Amami Bu Dhyana
-
Upload
riris-premilga -
Category
Documents
-
view
135 -
download
0
Transcript of Amami Bu Dhyana
ANALISIS KARBOHIDRAT SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF
Karbohidrat ('hidrat dari karbon', hidrat arang) atau sakarida (dari bahasa
Yunaniσάκχαρον, sákcharon, berarti "gula") adalah segolongan besar senyawa organik yang
paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup,
terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada
tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan,
kitin pada hewan dan jamur).
Secara biokimia, karbohidrat adalah polihidroksil-aldehida atau polihidroksil-keton, atau
senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung
gugus fungsi karbonil (sebagai aldehida atau keton) dan banyak gugus hidroksil. Pada awalnya,
istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang mempunyai rumus (CH2O)n, yaitu
senyawa-senyawa yang n atom karbonnya tampak terhidrasi oleh n molekul air. Namun
demikian, terdapat pula karbohidrat yang tidak memiliki rumus demikian dan ada pula yang
mengandung nitrogen.
Karbohidrat merupakan senyawa – senyawa aldehida atau keton yang mempunyai gugus
hidroksil. Senyawa – seyawa ini menyusun sebagian besar bahan organic di dunia karena peran
multipelnya pada semua bentuk kehidupan. Karbohidrat bertindak sebagai sumber energi, bahan
bakar, dan zat antara metabolisme. Contoh : pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan
adalah polisakarida yang dapat dimobilisasi untuk menghasilkan glukosa (bahan bakar utama
untuk pembentukan energi). Gula ribosa dan deoksi ribosa pembentuk sebagian kerangka
struktur RNA dan DNA. Fleksibilitas cincin kedua gula ini penting pada penyimpanan dan
ekspresi informasi genetika.
Karbohidrat atau sakarida terdapat gugus hidroksil (-OH), gugus aldehid atau gugus
keton. Maka dapat didefinisikan bahwa karbohidrat sebagai senyawa polihidroksialdehida atau
polihidroksiketon, atau senyawa yang dihidrolisis dari keduanya. Karbohidrat dapat digolongkan
berdasarkan jumlah monomer penyusunnya. Ada 3 jenis karbohidrat berdasarkan penggolongan
ini, yaitu, Monosakarida, Disakarida (Oligosakarida) dan Polisakarida. Adanya karbohidrat
dalam makanan dapat diketahui dengan berbagai uji baik uji kualitatif maupun uji kuantitatif.
UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT
1. Uji Molisch
Prinsip reaksi ini adalah dehidrasi senyawa karbohidrat oleh asam sulfat pekat. Dehidrasi
heksosa menghasilkan senyawa hidroksi metil furfural, sedangkan dehidrasi pentosa
menghasilkan senyawa fulfural. Uji positif jika timbul cincin merah ungu yang merupakan
kondensasi antara furfural atau hidroksimetil furfural dengan a-naftol dalam pereaksi molish.
Uji molisch adalah uji kimia kualitatif untuk mengetahui adanya karbohidrat. Uji ini untuk
semua jenis karbohidrat. Mono-, di-, dan polisakarida akan memberikan hasil positif.
Sampel yang diuji dicampur dengan reagent Molisch, yaitu α-naphthol yang terlarut
dalam etanol 95%. Setelah pencampuran atau homogenisasi, H2SO4 pekat perlahan-lahan
dituangkan melalui dinding tabung reaksi agar tidak sampai bercampur dengan larutan atau
hanya membentuk lapisan.
H2SO4 pekat (dapat digantikan asam kuat lainnya) berfungsi untuk menghidrolisis ikatan
pada sakarida untuk menghasilkan furfural. Furfural ini kemudian bereaksi dengan reagent
Molisch, α-naphthol membentuk cincin yang berwarna ungu.
Reaksi yang terjadi adalah :
Pereaksi Molisch : larutkan 10 gr α-naphthol kedalam 100 mL etanol 95%
Prosedur
1. 15 tetes larutan uji karbohidrat dimasukkan kedalam tabung rekasi yang masih kering dan
bersih
2. Diambahkan 3 tetes pereaksi Molisch. Campurkan dengan baik.
3. Tabung rekasi dimiringkan , lalu alirkan dengan hati-hati 1 mL H2SO4 pekat melalui
dinding tabung supaya tidak bercampur.
4. Perhatikan terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas antara kedua lapisan yang
menandakan reaksi positif karbohidrat.
5. Dicatat hasil dan buatlah kesimpulannya.
2. Uji Benedict
Uji Benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi
(yang memiliki gugus aldehid atau keton bebas) . Gula pereduksi meliputi semua jenis
monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa, glukosa dan maltosa. Uji benedict
berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh gugus aldehid atau keton bebas dalam suasana
alkalis, biasanya ditambahkan zat pengompleks seperti sitrat atau tatrat untuk mencegah
terjadinya pengendapan CuCO3. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata,
kadang disertai dengan larutan yang berwarna hijau, merah, atau orange.
Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid
dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah
gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah
menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi
benedict.
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan,
sample makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan
dalam waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru
(tanpa adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan
glukosa tinggi).
Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua
monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa
sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak
bersifat pereduksi.
Pengamatan yang dilakukan dalam uji Benedict ini dapat dilakukan dengan mengamati
perubahan warna dan terjadinya endapan. Warna larutan dapat terlihat bermacam-macam
tergantung dari konsentrasi karbohidrat ayng dipakai, larutan dapat berwarna hijau, hijau
kebiruan dan kuning.
Pada uji Benedict terhadap glukosa dan fruktosa larutan berwarna hijau kebiruan dan
terdapat endapan merah bata di dalamnya yang menandakan pengujian positif, sedangkan pada
maltosa dan laktosa larutan memiliki warna hijau kebiruan tanpa endapan merah bata hal ini
menunjukan bahwa pengujian positif terdapat gula di dalamnya, tetapi pada pengujian terhadap
sukrosa dan pati warna yang terlihat adalah biru menandakan bahwa hasil uji negatif
mengindikasikan bahwa sukrosa dan pati tidak memiliki gula pereduksi yang dapat mereduksi
reagen benedict.
Prinsip :
Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan mereduksi ion Cu 2+ dalam suasana
alkalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata.
Reaksi :
O O
║ ║
R—C—H + Cu2+ 2OH- → R—C—OH + Cu2O
Gula Pereduksi Endapan Merah Bata
Pereaksi Benedict : Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100
gram natrium karbonat anhydrous (Na2CO3), 173 gram natrium sitrat, dan 17.3 gram tembaga
(II) sulfat pentahydrate, kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter.
Prosedur
1. Dimasukkan 3 tetes larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi yang masih kering dan
bersih
2. Ditambahkan 2 mL pereaksi Benedict, kemudian dikocok.
3. Dimasukkan kedalam penangas air selama 5 menit. Amati perubahan warna endapannya.
4. Pembentukan warna endapan hijau, kuning, atau merah menunjukan reaksi positif
karbohidrat.
5. Dicatat hasil dan buatlah kesimpulannya.
3. Uji Barfoed
Uji ini untuk membedakan monosakarida dan disakarida dengan jalan mengontrol
kondisi-kondisi percobaan, seperti pH dan waktu pemanasan. Pada analisa ini, karbohidrat
direduksi pada suasana asam. Disakarida juga akan memberikan hasil positif bila didihkan cukup
lama hingga terjadi hidrolisis.
Uji Barfoed menggunakan reagen Barfoed yang terdiri dari tembaga asetat dan asam
asetat glacial sebagai pereaksi. Diketahui bahwa disakarida merupakan agen pereduksi yang
lemah, mereka tidak membentuk ion kupri pada reagen Barfoed yang ada dalam keadaan asam,
sedangkan monosakarida merupakan agen pereduksi yang kuat dan mampu membentuk ion
kupri dalam reagen Barfoed dalam keadaan asam karena itu uji Barfoed ini digunakan untuk
membedakan disakarida pereduksi dengan monosakarida pereduksi dalam suatu sampel.
Pada proses pengujian, larutan dipanaskan, pemanasan terhadap sampel membantu asam
asetat glacial menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida yang kemudian akan mereduksi
reagen, karena itu perbedaan waktu yang ada menjadi indikasi perbedaan terhada monosakarida
pereduksi dan disakarida pereduksi.
Monosakarida pereduksi ditandai dengan terjadinya endapan merah bata kupro oksida
(Cu2O) pada saat di panaskan dalam kurun waktu dua sampai tiga menit sedangkan disakarida
pereduksi di tandai dengan pembentukan endapan merah bata kupro oksida (Cu2O) dalam kurun
waktu sepuluh sampai dua belas menit.
Prinsip :
Ion Cu2+ (dari pereaksi Barfoed) dalam suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula
reduksi monosakarida daripada disakarida dan menghasilkan endapan Cu2O berwarna merah
bata.
Reaksi :
O O
║ Cu2+ asetat ║
R—C—H + ─────→ R—C—OH + Cu2O+ CH3COOH
n-glukosa E.merah
monosakarida bata
Pereaksi Barfoed : Larutkan 48 gram kristal tembaga asetat dalam 900 mL air, kemudian
tambahkan 50 mL asam laktat 8,5%. Selanjutnya tambahkan air sampai volume 1000 mL.
Prosedur
1. Dimasukkan 1 mL larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi yang masih kering dan
bersih.
2. Ditambahkan 1 mL pereaksi Barfoed, kemudian dikocok.
3. Dimasukkan kedalam penangas air selama 3 menit.
4. Dinginkan dalam air mengalir.
5. Bila tidak terjadi reduksi selama 5 menit, lakukan pemanasan selama 15 menit sampai
terlihat adanya reduksi.
6. Dicatat hasil dan buatlah kesimpulannya
4. Uji Seliwanoff
Uji Seliwanoff bertujuan untuk mengeahui adanya ketosa (karbohidrat yang mengandung
gugus keton). Pada pereaksi seliwanoff, terjadi perubahan oleh HCl panas menjadi asam
levulinat dan 4-hidroksilmetilfurfural. Jika dipanaskan karbohidrat yang mengandung gugus
keton akan menghasikan warna merah pada larutannya. Disakarida sukrosa yang mudah
dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa memberi reaksi positif dengan uji Seliwanoff. Glukosa
dan karbohdrat lain dalam jumlah banyak dapat juga memberi warna yang sama.
Pada pengujian dilakukan pemanasan pada larutan, pemanasan akan membantu proses
hidrolisis disakarida yang akan menghasilkan monosakarida ketosa, dan kemudian memberi
warna. Keberadaan HCl dalam reagen pada saat fruktosa yang berada dalam golongan ketosa
bereaksi dengannya akan menghasilkan warna merah cherry dengan struktur kimia yang
kompleks. Sebaliknya golongan disakarida seperti maltosa dan laktosa tidak bereaksi (negatif)
pada saat mereka dihidrolisis menjadi monosakarida aldosa, dengan kata lain aldosa tidak
bereaksi dalam uji Seliwanoff ini.
Pada dasarnya uji ini memiliki dua tahapan penting yang harus dilewati pada pendidihan,
yaitu proses dehidrasi yang dialami fruktosa oleh reagen Seliwanoff yang menghasilkan
pembentukan hidroksi metil furfural dan kondensasi hidroksi metil furfural dengan resorcinol
sehingga membentuk senyawa kompleks berwarna merah cherry.
Hasil yang didapat pada uji ini dapat diidentifikasi dari warna larutan yang berubah pada
saat bereaksi. Jika sampel berubah menjadi warna merah cherry, itu menunjukan bahwa di dalam
sampel terdapat ketosa, tetapi jika sampel berwarna biru kehijauan atau peach menunjukan
bahwa sampel memiliki aldosa.
Prinsip :
Dehidrasi fruktosa oleh HCl pekat menghasilkan hodroksimetilfurfural dan dengan penambahan
resorsinol akan mengalami kondensasi membentuk senyawa kompleks berwarna merah oranye.
Reaksi :
Pereaksi Seliwanoff : Larutkan 0,05 gram resorsiol dalam 100 mL larutan HCl encer (satu bagian
HCl pekat dengan dua bagian air).
Prosedur
1. Masukkan beberapa tetes larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi yang telah diisi 2
mL pereaksi Seliwanoff.
2. Masukan kedalam penangas air selama 1 menit. Perhatikan perubahan warna yang
terjadi.
3. Catat hasil dan buatlah kesimpulannya
4. Lakukan percobaan ini dengan larutan fruktosa, glukosa, dan sukrosa.
5. Terjadinya perubahan warna merah dan endapan menunjukan reaksi positif untuk ketosa,
bila endapan dilarutkan dalam alcohol terjadi larutan berwarna merah.
5. Uji Tollens
Uji ini untuk positif terhadap karbohidrat pentosa yang membedakannya dengan heksosa.
Aldehida dapat mereduksi pereaksi Tollens sehingga membebaskan unsur perak (Ag). Pereaksi
tollens, pengoksidasi ringan yang digunakan dalam uji ini, adalah larutan basa dari perak nitrat.
Larutannya jernih dan tidak berwarna. Untuk mencegah pengendapan ion perak sebagi oksida
pada suhu tinggi, maka ditambahkan beberapa tetes larutan amonia. Amonia membentuk
kompleks larut air dengan ion perak.
Pereaksi Tollens mengandung ion diamminperak(I), [Ag(NH3)2]+. Ion ini dibuat dari
larutan perak (I) nitrat. Caranya dengan memasukkan setetes larutan natrium hidroksida ke
dalam larutan perak (I) nitrat yang menghasilkan sebuah endapan perak (I) oksida, dan
selanjutnya tambahkan larutan amonia encer secukupnya untuk melarutkan ulang endapan
tersebut.
Pereaksi Tollens sering disebut sebagai perak amoniakal. Endapan perak pada uji ini akan
menempel pada tabung reaksi yang akn menjadi cermin perak. Oleh karena itu Pereaksi Tollens
sering juga disebut pereaksi cermin perak.
Prinsip :
Aldehid dioksidasi menjadi anion karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia Tollens direduksi
menjadi logam Ag. Uji positf ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding dalam
tabung reaksi.Reaksi
Prosedur
1. Masukkan beberapa tetes larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi yang telah diisi 2
mL pereaksi Tollens.
2. Masukan kedalam penangas air selama 1 menit. Perhatikan perubahan warna yang
terjadi.
3. Catat hasil dan buatlah kesimpulannya
6. Uji Osazon
Pada uji Osazon, yang mendasarinya adalah pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus
aldehida atau keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon atau osazon.
Osazon yang terbentuk mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang spesifik.
Osazon dari disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali bila didinginkan,
namun sukrosa tidak membentuk osazon karena gugus aldehida dan keton yang terikat pada
monomernya sudah tidak bebas, sebaliknya osazon monosakarida tidak larut dalam air mendidih.
Beberapa larutan uji menunjukkan reaksi positif dengan membentuk kristal berwarna
kuning yang disebut dengan osazon yaitu larutan fruktosa dan galaktosa dan larutan lainnya tidak
membentuk kristal osazon. Setelah diamati di bawah mikroskop, bentuk kristal dari fruktosa
adalah pentagonal sedangkan pada galaktosa segi empat runcing.
Prinsip :
Pada uji Osazon, yang mendasarinya adalah pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus
aldehida atao keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon atau osazon.
Osazon yang terbentuk mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang spesifik. Osazon dari
disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali bila didinginkan, namun sukrosa tidak
membentuk osazon karena gugus aldehida dan keton yang terikat pada monomernya sudah tidak
bebas, sebaliknya osazon monosakarida tidak larut dalam air mendidih.
Prosedur
1. Masukkan 5 mL larutan uji karbohidrat kedalam tabung rekasi.
2. Masukan campuran fenil hidrazon Na-asetat kering.
3. Kocok dan panaskan dalam penangas air selama 30 menit.
4. Dinginkan, kemudian diperiksa endapan yang terbentuk di bawah mikroskop.
5. Catat hasil dan buatlah kesimpulannya.
7. Uji Iodium
Uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Reagent yang digunakan adalah
larutan iodine yang merupakan I2terlarut dalam potassium iodide. Reaksi antara polisakarida
dengan iodin membentuk rantai poliiodida. Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks
(melingkar), sehingga dapat berikatan dengan iodin, sedangkan karbohidrat berantai pendek
seperti disakarida dan monosakaraida tidak membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat
berikatan dengan iodin.
Prinsip :
Polisakarida dengan penambahan iodium akan membentuk kompleks adsorpsi berwarna
yang spesifik. Amilum atau pati dengan iodium menghasilkan warna biru , dekstrin
menghasilkan warna merah anggur, sedangkan glikogen dan sebagian pati yang terhidrolisis
bereaksi dengan iodium membentuk warna cokelat.
Prosedur :
1. 3 tetes larutan uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 2 tetes larutan iodium
3. Diamati perubahan warna yang terjadi
8. Uji Tauber
Uji tauber adalah reaksi positif terhadap pentosa dan negatif terhadap heksosa. Reagen
tauber terdiri dari larutan 4% benzidin dalam asam asetat glacial. Reaksi pentosa dihidrolisis oleh
asam asetat glacial menjadi furfural. Furfural yang terbentuk akan bereaksi dengan 4% benzidin
membentuk kompleks senyawa berwarna merah anggur. Arabinosa termasuk pentosa
(aldopentosa) sehingga memberi reaksi positif terhadap reagen Tauber, sedang glukosa dan
fruktosa termasuk heksosa sehingga reaksinya negatif.
Prinsip :
Pentosa dalam asam asetat pekat jika dipanaskan berubah menjadi furfural uyang
kemudian dengan benzidin mengadakan kondensasi membentuk zat yang berwarna merah
anggur. Heksosa tidak memberikan warna merah. Reaksi ini posotif untuk aldopentosa dan
negatif untuk ketopentosa.
9. Uji Bial
Uji bial untuk menguji adanya gula pentose. Pemanasan pentose dengan HCl pekat akan
menghasilkan furfural yang berkondensasi dengan orcinol dan ion feri. Hasil pemanasan akan
menghasilkan warna biru hijau yang menunjukkan adanya gula pentosa.
Prinsip :
Pada uji bial, dasar dari percobaannya adalah dehidrasi pentosa oleh HCl pekat
menghasilkan furfural dengan penambahan orsinol (3.5-dihidroksi toluena) akan berkondesasi
membentuk senyawa kompleks berwarna biru.
Prosedur :
1. 5 tetes sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Ditambahkan 10 tetes pereaksi bial dan 2 tetes HCl pekat
3. Dihomogenkan dan dipanaskan hingga mendidih
4. Diamati perubahan warna yang terjadi
10. Uji Asam Musat
Prinsip :
Dilakukan untuk membedakan antara glukosa dan galaktosa. Larutan uji dicampurkan
dengan HNO3 pekat kemudian dipanaskan. Karbohidrat dengan asam nitrat pekat akan
menghasilkan asam yang dapat larut. Namun, laktosa dan galaktosa menghasilkan asam musat
yang dapat larut.
Prosedur :
1. 10 tetes larutan uji dan 2 tetes HNO3 pekat dimasukkan di dalam tabung reaksi.
2. Selanjutnya dipanaskan dalam penangas air mendidih sampai volumenya kira-kira tinggal 2-
3 tetes.
3. Lalu didinginkan perlahan-lahan, dan perhatikan terbentuknya kristal-kristal keras seperti
pasir.
4. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop.
11. Hidrolisa Sukrosa
Sukrosa adalah karbohidrat golongan disakarida yang terdiri dari dua unit monosakarida,
yaitu glukosa dan fruktosa. Dengan asam kuat encer sukrosa dapat dihidrolisa menjadi unit-unit
monosakaridanya. Hidrolisis sukrosa ini untuk membuktikan apakah hasil hidrolisis dari sukrosa
adalah glukosa dan fruktosa yaitu dengan cara setelah sukrosa dihidrolisis, larutan yang telah
dihidrolisis itu dites dengan test benedict untuk membuktikan glukosa dan test seliwanoff untuk
membuktikan ada fruktosa.
Hal ini menyebabkan uji Benedict dan uji Seliwanoff yang sebelum hidrolisis
memberikan hasil negatif menjadi positif. Uji Barfoed menjadi positif pula dan menunjukkan
bahwa hidrolisis sukrosa menghasilakn monosakarida.
Prinsip :
Untuk mengidentifikasi hasil hidrolisis sukrosa digunakan larutan sukrosa 1%, pereaksi
Benedict, pereaksi Seliwanoff, pereaksi Barfoed, larutan HCl pekat, larutan NaOH 2% sebagai
bahannya. larutan sukrosa ditambahkan dengan HCl pekat lalu dipanaskan selama 45 menit.
Setelah didinginkan dinetralkan dengan NaOH 2%. Lalu diuji dengan pereaksi Benedict,
Seliwanoff, dan Barfoed.
Prosedur
1. Isi tabung reaksi dengan 5 mL larutan uji sukrosa.
2. Tambahkan 1 mL HCl 10%.
3. Masukan kedalam penangas air selama 15 menit.
4. Dinginkan perlahan-lahan, kemudian netralkan.
5. Tes hidrolisa dengan pereaksi Benedict, Seliwanoff dan Barfoed.
6. Catat hasil dan buatlah kesimpulannya
12. Hidrolisa Pati
Pati (starch) atau amilum merupakan polisakarida yang terdapat pada sebagian besar
tanaman, terbagi menjadi dua fraksi yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa (± 20%) memilki
strusktur linier dan dengan iodium memberikan warna biru serta larut dalam air. Fraksi yang
tidak larut disebut amilopektin (± 80%) dengan struktur bercabang. Dengan penambahan iodium
fraksi memberikan warna ungu sampai merah. Pati dalam suasana asam bila dipanaskan akan
terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sedrhana. Hasil hidrolisis dapat dengan
iodium dan menghaislkan warna biru sampai tidak berwarna.
Pada percobaan ini akan terlihat bahwa pada hidrolisis pati ini glukosa akan terbentuk
sebagai zat akhir. Penambahan HCl pekat lalu pemanasan dimaksudkan agar hidrolisis terjadi
karena hidrolisis pati hanya terjadi dalam pemanasan dengan asam.
Prinsip :
Untuk mengidentifikasi hasil hidrolisis amilum digunakan larutan amilum 1%, larutan
iodium, pereaksi Benedict, larutan HCl 2 N, Larutan NaOH 2%. Amilum ditambahkan dengan
HCl lalu dipanaskan. Dilakukan uji iodium setiap 3 menit hingga warnanya berubah jadi kuning
pucat. Kemudian larutan dihidrolisis lagi selama 5 menit lalu didinginkan dan dinetralkan
dengan NaOH 2%,. Lalu diuji dengan pereaksi Benedict.
Prosedur
1. Masukkan 25 mL larutan pati 1% ke dalam sebuah gelas kimia.
2. Tambahkan 10 tetes HCl pekat, dan panaskan dalam penangas air.
3. Setiap 3 menit ambil satu tetes larutan dan tes dengan iodium.
4. Pada waktu yang sama diambil lagi 3 tetes larutan dan ditambahkan pereaksi Benedict
kemudian dipanaskan dalam penangas air, amati derajat reduksi yang terjadi dan
bandingkan dengan tes iodium.
13. Reaksi Pati dengan Iodium
Prinsip :
Pati dengan iodium membentuk kompleks yang berwarna biru. Akan tetapi struktur atau ikatan
antara iodium dengan pati belum diketahui dengan pasti. Dextrin dengan iodium akan
menghasilkan warna merah anggur.
Prosedur
1. Kedalam 1 mL larutan pati 1% ditambahkan 2 tetes larutan iodium.
2. Panaskan, kemudian dinginkan kembali.
3. Perhatikan baik-baik perubahan warna yang terjadi.
4. Kemudian tambahkan tetes demi tetes larutan thiosulfat sampai warna hilang.
UJI KUANTITATIF KARBOHIDRAT
1. Analisis total gula (Metode Anthrone)
Gula dapat bereaksi dengan sejumlah pereaksi menghasilkan warna spesifik. Intensitas
warna dipengaruhi oleh konsentrasi gula. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan
spektofotometer. Pereaksi Anthrone (9,10-dihidro-9-oksoantrasena) 0,1% dalam asam sulfat
pekat. Pereaksi Anthrone bereaksii dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan
warna biru kehijauan. Intensitas absorbansnya diukur pada λ=630nm. Metode ini digunakan
untuk analisis total gula bahan padat atau cair.
Prinsip :
Prinsip dasar dari metode anthrone adalah senyawa anthrone akan bereaksi secara
spesifik dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang
khas. Senyawa anthrone (9,10-dihydro-9- oxanthracene) merupakan hasil reduksi anthraquinone.
Prosedur kerja
Pembuatan kurva standar :
1. Kedalam tabung reaksi bertutup, pipet larutan glukosa standar sebanyak 0,2;0,4;0,6;0,8; dan
1,0 ml (glukosa standar 0,2 mg/ml), lalu encerkan sehingga total volume masing-masing
tabung 1,0 ml.
2. Buat larutan blanko dengan cara memipet 1 ml air destilata ke dalam tabung reaksi lain.
3. Tambahkan pereaksi 5 ml Anthrone dengan cepat ke dalam larutan glukosa standard an
blanko kemudian tutup. Voertex dan kocok hingga merata.
4. Panaskan tabung reaksi di atas penangas air 100oC selama 12 menit. Dinginkan
5. Pindahkan larutan ke dalam kuvet dan baca absorbans dengan UV-Vis spektrofotometer pada
630 nm.
6. Buat plot kurva yaitu konsentrasi (g) glukosa standar pada sumbu x dan nilai absorbans pada
sumbu y.
Analisis contoh :
1. Lakukan pengenceran contoh
2. Masukkan sebanyak 1ml contoh kedalam tabung reaksi tertutup
3. Lakukan tahap seperti pada pembuatan kurva standar
Perhitungan metode ini adalah dengan menentukan konsentrasi gula dalam contoh
mengguanakan kurva standar (hubungan antara konsentrasi gula standar dengan absorbans) dan
memperhitunkan pengenceran yang dilakukan. Rumusnya dapat ditulis sebagai berikut.
Total gula (%) = ((GxFP)/W)x100
Dimana:
G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (gram)
2. Analisis total gula (Metode Fenol)
Metode ini digunakan untuk menetapkan total gula semua bahan pangan. Sebelumnya
contoh harus disiapkan seperti pada persiapan contoh untuk analisis gula.
Prinsip :
Gula sederhana, oligosakarida, polisakarida, dan turunannya dapat bereaksi dengan fenol
dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna oranye kekuningan yang stabil.
Prosedur:
Pembuatan kurva standar :
1. Ambil sebanyak 2ml larutan pada beberapa konsentrasi
2. Tambahkan 1ml larutan fenol (5%), lakukan vortex
3. Tambahakan 5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cepat secara tegak lurus kepermukaan
cairan
4. Diamkan selama 10 menit, vorteks, dan tempatkan dalam penangas air selama 15 menitUkur
absorbansnya pada 490nm untuk hekstosa sedangkan untuk pentosa dan asam uronat 480 nm.
5. Buat plot kurva standar. Lalu tentukan persamaan regresi linier.
Analisis contoh
1. Lakukan pengenceran contoh
2. Masukkan 2ml contoh ke dalam tabung reaksi dan lakukan tahap seperti pada pembuatan
kurva standar.
Perhitungan menggunakan metode fenol adalah konsentrasi gula dalam contoh ditentukan
dengan menggunakan kurva standar (hubungan antara konsentrasi gula standar dengan
absorbans) dan memperhitungkan pengenceran yang dilakukan. Rumus perhitungannya dapat
ditulis sebagai berikut.
Total gula (%) = ((GxFP)/W)x100
Dimana:
G = konsentrasi gula dari kurva standar (gram)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (gram)
3. Analisis gula reduksi (Metode Lane-Eynon)
Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya berdasarkan pada
kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Analisis gula pereduksi dengan metode Lane-
Eynon dilakukan secara volumetri dengan titrasi/titrimetri. Metode ini digunakan untuk
penentuan gula pereduksi dalam bahan padat atau cair seperti laktosa, glukosa, fruktosa, maltosa.
Prinsip :
Metode Lane-Eynon didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi Fehling oleh gula-gula
pereduksi. Penetapan gula pereduksi dengan melakukan pengukuran volume larutan gula
pereduksi standar yang dibuthkan untuk mereduksi pereaksi tembaga (II) basa menjadi tembaga
(II) oksida (Cu2O). Udara yang mempengaruhi reaksi dikeluarkan dari campuran reaktan dengan
cara mendidihkan laruta selama titrasi.
Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen blue yang warnanya akan hilang karena
kelebihan gula pereduksi di atas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga.
Pereaksi yang digunakan adalah Fehling A berisi tembaga (II) yaitu CuSO4.5H2O dan
H2SO4 serta Fehling B berisi garam Rochelle atau potasium sodium tartat teirahidrat
(KnaC4H6O6.4H2O) dan NaOH.
Prosedur :
Standarisasi larutan fehling :
1. Masukkan 10 ml laruta campuran Fehling A dan B kedalam erlenmeyer dan tambah 2-4 tetes
metilen blue 0,2%.
2. Kemudian lakukan tahapan seperti pada analisis contoh.
Analisis contoh :
1. Campurkan larutan fehling A dan B dengan volume yang sama
2. Pipet 10 ml larutan dari hasil persiapan contoh kedalam erlemeyer
3. Tambahkan kedalam erlenmeyer 10 ml larutan campuran fehling A dan B serta 2-4 tetes
metilen blu 0,2 %.
4. Panaskan campura larutan di atas hot plate magnetic stirrer
5. Setelah mendidih, lakukan titrasi sengan larutan gula standart sampai warna biru hilang
6. Titrasi dilakukan dengan cepat, maka perlu ditambahkan larutan glukosa standar dengan
volume tertentu.
Perhitungan dalam metode ini adalah sebagai berikut.
Gula pereduksi (%) = [(V0-Vs)xGxTsxFx100]/(TxW)
Dimana:
Vo = volume larutan glukosa standar untuk titrasi larutan Fehling (ml)
Vs = volume larutan glukosa standar untuk titrasi contoh (ml)
G = konsentrasi larutan glukosa standar (g/ml)
Ts = volume contoh total dari persiapan contoh (ml)
T = volume contoh yang diperlukan untuk titrasi (ml)
W = berat contoh (g)
F = faktor pengenceran
4. Analisis Gula Reduksi (Nelson-Somogyi)
Dalam menentukan gula pereduksi dalam bahan padat atau cair perlu persiapan contoh
gula terlebih dahulu. Dalam metode ini digunakan pereaksi tembaga sulfat yanng mengandung
Na2HPO4, sodium potasium tartrat, NaOH, CuSO4, Na2SO4- dan pereaksi arsenomolibdat yang
mengandung amonium molibdat, H2SO4, Na2H2SO4.7H2O.
Prinsip :
Metode Nelson-Somogyi didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi tembaga sulfat oleh
gula-gula pereduksi. Gula pereduksi mereduksi pereaksi tembaga (II) basa menjadi tembaga (I)
oksida (Cu2O). Cu2O ini bersama dengan arsenomolibdat membentuk senyawa komplek
berwarna. Intensitas warna menunjukkan banyaknya gula pereduksi dengan pengujian
menggunakan λ=520 nm.
Prosedur Kerja
Pembuatan kurva standar
1. Siapkan 6 tabung reaksi masing masing diisi dengan 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ml larutan
glukosa standar.
2. Tambahkan aquadest dalam tiap tiap tabung tersebut sehingga volume untuk tiap-tiap tabung
mencapai 1 ml
3. Tambahkan 1 ml reagensia Nelson pada tiap-tiap tabung dan panaskan dalam air mendidih
selama 20 menit
4. Dinginkan semua tabung dengan cara direndam dalam air dingin hingga suhu mencapai 250C
5. Tambahkan 1 ml reagen Arsenomolibdat pada tiap-tiap tabung, kocok homogen sampai
semua endapan kuprooksida larut semua.
6. Tambahkan 7 ml aquadest,kocok homogen
7. Tera absorbansinya pada λ 540 nm dengan spektrofotometer
8. Buat kurva standar hubungan antara absorbansi dan konsentrasi
9. Tentukan persamaan kurva standarnya
Penentuan kadar gula reduksi sampel:
1. Ambil 1 ml larutan sampel jernih, lakukan prosedur yang sama dengan pembuatan kurva
standar mulai dari no. 3 – 7.
2. Tentukan kadar gula reduksi sampel dengan menggunakan persamaan kurva standar.
Perhitungan dalam metode ini adalah kandungan gula pereduksi dalam contoh ditentukan
dengan menggunakan kurva standar (hubungan antara konsentrasi gula standar dengan
absorbans) dan memperhitungkan pengenceran yang dilakukan. Apabila kandungan gula
pereduksi diketahui, maka kandungan gula non-pereduksi dapat ditentukan sebagai selisih antara
kadar total gula dengan kadar gula pereduksi.
Total gula = gula pereduksi + gula non-reduksi
5. Analisis Total Pati, Amilosa, Amilopektin
Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara volumetrik/titrimetri atau
kolorimetri. Penentuan total pati adalah dengan cara menghidrolisis pati secara sempurna
menjadi glukosa. Hidrolisis pati menjadi gula dapat terjadi saat ada perlakuan asam yaitu
memecah ikatan glikosidik yang menghubungkan antar glukosa. Dapat juga terjadi secara
enzimatis (enzim α-amilase dan glukoamilase) yang memecah molekul-molekul amilosa dan
amilopektinn menjadi gula sederhana.
Kandungan glukosa dapat ditentukan menggunakan metode penetapan gula seperti
metode Anthrone, metode fenol, metode Lane-Eynon, metode Nelson-Somogyi. Kandungan pati
ditentukan menggunakan fakor pengali (0,9). Sehingga kandungan pati adalah kandungan
glukosa x 0,9. Dapat ditentukan untuk analisis kadar pati pada contoh padat atau cair.
Prosedur Kerja Analisis Total Pati
Persiapan Contoh :
1. Masukkan sebanyak 2 – 5 g contoh padat atau cair ke dalam gelas (untuk contoh padat
perlu dihaluskan dahulu)
2. Tambahkan ke dalam gelas piala sebanyak 50 ml alkohol 80%. Aduk selama 1 jam
3. Saring suspensi yang terbentuk dengan kertas saring dan cuci dengan air sampai volume
filtrat 250 ml (filtrat ini mengandung karbohidrat yang larut dan dibuang)
4. Untuk menghilangakn lemak, cuci pati yang terdapat sebagai residu dengan 10 ml eter
(sebanyak 5 kali). Saring setiap pencucian dengan kertas saring. Biarkan menguap eter yang
tersisa dalam residu.
5. Cuci lagi residu dengan 150 ml alkohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat
yang terlarut.
6. Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam gelas piala dengan cara
pencucian dengan 200 ml air. Tambahkan 20 ml HCl 25%.
7. Tutup suspensi residu di dalam gelas piala dengan pendinginan balik (kondensor).
8. Setelah didinginkan, netralkan larutan yang terbentuk dengan larutan NaOH 45% dan
masukkan ke dalam labu takar 500 ml secara kuantitatif.
9. Tepatkan larutan sampai tanda tera dengan menggunakan air destilat.
10. Saring kembali larutan dengan menggunakan kertas saring.
Analisis contoh :
Filtrate diperoleh dari persiapan contoh dianalisis kadar glukosa dengan menggunakan
analisis gula pereduksi (metode Lane – Eynon atau Nelson - Somogyi).
Perhitungan
Berat pati dalam contoh diperoleh dengan mengalikan berat glukosa dengan 0,9. Angka 0,9
adalah factor konversi untuk pembentukan glukosa dari hidrolisis pati.
Prosedur Kerja Analisis Amilosa
Pembuatan kurva standar
1. Timbang sebanyak 40 mg amilosa murni dan masukkan ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan ke dalam tabung reaksi 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N.
3. Panaskan tabung reaksi di dalam air mendidih sekitar 10 menit sampai semua amilosa
membentuk gel.
4. Setelah didinginkan, pindahkan campuran secara kuantitatif ke dalam labu takar 100ml dan
tepatkan dengan air sampai tanda tera
5. Pipet gel amilosa (beberapa seri konsentrasi) ke dalam labu takar 100ml
6. Tambahkan ke dalam masing – masing labu takar asam asetat 1N, kemudian tambahkan
masing – masing 2 ml larutan iod.
7. Tepatkan larutan iod dengan air hingga tanda tera.
8. Setelah didiamkan selama 20 menit, ukur absorbans dari intensitas warna biru dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
9. Buat kurva standar sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dengan absorbans
(sumbu y)
Analisis contoh :
1. Gunakan contoh tepung yang mengandung pati (apabila contoh mengandung komponen lain
maka pati perlu diekstrak dahulu)
2. Timbang sebanyak 100mg contoh dan masukkan ke dalam tabung reaksi
3. Tambahkan ke dalam tabung reaksi 1ml etanol 95% dan 9ml NaOH 1 N.
4. Panaskan tabung reaksi selama 10 menit untuk menggelatinisasi pati
5. Setelah didinginkan, masukkan pasta pati ke dalam labu takar 100ml dan tepatkan hingga
tanda tera dengan menggunakan air
6. Pipet larutan pati tersebut dan dimasukkan ke dalam labu takar 100ml, lalu ditambahkan
asam asetat 1N, 2 ml larutan iod, dan air hingga tanda tera
7. Setelah didiamkan selama 20 menit, ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada 625
nm.
Kandungan amilosa ditentukan berdasarkan kemampuan amilosa untuk bereaksi dengan
senyawa iod yang menghasilkan kompleks berwarna biru. Intensitas warna biru tergantung pada
kadar amilosa dan dapat ditentukan secara spektofotometri. Kandungan amilopektin ditentukan
sebagai selisih antara kandungan pati dengan amilosa.
Pati = amilosa + amilopektin
Perhitungan dalam menentukan berat pati dalam contoh diperoleh dengan mengalikan berat
glukosa dengan 0,9. Angka 0,9 adalah faktor konversi untuk pembentukan glukosa dari hidrolisa
pati. Perhitungan kadar amilosa ditentukan dengan menggunakan kurva standar, dengan
menggunakan rumus:
Kadar amilosa (%) = (CxVxFPx100)/W
Dimana,
C= konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml)
V = volume akhir contog (ml)
FP = faktor pengenceran
W = berat contoh (mg)
Kadar amilopektin (%) = Kadar pati (%) – Kadar amilosa (%)
6. Analisis Karbohidrat Yang Tidak Dapat Dicerna
Analisis Karbohidrat Yang Tidak Dapat Dicerna yaitu meliputi Analisis serat kasar
(crude fiber) dan analisis serat makanan (dietary fiber).Serat kasar ditentukan dari residu setelah
contoh diperlakukan dengan asam dan basa kuat. Serat makanan ditentukan berdasarkan kadar
acid detergent fiber (ADF) dan neutral detergen fiber (NDF). ADF itu sendiri terdiri dari
sebagian besar selulosa dan lignin, dan sebagian kecil hemiselulosa dan substansi pektat
sehingga umumnya dianggap sebagai selulosa dan lignin. NDF terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Penetapan lignin yaitu dengan metode klason. Sedangkan penetapan
substansi pekat dengan metode spektrifotometer. Kadar hemiselulosa diperoleh dengan
menghitung selisih kadar NDF dengan kadar ADF. Kadar selulosa diperoleh dengan menghitung
selisih kadar ADF dan kadar Lignin. Total serat makanan dihitung dengan menjumlahkan kadar
NDF dengan kadar substansi pektat. Serat kasar yaitu residu dari bahan makanan yang telah
diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih. Terdiri dari selulosa, sedikit lignin dan pentosa.
Prosedur Kerja
1. Giling contoh sampai halus sehingga dapat melewati saringan berdiameter 1 mm. Bila
contoh tidak dapat dihaluskan, maka digiling hingga homogen.
2. Timbang sebanyak 2 gram contoh dan ekstrak lemaknya dengan menggunakan soxhlet
dengan pelarut petrolium eter.
3. Pindahkan contoh yang sudah bebas lemak secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer.
Tambahkan 0,5 g asbes yang telah dipijarkan dan 2 tetes zat anti buih.
4. Tambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 200 mL larutan H2SO4mendidih.
5. Letakkan erlenmeyer di dalam pendingin balik.
6. Didihkan contoh di dalam erlenmeyer selama 30 menit dengan sesekali digoyang-
goyangkan.
7. Setelah selese saring suspensi dengan kertas saring.
8. Cuci residu yang tertinggal dengan air mendidih. Pencucian dilakukan hingga air cucian
tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus).
9. Pindahkan residu secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali.
10. Cuci kembali sisa residu di kertas saring dengan 200 mL larutan NaOH mendidih sampai
semua residu masuk ke dalam erlenmeyer.
11. Didihkan kembali contoh selama 30 menit dengan pendingin balik sambil sesekali digoyang-
goyangkan.
12. Saring kembali contoh melalui kertas saring yang diketahui beratnya sambil dicuci dengan
K2SO4 10%.
13. Cuci residu di kertas saring dengan air mendidih kemudian dengan alkohol 95%.
14. Keringkan kertas saring dalam oven 1100C sampai 1-2 jam.
15. Setelah didinginkan dalam desikator, timbang conto
16. Hitung berat residu serat kasar dengan menghitung selisih antara berat contoh dan kertas
saring dengan berat kertas saring.
Perhitungan
Kadar serat kasar (g/100 g contoh) = [(W2-W1)/W]/x100
Dimana:
W2= berat residu kertas saring yang telah dikeringkan (g)
W1 = berat kertas aring
W = berat contoh yang dianalisis.
Analisis ADF (Acid Detergent Fiber)
Dengan mengekstrak contoh dengan lrutan ADF (setiltrimetil amonium bromida dalam
H2SO4 1 N) sehingga seluruh komponen selain komponen ADF larut. Komponen yang tidak larut
disaring, dikeringkan, ditimbang, dan dikoreksi dengan kandungan mineral yang ada dalam
komponen (dengan cara menyabunkannya sehingga yang tinggal hanya mineralnya). Kadar ADF
dinyatakan sebagai selisih antara berat residu kering setelah perlakuan dengan larutan ADF
dengan berat abu dibagi dengan berat awal contoh (dinyatakan dengan persen).
Analisis NDF (Neutral Detergent Fiber)
Dengan mengekstrak contoh dengan larutan NDF (terdiri dari campuran EDTA, Na2B2O710H2O,
laurit sulfat, Na2HPO, dan 2-etoksi-etanol) sehingga seluruh komponen selain komponen NDF
larut. Komponen yang tidak larut disaring, dikeringkan, ditimbang, dan dikoreksi dengan
kandungan mineral yang ada dalam komponen. Sampel yang mengandung pati maka pati akan
dihidrolisis dahulu dengan enzim -amilase (karena pati menyulitkan pada proses penyaringan).
Kadar NDF dinyatakan sebagai selisih antara berat reidu kering setelah perlakuan dengan larutan
NDF dengan berat abu dibagi dengan berat awal contoh (dinyatakan dalam persen).
Analisis Serat Makanan (Dietary Fiber)
Analisis Lignin
Dengan mengekstrak contoh dengan larutan ADF sehingga seluruh komponen selain
selulosa dan lignin larut. Selulosa yang ada dalam residu kemudian dihidrolisis dengan
menggunakan H2SO4 72% sehingga yang tertinggal dalam residu hanya Lignin. Residu disaring,
dikeringkan, ditimbang, dan dikoreksi dengan kandungan mineral yang ada dalam komponen.
Kadar lignin dinyatakan sebagai elisih antara berat residu kering yang mengandung lignin
dengan berat abu dibagi dengan berat awal contoh (dinyatakan dalam persen).
Analisis Substansi PEKTAT
Metode spektrofotometri didasarkan atas reaksi antara O-hidroksidifenil dengan
anhidrogalakturonat menghasilkan warna yang dapat diukur pada panjang gelombang 520 nm.
Substansi pektat dihidrolisis dengan enzim pektinase sehingga asam galakturonat. Metode
gravimetri yaitu dengan pektin yang telah diekstrak dari contoh disoponifikasi dengan alkali dan
diendapkan sebagai kalsium pektat dengan menambahkan kalsium klorida dalam suasana asam.
Endapan kalsium pektat dicuci sampai bebas klorida, kemudian dikeringkan dan ditimbang
beratnya.
Petunjuk Praktikum Biokimia. : FMIPA UNJANI
1. http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/karbohidrat/
2. http://wahyuriyadi.blogspot.com/2009/10/uji-kualitatif-karbohidrat.html
3. http://pengujiankadarpengendalian.blogspot.com/2010/11/pengujian-karbohidrat-dengan-
metode.html
http://id.scribd.com/doc/46498473/Analisa-Kualitatif-Dan-Kuantitatif-Karbohidrat#download
Yazid, Estien dan Lisda, Nursanti. 2006. Penuntun Praktikum BIOKIMIA untuk Mahasiswa
Analis. Andi Offset : Yogyakarta.
Sudarmaji, B. dkk. 1982. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty : Yogyakarta
Winarno, F.G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia : Jakarta