam oleh kitosan

Pada kitosan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses penyerapan

ion logam, di antaranya :

a) Berat molekul dan derajat deasetilasi kitosan

Berat molekul dan derajat deasetilasi memainkan peranan yang penting

dalam proses kelarutan dan penyerapan. Kitosan merupakan hasil dari

deasetilasi kitin, yaitu proses pergantian gugus amida menjadi amina.

Derajat deasetilasi kitin dan kitosan dapat diperoleh dari spektra FTIR

masing-masing senyawa (Khan dkk, 2002)

Pertambahan nilai derajat deasetilasi menyebabkan bertambahnya jumlah

gugus amina bebas sehingga menurunkan berat molekulnya. Dengan

bertambahnya gugus amina bebas maka bertambah juga tempat untuk

berkoordinasi dan bereaksi (Milot dkk, 1998)

b) Ukuran kitosan

Kitosan biasanya dihasilkan dalam bentuk kepingan atau serbuk. Kedua

bentuk ini mudah hancur dan mengembang menyebabkan kapasitas serapan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

dan kuantitas serapan menurun sehingga tidak stabil dalam larutan berair

(Rorrer, 1999)

Kitosan dalam bentuk larutan atau gel dapat meningkatkan kapasitas

serapannya. Kitosan yang telah dimodifikasi dengan magnetik nanopartikel

juga dapat meninngkatkan kapasitas serapannya. Erdawati (2008), telah

meneliti penyerapan kitosan magnetik nanopartikel terhadap logam Ni (II)

meningkat dari 86,95 mg/gram oleh kitosan menjadi 477,8 mg/gram.

c) pH Kitosan

Kapasitas serapan kitosan terhadap ion logam menurun jika pH diturunkan.

Hal ini terjadi akibat adanya persaingan ion hidronium dan gugus amina

dalam penyerapan ion logam.

d) Temperatur

Mckay dkk (1989) telah melakukan penelitian dengan menggunakan serbuk

kitosan untuk menyerap ion logam Cu2+, Hg2+, Ni2+, dan Zn2+ secara isoterm

dan pemanasan pada temperatur 25 – 60oC pada pH netral. Hasil yang

diperoleh yaitu terjadinya penurunan kapasitas penyerapan dengan

pertambahan temperatur.

e) Waktu Penyerapan

Pengaruh waktu optimum terhadap proses penyerapan ion logam sangat

besar terhadap kadar serapan. Quian dkk (2000) melaporkan bahwa dengan

waktu 8 menit didapati hasil proses penyerapan ion logam Se (VI) sebanyak

95%.

2.4 Magnetik Nanopartikel

Perkembangan mengenai teknologi nano dalam sintesis magnetik nanopartikel

yang sesuai dan mempunyai banyak fungsi telah maju. Nanopartikel mempunyai

luas permukaan yang besar terhadap perbandingan volume. Karakteristik

nanopartikel umumnya dilakukan dengan teknik mikroskop elektron (TEM, SEM),

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

10 

mikroskop atomik (AFM), penghamburana cahaya dinamik (DLS), X-ray

mikroskop fotoelektron (XPS) dan bubuk X-ray diftaktometri (XRD) (Anisa dkk,

2003).

Fe3O4 merupakan magnetik nanopartikel yang telah digunakan sesuai denngan

sifat spesifiknya yaitu superparamagnetik, tidak beracun, dan ukurannya yang kecil.

Fe3O4 dihasilkan dari endapan campuran FeCl2.4H2O dan FeCl3.6H2O dalam

suasana basa (dengan kehadiran NH4Cl), reaksinya menurut Dung (2009) adalah

sebagai berikut :

FeCl2.4H2O + FeCl3.6H2O + 8 NH4OH → Fe3O4 + 8NH4Cl + 20H2O

Magnetik nanopartikel digunakan untuk melapisi beberapa surfaktan untuk anti

penggumpalan yang diakibatkan oleh interaksi dipol magnet antar partikel.

Magnetik nanopartikel biasanya terdiri dari pusat magnet dan cangkang polimer

yang mempunyai gugus fungsi yang aktif dan istimewa untuk berbagai aplikasi.

Aplikasi yang paling terkenal dari teknologi magnetik yaitu kromatografi

bioafinitas, penanggulangan limbah air, penghentian enzim aatau biomolekul lain,

dan preparasi uji imunilogi.

2.5 Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses akumulasi substansi di permukaan antara dua fase yang

terjadi secara fisika dan kimia, atau proses terserapnya molekul-molekul pada

permukaan eksternal atau internal suatu padatan. Akumulasi yang terjadi dapat

berlangsung pada proses cair-cair, cair-padat dan padat-padat. Adsorben adalah

bahan padat dengan luas permuakaan dalam yang besar. Permukaan yang luas ini

terbentuk karena banyaknya pori yang halus pada padatan tersebut. Adsorben dapat

berbentuk granulat (ukuran butiran sebesar beberapa mm) atau bentuk serbuk sesuai

dengan tujuan penggunaannya. Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai

adsorben di antaranya yaitu : karbon aktif, silika gel, dan zeolit (McCabe dkk,

1999).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

11

Adsorpsi yang terjadi karena adanya gaya tarik dari permukaan adsorban dan energi

kinetik molekul adsorbat, dapat berupa adsorpsi fisika, adsorpsi kimia dan adsorpsi

isoterm. Pada adsorpsi fisika terjadi gaya van der waals antara molekul adsorbat

dan adsorben untuk berikatan. Hal ini terjadi akibat perbedaan energi gaya tarik

elektrostatik sehingga adsorpsi fisika merupakan reversibel. Sedangkan adsorpsi

kimia merupakan interaksi antara elektron-elektron pada permukaan adsorben

dengan molekul-molekul adsorbat membentuk ikatan yanng lebih kuat

dibandingkan dengan adsorpsi fisika dimana prosesnya berlangsung secara

irreversibel.

Proses adsorpsi berlangsung dalam 3 tahap yaitu : pergerakan molekul-molekul

adsorbat menuju permukaan adsorben, penyebaran molekul-molekul adsorbat ke

dalam rongga-rongga adsorben, dan penarikan molekul-molekul adsorbat oleh

permukaan aktif membentuk ikatan yang sangat cepat.

2.6 Interaksi Logam dengan Kitin dan kitosan

Folsom (1986 dalam Melani (2010)) mengemukakan bahwa interaksi antara

ion logam dengan ligan pada umumnya berasal dari alam, berlangsung melalui

proses pertukaran kation, yang secara garis besar dibedakan menjadi tiga kelompok

yaitu :

1. Interaksi pertukaran kation cepat melibatkan ion Na, K, Mg, Ca, Li, Cs, Rb,

Sr dan Ba. Kation-kation ini cenderung membentuk kompleks dengan ligan

oksigen menghasilkan senyawa kompleks yang relatif stabil sehingga ligan

mengalami pertukaran yang cepat di air.

2. Interaksi pertukaran kation menengah melibatkan ion Mn(II), Fe(II), Co(II),

Ni(II), Cu(II), dan Pb(II). Kation-kation ini menunjukkan afinitas kuat

dengan ligan yang mengandung O, N, dan S dan di dalam sistem perairan

logam ini membentuk senyawa kompleks yang stabil sehingga tidak

ditemukan dalam ion bebas.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

12

3. Interaksi pertukaran kation lamabat yang melibatkan ion logam Cu(II),

Cr(III), Ti(II), Cd(II), Ag(I), Hg(II). Kation kation ini memiliki afinitas

yang kuat dengan ligan yang mengandung N dan S.

Kemampuan kitin dan kitosan untuk mengadakan interaksi dengan ion

logam disebabkan senyawa tersebut mengandung gugus fungsional utama

yaitu amida dan amina. Amida merupakan gugus aktif yang mempunyai

ikatan rangkap parsial sebagai akibat adanya ikatan rangkap pada gugus

karbonilnya, sedangkan gugus aktif amina tidak memiliki ikatan rangkap.

Kitin dan kitosan memiliki kemampuan mengikat ion-ion logam karena

elektron nitrogen yang terdapat dalam gugus-gugus amino tersubstitusi

dapat memantapkan ikatan dengan ion-ion logam transisi.

Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan

dimana penukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses

berlangsung. Kitosan menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi

golongan tiga, begitu pula pada logam yang

bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah (Muzzarelli, 1977).

2.7 Spektrofotometri Serapan atom (SSA) 2.7.1. Prinsip kerja alat

Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam

sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur

yang dianalisis. Beberapa di antara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala,

tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar

(ground state). Ato-atom dalam keadaan dasar ini kemudian menyerap radiasi yang

diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan.

Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan

panjang gelombang yang diadsorpsi oleh atom dalam nyala. Adsorpsi ini mengikuti

hukum Lambert-Beer yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala

yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

13

untuk ditentukan tetapi panjanng nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi

hanya berbanding langsung dengan konsentrasi anallit dalam larutan sampel.

2.7.2. Teknik-teknik Analisis

a. Metode Kurva kalibrasi

Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi

dan absorbansi dari larutan tersebut diukkur dengan SSA. Langkah selanjutnya

adalah membuat grafik antara konsentrasi dengan absorbansi yang akan merupakan

garis lurus melewati titik nol. Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah

absorbansi larutan sampel diukkur dan diintrapolasikan ke dalam kurva yang

diperoleh dengan menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi.

b. Metode Adisi Standar

Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yang

disebabkan oleh kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metode

ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu

takar, satu larutan diencerkan sampai volume tertentu, kemudian diukur

absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain

sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dahulu dengan sejumlah tertentu

larutan standar dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum

Lambert-Beer akan berlaku hal-hal berikut :

Ax = K Cx ............................................... (1)

At = K (Cs + Cx) ..................................................(2)

Dimana :

K = a b

Cx = konsentrasi zat sampel

Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel

Ax = absorbansi zat sampel

At = absorbansi zat sampel ditambah zat standar

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

14 

Jika kedua persamaan di atas digabung akan diperoleh :

Cx = Cs [Ax / (At – Ax)] .....................................(3)

Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan At

dengan spektrofotometer. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula

dibuat suatu grafik antara At vs Cs, garis lurus yang diperoleh diekstrapolasikan ke

At = 0, sehingga diperoleh :

Cx = Cs [Ax / (0 – Ax)] .......................................(4)

Cx = Cs [Ax / (– Ax)] .......................................(5)

Cx = - Cs .......................................(6)

2.7.3. Komponen-komponen SSA

a. Sumber Radiasi

Sebagai sumber radiasi berupa lampu katoda berongga, pada lampu berongga

ini digunakan lampu berlapis logam yang sama dengan logam yang akan dianalisis,

karena lampu ini mempunyai tinngkat energi sama dengan atom logam yang akan

dianalisis maka akan mengabsorbsi panjang gelombang dari lampu katoda

berongga. Sesudah atom logam mengabsorpsi panjang gelombang maka akan

tereksitasi tidak stabil dan akan kembali pada keadaan dasar sambil memancarkan

radiasi kembali.

b. Atomisasi

Atomisasi dapat dilakukan dengan nyala api. Fungsi pokok nyala api adalah

untuk mengubah unsur logam yang akan dianalisis menjadi atom-atom bebas yang

masih dlam keadaan dasarnya.

c. Monokromator

Monokromator dalam instrumentasi SSA berfungsi untuk meneruskan panjang

gelombang emisi dari lampu katoda berongga yang diadsorpsi paling kuat oleh

atom-atom di dalam nyala api dan menahan garis-garis emisi lain dari lampu katoda

berongga yang tidak digunakan untuk analisis.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28112/4/Chapter II.pdf · Berbagai metode digunakan untuk menyediakan kitosan ... ion

15

d. Detektor

Berfungsi sebagai pengolah sinar radiasi menjadi sinyal-sinyal listrik.

e. Amplifier

Berfungsi sebagai penguat sinyal listrik yanng dihasilkan oleh detektor.

f. Rekorder

Berfungsi untuk menampilkan bentuk sinyal listrik menjadi satuan yang

dapat dibaca.

Gambar 2.1. Diagram sederhana dari spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Sumber radiasi atomisasi

detektor amplifier recorder

monokromator

Universitas Sumatera Utara